Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diskripsi Umum Anggrek

Dendrobium berasl dari kata “dendro” yang berarti pohon, dan “bios” yang

berarti hidup. Anggrek ini merupakan salah satu jenis anggrek yang paling populer.

Baik dikalangan penghobi maupun pengusaha pembesaran anggrek. Para

pengusaha anggrek biasanya memulai usaha nya dengan menanam anggrek ini,

karena paling mudah memperolehnya dan mudah untuk menanamnya anggrek

dendrobium merupakan salah satu genus anggrek yang terbesar yang terdapat pada

dunia ini. (Dhian Aziz, 2007 ).

Gambar 1. Beberapa jenis anggrek dendrobium sp

Anggrek dendrobium tumbuh menyebar di asia selatan, india dan sri

langka.anggrek dendrobium di asia timur hanya di budidayakan oleh masyarakat

jepang, taiwan dan korea. Anggrek dendrobium di asia tenggara menjadi andalan

Thailand, Indonesia dan Filipina. Sebarannya lalu meluas ke selandia baru dan

tahiti. Dendrobium kebanyakan tumbuh liar di daerah tropis seperti asia dan dalam

jumlah yang tebatas di temukan di selatan Amerika serikat dan bekas jajahan

inggris. ( trubus, 2005)


Dendrobium adalah salah satu marga anggrek epifit yang biasa digunakan

sebagai tanaman hias ruang atau taman. Bunganya sangat bervariasi dan

indah. Dendrobium relatif mudah dipelihara dan berbunga. Pola pertumbuhan

anggrek Dendrobium bertipe simpodial, artinya memiliki pertumbuhan ujung

batang terbatas. Batang ini tumbuh terus dan akan berhenti setelah mencapai batas

maksimum. Pertumbuhan ini akan dilanjutkan oleh anakan baru yang tumbuh di

sampingnya. Pada anggrek simpodial ini terdapat penghubung yang disebut

rhizoma atau batang di bawah tanah. Dari rhizoma ini akan keluar tunas anakan

baru. Di antara rhizoma dan daun ada semacam umbi yang disebut pseudobulb

(umbi palsu).

Ukuran maupun bentuk pseudobulb bervariasi. Anggrek Dendrobium

membutuhkan sinar matahari dengan sedang sampai tinggi, tergantung dari jenis

Dendrobium. Apabila suhu terlalu tinggi dapat dibantu dengan pengkabutan dengan

penggunaan semprotan untuk menghindari penguapan yang lebih besar.

2.2. Klasifikasi Anggrek Dendrobium sp

Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar

dan sangat bervariasi. Famili ini terdiri dari 800 genus dan tidak kurang dari 25.000

spesies (Gunawan, 2006). Salah satu genus yang mempunyai posisi sangat tinggi

dalam kultur dan industri bunga potong di indonesia adalah anggrek Dendrobium

(Gunadi, 1985 yang dikutip oleh Pohan, 2005).


Menurut Dressler dan Dodson (2000) dalam Widiastoety dkk (2010), klasifikasi

anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Orchidales

Famili : Orchidaceae

Genus : Dendrobium

Dendrobium merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia, dan jumlahnya

diperkirakan mencapai 275 spesies (Gandawidjaya dan Sastrapradja 1980).

2.3. Morfologi Anggrek Dendrobium

2.3.1. Bunga dan bagian – bagiannya

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki

keragaman warna dan bentuk bunga . meski demikian anggrek memiliki

struktur bunga yang sama dan khas (Gambar 1).

Bunga anggrek terdiri dari :

1. Kelopak (sepal)

2. Mahkota (petal)

3. Lidah (Labelum)

4. Bakal buah, dibentuk oleh penyatuan putik dan benangsari


Gambar 1. Struktur bunga anggrek Dendrobium(Dresier dan

Dodson.2000).

Sepal yang dimiliki anggrek terdiri atas tiga helai dan si sela-sela

sepal terdapat dua helai petal. Sedangkan labelum atau lidah bunga

merupakan modifikasi dari petal (Gambar 2).

