Anda di halaman 1dari 9

Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

STUDI MODEL KELEMBAGAAN DALAM SISTEM


AGRIBISNIS KARET

Study of Institution Model in Rubber Agribusiness System


Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar


Jl. Raya Pakuwon – Parungkuda km. 2 Sukabumi, 43357
Telp. (0266) 7070941, Faks. (0266) 6542087
muis_hsb@yahoo.com

ABSTRAK

Karet merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia dari subsektor perkebunan yang sebagian besar
diusahakan oleh perkebunan rakyat. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam agribisnis karet adalah
lemahnya sistem kelembagaan. Kelembagaan dalam agribisnis karet memegang peranan yang sangat penting
dalam upaya pengembangan agribisnis karet terutama dalam upaya peningkatan taraf hidup petani. Makalah ini
bertujuan untuk mengetahui model-model kelembagaan yang dapat diterapkan untuk pengembangan agribisnis
karet. Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk mempererat interaksi antar subsistem dalam sistem
agribisnis karet adalah dengan pola kemitraan sehingga aktivitas dari masing-masing pelaku yang ada dalam
sistem agribisnis karet mengarah kepada “simbiosis mutualisme”, seperti yang tertuang dalam model agroestate
dan koperasi petani. Selain itu, dinamika yang terjadi dalam kelembagaan harus ditata dengan baik agar setiap
pelaku dapat berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga tujuan kelembagaan dalam sistem
agribisnis karet dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Kata kunci: karet, kelembagaan, sistem agribisnis, agroestate, model

ABSTRACT

Rubber is one of the Indonesian export commodity of estate crops mostly cultivated by smallholder plantations.
One of the problems that occur in the rubber agribusiness was weak institutional system. Institutional system in
rubber agribusiness played a very important in the development of rubber agribusiness especially in improving
the living standard of farmers. This paper aimed to determine the institutional models that can be applied to the
development of rubber agribusiness. One of the efforts that can be done to strengthening the interaction between
the subsystems in rubber agribusiness system was partnerships pattern, so the activity of each of the actors in the
rubber agribusiness system leads to "mutualism symbiosis", as in the model agro-estate and farmer cooperatives
. In addition, the institutional dynamics that occur in the well should be laid out so that each actor can act in
accordance with their respective functions so that institutional objectives in the rubber agribusiness system can
be achieved effectively and efficiently.

Keywords: Rubber, institution, agribusiness system, agro-estate, model

PENDAHULUAN bahwa peranan Indonesia dalam pasar karet


dunia sangat penting.
Karet merupakan salah satu komoditas Ditinjau dari sisi produksi, Indonesia
andalan ekspor Indonesia dari subsektor juga merupakan produsen kedua terbesar di
perkebunan. Pada tahun 2011, ekspor karet dunia setelah Thailand. Pada tahun 2010,
Indonesia mencapai 2,55 juta ton dengan nilai produksi karet Indonesia mencapai 2,58 juta ton
lebih dari US$ 11,76 juta. Jumlah ekspor dengan luas areal lebih dari 3,44 juta ha
tersebut menyumbang 30,73 persen dari total (Ditjenbun, 2012). Dari luas areal tersebut,
ekspor karet alam dunia yang mencapai 8.32 85,17 persen diantaranya diusahakan oleh
juta ton yang menempatkan Indonesia sebagai perkebunan rakyat, sedangkan 7,95 persen
eksportir terbesar kedua setelah Thailand diusahakan oleh perkebunan besar swasta
dengan volume ekspor sebesar 2,99 juta ton (PBS) dan 6,87 persen diusahakan oleh
(Intracen, 2012). Hal tersebut mengindikasikan perkebunan negara (PBN). Namun demikian,
perkebunan rakyat hanya mampu menyumbang

SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89 – 97) 89


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

79,67 persen dari total produksi nasional, Dengan demikian, upaya yang harus dilakukan
sedangkan PBS mampu menyumbang sebesar adalah bagaimana melakukan revitalisasi atau
10,58 persen dan PBN sebesar 10,58 persen. pembaruan terhadap kelembagaan-kelembagaan
Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas yang ada tersebut sehingga dapat berfungsi
perkebunan rakyat masih sangat rendah, secara efektif dan efisien serta mampu
sehingga perlu menjadi perhatian bagi mencapai tujuan dari kelembagaan itu sendiri.
pengambil kebijakan. Syahyuti (2004) juga menyebutkan bahwa
Goenadi, et al., (2007) menyebutkan untuk mengembangkan kelembagaan,
bahwa permasalahan utama yang dihadapi khususnya di dunia pertanian termasuk
petani adalah adanya keterbatasan modal, baik subsektor perkebunan seperti komoditas karet,
untuk membeli bibit unggul maupun sarana perlu memperhatikan berbagai aspek seperti: (i)
produksi lainnya seperti pupuk dan herbisida, dibutuhkan iklim karo yang “sadar
sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas kelembagaan” dimana setiap individu selalu
perkebunan rakyat. Di samping itu, terikat kepada kelembagaan yang merupakan
ketersediaan sarana-sarana produksi tersebut di wadah beraktivitas setiap manusia; (ii)
tingkat petani juga masih sangat terbatas. Lebih objeknya adalah kelembagaan, bukan individu
lanjut, Burhanysah dan Azri (2008) karena kelembagaan secara fungsional
menyebutkan bahwa permasalahan perkebunan menghidupkan sistem sosial; (iii) membangun
karet rakyat ditandai oleh (i) pengusahaan yang kelembagaan baru; (iv) menggunakan dan
masih bersifat tradisional dengan populasi memperkuat modal sosial yang berisikan
tanaman yang padat dan minim pemupukan; (ii) kepercayaan (trust), norma yang dijalankan
luas lahan rata-rata yang dimiliki oleh petani serta jaringan sosial (social network); dan (v)
belum memenuhi skala ekonomis; (iii) memperbaiki kelembagaan yang rusak.
penggunaan sarana produksi yang masih Berbagai model kelembagaan yang ada
terbatas; (iv) pengetahuan petani mengenai pada sistem agribisnis karet pada saat ini tentu
budidaya karet masing rendah; dan (v) memiliki karakteristik masing-masing yang
lemahnya kelembagaan. diakibatkan oleh perbedaan dalam struktur
Kelembagaan dalam agribisnis karet sosial, ekonomi, politik, budaya, alam, dan lain-
memegang peranan yang sangat penting dalam lain. Namun demikian, ada beberapa konsep
upaya pengembangan agribisnis karet terutama model kelembagaan yang disarankan oleh
dalam upaya peningkatan taraf hidup petani. Di pakar/peneliti yang diharapkan mampu
sisi lain, karet sebagai komoditas industri meningkatkan kesejahteraan masyarakat
memeliki keterkaitan yang sangat erat dengan pedesaan seperti petani karet. Dalam makalah
sektor - sektor lain terutama sektor industri dan ini disampaikan beberapa model kelembagaan
perdagangan yang mengharuskan adanya agribisnis karet berbasis kemitraan.
integrasi yang kuat antar sektor tersebut. Untuk
itu, keberadaan kelembagaan yang kuat serta 1. Model AgroEstate Berbasis Karet
dinamika yang terjadi dalam sistem agribisnis Sebagai komoditas industri, aktivitas
karet terutama yang melibatkan perkebunan usahatani karet memiliki keterkaitan yang
rakyat menjadi sangat penting dalam upaya sangat erat dengan industri pengolahan karet.
menyelesaikan berbagai permasalahan- Untuk mencapai agroindustri yang sehat,
permasalahan yang ada terutama dalam rangka jaminan ketersediaan bahan baku, baik dari sisi
meningkatkan taraf hidup petani karet. kualitas, kuantitas maupun kontinuitas menjadi
sangat penting dan merupakan suatu keharusan
(Syahza, 2012). Model agroestate berbasis karet
MODEL KELEMBAGAAN diadaptasi dari model umum agroestate berbasis
KEMITRAAN PERKEBUNAN KARET perkebunan yang dibangun oleh Syahza (2007).
Model tersebut dirancang untuk pembangunan
Dalam sistem agribisnis karet yang ekonomi masyarakat pedesaan yang berbasis
berjalan pada saat ini, kelembagaan yang pertanian (perkebunan karet). Dalam
menunjang kegiatan agribisnis karet pada rancangannya, Syahza (2007) menyebutkan
dasarnya sudah ada. Namun, kelembagaan terdapat dua kegiatan bisnis utama, yaitu: (i)
tersebut mungkin tidak berjalan, berjalan pembangunan kebun karet, pabrik pengolahan
namun tidak efektif, tidak ekonomis ataupun oleh perusahaan pengembang, dan (ii)
tidak adil bagi sebagian pihak yang terlibat pengelolaan kebun dan pabrik milik petani
dalam kelembagaan tersebut (Syahyuti, 2004). peserta melalui koperasi yang dibentuk oleh

