Anda di halaman 1dari 50

DIKTAT

USAHATANI DI LAHAN
KERING

OLEH:

I GUSTI AGUNG AYU AMBARAWATI

I WAYAN BUDIASA

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

2016
KATA PENGANTAR

Materi diktat Usahatani di Lahan Kering ini diperuntukkan bagi mahasiswa


Magister Agroteknologi, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana. Mata kuliah ini
membahas tentang karakteristik, sistem, efisiensi dan pendapatan, anggaran, serta analisis
kinerja usahatani. Untuk mencapai standar kompetensi, mata kuliah ini juga memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk merencanakan dan melaksanakan survey serta
pengalaman menganalisis kinerja usahatani dengan menggunakan pendekatan:
ekonometrik, kriteria investasi, serta programasi linier.

Masukan yang konstruktif dalam pendalaman materi mata kuliah ini sangat kami
harapkan demi kelancaran proses pembelajaran. Terima kasih.

Denpasar, Maret 2016

Koordinator Pengampu

I Gusti Agung Ayu Ambarawati

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

I. RUANG LINGKUP USAHATANI ………………. ……………… 1

II. PENDEKATAN SISTEM USAHATANI DALAM PERTANIAN


BERKELANJUTAN ………………………………………………. 3

III. FARM PERFORMANCE ANALYSIS ………………..…………… 9

IV. ASPEK SOSEK PENDATAAN USAHATANI ………………………… 23

V. KRITERIA INVESTASI DALAM USAHATANI ……………………… 35

VI. ANALISIS OPTIMASI MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN…. 37

VII. SURVEY USAHATANI ………………………………………………... 43

iii
I. RUANG LINGKUP USAHATANI

Standar Kompetensi: Memahami pengertian, karakteristik usahatani dan merangkum berbagai

permasalahan dalam manajemen usahatani di lahan kering

1. Pengertian dan Jenis Usahatani

Mubyarto (1989)
Usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di
tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan, tanah, air,
perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-
bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya.

Hernanto (1989)
Usahatani merupakan suatu organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang
ditujukan kepada produk di lapangan pertanian.
Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh
seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya.

FAO (1984)
Farming system is a system that usually involves a unique and a reasonably stable
arrangement of farming enterprises, in which househodl operates according to well-
defined practices in response to the physical, biological and socio-economic environment
and in accordance with the household’s goals, preference and resource.

Klasifikasi Usahatani

Tipe usahatani: cara penyusunan tanaman yang diusahakan


Pola usahatani: tempat pengembangan komoditas dan macam lahannya (usahatani lahan
basah dan lahan kering)

Struktur usahatani: bagaimana suatu komoditas diusahakan (tetap, tidak tetap, tumpang
sari)

Corak usahatani: dilihat dari orientasi atau tujuan komoditas (subsisten, komersial, semi
komersial)

1
Bentuk usahatani: berhubungan dengan penggunaan unsur usahatani (perseorangan,
keluarga, kolektif, koperasi)

2. Karakteristik Usahatani

a. Merupakan sistem usaha yang terdiri atas berbagai usaha yang saling terkait.
- On-farm (tanaman, ternak, ikan)
- Off-farm (pengolahan, pemasaran dll)
- Non-farm (industri, jasa dll)

b. Dihadapkan pada berbagai kendala


 Internal
-Lahan (luas, produktivitas)
-Tenaga kerja (dalam keluarga, luar keluarga)
-Modal (tetap, kerja)

 Eksternal
-Kuota
-Lingkungan
-Pasar

c. Dihadapkan pada resiko


- Produksi (iklim, serangan hama penyakit)
- Harga (fluktuasi)

d. Bertujuan mencapai berbagai sasaran yang tidak selalu sejalan


- Konsumsi keluarga vs Permintaan pasar
- Memaksimumkan pendapatan vs
meminimalkan resiko

3. Masalah-masalah dalam Manajemen Usahatani

a. Kecilnya usahatani
b. Usahatani sebagai bagian rumah tangga
c. Terbatasnya modal
d. Pengangguran tersamar
e. Kesukaran dalam penerapan teknologi
f. Kurang tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan
g. Rendahnya tingkat kecakapan mengelola
h. Hal-hal lain: sistem informasi pasar, kebijakan pemerintah

2
II. PENDEKATAN SISTEM USAHATANI DALAM PERTANIAN
BERKELANJUTAN

Pengertian Usahatani

FAO (1984) mendefinisikan sistem usahatani sebagai:


“the system managed by farmer. It usually involves a unique and reasonably stable arrangement
of farming enterprises that a household operates according to well defined practices in
response to the physical, biological and socio-economic environment and in accordance with
the household’s goals, preferences and resources. These factors combine to influence output
and production methods. The farming system is part of larger system and contains a number of
sub-system”.

Collinson (Maji, 1991) mendefinisikan farming system is:

“the way in which farm resources are allocated subject to the needs and priorities of the farmer
in his local circumtances which include (1) agro-climatic conditions, such as the quantity,
distribution and reliability of rainfall, soil type and topography, temperature, etc, (2) economic
and institutional circumtances like market opportunities, prices, institutional and infrastructural
facilities and technology”.

Terkait dengan farming system development (FSD), FAO (1985) mengembangkan sistem
usahatani yang mencakup usahatani (tanaman, ternak, hutan, dan rerumputan) dan rumah-tangga
tani (farm household). Faktor-faktor luar mencakup lingkungan: alam, budaya dan kelembangaan.
Gambar 1. secara sederhana menggambarkan sebuah sistem usahatani yang berada dalam
lingkungan yang lebih besar.

3
Ecological environment

Farming System

CROPS LIVE-
STOCK

HOUSE-
HOLD Policy-
Culture-
institution-
value
services

Gambar 1. Definisi sistem usahatani dalam FSD (FAO, 1985)

Pendekatan sistem berarti bahwa perubahan salah satu faktor (internal atau pun eksternal) akan
membawa perubahan beberapa atau semua faktor dan sub-sistem lainnya dalam sistem
usahatani. Intinya, pendekatan FSD mengandung beberapa prinsip: (1) berorientasi pada
pembangunan, (2) berdasarkan partisipasi aktif petani, (3) rumah- tangga tani sebagai unit
usahatani, (4) berkaitan erat dengan kemampuan dukungan pelayanan (seperti pemasaran, kredit,
sistem penyediaan dan penyaluran input, penanganan dan pengolahan output), (5) sebuah
pendekatan multidisiplin, dan (6) bertujuan keberlanjutan.

Umumnya, usahatani rumahtangga secara sederhana diartikan sebagai usahatani yang


dioperasikan dan dikelola oleh tenaga kerja keluarga, dan dapat juga melibatkan tenaga kerja luar
keluarga secara tidak penuh. Beberapa ahli mencoba memberikan batasan usahatani berdasaskan
luasan. Namun, definisi usahatani rumah-tangga berdasarkan luasan dapat menyesatkan karena
operasi usahatani dilakukan oleh sebuah keluarga bisa dalam luasan usahatani yang sempit secara
intensif sampai pada luasan usahatani yang mencapai puluhan hektar (Snodgrass dan Wallace,
1977).