Gambar 2. Bunga anggrek Dendrobium

2.3.2. Buah

Bentuk buah anggrek berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Buah anggrek

merupakan lentera atau capsular yang memiliki 6 rusuk. Tiga di antaranya

merupakan rusuk sejati dan yang tiga lainnya adalah tempat melekatnya dua

tepi daun buah yang berlainan. Di tempat bersatunya tepi daun buah tadi dalam

satu buah anggrek sebesar kelingking terdapat ratusan ribu bahkan jutaan biji

anggrek yang sangat lembut dalam ukuran yang sangat kecil (Gambar 3).
Biji-biji anggrek tidak memiliki endosperm sebagai cadangan makanan ,

sehingga untuk perkecambahannya dibutuhkan nutrisi yang berfungsi untuk

membantu pertumbuhan biji. Perkecambahan di alam sangat sulit jika tanpa

bantuan fungi (jamur) yang disebut mikoriza yang bersimbiosis dengan biji-biji

anggrek tersebut. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai, hifa atau benang dari

mikoriza akan menembus embrio anggrek melalui sel-sel suspensor. Kemudian

fungi tersebut dicerna sehingga terjadi pelepasan nutrisi sebagai bahan energi yang

digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan perkecambahan biji-biji

anggrek.

Gambar 3. Buah Anggrek Dendrobium

Buah anggrek berbentuk seperti kapsul dan di dalamnya terdapat banyak biji

dengan ukuran sangat kecil. Endosperm tidak terdapat pada biji anggrek padahal

endosperm berfungsi sebagai cadangan makanan dan sangat berperan saat terjadi

perkecambahan (Parnata, 2005).

2.3.3. Daun

Helaian daun anggrek berdaging berwarna hijau tua. Permukaan daun dilapisi

kutikula (lapisan lilin) yang dapat melindungi dari serangan hama dan penyakit.

Kedudukan daun tersusun secara berjajar berselingan (Gambar 4).

Daun anggrek memiliki ciri khas bertulang daun sejajar, sedangkan bentuknya

berbeda-beda, ada yang memanjang dan ada yang membulat tergantung pada
spesies. Tipe daun menunjukkan keadaan habitat anggrek. Menurut pertumbuhan

daunnya, anggrek digolongkan menjadi dua yaitu :

1. Kelompok evergreen ( tipe daun tetap segar / hijau ), yaitu anggrek

yang helaian-helaian daun nya tidak gugur serentak.

2. Kelompok decidous ( tipe gugur ) , yaitu semua helaian-helaian daun

gugur dan tanaman mengalami masa istirahat, kemudian diganti

tempatnya dengan munculnya bunga.

Batang dan daun anggrek mengandung klorofil, hal ini sangat membantunya

memaksimalkan penyerapan sinar matahari untuk fotosintesis dalam habitatnya di

hutan yang minim cahaya. Klorofil pada batang anggrek tidak mudah hilang atau

terdegradasi walaupun daun-daunnya telah gugur, oleh sebab itu anggrek juga

memiliki julukan evergreen.

Gambar 4. Daun Anggrek Dendrobium


2.3.4. Batang

Batang anggrek yang menebal merupakan batang semu yang dikenal dengan

istilah pseudobulb (pseudo=semu, bulb=batang yang menggembung), berfungsi

sebagai penyimpan air dan makanan untuk bertahan saat keadaan kering (Bose dan

Battcharjee, 1980). Batang Anggrek ada dua tipe yang dipengaruhi oleh titik

tumbuhnya (Gambar 5), yaitu :

1. Monopodial

Anggrek tipe monopodial hanya memiliki satu batang dan satu titik

tumbuh. Batang utama terus tumbuh dan tidak terbatas panjangnya, bentuk

batangnya ramping dan tidak berumbi. Tangkai bunga akan keluar di antara

dua ketiak daun. Anggrek jenis ini dapat diperbanyak dengan cara stek

batang dan biji. Kelompok anggrek monopodial yaitu genus Aerides,

Arachnis, Phalaenopsis, Renanthera, Aranthera , Vanda dan lain-lain.