90 SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89– 97)


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

petani peserta itu sendiri. Model agroestate untuk mengelolanya dalam bentuk
berbasis karet yang dirancang adalah sebagai kavling dan saham kepemilikan pabrik.
berikut (Gambar 1): Bukti kepemilikan oleh petani berupa
Dalam konsep agroestate, peran dari sertifikat kepemilikan tanah dan saham
masing-masing pelaku yang terlibat adalah kepemilikan pabrik. Petani dapat
sebagai berikut: membeli kebun dan saham pabrik
1. Perusahaan pengembang (developer) dengan menggunakan fasilitas kredit
berperan dalam membangun dari lembaga-lembaga pembiayaan
perkebunan karet dan pabrik yang ada yang difasilitasi oleh
pengolahan karet sampai kebun tersebut perusahaan pengembang atau koperasi.
menghasilkan dan pabrik pengolahan Petani pemilik kebun dan pabrik
siap untuk dioperasikan dengan menyerahkan pengelolaan (manajemen)
menggunakan dana sendiri atau melalui kepada perusahaan jasa manajemen
pinjaman dari lembaga keuangan, baik dalam mengelola kebun dan pabrik
formal maupun non formal. sehingga manajemen perkebunan dan
2. Kebun dan pabrik pengolahan dijual pabrik dapat dilaksanakan dengan baik
oleh perusahaan pengembang kepada dan profesional.
petani aktif yang benar-benar berminat

PENGEMBANG
(Developer)

Pembangunan

Agroindustri
Pembayaran Kredit
Kredit Developer
(Konstruksi)

Penjualan paket

Membeli paket
agroindustri

agroindustri
Koordinasi

Teknis

Lembaga Pembiayaan

 Formal
Pabrik
Badan Usaha Pengolahan
 Perbankan
 Nonperbankan Pengelola Karet
 Nonformal (Koperasi)

Kebun
Karet
Kredit Pemilikan Usahatani

Pembayaran cicilan kredit


Manajemen
Kontrak

Saham dan Kebun


Hak Kepemilikan

Petani Pekerja

PETANI PESERTA

Gambar 1. Skema model agroestate berbasis karet di pedesaan


Figure1. Rubber based agro-estate model scheme in rural area
(Sumber: Syahza, 2007)

SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89 – 97) 91


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

3. Kepemilikan saham pabrik pengolahan antara petani dengan koperasi dan


karet oleh petani dibatasi maksimum 40 perusahaan inti.
persen, selebihnya dimiliki oleh
5. Petani peserta menerima hasil penjualan
perusahaan inti dan pemerintah daerah
komoditi setelah dipotong cicilan kredit
untuk menjaga profesionalisme
dan kewajiban terhadap koperasi.
pengelolaan pabrik. Skema model
kepemilikan saham disajikan pada Gambar 6. Petani peserta menerima sertifikat hak
2. milik atas kebun setelah lunas kredit.
4. Pengelolaan kebun karet oleh petani 7. Petani berhak meminta pertanggung
dikelompokkan menjadi kelompok petani jawaban pelaksanaan pembangunan kebun
hamparan dan petani menjadi tenaga kerja kepada pengurus koperasi melalui rapat
dengan memperoleh upah sesuai dengan anggota.
kesepakatan dalam kelompok tersebut. 8. Para petani peserta harus patuh dan taat
5. Perusahaan pengembang akan terhadap segala ketentuan yang telah
mengembalikan modal yang dipakai dan ditetapkan dalam pembangunan kebun
mendapatkan keuntungan dari hasil kebun model agroestate.
dan saham pabrik industri yang telah 9. Petani berhak memperoleh kesempatan
dibangun. untuk membeli saham di industri yang
Dengan model agroestate berbasis karet, dibangun oleh perusahaan inti.
pendapatan petani dapat bersumber dari hasil
panen kebun yang dimilikinya, upah kerja dan
dividen saham pabrik sehingga diharapkan 2. Model Kelembagaan Karet Berbasis
pendapatan petani cukup tinggi. Model tersebut
Koperasi Agribisnis
sangat sesuai untuk petani-petani yang tidak Selain model agroestate berbasis karet,
memiliki lahan untuk perkebunan karet. Untuk Syahza (2012) juga mengembangkan model
petani yang sudah memiliki lahan perkebunan kelembagaan perkebunan melalui koperasi
karet, namun tidak memiliki tingkat permodalan agribisnis. Model tersebut juga dapat diadaptasi
yang cukup memadai, dapat dilakukan dengan sebagai model kelembagaan untuk komoditas
model agroestate berbasis karet dengan pola karet. Adapun hal yang mendasari konsep
kemitraan. Dengan pola ini diharapkan petani tersebut adalah adanya keterkaitan yang sangat
dapat menerapkan teknologi budidaya anjuran erat antara aktivitas-aktivitas yang terjadi pada
dengan baik serta meningkatkan taraf hidup seluruh subsistem yang ada dalam sistem
petani melalui peningkatan pendapatan. Syahza agribisnis karet, mulai dari hulu, on farm, hilir
(2012) menyebutkan dengan menggunakan pola dan subsistem penunjang. Keterkaitan antar
kemitraan, peran masing-masing pelaku yang subsistem tersebut sangat mempengaruhi
terlibat dalam agroestate adalah sebagai berikut: keberhasilan pengembangan agribisnis karet di
1. Petani peserta agroestate adalah penduduk masyarakat. Agar setiap subsistem tersebut
setempat yang memiliki lahan termasuk dapat berjalan sesuai dengan fungsinya masing-
para petani yang lahannya terkena masing serta saling mendukung dan menunjang
pembangunan kebun plasma atau yang peran masing-masing subsistem, maka pola
belum dan sudah menjadi anggota koperasi agribisnis dapat dijadikan sebagai
koperasi. suatu solusi. Rancangan model kelembagaan
karet berbasis koperasi agribisnis yang
2. Persiapan dan penetapan calon petani
diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh
peserta dilakukan oleh pengurus koperasi
Syahza (2012) disajikan pada Gambar 3.
diketahui kepala desa sebagai dasar
Peran dari masing-masing pelaku yang terlibat
pengesahan oleh Bupati.
dalam sistem aadalah sebagai berikut:
3. Para calon petani peserta diberi 1. Peran Perguruan Tinggi dan lembaga
kesempatan untuk berperan serta dalam penelitian sangat memegang peran penting
pembangunan kebun sebagai tenaga kerja. dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat
pedesaan. Peran PT ini memiliki tiga
4. Petani peserta mendapat hak berupa kebun
dimensi kekuatan. Dimensi pertama PT
(usahatani) dengan luas sesuai dengan
harus dapat menggali potensi wilayah
perjanjian kerja sama yang telah ditetapkan
sumbedaya manusia (SDM), sumberdaya

