Anda di halaman 1dari 10

0|

TUGAS MAKALAH POLIMER


POLIMER KEKINIAN
TEMA : POLIMER KONDUKTIF

Disusun Oleh :
Amalia Firdausi
01111850010010

Dosen Pengampu :
Drs. Mashuri

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
1|

A. Pendahuluan

Krisis energi yang merupakan salah satu isu pemanasan global yang terjadi
belakangan ini telah memunculkan alternatif pengembangan perangkat penyimpanan
energi yang terbarukan. Salah satu perangkat penyimpanan energi yang menjadi fokus
pengembangan adalah baterai. Pengembangan baterai masih terfokus pada material
berbasis anorganik seperti baterai Ni, Ni-Cd dan Li-ion. Penggunaan material anorganik
menjadi sebuah masalah ketika baterai tidak dapat diolah secara alamiah, efesiensinya
yang rendah dan biaya produksi yang tinggi. Solusi alternatif pembuatan baterai ini
adalah dengan menggunakan material organik berupa polimer konduktif sebagai bahan
baku (Sitorus, Berlian, dkk. 2011). Selain manfaat tersebut polimer konduktif memiliki
banyak kenggulan lain yang digunakan untuk aplikasi dalam berbagai bidang.
Sifat konduktif bergantung terhadap material dan apa yang dikonduksi.
Contohnya, material polimer dianggap sebagai konduktor yang buruk untuk suara, panas,
listrik, dan tekanan ketika dibandingkan dengan logam. Polimer pada umumnya memiliki
kemampuan untuk mengalihkan dan meredam faktor – faktor tersebut. Contohnya, ketika
gaya diberikan, jaringan polimer mengalihkan gaya tersebut diantara rantai molekul
dalam polimer. Matrik polimer jarang yang serapat logam, maka berbagai polimer dapat
menyerap (meredam; penyerapan melalui translasi atau pergerakan atom polimer;
perubahan vibrasi dan rotasi) dan mengalihkan energi tersebut. Meski begitu, polimer
juga dapat didesain untuk bersaing dengan logam dan material non-polimer pada ranah
konduktansi (Wijaya, Alfin Gustav. 2017).

B. Polimer
Polimer merupakan suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari
susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia, dimana poly berarti
banyak dan mer berarti bagian. Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit
molekul yang kecil (monomer), saling berikatan dalam satu rantai. Jenis –jenis monomer
yang saling berikatan membentuk suatu polimer terkadang sama atau berbeda. Sifat-sifat
polimer berbeda dari monomer-monomer penyusunnya. Penggolongan polimer
berdasarkan asalnya, yaitu yang berasal dari alam (polimer alam) dan polimer yang
sengaja dibuat oleh manusia (polimer sintetis) (Januastuti, 2015). Polimer dikenal
sebagai bahan plastik dan karet, dimana kebanyakan terdiri dari bahan organik yang
merupakan bahan kimia seperti karbon, hidrogen dan bahan nonmetalik lainnya (seperti
O, N, Si). Polimer memiliki struktur molekular yang sangat besar, bebentuk seperti rantai
di alam dengan atom-atom karbon. Bahan polimer yang sering digunakan adalah
polyethylene (PE), poly(vinyl chloride)(PVC), polycarbonate (PC), polystyrene (PS), dan
karet silicon. Contoh penggunaan bahan polimer yang biasa digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah sendok, garpu, dan bola berbahan plastik, helm sepeda, botol plastik,
dan lain-lain. (Callister, 2007)
Cara Pembuatan Polimer bisa dengan Polimerisasi adisi monomer dan
Polimerisasi kondensasi.Polimerisasi adisi monomer mengadisi monomer lain sehingga
produk polimer mengandung semua atom yang ada pada monomer awal. Polimerisasi
dapat berlangsung dengan bantuan suatu kalisator. Contohnya pembentukan polietilena
2|

dari etilen. Polimerisasi kondensasi pada polimerisasi kondensasi monomer-monomer


saling berkaitan dengan melepas molekul kecil, seperti H2O dan CH3OH (metanol).
Polimerisasi kondensasi terjadi pada monomer-monomer yang mempunyai gugus fungsi
pada kedua ujung rantainya.