2. Simpodial

Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang memiliki batang utama

yang tersusun oleh ruas-ruas tahunan. Angrek tipe simpodial mempunyai

batang yang berumbi semu ( pseudobulb ) yang juga berfusngsi sebagai

cadangan makanan. Masing-masing ruas dimulai dengan daun sisik dan

berakhir dengan setangkai perbungaan. Pertumbuhan ujung-ujung

batangnya terbatas, pertumbuhan batang akan terhenti bila pertumbuhan ke

atas telah maksimal. Batang utama baru muncul dari dasar batang utama.

Pada anggrek simpodial terdapat suatu penghubung dari tunas satu ke tunas

lainnya yang disebut rhizome. Anggrek jenis ini dapat diperbanyak dengan

cara split, pemisahan keiki, stek batang dan biji, Kelompok anggrek
simpodial yaitu genus Cattleya, Coelogyne, Dendrobium,

Grammatophyllum, Oncidium dan lain-lain.

Gambar 5. Batang Anggrek Dendrobium


2.3.5. Akar

Akar anggrek berbentuk silindris dan berdaging, lunak, mudah patah denagn

ujung akar yang meruncing licin dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar

akan tampak berwarna putih keperak-perakan pada bagian luarnya dan hanya pada

bagian ujung akar saja yang berwarna hijau atau tampak agak keunguan. Akar yang

telah tua menjadi coklat dan kering, kemudian akan digantikan oleh akar yang baru

(Gambar 6).

Akar pada anggrek berfungsi untuk mengambil, menyerap, dan

mengantarkan zat hara ke seluruh bagian tanaman. Fungsi lain dari akar adalah

menempelkan dirinya pada tempat atau media tumbuh.Tanaman dikatakan sehat

atau tidaknya dapat dilihat dari akarnya. Akar udara terdapat lapisan velamen yang

berongga dan berfungsi untuk menyerap air dan udara. Akar ini juga dapat

berfotosintesis karena megandung butiran hijau daun ( klorofil ). Pada lapisan

velamen terdapat Mycorhiza ( myco = cendawan ; rhizome = akar ) atau cendawan

yang hidup dalam akar tumbuhan. Mycorhiza hidup secara simbiosis yaitu dengan

memfiksasi

Gambar 6. Akar Anggerk Dendrobium


2.4. Syarat tumbuh Anggrek Dendrobium

2.4.1. Ketiggian tempat

Anggrek Dendrobium sebenarnya memliki daya adaptasi tinggi dan dapat

tumbuh di daerah pada ketingian tempar lebih dari 1000 mdpl. Dendrobium

umumnya menyukai daerah panas dari pada daerah dingn, tetapi beberapa jenis

Dendrobium hanya bisa tumbuh di daerah dingin misalnya Dendrobium nobile dan

dendrobium cuthbertsonii. Lokasi yang oaling baik untuk budidaya anggrek

dendrobium berada pada ketinggian di bawah 400 mdpl. Perbedaan ketinggian

tempat dapat mempengaruhi terhadap agroklimatologi lingkungan seperti cahaya,

kelembaban, dan curah hujan.

2.4.3. Cahaya

Dendrobium bersifat epifit dengan cara tumbuh menumpang pada pohon

lain tanpa merugikan inangnya. Oleh karena itu, Dendrobium hanya membutuhkan

intensitas cahaya dan lama penyinaran terbatas. Besarnya intensitas cahaya yang

dibutuhkan sekitar 1500 – 3000 footcandle (fc). Sebagai perbandingan, saat

matahari terik di siang hari, kisaran intensitas cahaya matahari sekitar 7000 – 10000

fc. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut Dendrobium membutuhkan

naungan untuk mengurangi intensitas cahaya (Trubus, 2005).