92 SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89– 97)


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

alam (SDA) termasuk kesesuian lahan, pedagang adalah penyalur produk


ketersediaan lahan serta komoditi unggulan pertanian yang telah melalui proses
daerah. Dimensi kedua mengetahui potensi pengolahan oleh koperasi sesuai standar
lingkungan masyarakat pedesaan dan yang ditentukan oleh pedagang. Target
peluang usaha yang cocok dengan sosial pasar disesuaikan dengan kriteria produk
budayanya termasuk ketersediaan yang ada, bisa saja ekspor, swalayan,
prasarana dan sarana. Dimensi ketiga restoran, hotel, atau pasar tradisional. Dari
merupakan perumusan rekomendasi dari sisi lain pengusaha juga memberikan
perpaduan dimensi pertama dan kedua informasi pasar melalui koperasi, apakah
kepada kelompok mitra usaha agribisnis. menyangkut daya beli pasar, peluang
Disamping itu sebagai lembaga pasar, dan lain sebagainya. Termasuk juga
independen, PT merupakan lembaga menyediakan tenaga ahli yang ditempatkan
pemantau kegiatan agribisnis di pedesaan. di koperasi. Tenaga ahli ini disesuaikan
2. Pengusaha. Pengusaha yang dimaksud dengan kebutuhan di lapangan, apakah
adalah pengusaha sebagai pemilik modal tenaga ahli bidang produksi, pemasaran,
dan sebagai pedagang (perantara, penyalur, atau pengendali mutu.
pengecer). Sebagai pemilik modal 3. Lembaga Perkreditan. Lembaga
menjalin kerjasama dengan koperasi dalam perkreditan pada kegiatan agribisnis
penyediaan sarana produksi, alat/mesin perkebunan cukup pegang peranan.
pertanian, dan termasuk penyedia Lembaga ini sebagai penyedia kredit
teknologi yang mendukung kegiatan kepada koperasi dan pengusaha
agribisnis di pedesaan. Fungsinya sebagai

KEBIJAKAN LEMBAGA PERKREDITAN


PEMERINTAH  Formal
• Perbankan
• Non perbankan
 Non formal

BADAN USAHA PENGELOLA PENGUSAHA


(Koperasi Petani)
 Perusahaan nasional
 Perusahaan lokal

PETANI KARET

KEBUN KARET PABRIK PENGOLAHAN KARET

Aliran uang
SASARAN
Aliran barang Peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat pedesaan

Gambar 2. Rancangan kepemilikan modal pada Model Agroestate berbasis karet


Figure 2. The design of capital ownership Agro-estate model based on rubber
(Sumber: Syahza, 2007)

SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89 – 97) 93


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

Potensi Wilayah

- SDM (tenaga kerja, skill) USAHATANI KARET LEMBAGA PERKREDITAN


- SDA (Lahan, iklim)
 Formal
• Perbankan
• Non perbankan
 Non formal

Peran:
KOPERASI
Perguruan Tinggi.
Lembaga Litbang - Penyediaan Saprodi
- Pembelian hasil panen
- Pengolahan, penyortiran,
Penyimpanan
- Pemasaran (informasi pasar)

INSTANSI TERKAIT PENGUSAHA


Potensi Lingkungan
 Kementerian Pertanian  Perusahaan nasional
- Sosial budaya  Kementerian Perdagangan  Perusahaan lokal
- Ekonomi  Kementerian Perindustrian
- Sarana dan Prasarana  Kementerian Koperasi & UKM
 dll

Aliran uang
SASARAN
Aliran barang Peningkatan Taraf Hidup dan
Kesejahteraan Petani
Aliran jasa