A. Polimer Konduktif
Polimer konduktif merupakan material organik yang biasa dikembangkan sebagai
perangkat penyimpan energi. Material organik biasanya lebih dipilih karena sifatnya yang
mudah diurai secara alami dibandingkan dengan perangkat penyimpan energi berbasis
material anorganik seperti Ni, Ni-Cd dan Li-ion (William et al., 2014). Polimer yang
biasa dikembangkan yaitu polipirol, polianilin dan poliasetilen (Adriani et al., 2013).
Polimer konduktif merupakan polimer organik (berbasis karbon) yang mampu
menghantarkan arus listrik baik pada rentang konduktor ataupun semikonduktor. Karena
sifatnya yang mampu menghantarkan listrik, maka polimer konduktif disebut juga
sebagai logam sintetis. Seperti halnya polimer sintetis, logam sintetis berkembang untuk
menjadi material pengganti, alternatif material logam, maupun menjadi material baru
yang dikembangkan pada berbagai industri. Polimer konduktif yang pertama kali dibuat
adalah polyacetylene ter-doping iodine yang memiliki konduktivitas 103 S/cm pada suhu
kamar. Walaupun ditemukan secara tidak sengaja di tahun 1977, namun penemuan ini
membuahkan hadiah nobel Kimia di tahun 2000 bagi ketiga penemunya, yaitu: Hideki
Shirakawa (University of Tsukuba), Alan G. MacDiarmid (University of Pensylvania),
dan Alan J. Heeger (University of Pensylvania). Penemuan tersebut membuahkan bidang
riset baru (polimer konduktif atau logam sintetis) yang terus berkembang.
Polimer konduktif pertama kali diidentifikasi pada tahun 1980 dan termasuk
dalam kelas bahan organik yang dapat disintesis elektrokimia dari monomer yang sesuai
dan heterosiklik aromatic (W.G, Julian. 1995). Polimer konduktif banyak menarik
perhatian para peneliti dari berbagai cabang ilmu dan teknologi, karena manfaatnya
sebagai bahan baku elektroda untuk penyimpanan energi (baterai elektrokimia dan juga
kapasitor), sebagai katalis elektrik, biosensor, membran pemisahan gas, pelindung anti
korosif, dan lain-lain (O.N, Efimov, dkk. 1997).
Perkembangan bidang riset polimer konduktif dipicu oleh sifat-sifat khas dari
material ini seperti struktur rantai molekul dengan derajat konjugasi yang tinggi, rentang
konduktivitas yang lebar meliputi wilayah isolator hingga konduktor dan proses
doping/dedoping bolak-balik (reversible); mekanisme konduksi yang berbeda dengan
logam, dan sifat fisik yang mampu diatur melalui mekanisme doping/dedoping, sehingga
polimer konduktif memiliki potensi bukan hanya untuk diaplikasikan dalam teknologi
melainkan juga memiliki posisi yang penting dalam sains material (material sciences).
Hingga saat ini polimer konduktif diaplikasikan pada beberapa bidang seperti perangkat
elektronik (field-effect transistor, light emitting diode dan panel surya), tameng
interferensi elektromagnetik, material penyerap gelombang mikro, baterai isi ulang,
superkapasitor, sensor dan otot buatan.

B. Sintesis Polimer Konduktif


Polimer konduktif sebagian besar disintesis dengan memodifikasi struktur
3|

seperti ditunjukkan gambar 1 berikut.

Gambar 1. Kelas Utama Polimer Konduktif

Pembuatan polimer konduktif dapat dilakukan baik secara kimia atau elektrokimia.
Dalam kimia, prosedur doping kimia yang unik adalah doping PANI, yaitu karena
protonasi. Hal ini menyebabkan reaksi redoks internal yang mengubah bentuk
semikonduktor PANI (senyawa dasar) ke bentuk metalik (senyawa garam).