Tipe usahatani yang diadopsi oleh para petani merupakan hasil alokasi sumberdaya yang mereka
miliki (hadapi) secara terbatas seperti lahan, tenaga kerja, dan modal yang dapat memaksimalkan

4
pendapatan mereka (Dixon, 1988; Widodo, 1998). Keputusan para petani dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang merupakan faktor diluar kontrol mereka seperti elemen faktor teknik
dan manusia. Elemen teknik terdiri atas faktor fisik (seperti air, tanah, radiasi matahari,
temperatur) dan faktor biologi (seperti fisiologi tanaman dan hewan, dan serangan hama
penyakit). Di antara elemen manusia yang merupakan di luar kontrol petani adalah struktur
masyarakat, norma dan kepercayaan, kebijakan pemerintah, kelembagaan eksternal atau
dukungan pelayanan dan beragam faktor lainnya Pendekatan FSD ini secara eksplisit menekankan
pentingnya pemahaman semua elemen sebelum mengembangkan teknologi yang sepadan dan
mentrasfernya kepada petani (FAO, 1986). Optimisasi pendapatan rumahtangga secara umum
berarti peningkatan pendapatan melalui penggunaan yang lebih baik dari sumberdaya yang ada
dengan mengadopsi teknologi baru (pendekatan sistem usahatani dan/atau proyek pembangunan
infrastruktur seperti irigasi, pengembangan lahan, dsb) pada tingkat rumahtangga (Suraweera,
1988).

Praktek dan prosedur usahatani campuran yang menguntungkan, secagai contoh, telah dikem-
bangkan dan diintrodusir ke dalam 39 unit sistem irigasi air tanah pada proyek “Sustainable
Development of Irrigated Agriculture in Buleleng and Karangasem (SDIABKA)” (Project
Management Unit, 2003). Usahatani campuran adalah sistem produksi tanaman dan hewan yang
terintegrasi dimana tanaman diproduksi untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan/atau dijual.
Dalam sistem tersebut, hewan dipelihara untuk dipekerjakan, menghasilkan pupuk, menghasilkan
daging, dan produk lainnya; sedangkan tanaman diproduksi untuk menghasilkan bahan makanan
dan limbahnya digunakan untuk bahan pakan ternak. Sistem tersebut dapat berlanjut dan dapat
ditingkatkan melalui penggunaan spesies tanaman yang toleran terhadap hama dan penyakit,
peningkatan program pengendalian hama penyakit, dan peningkatan mengelolaan tanah dan
tanaman termasuk rotasi tanaman yang dengan legumenose ke dalam sistem (Okigbo, 1990).
Keuntungan dari sifat saling mengimbangi dan saling bersinergi di antara cabang usahatani
(tanaman dan hewan) untuk meningkatkan efisiensi output dan sebagai penyangga resiko (Taylor
dalam Sugino dan Hutagaol, 2004) diakui sebagai kekuatan utama dari ekosistem pertanian yang
terintegrasi untuk melestarikan produksi pertanian (Parker, 1990; CAST dalam Parker, 1990).

5
Penelitian empirik oleh Ghodake et al (1989) di Papua New Guinea menunjukkan bahwa sistem
usahatani yang dinamis adalah salah satu strategi untuk mempertahankan keberlanjutan
pertanian. Sistem usahatani dinamis adalah sistem yang dapat mengadopsi, mencoba dan
memodifikasi, menerima tanaman dan hewan dan/atau teknologi produksi baru (biasanya melalui
demonstrasi plot yang dinamis dan kontinu) dan/atau menyisihkan/membuang teknologi
produksi, tanaman dan hewan lama berdasarkan pertimbangan atau alasan yang rasional.

Pendekatan sistem usahatani melalui pengembangan tanaman sekunder yang lebih dikenal sebagai
CGPRT Crops (coarse grain, pulses, roots, dan tubers) dapat dijadikan strategi dalam
mewujudkan pertanian berkelanjutan khususnya sustainable diversified agriculture Sugino dan
Hutagaol (2004b). Diversifikasi pertanian didefinisikan sebagai peningkatan jumlah aktivitas
pertanian. Taylor (Sugino dan Hutagaol, 2004) mengklasifikasikan diversifikasi pertanian ke dalam
diversifikasi horizontal dan diversifikasi vertikal. Diversifikasi horizontal mencakup keragaman
aktivitas yang dilakukan dalam unit produksi usahatani dengan tujuan utama mengantisifasi
resiko kegagalan produksi dan fluktuasi harga output, sedangkan, divesifikasi vertikal memasuk-
kan aktivitas untuk menghasilkan pendapatan di sektor off-farm ke dalam aktivitas produksi on-
farm dengan tujuan utama untuk menambah nilai pada produk primer yang dihasilkan dari
kegiatan on-farm. Namun, pengalaman Myanmar sangat sulit mengadopsi tipe divesifikasi
horizontal karena beberapa kawasan secara khusus diperuntukkan bagi tanaman yang cocok
untuk pengembangan agro-ecology, sehingga Myanmar lebih mempertimbangkan diversifikasi
regional. Diversifikasi regional mencakup pementukan sentra-sentra produksi bagi tanaman
spesifik lokasi dengan mempertimbangkan keunggulan komparatif dari masing-masing regional.

6
Daftar Pustaka

ADB, 1998. The Guidelines for the Economic Analysis of Water Supply Projects. ADB Online.
Ariff, T.M., T. Ahmad, dan A. Tawang, 2001. Effect of Trade Liberalization in the Malaysia.
Dalam Palawija News, The CGPRT Centre Newsletter. Bogor: CGPRT Centre Publication
Section (18, 1 March 2001): 1.
Budiasa, I W., 2005. Sustainable Household Farming System based on Groundwater Irrigation in
Eastern Part of North Coastal Plain of Bali. Draft of Ph.D. Research Proposal. Yogyakarta:
Graduate School of Gadjah Mada University.
Dixon, J., 1988. Farming System Development as an Approach to Maximizing Farm-Household
Income. Farm Management Notes for Asia and the Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit
Road: FAO (11, 1988): 1-12.
FAO, 1984. Farming System Development: The FAO Programme. Farm Management Notes for
Asia and the Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (8, 1984): 1-8.
FAO, 1985. The Role of FSD in Farm Management. Farm Management Notes for Asia and the
Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (10, 1987): 1-7.
FAO, 1986. Strategies for the Alleviation of the Principal Constraints in the Major Crop and
Livestock-Based Farming System. Farm Management Notes for Asia and the Far East.
Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (10, 1987): 9-19.
Ghodake, R.D., B. Isaacson, W. Hadfield, 1989. Maintaining Sustainable Agriculture in Papua
New Guinea: The Dymanics of Farming System. Dalam Palawija News, The CGPRT
Centre Newsletter. Bogor: CGPRT Centre Publication Section (8, 2 June 1991): 6-12.
Hernanto, 1996. Pengelolaan dan Pengembangan Sarana Irigasi dalam Menunjang Agribisnis.
Dalam Rancang Bangun dan Manajemen Irigasi untuk Mendukung Sistem Usahatani
Rakyat yang Berorientasi Agribisnis dan Agroindustri. Yogyakarta: Fakultas Teknik
Pertanian, UGM.
Hufschmidt, M.M. 1979. New Approaches to Economic Analysis of Natural Resources and
Environmental Quality. In Hufschmidt, M.M. and E.L. Hyman (Eds). Economics
Approaches to Economic Analysis of Natural Resources and Environmental Quality
Analysis. Dublin: Tycooly International Publishing Limited (1st Edition, 1982): 2-30.
Kwaschik, R, R.B. Singh, dan R.S. Paroda, 1996. Technology Assesment and Transfer for
Sustainable Agriculture and Rural Development in the Asia-Pasific Region. A Research
Management Perspective. USA: FAO.
Loucks, D.P., E.Z. Stakhiv, dan L.R. Martin, 2000. Sustainable Water Resources Management.
United Nations: Water Resources Journal (25, 2000): 1-9.
Maji, C.C., 1991. farming System Approach to research. Indian Journal of Agricultural
Economics (46,3; 1991): 403-411.
Mangabat, M.C., 2000. Effect of Trade Liberalization in the Philippines. Dalam Palawija News,
The CGPRT Centre Newsletter. Bogor: CGPRT Centre Publication Section (17, 4 Dec
2000): 1.