Gambar 3. Model kelembagaan karet berbasis koperasi agrobisnis


Figure 3. Institutional model of rubber-based agribusiness cooperative

94 SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89– 97)


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

4. perkebunan. Pada model pemberdayaan pelaku agribisnis. Sedangkan pembinaan


ekonomi yang berbasiskan agribisnis ini, diberikan kepada koperasi dan petani.
lembaga perkreditan hanya berhubungan Instansi terkait dapat saja melakukan
langsung dengan koperasi dan pengusaha. pembinaan kepada kedua kelompok ini
Kredit disalurkan melalui koperasi di dengan memakai tenaga profesional dari
pedesaan yang sudah mempunyai bentuk luar, baik dari perguruan tinggi maupun
usaha agribisnis dan agroindustri. Koperasi dari lembaga profesi lainnya.
mengajukan kredit untuk modal kerja bagi 7. Koperasi sebagai badan usaha. Untuk
anggota (petani) dan modal kerja bagi mengembangkan usaha agribisnis skala
koperasi itu sendiri (sebagai pelaku kecil perlu dibentuk koperasi. Tanpa
agroindustri). Sementara kredit kepada koperasi tidak mungkin agribisnis kecil
pengusaha bisa saja dalam bentuk dapat berkembang. Koperasi inilah
pengembangan usaha (swalayan, toko, nantinya akan berhubungan dengan
ekspor, penyediaan teknologi, dan lain pengusaha besar. Koperasi memegang
sebagainya). peranan sangat penting pada kegiatan
5. Petani. Kurang berkembangnya kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat
pertanian yang berbasiskan agribisnis di pedesaan. Koperasi harus berfungsi
pedesaan disebabkan karena beberapa hal, sebagai badan usaha di pedesaan dan
antara lain: tingkat pengetahuan petani, pelaksana penuh subsistem agribisnis.
pemilikan modal, tidak adanya kepastian Koperasi sebagai perantara penyalur sarana
pasar, terbatasnya sarana dan prasarana produksi dan alat/mesin pertanian kepada
pendukung. Untuk mengatasi semuanya ini anggota (petani). Dari sisi lain koperasi
harus melalui suatu organisasi yang juga sebagai pedagang perantara dari
mempunyai misi sama. Koperasi di produk pertanian yang dihasilkan oleh
pedesaan merupakan pilihan yang paling anggotanya. Koperasi juga berfungsi
tepat. Koperasi merupakan salah satu sebagai lembaga pemasaran dari produk
jaminan pasar produk pertanian di pertanian. Pada koperasi dilakukan
pedesaan. Oleh karena itu petani harus pengolahan hasil (sortiran, pengepakan,
mengutamakan produksi komoditi pemberian label, dan penyimpanan) sesuai
unggulan di daerahnya. Petani melakukan dengan permintaan dan kebutuhan pasar.
usahanya berdasarkan perjanjian dengan Koperasi juga berperan sebagai media
pihak koperasi sebagai penyedia dana. informasi pasar, apakah peluang pasar,
Petani melakukan kegiatan usahataninya perkembangan harga, dan daya beli pasar.
didampingi oleh tim ahli yang ditunjuk Melalui informasi pasar koperasi harus
oleh koperasi. Dengan demikian terjadi dapat menciptakan peluang pasar produk-
hubungan yang erat antara koperasi dan produk pertanian, sehingga petani tidak
petani. Bentuk mitra usaha ini akan ragu untuk melakukan kegiatan usahatani
memberikan beberapa keuntungan kepada mereka karena ada jaminan dari koperasi
petani, antara lain; 1) adanya jaminan bahwa produk mereka akan ditampung.
pasar produk pertanian bagi petani; 2) Kegiatan ini akan merangsang partisipasi
petani terhindar dari resiko fluktuasi harga; anggota terhadap koperasi, yang pada
3) petani mendapat tiga keuntungan, yaitu hakekatnya terjadi kesinambungan usaha
keuntungan dari hasil penjualan produk koperasi. Investasi yang dilakukan oleh
pertanian, keuntungan dari pembagian sisa koperasi berupa transportasi, mesin
usaha oleh koperasi pada akhir tahun, dan pengolah produk pertanian (agroindustri),
keuntungan dari investasi yang ditanamkan mesin dan alat pertanian harus berupa
pada koperasi (paket agroestat); dan 4) penanaman modal atas nama anggota.
terjalinnya hubungan kemitraan usaha Artinya setiap anggota mempunyai saham
antara koperasi dan petani. kepemilikan aset koperasi. Dengan
6. Instansi terkait. Keterlibatan pihak demikian konsep agroestate perkebunan di
pemerintah dalam model pemberdayaan pedesaan dapat berkembang. Koperasi
ekonomi masyarakat pedesaan yang juga berperan sebagai penyedia kredit yang
berbasikan agribisnis diharapkan hanya diperoleh dari lembaga perkreditan dan
sebatas pembuat kebijakan dan pembinaan. pengusaha. Pemberian kredit ini
Kebijakan menyangkut dengan ketertuan didasarkan kepada bentuk usaha pertanian
dan peraturan yang saling menguntungkan yang mengembangkan komoditi unggulan

SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89 – 97) 95


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

dan punya peluang pasar. Tingkat 5. Pengembangan dan pemeliharaan


pengembalian kredit oleh petani dapat kelompok; adalah berkaitan dengan apa
dilakukan melalui pemotongan penjualan yang harus ada dalam kelompok.
hasil pertanian kepada koperasi. 6. Suasana kelompok; adalah merupakan
suasana yang terdapat dalam suatu
kelompok sebagai hasil dari
DINAMIKA KELOMPOK ELEMBAGAAN berlangsungnya hubungan-hubungan
SISTEM AGRIBISNIS KARET intrapersonal atau hubungan antar anggota
kelompok.
Dinamika kelompok didefenisikan 7. Efektivitas kelompok; interpetasinya
sebagai suatu kelompok yang teratur yang dimana kelompok yang dapat dipandang
mempunyai hubungan psikologis (yaitu efektif mempunyai 3 (tiga) aktivitas dasar,
berlangsung dalam situasi yang dialami secara yaitu: (a) aktivitas pencapaian tujuan,
bersama-sama) secara jelas antara anggota yang (b) aktivitas pemeliharaan kelompok
satu dengan yang lain (Ardianah, et al., 1997). secara internal, dan (c) aktivitas
Sedangkan Levis (1996) mendefinisikan mengubah dan mengembangkan cara
dinamika kelompok sebagai kekuatan-kekuatan meningkatkan keefetifan kelompok.
di dalam suatu kelompok yang menentukan 8. Tekanan kelompok (group pressure); yaitu
perilaku kelompok dan perilaku anggota tekanan atau desakan yang berasal dari
kelompok guna mencapai tujuan kelompok. dalam kelompok itu sendiri.
Dengan demikian, dalam suatu kelompok yang 9. Maksud terselubung (hidden agendas);
dinamis, akan terjadi interaksi baik sesame adalah suatu tujuan anggota kelompok
anggota kelompok dan interaksi antara yang terselubung, atau ditutup-tutupi, atau
kelompok dan ketua kelompok sehingga tujuan sengaja tidak diberitahukan kepada
kelompok tersebut dapat dicapai. Dalam anggota-anggota kelompok lainnya, dalam
kaitannya dengan kelembagaan agribisnis karet, melakukan suatu aktivitas tertentu dalam
dinamika kelompok-kelompok yang terlibat kelompok, karena tujuan sebenarnya dari
dalam kelembagaan tersebut berupa interaksi anggota kelompok tersebut berlawanan dan
yang terjadi baik antar kelompok maupun bertentangan dengan tujuan kelompok
anggota kelompok menjadi sangat penting yang telah disepakati bersama.
dalam upaya tercapainya sistem kelembagaan Dinamika kelompok dipengaruhi
yang efektif dan efisien. beberapa faktor, antara lain:
Untuk mengetahui keberadaan 1. Tujuan kelompok
dinamika kelompok dalam suatu kelompok Tujuan kelompok memegang peranan yang
masyarakat tertentu, Huraerah dan Purwanto sangat penting dalam dinamika kelompok
(2006) memformulasikan dimensi-dimensi dari karena berfungsi sebagai: (i) lumbung dari
dinamika kelompok, yaitu: ide yang ingin dilaksanakan; (ii) ikatan
1. Tujuan kelompok; adalah sebagai suatu jiwa antara anggota kelompok; (iii)
keadaan di masa mendatang yang Menjadi sasaran dan juga menjadi sumber
diinginkan oleh anggota-anggota dari konsep perencanaan kerja; (iv)
kelompok, dan oleh karena itu mereka Menjadi motivasi dalam mengadakan
melakukan berbagai tugas kelompok dalam persaingan/aktivitas; (v) Menjadi
rangka mencapai keadaan tersebut. perangsang untuk mendapatkan kepuasan
2. Kekompakan kelompok; adalah kerja; dan (vi) Menjadi arah yang tetap
merupakan tingkat kebersamaan yang dalam menjalankan tugas kelompok.
menggambarkan keterkaitan anggota 2. Interaksi
kelompok kepada kelompoknya. Interkasi antara individu dalam kelompok
3. Struktur kelompok; adalah merupakan atau kelompok dengan luar kelompok
pola-pola hubungan diantara berbagai sangat penting dalam dinamika kelompok.
posisi dalam suatu susunan kelompok. Ada 4 jenis pola interaksi yang terjadi
4. Fungsi tugas kelompok; adalah berkaitan dalam kelompok yaitu: (i) acting, yaitu
dengan hal-hal yang perlu diperhatikan dan adanya pembagian tugas terhadap masing-
harus dilakukan oleh kelompok dalam masing individu dalam kelompok; (ii) co-
usaha mencapai tujuan kelompok, acting, yaitu adanya kerjasama yang erat
sehingga perlu dijelaskan hal-hal yang antar individu dalam kelompok untuk
perlu dilakukan oleh kelompok. mencapai tujuan; (iii) interacting, yaitu