Di Indonesia untuk memperoleh intensitas optimal dibutuhkan lama

penyinaran 10 jam per hari. Lama penyinaran di bawah itu masih bisa membuat

anggrek berbunga, tetapi kurang maksimal. Energi cahaya digunakan untuk

petumbuhan dan pembungaan, sehingga tanpa cahaya yang cukup, tanaman tidak

dapat mengakumulasi cukup cadangan energi untuk pertumbuhan dan

pembungaan. Para pembudidaya anggrek umumnya menggunakan atau memasang


jaring penaung ( paranet ) di atas lahan anggrek. Kerapatan berkisar antara 55 % -

65 % yang artinya cahaya matahari yang di terima anggrek 35 % - 45 % dan sisanya

terhalang oleh jaring penaung .

2.4.4. Kelembaban

Kelembaban yang diinginkan anggrek dendrobium berkisar antara 60 % -

85 % dengan kisaran itu maka penguapan yang terjadi pada siang hari bisa dicegah.

Sedangkan malam hari kelembaban tidak boleh melebihi 70 % untuk menekan

tanaman terserang penyakit. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara, media

tanaman tidak boleh terlalu basah oleh karena itu hindari penyiraman menjelang

malam. Saat kelembaban tinggi dan suhu meningkat meupakan kondisi yang sangat

disukai oleh organisme pengganggu. Sebaliknya kelembaban dibawah 50 %

membuat udara menjadi kering sehingga berdampak pada daun dan bulb

kekurangan air. Hal tersebut dapat di atasi dengan penyiraman tanaman dengan cara

pengabutan. Anggrek Dendrobium yang mempunyai unsur hara, suhu serta

kelembaban sesuai dapat berfotosintesis dan tumbuh optimal. Selain itu

kelembaban juga mempengaruhi kadar air dalam jaringan tanaman. Apabila kadar

air terganggu, maka proses trnasformasi zat hara dalam tanaman ikut terhambat,

sehingga semuanya berdampak buruk pada proses fotosintesis. ( trubus , 2005 ).

2.4.5. Suhu

Suhu udara sangat mempengaruhi proses metabolisme tanaman. Suhu udara

tinggi memacu proses metabolisme dan suhu udara rendah memperlambat lajunya.

Pertumbuhan Dendrobium memerlukan suhu udara rata-rata 25oC - 27 o C dengan

suhu udara minimum 21 o C - 23 o C dan maksimum 31 o C - 34 o C. Suhu siang


sebaiknya 27 o C - 32 o C, dan suhu pada malam hari 21 o C - 24 o C. Serupa dengan

cara meningkatkan kelembaban, kenaikan suhu di siang hari bisa ditekan dengan

memanipulasi pengabutan dan penyiraman di lingkungan sekitar (Trubus, 2005).

2.4.6. Ketersediaan air

Lokasi tepat budidaya anggrek Dendrobium harus memiliki ketersediaan air

yang cukup, hal tersebut merupakan syarat yang mutlak apalagi saat musim

kemarau datang. Dendrobium memang menyukai air tetapi tidak boleh berlebihan.

Air digunakan saat pertumbuhan vegetatif, tunas-tunas muda tumbuh dan sebelum

berbunga. Namun, keperluan air berkurang saat tangkai bunga tumbuh dan

berkurang pada periode muncul kuncup sampai mekar berbunga.(Trubus,2005).

2.4.7. Angin

Pertukaran udara yang baik, lancar, dan teratur sangat mendukung

kesehatan anggrek. Namun angin yang bertiup terlalu kencang dapat mematahkan

tangkai-tangkai bunganya. Keaadan angin yang sesuai adalah angin yang bertiup

sepoi-sepoi sehingga menciptakan goyangan lembut pada daun dan tangkainya

serta aman untuk bunganya.