C. Polianilin
Polyaniline (PANI) merupakan salah satu jenis polimer konduktif intrinsik
(Intrinsically conductive polimer, ICP) yang memiliki keunggulan dibandingkan polimer
konduktif lainnya, seperti ketahanan termal paling baik, konduktivitas yang cukup baik,
serta dalam sudut pandang ekonomi, PANI jauh lebih unggul karena monomer aniline-
nya lebih murah, sintesis PANI yang sederhana dan sifat-sifatnya dapat disesuaikan
dengan mudah. PANI memiliki potensi untuk diaplikasikan pada berbagai bidang
berdasarkan sifat khasnya. Potensi aplikasi PANI di antaranya yaitu: sensor, indikator
asam-basa, membran, kapasitor, tameng elektromagnetik, media penyimpan data, otot
buatan, baterai, panel surya, dioda, dan OLED (Bhadra, et al., 2009). PANI mulai
diketahui pada tahun 1834 yang lebih dikenal dengan sebutan “aniline black”, sebutan ini
berlaku untuk segala produk yang dihasilkan melalui proses oksidasi aniline (Genies, et
al., 1990). Walaupun PANI sudah dikenal selama 180 tahun, namun riset tentang PANI
baru dimulai pada tahun 1980an setelah lahirnya polimer konduktif. Riset hanya fokus
4|

pada struktur kimia, mekanisme konduksi elektron, desain polimerisasi, dan modifikasi
kimia dan fisika untuk membuat PANI lebih mudah diolah. Seiring dengan muncul dan
berkembangnya nanoscience dan nanotechnology, sintesis struktur nano PANI menjadi
sangat berkembang (Li, et al., 2009)
Struktur nano suatu material didapatkan dengan cara mengurangi dimensinya
menjadi berukuran ratusan nanometer atau lebih kecil lagi. Biasanya. struktur berukuran
nano menghasilkan sifat yang berbeda dari struktur yang ukurannya lebih besar, di
antaranya: peningkatan kekuatan dan konduktivitas karena meningkatnya orde molekul
serta peningkatan reaktivitas yang disebabkan oleh meningkatnya luas permukaan
(Laslau, et al., 2010). PANI dalam ukuran nanometer memiliki beberapa jenis struktur
diantaranya: nanofibers, nanowires, nanorods, nanotubes, nanofibrils, nanobelts dan
nanoribbons. Untuk mendapatkan struktur nano PANI dibutuhkan metode sintesis yang
sesuai, metode sintesis struktur nano PANI di antaranya: hard template synthesis, soft
template synthesis, combined soft and hard template synthesis, seeding polymerization,
interfacial polymerization, radiolytic synthesis, rapid mixing reaction, sonochemical
synthesis dan electrochemical approach (Zhang dan Wang, 2006).
Berdasarkan tingkat oksidasinya, polianilin dapat disintesis dalam beberapa
bentuk isolatifnya yaitu leucomeraldine base (LB) yang tereduksi penuh, emeraldine base
(EB) yang teroksidasi setengah dan pernigraniline base (PB) yang teroksidasi penuh.
Dari tiga bentuk ini, EB yang paling stabil dan juga paling luas diteliti karena
konduktivitasnya dapat diatur melalui doping, sedangkan bentuk LB dan PB tidak dapat
dibuat konduktif. Bentuk EB dapat dibuat konduktif dengan doping asam protonik seperti
HCl, dimana proton-proton ditambahkan ke situs-situs –N=, sementara jumlah elektron
pada rantai tetap. Bentuk konduktif dari EB disebut emeraldine salt (ES).