96 SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89– 97)


Study Model Kelembagaan dalam Sistem Agribisnis Karet (Abdul Muis Hasibuan, Dewi Listyati dan Dibyo Pranowo)

adanya kerjasama antara beberapa Huraerah dan Purwanto. 2006. Dinamika


kelompok pada satu pola kerja yang sama; Kelompok: Konsep dan Aplikasi. PT.
dan (iv) counter acting, yaitu adanya Rafika Aditama, Bandung.
persaingan dari anggota-anggota kelompok International Trade Center [Intracen]. 2012.
untuk mengatas namakan kelompoknya. Trademap List: Natual Rubber.
International Trade Center.
Levis, L. 1996. Komunikasi Penyuluhan
PENUTUP Pedesaan. PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Sistem agribisnis karet memiliki Syahyuti. 2004. Model kelembagaan penunjang
keterkaitan dan interaksi yang sangat erat antar pengembangan pertanian di lahan lebak.
subsistem yang harus saling mendukung satu Disampaikan dalam Workshop Nasional
sama lain mulai dari subsistem agribisnis hulu Pengembangan Lahan Rawa Lebak,
(penyediaan benih unggul dan sarana produksi), Balittra, 11 - 12 Oktober 2004.
on farm (manajemen dan pengelolaan Syahza, A. 2007. Percepatan Pemberdayaan
perkebunan karet), subsistem agribisnis hilir Ekonmomi Masyarakat Pedesaan dengan
(pemasaran, perdagangan internasional, Model Agroestate Berbasis Kelapa Sawit.
pengolahan), maupun subsistem pendukung Jurnal Ekonomi, Th.XII/02/Juli/2007,
(pembiayaan/perkreditan, infrastruktur, litbang, PPD&I Fakultas Ekonomi Universitas
kebijakan pemerintah dan lain-lain). Salah satu Tarumanagara, Jakarta.
bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk Syahza, A. 2012. Model pengembangan
mempererat interaksi antar subsistem tersebut kelembagaan perkebunan dalam
adalah dengan pola kemitraan sehingga mendukung keberdayaan ekonomi
aktivitas dari masing-masing pelaku yang ada masyarakat. Makalah disampaikan pada
dalam sistem agribisnis karet mengarah kepada Simposium dan Seminar Nasional
“simbiosis mutualisme”. Selain itu, dinamika Peningkatan Daya Saing dan Keberdayaan
yang terjadi dalam kelembagaan harus ditata Ekonomi Masyarakat Berbasis Perkebunan
dengan baik agar setiap pelaku dapat berperan di Indonesia. Pekanbaru, 4-5 Juli 2012.
sesuai dengan fungsinya masing-masing
sehingga tujuan kelembagaan dalam sistem
agribisnis karet dapat dicapai dengan efektif
dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianah, T., Raharto dan. J.M.M. Aji. 1997.


Pengantar Sosiologi. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Jember, Jember.
Burhansyah, R dan Azri. 2008. Model
pengembangan agribisnis karet di
Kabupaten Sekadau. Jurnal Ilmu-Ilmu
Hayati (Life Sciences), Vol. 20, No. 2, hal.
209-218.
Direktorat Jenderal Perkebunan [Ditjenbun].
2012. Satistik Perkebunan: Karet.
Direktorat Jenderal Perkebunan,
Kementerian Pertanian, Jakarta.
Goenadi, D.H., M. Supriadi, G. Wibawa, M.
Sarjono dan P.U. Hadi. 2007. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Karet.
Edisi Kedua. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian, Jakarta.

SIRINOV, Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 89 – 97) 97

Anda mungkin juga menyukai