2.5. Perbanyakan Anggrek secara konvensional

2.5.1. Perbanyakan vegetatif anggrek secara konvensional

Menurut Soeryowinoto 1986 , mengatakan bahwa perbanyakan vegetatif

anggrek secara konvensional ada 2 :


2.5.1.1. Memisahkan anakan (split)

Gambar 7. Anakan Anggrek Dendrobium

Tanaman anggrek simpodial yang sudah dewasa umumnya sudah memiliki

banyak pseudobulb. Pseudobulb-pseudobub tesebut dihubungkan oleh satu rizome

yang biasanya tumbuh secara horizontal. Pemisahan anakan dilakukan Dengan

memisahkan pseudobulb - pseudobulbyang ada. Tanaman yang sudah dewasa atau

minimal memiliki 4-6 pseudobulb sudah dapat diperbanyak dengan cara split.

Tanaman yang sudah memiliki 6 pseudobulb dipisahkan menjadi dua. Pemisahakn

dilakukan dengan memotong rizome dan masing-masing memiliki 3 pseudobulb.

Potongan-potongan kemudian dibiarkan hingga memiliki tunas dan anakan baru.

Sebelum bertunas, potongan diletakkan pada media tanam seperti yang digunakan

sebelum tanaman displit. Setelah bertunas, memiliki akar baru dan daun tanaman

sudah lebih keras, barulah potongan-potongan tersebut dipindahkan ke media

tanam yang baru.

Untuk menghasilkan tanaman dengan metode split lebih banyak, dapat

memanfaatkan hormon pertumbuhan IBA, NAA, atau juga IAA. Ketika tanpa

hormon pertumbuhan anggrek yang displit adalah tiga pseudobulb, maka setelah

diberi hormon pertumbuhan anggrek dapat displit satu pseudobulb. IAA atau IBA
yang digunakan antara 25-50 ppm. Zat tersebut dioleskan pada ujung bawah

pseudobulb atau pada rizome. Pemberian hormone pertumbuhan tersebut akan

memacu tumbuhnya akar yang pada akhirnya dapat memacu pertumbuhan tunas.

( Soeryowinoto 1986 )

2.5.1.2. Perbanyakan dengan keiki

Keiki merupakan anakan yang muncul pada ujung pseudobulb anggrek

Dendrobium. Selain pada ujung pseudobulb, keiki dapat juga muncul pada tangkai

bunga yang bunganya sudah luruh. Keiki biasanya muncul ketika kondisi

lingkungan yang tidak menguntungkan atau ketika dalam suatu pot, akar

Dendrobium sudah terlalu banyak dan tidak dapat berkembang lagi.

Perbanyakan dengan keiki dilakukan dengan memotong sebagian

pseudobulb atau tangkai bunga yang terdapat keiki. Pseudobulb ikut dipotong

karena didalamnya masih tersimpan cadangan mekanan yang berguna bagi

pertumbuhan awal keiki. Keiki kemudian ditempelkan pada pohon atau media lain

seperti arang dan dibiarkan hingga memiliki lebih dari satu pseudobulb. Ketika

sudah memiliki lebih dari satu pseudobulb, keiki sudah bisa ditanam di media yang

sebenarnya. ( Soeryowinoto 1986 )

Perbanyakan secara vegetatif ini akan menghasilkan anak tanaman yang

mempunyai sifat genetik tidak jauh berbeda dengan induknya. Namun perbanyakan

konvensional secara vegetatif ini tidak praktis dan tidak menguntungkan untuk

tanaman bunga potong, karena jumlah anakan yang diperoleh dengan cara-cara ini

sangat terbatas.
2.5.2. Perbanyakan generatif secara konvensional

Perbanyakan ini harus dibantu oleh media khusu karena benih anggrek tidak

mempunyai cadangan makanan seperti halnya benih tanaman lain. Perbanyakan ini

bisa kangsung terjadi secara alami dengan bantuan jamur micorhyza yang nantinya

akan bersimbiosis, atau bisa juga dilakukan oleh manusia dengan perlakuan

tertentu. Perlakuan oleh manusia misalnya dengan cara mengolesi batang pohon

yang akan di jadikan media semai dengan tepung kanji higga tumbuh jamur.

Kemudian benih yang sudah disiapkan dicampur dengan putih telur lalu disemai

pada batang yang sudah ditumbuhi jamur terlebih dahulu ( Soeryowinoto 1986 ).