Gambar 2. Bentuk Polianilin Berdasarkan Tingkat Isolatifnya

Bentuk dasar EB berubah menjadi ES melalui reaksi oksidasi dengan asam-asam protonik
seperti HCl, sebaliknya bentuk ES dapat dikembalikan menjadi bentuk EB melalui reaksi
reduksi dengan agen reduktan seperti NH4OH, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
5|

Gambar 3. Reaksi Protonasi – deprotonasi Poianilin

Kedua proses ini disebut juga proses protonasi-deprotonasi atau doping-dedoping. Kedua
bentuk emeraldine memiliki sifat listrik yang berkebalikan, EB yang isolatif dan ES yang
konduktif atau semikonduktif. Derajat konduktivitas emeraldine ini bergantung pada
tingkat doping yang diberikan, yaitu jumlah proton (H+) yang didopingkan ke dalam
struktur emeraldine. Sifat optiknya juga berbeda untuk kedua bentuk emeraldine, yaitu EB
berwarna biru sedangkan ES berwarna hijau sehingga karakteristik absorpsi optiknya
berbeda. Sifat listrik (konduktivitas) dan optik (indeks bias dan absorpsivitas) emeraldine
dapat divariasikan melalui reaksi oksidasi-reduksi oleh agen-agen oksidan dan reduktan.
Karakteristik ini dapat dimanfaatkan untuk sensor kimia.

D. Aplikasi Polianilin sebagai Elektroda pada Baterai Sekunder


Polianilin, bila dibandingkan dengan polimer konduktif lainnya mempunyai
beberapa keunggulan antara lain adalah kemudahan dalam sintesis baik secara
elektrokimia maupun secara kimia. Khususnya sintesis polianilin secara kimia dapat
dilakukan untuk produksi dalam jumlah banyak. Hal tersebut sangat menguntungkan
untuk kepentingan aplikasi dalam bidang industri. Polianilin dapat digunakan sebagai
elektroda baterai, baik sebagai elektroda positif (katoda) ataupun sebagai elektroda
negatif (anoda). Selain itu, proses redoks polianilin dapat berlangsung secara reversibel
sehingga polianilin merupakan elektroda yang baik pada sistem baterai sekunder. Reaksi
redoks polianilin terdiri dari dua bentuk, yaitu reaksi redoks pasangan basa
leukoemeraldin-garam pernigranilin dan pasangan basa emeraldin-garam pernigranilin.
Kedua pasangan redoks tersebut dapat dilihat pada gambar 4a dan 4b (Hidayat, S, dkk.
2002).
6|

(a) (b)

Gambar 4. (a) Redoks polianilin bentuk I (b) bentuk II

Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan oleh S. Hidayat dkk (2002), dibuat
baterai yang terdiri dari polianilin sebagai elektroda positif dan Lithium hasil deposisi
pada alumunium sebagai elektroda negatif, dan lithium perklorat dalam PEO sebagai
elektrolit. Dalam hal ini polianilin diplastisasi dengan peralut NMP (N-metilpirrolidinon).
Model sel gelas dari eksperimen ini dapat dilihat pada gambar 5, sedangkan gambar 6
merupakan model sandwich. Dalam penelitian ini telah dibuktikan bahwa polianilin
dalam bentuk basa emeraldin yang diplastisasi dengan pelarut NMP, dapat digunakan
sebagai material aktif dalam sistem batere sekunder.