7
Marshall, G., 1991. Organic farming: Should Government Give it More Technical Support ? in
Review of Marketing and Agricultural Economics (59, 3: 1991): 283-296.
Okigbo, B. N., 1990. Sustainable Agricultural System in Tropical Africa. In C.A. Edwards, R.
Lal, P. Madden, R. H. Miller and G. House (Eds). Sustainable Agricultural System.
Ankeny, Iowa: Soil and Water Conservation Sociaty (1990): 323-352.
Osmet, 2002. Sistem Irigasi Berkelanjutan untuk Mengantisipasi Era Kelangkaan
Air. Usulan Penelitian untuk Disertasi. Yogyakarta: PPs-UGM.
Parker, C. F., 1990. Role of Animals in Sustainable Agriculture. In C.A. Edwards, R. Lal, P.
Madden, R. H. Miller and G. House (Eds). Sustainable Agricultural System. Ankeny,
Iowa: Soil and Water Conservation Sociaty (1990): 238-248.
Project Management Unit, 2003. Overall Work Plan: The Sustainable Development of Irrigated
Agriculture in Buleleng and Karangasem (SDIABKA). IDN/RELEX/2001/0087. Singaraja,
Bali.
Pusposutardjo, S., 1997. Wawasan (Vision) Pengairan Masa Depan dalam Kaitan dengan
Pengelolaan Sumberdaya Air. Makalah Disampaikan. Lokakarya Pemberdayaan
Pengairan Tingkat Regional di Denpasar Bali 17 s/d 19 Maret 1997. Jakarta: Dirjen
Pengairan.
Putro, S., 2004. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Perundingan WTO di Bidang Pertanian.
Pidato Ilmiah dalam Rangka Dies Natalis ke-58 Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Shepherd, A., 1998. Sustainable Rural Development. New York: ST. Martin’s Press, Inc. (1998)
and Great Britain: Macmillan Press Ltd (1998): 1-55.
Snodgrass, M. M. and L. T. Wallace, 1977. Agriculture, Economics, and Resource Management.
New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.
Sugino, T., 2003. Identification of Pulling Factors for Enhancing the Sustainable Development of
Diverse Agriculture in Selected Asian Countries. Dalam Palawija News, The CGPRT
Centre Newsletter. Bogor: CGPRT Centre Publication Section (20, 3 Sept 2003): 1-6.
Sugino, T. dan P. Hutagaol, 2004a. Tips for Realizing Sustainable Diversified Agriculture with
Optimal Profit through Exploitation of CGPRT Crops. Dalam Palawija News, The CGPRT
Centre Newsletter. Bogor: CGPRT Centre Publication Section (21, 1 March 2004): 1-5.
Sugino, T. dan P. Hutagaol, 2004b. Policy Framework for Poverty Reduction by Realizing
Sustainable Diversified Agriculture through the Development of Secondary Crops. Dalam
Palawija News, The UNESCAP-CAPTA Newsletter. Bogor: UNESCAP-CAPTA
Publication Section (21, 3 Sept 2004): 1-6.
Suraweera, 1988. Optimization of Income at Farm Household Level in Sri Lanka. Farm
Management Notes for Asia and the Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO
(11, 1988): 43-59.
Widodo, 1998. Farming System Approach for Sustainable Agriculture. Yogyakarta: Agro
Ekonomi (V, 1 Dec, 1998): 1-6.

8
III. FARM PERFORMANCE ANALYSIS

Standar Kompetensi : Merencanakan, menyusun anggaran, dan


menganalisis kinerja sistem usahatani di
lahan kering yang optimal dan berkelanjutan

Indikator Kinerja dan Kriteria Usahatani Berkelanjutan

Concepts of Sustainable Agriculture

SEARCA (1995) defined sustainable agricultural system as a holistic farming

system which is economically viable, ecologically sound and friendly, socially

just equity and acceptable, and culturally and technically appropriate.

The criteria for sustainable agriculture (SEARCA, 1995):

(1) Economically viable agricultural systems: return on investment. Economic

viability also means minimal or no cost of externalities by the farming

operation.

(2) Ecologically sound agricultural systems are well integrated into the wider

ecological system and the focus is on maintenance and enhancement of the

natural resource base. It is also biodiversity oriented. Practices which

cause negative environmental impacts are avoided.

(3) Socially just agricultural systems: socially acceptable. The system allows

access to information, market and other farm-related sources, especially

land.

(4) Culturally appropriate agricultural systems give due consideration to

cultural values, including religious belief and traditions in the development

of the agricultural system, plans and programs. It recognizes the

knowledge systems and visions of the farmers who are considered partners

in the development processes.

9
(5) Agricultural systems based on holistic science view agriculture in terms of

farming systems and system approach and their relationships - biophysical,

social, economic, cultural and political factors. It also considers the

dynamic interactions among on-farm, off-farm and non farm activities and

recognizes that these activities complement each other.

Virmani and Eswaran (Maji, 1991) suggest criteria for evaluating the

sustainability of agricultural system: assessment of risks, assessment of

production technology performance, stability of the system, impact of the

farming system on the degradation of natural resources, particularly soil and

water and the profitability of the system.

Components of Sustainable Farming System

Component Indicators Farming System


Conventional Sustainable
Irrigation Groundwater Considered Considered
quality
Management Groundwater limit Ignored Included
Irrigation subsidy Included Excluded
Full cost of water Ignored Included
Land (Soil Nutrient Soil fertility Ignored Considered
Management) Soil erosion Ignored Considered
Organic fertilizer Ignored Considered
use
Land suitability Ignored Considered
Appropriate Perennial crops, Multi-storied Multi-storied
Cropping System annual crops, cropping pattern cropping pattern
seasonal crops
Integrated Pest Crop rotation Ignored Considered
Management
Risk Management Household Included Included
expenditure
requirement
Inflation Ignored Considered
Liquidity reserve Ignored Included
requirement
Irrigation Existing use Permissible use
Crops-Livestock Existing mixed- Profitable mixed-
System farming farming

10
Human and Social Family labor Existing labor supply Potential labor
Capital management distribution supply
Membership in Considered Considered
organization
FMET Included Included

a. Irrigation Management

Five essential elements for effective irrigation management (Vermillion in

Turral, 1995): (1) clear and sustainable water rights are accorded to users, at an

individual or group level; (2) the irrigation infrastructure should be compatible

with the water rights allocated and with local management capacity; (3) clear

and recognized responsibilities and authority are vested in the managing

organizations; (4) adequate financial and human resources exist to operate and

maintain (O & M) the infrastructure and the managing organization; and (5)

there is transparent accountability of, and supporting incentives for, the

managing entities.