2.6. Perbanyakan anggrek secara modern ( kultur In vitro )

Perbanyakan secara modern merupakan perbanyakan dengan menggunakan

teknik kultur jaringan atau kultur in vitro. Metode kultur in vitro adalah teknik

menumbuhkan jaringan – jaringan vegetatif ( seperti : daun, batang, dan mata

tunas, dan akar ) dan jaringan generatif ( seperti : ovule , embrio dan biji ) oleh

karena itu , metode ini juga bisa dilakukan secara generatif maupun vegetatif.

Kultur jaringan merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman

baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Kultur

jaringan dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur

buatan dengan kandungan nutrisi dan hormon yang dibutuhkan Tanaman, serta

kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol. Pelaksanaan teknik

kultur jaringan ada berdasarkan atas teori sel yang dikemukakan oleh “Schleiden

dan Scwann”, yaitu sel mempunyai kemampuan autonomi, bahkan mempunyai

kemampuan totipotensi. Kemampuan totipotensi adalah kemampuan setiap sel


untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila diletakkan di lingkungan yang

sesuai (Hendaryono, 2000).

Alternatif perbanyakan anggrek kini telah dapat dilakukan melalui teknik

kultur jaringan. Keuntungan perbanyakan bibit dengan kultur jaringan adalah

sangat mungkin mendapatkan bibit yang unggul, tahan terhadap serangan hama

serta seragam pertumbuhannya dalam waktu yang relatif lebih singkat

dibandingkan dengan teknik konvensional. Keunggulan lain dari kultur jaringan

yaitu memperoleh sifat fisiologi dan morfologi yang sama persis dengan tanaman

induknya sehingga penyediaan bibit akan selalu terpenuhi dan bibit yang akan

disebar ke masyarakat bersifat persis dengan tanaman induknya (Zulkarnain, 2009).

Menurut Kuswandi (2012), dalam pelaksanaannya terdapat dua tipe kultur,

yaitu:

1. Kultur biji (seed culture), kultur yang menggunakan biji sebagai bahan

tanam.

2. Kultur organ (organ culture), kultur yang menggunakan organ seperti

ujung akar, pucuk aksilar, helaian daun, tangkai daun, buku batang (internode),

bunga dan buah muda sebagai bahan tanam.

Teknik kultur jaringan melalui biji atau embrio (seksual) dilakukan dengan

alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan) atau biji berukuran

sangat kecil. Selain itu, teknik kultur jaringan juga bertujuan untuk mendapatkan

keseragaman bibit dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Tanaman

baru yang bersifat unggul diharapkan dapat diperoleh melalui teknik kultur jaringan

(Widiastoety dan Purbadi, 2003).


Keadaan aseptik atau steril merupakan hal mutlak yang harus dipertahankan

dalam teknik kultur jaringan. Hal ini bertujuan membebaskan segala jenis

kontaminan baik yang berasal dari bakteri, jamur dan mikroba lainnya (Tuhuteru et

al., 2012). Pemilihan eksplan yang tepat adalah tahap pertama dalam tiga tahap

yang dilakukan dalam kultur jaringan. Eksplan tersebut harus disterilisasi dan

kemudian baru dapat ditanam pada media. Tahap kedua adalah multiplikasi atau

perbanyakan tunas pada media dengan melakukan subkultur. Tahap ketiga adalah

pemindahan ke media pengakaran yang kemudian dilanjutkan dengan aklimatisasi

atau penyesuaian tanaman ke lingkungan alami (Kuswandi, 2012).

2.7. Media tanaman Anggrek

Keberhasilan kultur in vitro ditentukan oleh media dan macam tanaman.

Media mempunyai 2 fungsi utama, yaitu untuk menyuplai nutrisi dan untuk

memacu pertumbuhan melalui zat pengatur tumbuh. Adanya variasi media untuk

tanaman menimbulkan beberapa macam media yang digunakan yaitu Murashige

dan Skoog (MS), Gamborg (B5), Linsmaier, Nitsch dan Woody Plant Medium

(WPM). Selain media, zat pengatur tumbuh juga memegang peranan penting dalam

melakukan teknik kultur. Zat pengatur tumbuh adalah kelompok hormon, baik

hormon tumbuhan alamiah maupun sintetis (Elimasni, 2006).