Gambar 5. Model Sel Gelas Baterai

Gambar 6. Model sandwich


7|

E. Poliasetilena
Fitur struktural utama daripada polimer konduktif adalah adanya ikatan rangkap
terkonjugasi. Untuk poliasetilena, setiap karbon tulang belakang diikat melalui ikatan σ
terlokalisasi yang kuat. Mereka juga diikat melalui jaringan ikatan π yang terlokalisasi
namun lemah. Meski terdapat konjugasi, ikatan tersebut cukup terlokalisasi untuk
mencegah adanya delokalisasi instan dari elektron ikatan π. Bahan doping
menyebabkan terjadinya situs kekurangan atau kelebihan elektron. Ketika ada
kekurangan elektron, sebuah lubang terbentuk, sehingga elektron bergerak untuk
mengisi lubang tersebut, yang menyebabkan lubang baru terbentuk dan kemudan
elektron mengisinya kembali. Hal inilah yang menyebabkan rantai poliasetilenaa dapat
menghantarkan arus.
Pada umumnya, teori Huckel memprediksikan bahwa elektron π dapat
terdelokalisasi sepanjang rantai yang memiliki ikatan π dengan energi aktivasi untuk
delokalisasi bertambah seiring dengan bertambahnya panjang rantai. Doping
memberikan mekanisme agar delokalisasi dapat terjadi.
Poliasetilena umum dibentuk dari serat – serat kecil yang tersusun secara acak.
Konduktivitas berkurang karena kontak dari berbagai serat yang acak. Dua cara telah
dilakukan untuk mengatur serat poliasetien. Cara pertama adalah dengan menggunakan
pelarut kristal cair pada polimerisasi asetilen dan untuk membentuk polimer dengan
gangguan eksternal. Cara yang kedua adalah dengan merenggangkan polimer secara
mekanik sehingga serat – seratnya tersusun. Konduktivitas poliasetilena didapat sekitar
100 kali lebih besar ketika arus diberikan searah dengan arah perenggangan. Maka,
konduktivitasnya bersifat isotropik. Untuk perbandingan, konduktivitas logam seperti
tembaga atau perak bersifat anisotropik. Dapat juga dilihat yaitu intan yang bersifat
nonkonduktif, karena hanya memiliki ikatan σ teratur sehingga tidak ada elektron
bebas, sedangkan grafit adalah konduktor isotropik. Grafit, seperti poliasetilenaa
memiliki rangkaian ikatan π dimana konduktivitas yang sejalan dengan bidang cincin
grafit adalah 106 kali daripada yang 90º dari bidang ini.
Poliasetilena disintesis dengan berbagai metode, banyak yang menggunakan
metode sistem polimerisasi Ziegler-Natta. Bentuk isomer cis- dan trans- dapat
terbentuk. Cis-poliasetilena berwarna tembaga dimana lapisannya memiliki
konduktivitas sebesar 10-8 S/m. Sedangkan trans-poliasetilena berwarna perak dimana
lapisannya memiliki konduktivitas sebesar 10-3 S/m. Isomer cis diubah menjadi isomer
trans yang lebih stabil secara termodinamik melalui proses pemanasan. Konduktivitas
akan dipengaruhi oleh struktur serat, doping agent, dan usia sampel.
Poliasetilena memiliki stabilitas termal yang baik pada atmosfer inert namun
sangat mudah teroksidasi oleh udara. Sampel doping lebih mudah dipengaruhi oleh
udara. Penelitian selanjutnya menemukan berbagai polimer yang juga memiliki sifat
konduktif, yaitu poli(p-fenilena, polytiofena, poli(fenilena vinilena), polipirol, dan
polianilin. Polimer konduktor pertama yang digunakan secara komersial adalah
polipirol dan politiofena karena stabilitas mereka dalam udara dan juga peneliti mampu
memproduksi bentuk doping secara langsung. Meskipun konduktivitas mereka dibawah
poliasetilena, hal ini sudah cukup untuk berbagai aplikasinya.
8|