Managing the groundwater resource should consider the water balance for the

groundwater system. The water balance is defined as follows:

P – (Et + Ro) – (Rb + Sf + Ga + Of) = ΔS

where P is total volume of rainfall (inflows), Et is evapotranspiration (surface

and near surface outflow), Ro is direct runoff in streams and rivers (losses), Rb

is volume of river baseflow, Sf is the volume of spring flow, Ga is groundwater

abstraction, Of is volume of groundwater outflow to the sea, and ΔS is change

in volume of water storage in the aquifer (Project Management Unit, 1995).

b. Soil Nutrient Management

Nutrient cycling is the key of nutrient management in sustainable agricultural

system. An agricultural system on farm level, one loss from the cycle is the

11
harvested crop. This loss is minimized on mixed-farming practices, where

nutrient are removed from the fields and leave the farm either in harvested

crops or in animal products, but a large fraction of the nutrients consumed by

animal do not leave the cycle because they are returned to the soil in manure

(King, 1990).

Follett et al (Miller and Larson, 1990), the nutrients balance in the soil

ecosystem can be described by the following equation:


tn
RN tn    APt  ARt  RM t  Lt 

where RN is the soil inorganic and organic nutrients remaining at time (tn), AP

is the soil inorganic and organic nutrients present at time t, AR is the soil

inorganic and organic nutrients added or returned to the soil during the time

interval Δt, RM is the plant nutrients with the harvested product during the

time interval Δt, L is the soil inorganic and organic nutrients lost during the

time interval Δt, t is the beginning time, tn is the ending time, and Δt is the

time interval between t and tn.

Management practices can be used to minimize some other losses. On mixed-

farming system nutrient lost from the system are replenished with commercial

fertilizers and purchased feed (King, 1990). Commercial fertilizers are the

major source of nutrients added to crop land (King, 1990; Miller and Larson,

1990). However, inappropriate use of modern technology, for example,

excessive use of commercial fertilizer may accelerate environmental effects

(Pinstrup-Andersen, 1982).

If a goal of sustainable agriculture is to reduce off-farm inputs (commercial

fertilizer), N, P, K inputs obviously must be increased from manure, biological

N fixation and other sources, such as wastes (Miller and Larson, 1990).

Moreover, trends in chemical fertilizer usage cannot be continued because of

12
insufficient quantities of fertilizer row materials (Pinstrup-Andersen, 1982).

Therefore, animal manuring is an important process for cycling of nutrients to

maintain or to improve soil fertility, especially in those intensively cropped

locations where chemical fertilizers are limited (Parker, 1990). Animal manure

contains 0.51, 0.73, and 0.71 percent of N, P, and K, respectively (Miller and

Larson, 1990). Adding organic matter to soil surface especially in sloping

farmland, according to Foth and Turk (Sukartaatmadja et al, 2003), will protect

soil against erosion to some extent.

c. Appropriate Cropping System

Cropping system usually is more complex in terms of mixing enterprise and

range of commodities produced on each farm (Okigbo, 1990).

Multiple cropping: using the same field to produce two or more crops a year

or diversification of crops in time and/or space.

One example is sequential cropping, or crop rotation, in which two or more

crops are grown sequentially in the same field. In this case, the diversification

of crops is in time only (Stinner and Blair, 1990). An appropriate crop rotation

can be very effective in controlling pests, diseases, and weeds, as well as offers

numerous advantages in soil structure, fertility, and erosion management

(Vereijken, 1990; Luna and House, 1990).

In intercropped systems, two or more crops are grown simultaneously in the

same field so that crops are diversified both in time and space. Intercropping,

in accordance with Mercado (Regnier and Janke, 1990), is used extensively in

the tropics to maximize land use and to ensure against crop failure.

13
d. Pest Management

Pesticide is one of the inputs used in crop production. Pesticide reduces yield

loss due to pest attack (Mariyono et al, 2002; Pinstrup-Andersen, 1982). But, in

most cases, heavy use of pesticides brings a number of consequences such as

elimination of natural predators, pest resurgence/explosive, pest resistance of

pesticides, frequent pest outbreaks, etc. [Saha et al; Harper and Zilberman;

Zilberman and Castillo (Irham et al, 2003); Wilyus, 1994]. However, pesticide

is a toxic agent dangerous to human and environment (Indradewa, 1996;

Mariyono et al, 2002; Goring, 1990).

Integrated pest management (IPM) is a strategy of pest containment that seeks

to maximize the effectiveness of biological and cultural control factors, utilizes

chemical control only as needed and with a minimum of environmental

disturbance (Luna and House, 1990). This definition clearly emphasizes the

important of non chemical control strategy and the need of minimum pesticide

use.

Integrated pest management (IPM) is an extended of integrated pest control

(Wilyus, 1994). Integrated pest control strategies include use of pest resistant

varieties; crop rotation; planting and harvest dates; biological control as the

manipulation of parasites, predators and pathogens to maintain pest

population below economically injurious level; mechanical control; chemical

control and quarantine (Luna and House, 1990; Wilyus, 1994).

14
e. Risk Management

Risk management in agriculture can be classified into production risk and

financial risk. Irrigation, which technically affects in increasing and in

stabilizing yields, is an attempt to decline production risk (Gabriel and Baker

in Martin, 1996). Sugino and Hutagaol (2004) proposed that diversified

farming system is an attempt to reduce business risks such as production

failure and output-price fluctuation. Therefore, crop-livestock system intends

to achieve optimal output within a given ecological and socio-economic setting

should be the ultimate goal for sustainable farming system (Parker, 1990).

The farmer must provide reserve to counter risk and uncertainty in addition to

make provision for production and consumption needs. Holding cash and

credit in reserve is important for farmers to meet unexpected expenses such as

education, health, social needs and others. Also, the farmer must manage

seasonal deficits in the cash flow (Hartono, 1992). Therefore, liquidity

management is one of the important means to respond to financial risk.

Kriteria Investasi dalam Usahatani

Kadariah (1988): ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk menentukan
diterima atau tidaknya sesuatu usulan proyek, atau untuk menentukan pilihan
antara berbagai macam usulan proyek. Dalam semua kriteria itu baik manfaat
(benefit) ataupun biaya dinyatakan dalam nilai sekarang (the present value),
diantaranya Gross Benefit/Cost Ratio, Net Benefit/Cost Ratio, Profitability Ratio,
dan Net Present Value. Umar (2000) menambahkan kriteria investasi dengan
Payback Period, dan Internal Rate of Return (IRR).

(1) Net Present Value (NPV)

15
Net Present Value adalah selisih antara present value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas
operasional maupun kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk
menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan. Jika
NPV > 0, proyek tersebut menguntungkan dan jika NPV < 0, maka proyek
tersebut tidak layak untuk dijalankan.
Kadarsan (1992) menambahkan bahwa NPV merupakan jumlah nilai
arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal investasi
yang dianggap sebagai ongkos investasi selama waktu tertentu.