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.

Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur

jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada

kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan

eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Tuhuteru, 2012).Menurut Siregar (2013),


media yang biasa adalah media Murashige & Skoog (MS). Media MS digunakan

untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbasius.

Sebelum membuat media, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan

stok. Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-

bahan kimia khususnya yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu sering

menimbang karena hal ini kurang praktis. Larutan stok disimpan di dalam lemari

pendingin agar tidak mudah rusak dan mencegah terdegradasinya bahan-bahan

kimia oleh mikroba penyebab kontaminasi. Pembuatan larutan stok harus dilakukan

dengan cennat, sebab larutan stok yang terlalu pekat akan mengalami pengendapan

di lemari es, dan larutan stok yang terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi

(Hendaryono dan Wijayani, 2002).

Untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang ditentukan,

diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan ukuran

dapat menyebabkan terjadinya proses yang dikehendaki. Pada umumnya untuk

suatu keperluan, media yang telah dirumuskan dapat diubah atau diperbarui, dengan

mengganti zat-zat tertentu, atau menambah zat lain. Untuk melakukan perubahan

ini diperlukan acuan yang mantap atau pengalaman (Rahardja, 1988).

Media kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman menyediakan tidak

hanya unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada

umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat melalui

atmosfir melalui fotosintesis. Untuk membuat media padat biasanya digunakan

agar-agar dimana keuntungannya dari pemakaian agar-agar adalah agar-agar tidak

dicerna oleh enzim tanaman dan tidak bereaksi dengan persenyawaan-

persenyawaan penyusun media. Metode kultur jaringan bukan hanya digunakan


untuk tujuan perbanyakan tanaman, namun dapat pula digunakan untuk pelestarian

plasma nutfah. Media kultur jaringan untuk pelestarian berbeda dengan media

untuk perbanyakan, dimana media perbanyakan menyediakan komposisi unsur-

unsur mendorong pertumbuhan berjalan cepat, sedangkan media pelestarian

menyediakan komposisi unsur-unsur selain untuk mendorong juga menghambat

pertumbuhan agar berjalan lambat, sehingga dikenal sebagai pelestarian melalui

pertumbuhan minimal (Laisina, 2013).

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik ataupun anorganik

yang hanya dibutuhkan tanaman dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Zat

pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk menginduksi pertumbuhan pada

teknik mikropropagasi adalah kombinasi golongan auksin dan sitokinin dimana,

Golongan auksin yaitu IAA(Indole Acetic Acid), NAA ( Naphtalene Acetic Acid ),

IBA ( Indole Butiric Acid ), 2.4-D (2.4-Dichlorophenoxy Acetic Acid), Dicamba

(3,6-Dicloro-o-Anisic Acid), dan Picloram (4-amino-3,5,6-Tricloropicolinic Acid).

Golongan sitokinin, yaitu BAP (Benzil Adenine Purin), Kinetin (furfuril

amino purin), dan Zeatin (Lestari, 2011). Sitokinin alami yang paling banyak

digunakan adalah Zeatin (4-hydroksi-3- 12 memethyl-trans-2-butenylaminopurin)

dan 2-iP (N6-(2-isopentenyl) adenin). (Paramartha, 2012).

Menurut Paramartha (2012), beberapa penelitian menyebutkan bahwa

kombinasi penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin

mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Jika rasio sitokinin dan auksin relatif

seimbang maka eksplan akan membentuk massa sel yang bersifat meristematik dan

terus melakukan pertumbuhan.


Faktor penting lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang

harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan

pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel,

juga harus mempertimbangkan faktor-faktor kelarutan dari garam-garam penyusun

media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam- garam lain, dan

efisiensi pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit

asam berkisar antara 5.5 - 5.8 (Gamborg dan Shyluk, 1981).

Anda mungkin juga menyukai