F. Aplikasi Polipirol sebagai Sensor


Sensor yang banyak dijumpai biasanya terbuat dari bahan-bahan anorganik
(bahan kimia padat) yang mempunyai ikatan logam yang kuat sehingga tidak dapat
terurai oleh lingkungan. Selain itu, sensor yang berasal dari bahan anorganik akan
lebih merugikan karena setelah menyerap zat yang akan di analisa, sensor tersebut
harus menggunakan bahan kimia atau suhu yang tinggi untuk mengeluarkan zat
tersebut dari sensor. Untuk menyiasati masalah diatas, digunakanlah sensor yang
berbahan dasar organik (polimer konduktif) yang dapat teruraikan oleh lingkungan.
Salah satu bahan dasar yang dapat digunakan untuk pembuatan sensor ini adalah
polipirol.
Polipirol (PPy) adalah salah satu bahan yang menjanjikan dalam penggunaan
produk komersil dikarenakan sifat stabilitas lingkungannya yang baik, sintesis yang
mudah, dan memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dibanding polimer konduktif
yang lain. Selain itu terdapat fakta bahwa monomer pirol mudah dioksidasi dan mudah
larut dalam air. Polpirol merupakan senyawa heterosiklik yang dapat disintesis secara
elektrokimia dengan penambahan pengotor yang dapat meningkatkan konduktivitas
listriknya. Polipirol merupakan senyawa dengan tekstur seperti bunga karang,
terdekomposisi pada suhu 180 – 237°C dan memiliki temperatur kaca 160 – 170°C,
serta memiliki nilai konduktivitas dibawah 3 S cm-1. Polipirol biasanya sering
digunakan sebagai biosensor, sensor gas, kabel, pelapis bahan anti listrik, kapasitor,
baterai polimer, perlengkapan elektronik, membran fungsional, dan lain – lain. Seperti
yang dilakukan oleh Sudigdo dkk (2014) Sensor polimer konduktif dengan campuran
polipirol, serbuk ban, dan 1,4-metil-pirolidinone telah dibuat dengan menggunakan
proses polimerisasi. Proses polimerisasi dilakukan pada temperatur 100°C pada
penangas air selama 30 menit. Analisa yang dilakukan pada sensor polimer konduktif
tersebut antara lain Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier Transform Infrared
(FTIR), dan X-Ray Diffraction (XRD). Analisa konduktivitas yang dilakukan
menggunakan beberapa jenis minyak (minyak sawit, minyak jagung, solar, dan oli).
Berdasarkan penelitian ini hasil tes konduktivitas terhadap minyak menunjukkan
bahwa minyak jagung lebih reaktif dibandingkan yang lain. Hal ini menunjukkan
bahwa polimer konduktif juga dapat diaplikasikan untuk sensor.
9|

REFERENSI

Alfin Gustav Wijaya. 2017. Kimia Polimer: Material Polimer Konduktif. Departemen Kimia,
UGM. Yogyakarta.
Adriani, D. M.; Sitorus, B. dan Destiarti, L., 2013. Sintesis Material Konduktif Komposit
Polianilin-Selulosa Dari Tanah Gambut. J. Kimia Katulistiwa., 2(3):127-132.

Berlian Sitorus, Veinardi Suendo dan Ferdinand Hidayat. 2011. Sintesis Polimer Konduktif
sebagai Bahan Baku untuk Perangkat Penyimpan Energi Listri. Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Efimov O N, Vernitskaya T V. 1997. Polypyrrole: a conducting polymer; its synthesis,


properties and applications. Russian Academy of Sciences and Turpion Ltd.

etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93048/.../S2-2015-356613-introduction.pdf. diakses
pada tanggal 05-04-2019.

Julian W.G., Philip N.B. 1995. Application of Conducting Polymer Technology in


Microsystem. Sensors and Actuators A, 51, halaman 57 – 66

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42969/4/Chapter%20II.pdf. diakses pada tanggal


05-04-2019.

S. Hidayat, M.O Tjia. Karakteristik Model Batere Sekunder Menggunakan Elektroda PANI-
NMP. 2002. Jurusan Fisika, FMIPA, Unpad. Jatinangor.

Satriaji Sudigdo, Rizky Dharmawan, Hamidah Harahap. 2014. Karakterisasi Polimer


Konduktif Polipirol Berpengisi Serbuk Ban Untuk Mendeteksi Konduktivitas Minyak
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara

William, R.A.; Sitorus, B. dan Malino M.B., 2014, Sintesis Polianilina pada Matriks Selulosa
sebagai Elektrolit Padat pada Model Baterai Sederhana. J Kimia Khatulistiwa., 3(4):32-38.

Anda mungkin juga menyukai