(2) Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengetahui persentase
keuntungan dari suatu proyek tiap-tiap tahun dan juga merupakan alat ukur
kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Proyek akan
dipilih apabila IRR lebih besar daripada social discount rate dan sebaliknya bila
IRR lebih kecil daripada social discount rate maka proyek sebaiknya tidak
dijalankan

(3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)


Menurut Pudjosumarto (1988) Net Benefit Cost Ratio merupakan
perbandingan antara benefit bersih dari tahun-tahun yang bersangkutan yang
telah dipresentvaluekan (pembilang/bersifat positif) dengan biaya bersih dalam
tahun dimana Bt-Ct (penyebut/bersifat negatif ) yang telah dipresentvaluekan,
yaitu biaya kotor/benefit kotor.

(4) Payback Period


Payback Period merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk
membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah
dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek (Pudjosumarto, 1988).
Analisis Sensitivitas

Z. Djamin (1993): sensitivity analysis bertujuan untuk melihat apa yang akan
terjadi dengan hasil proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam
dasar-dasar perhitungan biaya ataupun benefitnya. Perubahan-perubahan
tersebut bisa terjadi terhadap kenaikan dalam biaya konstruksi, turunnya
harga hasil produksi di pasaran, terjadinya penundaan pelaksanaan pekerjaan
(implementasi), dan karena kesalahan perhitungan proyeksi dalam hasil per
hektar.

Contoh kasus: Proyek Rehabilitasi Perkebunan Kopi di Desa


Belantih.

16
Tujuan: untuk menilai kelayakan proyek rehabilitasi perkebunan rakyat
kopi arabika di Desa Belantih, Kintamani ditinjau dari aspek finansial.

5.5 Optimasi penggunaan sumberdaya usahatani: Analisis


Programasi Linier

A. Pendekatan Mathematical Programming

Usahatani atau usaha pertanian merupakan suatu sistem sehingga


pengambilan keputusan pada suatu bagian akan mempunyai implikasi pada
bagian lainnya. Oleh karena itu analisis usahatani atau usaha pertanian
sebaiknya dilakukan secara menyeluruh atau tidak parsial. Seperti halnya
pada usaha lainnya, usahatni atau usaha pertanian adalah constrained systems
artinya usahatani atau usaha pertanian dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya
lahan, tenaga kerja, dan modal (bangunan, mesin, ternak) serta faktor luar
misalnya quota, lingkungan, pasar, dan sebagainya. Masalah perencanaan
usahatani atau usaha pertanian adalah memaksimumkan fungsi tujuan yang
mencerminkan sasaran petani/pengusaha dengan mempertimbang- kan
kendala-kendala tersebut. Mathematical programming (MP) sangat cocok
untuk memecahkan masalah ini.

Dalam bab ini akan dibahas MP yang mengakomodasikan risiko dalam


usahatani atau usaha pertanian. Dampak ketidakpastian terhadap
perencanaan usahatani sangat komplek. Biasanya tidak mungkin
mempertimbangkan semua sumber dan dampak ketidakpastian dalam
perencanaan usahatani. Oleh karenanya pemodelan risiko sistem usahatani
harus mulai dengan penilaian tentang bagaimana ketidakpastian berpengaruh
terhadap sistem tersebut. Cara decision tree merupakan pendekatan yang
baik untuk membandingkan keputusan yang harus dibuat dan menentukan
sumber ketidakpastian yang terkait dengan keputusan yang dibuat serta
akibatnya.

Untuk mengembangkan MP models yang berkaitan dengan risiko sistem


usahatani perlu membedakan kasus with embedded risk dan kasus with non-
embedded risk. Kedua kasus ini ditunjukkan oleh gambar 1 di bawah.

Non-embedded risk

Initial plan Final outcome

17
Embedded risk

Initial plan Seosonal Adjust Final

condition the Outcome


plan

Gambar 1. Decision tree

Non-embedded risk, misalnya petani harus memutuskan pada awal musim


tanam tentang macam tanaman yang harus ditanam. Pada waktu itu produksi
dan harga masih uncertain dan baru diketahui setelah panen. Embedded risk
terjadi bila keputusan tergantung pada keputusan sebelumnya dan outcome
dari uncertain event. Embedded risk, misalnya persoalan mix farming antara
tanaman dengan rumput untuk ternak di wilayah di mana curah hujan tidak
menentu (lahan kering). Tanaman dan padang rumput serta jumlah ternak
yang dipelihara harus diputuskan pada awal tahun. Produksi dan harga
produk uncertain seperti pada kasus non-embedded risk dan ditambah jumlah
hijauan pakan ternak juga uncertain. Ini berarti petani harus mengadopsi
strategi bagaimana memenuhi kekurangan hijauan pakan ternak.

Dalam kenyataannya, sebagian besar sistem usahatani embedded risk namun


karena tidak mudah penanganannya maka pemodelan MP lebih mengarah ke
non-embedded risk. Model MP untuk non-embedded risk disebut risk
programming model, sedangkan untuk embedded risk disebut stochastic
programming model.

B. Risk Programming Model

Linear programming (LP)

Maximize : E = xc – f
Subject to : Ax ≤ b and x ≥ 0

E = keuntungan yang diharapkan (expected profit)

18
c = vector 1 x n, penerimaan bersih yang diharapkan dari aktivitas (expected
net revenue activities)
x = vector n x 1, activities
f = fixed/overhead costs
A = matrix m x n, technical coefficient
b = vector m x 1, jumlah sumberdaya tersedia (constraints)

Define c = pC
p = vector 1 x s, probabilitas munculnya kejadian
C = matrix s x n, net revenue aktivitas berdasarkan probabilitas kejadian
(baris) dan aktivitas (kolom).

Secara skematis model LP dapat dilihat pada Gambar 2.

Activities (x’)

Expected net revenue activities (c)

C
O
N
S
T
R
Technical coefficient (A) ≤ A
I
N
T

(b)

Gambar 2. Skema model LP

C. Aplikasi Model LP

Suatu usahatani dengan luas 45 ha dapat diusahakan untuk 7 komoditas yang


expected net returnnya tercantum pada Tabel 1. Ketersediaan dan biaya
tenaga kerja tercantum pada Tabel 2. dan luas maksium masing-masing
tanaman tercantum pada Tabel 3.

Tabel 1. Expected net revenue


No Crops Expected Net Revenue per Ha ($)
1 Potatoes 2643

19
2 Sugar beet 2438
3 Onions 2981
4 Winter wheat 1146
5 Spring wheat 959
6 Spring barley 841
7 Grass land 1363

Tabel 2. Ketersediaan dan biaya tenaga kerja


No Month Max Own Max Hired Cost of Hired
Labour (H) Labour (H) Labour ($/H)
1 May 290 60 30
2 June 230 Nil -
3 July 220 Nil -
4 August 240 120 10
5 September 240 120 10
6 October 300 60 30

Tabel 3. Luas areal maksimum per tanaman


No Crops Max Area (Ha)
1 Potatoes 9.00
2 Sugar beet 11.25
3 Onions 11.25
4 Cereals: winter wheat, spring wheat, spring
barley, garss land 25.00
5 Winter wheat 22.50
6 Spring wheat 11.25

Model LP selanjutnya dapat disajikan pada tabel 4. Penyelesaian model LP


dengan paket program BLPX88 dapat dilihat pada Tabel 5 s/d Tabel 9. Paket
program ini pertama-tama akan memunculkan hasil awal seperti terlihat pada
tabel 5. Selanjutnya, dapat dikeluarkan: penyelesaian primal (Tabel 6),
penyelesaian dual (Tabel 7), analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan (Tabel
8), dan analisis sensitivitas RHS (Tabel 9).

20
Tabel 4. Model LP
No Items Unit Activities Rel RHS
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (H) (H) (H) (H)
R1 Net Revenue $ 2643 2438 2981 1146 959 841 1363 -30 -10 -10 -30
R2 Land ha 1 1 1 1 1 1 1 ≤ 45
R3 Cereals max ha 1 1 1 1 ≤ 25
R4 Potatoes max ha 1 ≤ 9
R5 Sugar beet max ha 1 ≤ 11.25
R6 Onion max ha 1 ≤ 11.25
R7 W wheat max ha 1 ≤ 22.5
R8 Sp wheat max ha 1 ≤ 11.25
R9 May labour H 6 15 17 5 1.5 1 -1 ≤ 290
R10 June labour H 8 10 5 1 1 ≤ 230
R11 July labour H 7 3 1 4 ≤ 220
R12 Aug labour H 5 15 1 5 6 -1 ≤ 240
R13 Sept labour H 20 7 6 1 4 -1 ≤ 240
R14 Oct labor H 15 10 19 8 3 2 -1 ≤ 300
R15 Max May L hired H 1 ≤ 60
R16 Max Aug L hired H 1 ≤ 120
R17 Max Sep L hired H 1 ≤ 120
R18 Max Oct L hired H 1 ≤ 60
X1= Potatoes, X2 = Sugar beet, X3 = Onions, X4 = Winter wheat, X5 = Spring wheat, X6 = Spring barley, X7 = Grass land
X8 = Hire May mabour, X9 = Hire Aug Labour, X10 = Hire Sept Labour, X11 = Hire Oct Labour.

21
Tabel 5. Tampilan tanda optimal solution

C:UTLK1 SOLUTION IS OPTIMAL DATE 11-23-2008 TIME 15:22:44

MAXIMUM ENTERS: BASIS X: 7 VARIABLES: 11


PIVOTS: 12 LEAVES: BASIS S: 10 SLACKS: 17
LAST INV: 0 DELTA 0 Z 90594.3 CONSTRAINTS: 18

BASIS S.5 H5L S.14 S.2 ONI S.6 S.7 SGB S.9
S.10 S.11 GRL POT H10L S.15 S.16 H9L ****
PRIMAL 5.329 52.24 7.763 6.171 5.921 22.5 11.25 11.25 45.5
48.17 82.03 18.83 9 60 120 63.24 56.76 0
DUAL 1293 0 95.26 111.8 0 0 0 30 0
0 0 10 58.32 0 0 0 28.32 0

Catatan: table 5 tidak perlu diinterpretasikan.

Tabel 6. Penyelesaian primal


C:UTLK1 SOLUTION IS MAXIMUM Z 90594.27 DATE 11-23-2008
PRIMAL PROBLEM SOLUTION TIME 15:22:58

VARIABLE STATUS VALUE LOWER UPPER Z VALUE NET


POT BASIS 9 NONE NONE 2643 2643 0
SGB BASIS 11.25 NONE NONE 2438 2438 0
ONI BASIS 5.921052 NONE NONE 2981 2981 0
WWH NONBASIS 0 NONE NONE 1146 1909.526 -763.5263
SWH NONBASIS 0 NONE NONE 959 1572.947 -613.9474
SBR NONBASIS 0 NONE NONE 841 1419.632 -578.6316
GRL BASIS 18.82895 NONE NONE 1363 1363 0
H5L BASIS 52.23684 NONE NONE -30 -30 0
H8L NONBASIS 0 NONE NONE -10 0 -10
H9L BASIS 56.76316 NONE NONE -10 -10 0
H10L BASIS 60 NONE NONE -30 -30 0
S.1 NONBASIS 0 NONE NONE 0 1293 -1293
S.2 BASIS 6.171052 NONE NONE 0 0 0
S.3 NONBASIS 0 NONE NONE 0 95.26316 -95.26316
S.4 NONBASIS 0 NONE NONE 0 111.8421 -111.8421
S.5 BASIS 5.328948 NONE NONE 0 0 0
S.6 BASIS 22.5 NONE NONE 0 0 0
S.7 BASIS 11.25 NONE NONE 0 0 0
S.8 NONBASIS 0 NONE NONE 0 30 -30
S.9 BASIS 45.5 NONE NONE 0 0 0
S.10 BASIS 48.17105 NONE NONE 0 0 0
S.11 BASIS 82.02631 NONE NONE 0 0 0
S.12 NONBASIS 0 NONE NONE 0 10 -10
S.13 NONBASIS 0 NONE NONE 0 58.31579 -58.31579
S.14 BASIS 7.763158 NONE NONE 0 0 0
S.15 BASIS 120 NONE NONE 0 0 0
S.16 BASIS 63.23684 NONE NONE 0 0 0
S.17 NONBASIS 0 NONE NONE 0 28.31579 -28.31579

Catatan:
Primal problem solution untuk melihat apakah variable atau aktivitas basis
(menguntungkan) atau non-basis (tidak menguntungkan).
Diperoleh bahwa: potatoes basis pada level 9.00 ha, sugar beet 11.25 ha, onions
5.92 ha, grass land 18.83 ha, H5L 52.24 hours, H9L 56.76 hours, dan H10L 60
hours serta menghasilkan total expected net revenue $90,594.30.
Slack pada primal tak perlu dibaca.

8
Tabel 7. Penyelesaian dual
C:UTLK1 SOLUTION IS MAXIMUM Z 90594.27 DATE 11-23-2008
DUAL PROBLEM SOLUTION TIME 15:23:05

ROW ID STATUS DUAL VALUE RHS VALUE USAGE SLACK


LAND BINDING 1293 45 45 0
CERMAX NONBINDING 0 25 18.82895 6.171052
POTMAX BINDING 95.26316 9 9 0
SGBMAX BINDING 111.8421 11.25 11.25 0
ONIMAX NONBINDING 0 11.25 5.921052 5.328948
WWHMAX NONBINDING 0 22.5 0 22.5
SWHMAX NONBINDING 0 11.25 0 11.25
5LAB BINDING 30 290 290 0
6LAB NONBINDING 0 230 184.5 45.5
7LAB NONBINDING 0 220 171.8289 48.17105
8LAB NONBINDING 0 240 157.9737 82.02631
9LAB BINDING 10 240 240 0
10LAB BINDING 58.31579 300 300 0
MAX5LH NONBINDING 0 60 52.23684 7.763158
MAX8LH NONBINDING 0 120 0 120
MAX9LH NONBINDING 0 120 56.76316 63.23684
MAX10L BINDING 28.31579 60 60 0
Y.18 NONBINDING 0 0 0 0

Catatan:
Dual problem solution untuk melihat binding (habis) atau non-binding (tidak
habis)-nya dari maximum sumberdaya yang tersedia.
Bila status sumberdaya binding, maka slack (sisa) sama dengan nol sedangkan
bila non-binding maka nilai slack positif.
Interpretasi untuk sumberdaya yang mempunyai status binding, misalnya lahan
(LAND) adalah bila lahan ditambah 1 ha maka expected net value bertambah
sebesar $1,293.00.

Tabel 8. Analisis sensitivitas fungsi tujuan


C:UTLK1 SOLUTION IS MAXIMUM Z 90594.27 DATE 11-23-2008
OBJECTIVE ROW RANGES TIME 15:23:12

VARIABLE STATUS VALUE Z /UNIT MINIMUM MAXIMUM


POT BASIS 9 2643 2547.737 NONE
SGB BASIS 11.25 2438 2326.158 NONE
ONI BASIS 5.921052 2981 2443 3101.667
WWH NONBASIS 0 1146 NONE 1909.526
SWH NONBASIS 0 959 NONE 1572.947
SBR NONBASIS 0 841 NONE 1419.632
GRL BASIS 18.82895 1363 716.2941 1599.111
H5L BASIS 52.23684 -30 -50.04717 -17.51724

H8L NONBASIS 0 -10 NONE 0


H9L BASIS 56.76316 -10 -16.98842 0
H10L BASIS 60 -30 -58.31579 NONE

Catatan:
Sepanjang expected net revenue dari potatoes tidak kurang dari $2547 maka
penyelesaian tetap optimal.
Sepanjang TKLK tidak kurang dari 17.52 hours dan tidak lebih dari 50 hours
pada bulan May maka penyelesaian tetap optimal.

9
Tabel 9. Analsisis sensitivitas RHS
C:UTLK1 SOLUTION IS MAXIMUM Z 90594.27 DATE 11-23-2008
RIGHT HAND SIDE RANGES TIME 15:23:19

ROW ID STATUS DUAL VALUE RHS VALUE MINIMUM MAXIMUM


LAND BINDING 1293 45 30.80921 51.17105
CERMAX NONBINDING 0 25 18.82895 NONE
POTMAX BINDING 95.26316 9 7.982759 13.639
SGBMAX BINDING 111.8421 11.25 1.886792 12.64151
ONIMAX NONBINDING 0 11.25 5.921052 NONE
WWHMAX NONBINDING 0 22.5 0 NONE
SWHMAX NONBINDING 0 11.25 0 NONE
5LAB BINDING 30 290 282.2368 342.2368
6LAB NONBINDING 0 230 184.5 NONE
7LAB NONBINDING 0 220 171.8289 NONE
8LAB NONBINDING 0 240 157.9737 NONE
9LAB BINDING 10 240 176.7632 296.7632
10LAB BINDING 58.31579 300 237.9687 309.2187
MAX5LH NONBINDING 0 60 52.23684 NONE
MAX8LH NONBINDING 0 120 0 NONE
MAX9LH NONBINDING 0 120 56.76316 NONE
MAX10L BINDING 28.31579 60 0 69.21875

Catatan: sejauh mana kendala tertentu dapat berubah tanpa mempengaruhi


kondisi optimal.

10
IV. ASPEK SOSIAL EKONOMI PENDATAAN USAHATANI

Karakteristik Usahatani
Usahatani merupakan sistem usaha yang terdiri atas berbagai usaha yang saling terkait, yaitu
on-farm (tanaman, ternak, ikan), off-farm (pengolahan, pemasaran, dsb), dan non-farm
(industri, jasa, dsb)
Usahatani dihadapkan pada berbagai kendala baik dari luar maupun dari dalam. Kendala dari
dalam seperti (1) kendala lahan yang menyangkut luas dan kualitas lahan; (2) kualitas dan
produktivitas tenaga kerja baik dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga; dan (3) modal
untuk investasi dan modal kerja. Selanjutnya, kendala dari luar dapat berupa (1) adanya
quota sehingga tidak bisa memproduksi melebihi quota tersebut, (2) lingkungan menyangkut
iklim, musim yang sulit dikendalikan, dan (3) pasar, bahwa harga produk usahatani sering
lebih ditentukan oleh kekuatan konsumen.

Usahatani juga dihadapkan pada risiko baik risiko produksi maupun risiko harga. Risiko
produksi misalnya akibat adanya pengaruh iklim dan serangan hama/penyakit, sedangkan
risiko harga karena adanya fluktuasi harga

Usahatani bertujuan mencapai berbagai sasaran yang tidak selalu sejalan. Ada kalanya
usahatani itu dioperasikan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga (subsisten), sedangkan
sebagian usahatani lainya diselenggarakan untuk memenuhi permintaan pasar. Operator
usahatani ada yang bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan, sedangkan pengusahatani
lainnya bertujuan untuk meminimalkan risiko. Padahal, kalau pilihannya adalah
memaksimalkan pendapatan maka operator tidak bisa terhindar dari ancaman risiko yang
tinggi. Petani sering memilih usahatani yang risikonya rendah sehingga pendapatannya pun
menjadi tidak maksimal.

Analisis Usahatani
Berdasarkan ciri-ciri di atas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
analisis usahatani
a. Analsis usahatani harus dilakukan secara komprehensif, bukan analisis yang sifatnya parsial
karena pengambilan keputusan pada salah satu cabang usaha akan mempengaruhi cabang
usaha lainnya.
b. Analisis usahatani harus diarahkan pada tercapainya tujuan usaha dengan
mempertimbangkan adanya kendala dan risiko usaha.
c. Mathematical Programming (MP) merupakan metode yang cocok untuk menganalisis
usahatani karena dapat mengakomodasikan pencapaian tujuan usaha yang dihadapkan
pada berbagai kendala dan risiko usaha.

Perilaku Petani Terhadap Risiko


Berdasarkan perilakunya terhadap risiko, individu petani dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok (Hardaker et al, 1988), yaitu petani yang menghindari risiko (risk averter), petani

23
yang netral terhadap risiko (risk neutral/risk indifference), dan petani yang berani menghadapi
risiko (risk prefer).
Perilaku individu terhadap risiko dapat ditunjukkan dengan grafik yang menggambarkan
hubungan antara kekayaan (wealth) dengan tingkat kepuasan (utility). Untuk risk aversion, pada
awalnya makin banyak kekayaan maka semakin sejahtera, tetapi kemudian semakin banyak
kekayaan kenaikan kesejahteraan (utility)-nya semakin lama semakin berkurang. Untuk petani
yang suka risiko, semakin banyak kekayaan yang dimilki, semakin banyak peningkatan
kesejahteraannya.

Risk Aversion Risk Indifference Risk Preference


Utility

Utility

Utility
Wealth (Rp) Wealth (Rp) Wealth (Rp)

Gambar 1. Perilaku individu terhadap risiko

Oleh karena risiko sifatnya probabilistik dan risiko usahatani merupakan variabel penting
yang perlu dipertimbangkan maka individu umumnya berusaha memaksimalkan kepuasan
yang diharapkan (expected utility).

KEBERLANJUTAN SISTEM USAHATANI


Konsep, Kriteria, dan Komponen Sistem Usahatani Berkelanjutan
Secara operasional Southeast Asean Regional Center for Graduate study and research in
Agriculture (SEARCA,1995) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai suatu sistem
usahatani yang holistik yang mampu menunjukkan kinerja usahatni yang menguntungkan
secara ekonomi (economically viable), ramah lingkungan (ecologically sound), dapat diterima
oleh masyarakat (socially just equity and acceptable), dan dapat diterapkan serta sepadan
secara teknis (technically appropriate).
Hal yang tampak sejalan juga dikemukakan oleh Virmani dan Eswaran (Maji, 1991) tentang
kriteria dalam mengevaluasi keberlanjutan sistem usahatani, yaitu penilaian risiko, penilaian
kinerja teknologi produksi, stabilitas sistem, dampak penyelenggaraan sistem usahatani
terhadap degradasi sumberdaya alam khususnya tanah dan air, dan profitabilitas sistem
usahatani.
Sistem usahatani berkelanjutan terdiri atas beberapa komponen yang saling terkait, yaitu
manajemen irigasi, manajemen nutrisi (kesuburan) tanah, sistem pertanaman yang sepadan,
manajemen hama dan penyakit tanaman secara terpadu, manajemen risiko, dan manajemen
modal sosial.

24
Vermillion (Turral, 1995) mengajukan lima elemen penting dalam manajemen irigasi yang
efektif, yaitu kejelasan hak atas air pada level individu maupun kelompok tani, infrastruktur
irigasi harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk mengelolanya,
memberikan kejelasan tanggungjawab dan otoritas manajemen pada organisasi pengelola,
tersedianya sumberdaya manusia dan fianansial untuk membiayai sistem irigasi, dan adanya
transparansi akuntansi system irigasi dan memberikan insentif bagi pengelola. Penentuan
harga air irigasi sementara ini sangat sederhana dan hanya memperhitungkan biaya operasi
dan pemeliharaan yang terkadang harus disubsidi. Seharusnya harga air irigasi yang
mencerminkan nilai guna air yang berkelanjutan mengakomodasi biaya operasi dan
pemeliharaan, biaya modal, biaya oportunitas, biaya eksternalitas ekonomi, dan lingkungan
(Rogers et al, 1998).
Siklus unsur hara tanah adalah kunci manajemen unsur hara tanah dalam sistem usahatani
berkelanjutan. Kehilangan unsur hara pada tingkat usahatani terjadi akibat pemanenan.
Kehilangan hara ini dapat diminimalkan melalui praktek usahatani campuran, dimana nutrisi
tanah dikonsumsi oleh tanaman dan ternak tetapi sebagian besar nutrisi tanah yang
dikonsumsi ternak tidak meninggalkan siklus karena akan dikembalikan ke dalam tanah
melalui kotoran ternak (manure).
Follett et al (Miller dan Larson, 1990), mengemukakan pentinya keseimbangan unsur hara
dalam ekosistem tanah seperti pada persamaa berikut.
tn
RN tn    APt  ARt  RM t  Lt 

dimana RN adalah unsur hara anorganik dan organik yang tersisa pada waktu tn, AP adalah
keadaan unsur hara anorganik dan organik tanah pada waktu t, AR adalah unsur hara
anorganik dan organik yang ditambahkan atau dikembalikan ke dalam tanah selama selang
waktu Δt, RM adalah jumlah nutrisi melalui pemanenan pada selang waktu Δt, L adalah unsur
hara anorganik dan organik yang hilang karena erosi selama selang waktu Δt, t adalah awal
periode, tn adalah akhir periode, dan Δt adalah selang waktu antara t dan tn.
Appropriate cropping system sangat penting dalam keberlanjutan sistem usahatani. Multiple
cropping misalnya adalah penggunaan lahan yang sama untuk memproduksi dua atau lebih
tanaman dalam setahun atau merupakan praktek diversifikasi tanaman berdasarkan ruang dan
waktu. Dalam sequential cropping atau rotasi tanaman, dua tau lebih tanaman ditanam secara
bergiliran dalam lahan yang sama, dalam hal ini diversifikasi berdasarkan waktu saja (Stinner
dan Blair, 1990). Suatu rotasi tanaman dapat sangat efektif dalam pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) dan sangat bermanfaat dalam menjaga struktur dan kesuburan
serta manajemen erosi tanah (Vereijken, 1990; Luna dan House, 1990). Dalam sistem
tumpang sari (intercropped systems), dua atau lebih tanaman ditanam secara simultan pada
lahan yang sama, berarti diversifikasi berdasarkan ruang dan waktu.
Usahatani campuran adalah sistem produksi tanaman dan hewan yang terintegrasi dimana
tanaman diproduksi untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan/atau dijual. Dalam sistem
tersebut, hewan dipelihara untuk dipekerjakan, menghasilkan pupuk, menghasilkan daging,
dan produk lainnya; sedangkan tanaman diproduksi untuk menghasilkan bahan makanan dan
limbahnya digunakan untuk bahan pakan ternak. Sistem tersebut dapat berlanjut dan dapat
ditingkatkan melalui penggunaan spesies tanaman yang toleran terhadap hama dan penyakit,
peningkatan program pengendalian hama penyakit, dan peningkatan mengelolaan tanah dan
tanaman termasuk rotasi tanaman yang dengan legumenose ke dalam sistem (Okigbo, 1990).
Keuntungan dari sifat saling mengimbangi dan saling bersinergi di antara cabang usahatani

25
(tanaman dan hewan) untuk meningkatkan efisiensi output dan sebagai penyangga resiko
(Taylor dalam Sugino dan Hutagaol, 2004) diakui sebagai kekuatan utama dari ekosistem
pertanian yang terintegrasi untuk melestarikan produksi pertanian (Parker, 1990; CAST
dalam Parker, 1990).
Integrated pest management (IPM) adalah strategi pengendalian OPT yang berupaya
memaksimalkan efektivitas pengendalian secara biologis dan budaya , penggunaan bahan kimia
anorganik hanya bila diperlukan dan dengan meminimimalkan kerusakan lingkungan (Luna dan
House, 1990). IPM merupakan perluasan dari integrated pest control (Wilyus, 1994). Strategi
IPC mencakup penggunaan varietas tanaman tahan penyakit, rotasi tanaman, mengatur jadwal
tanam dan panen, pengendalian biologis melalui penggunaan parasit, predator, dan pathogen
untuk mengendalikan populasi hingga di bawah tingkat ambang ekonomi, pengendalian
mekanis, pengendalian kimiawi dan karantina (Luna dan House, 1990; Wilyus, 1994).

Household Farming System Approach for Sustainable Agriculture


FAO (1984) mendefinisikan sistem usahatani sebagai system yang biasanya mencakup
pengaturan cabang usahatani yang unik dimana sebuah rumah-tangga mengoperasikannya
dengan praktek manajemen terbaik dalam merespon lingkungan fisik, biologi dan social-
ekonomi serta didasarkan atas tujuan keluarga, preferensi, dan ketersediaan sumberdaya.
FAO (1985) dan Morton (1986) mengemukakan bahwa sistem usahatani terdiri atas budidaya
(tanaman, hutan, rumput dan ternak) dan rumah-tangga tani sehingga penting
mempertimbangkan dalam upaya farming system development (FSD). Gambar 2. secara
sederhana menunjukkan sebuah sistem usahatani yang berada dalam lingkungan yang lebih
besar.

Ecological environment

Farming System

CROPS LIVE-
STOCK

HOUSE-
HOLD Policy-
Culture-
institution-
value
services

Gambar 2. Definisi sistem usahatani dalam FSD (FAO, 1985)


Pendekatan sistem berarti bahwa perubahan salah satu faktor (internal atau pun eksternal)
akan membawa perubahan beberapa atau semua faktor dan sub-sistem lainnya dalam sistem
usahatani. Intinya, pendekatan FSD mengandung beberapa prinsip: (1) berorientasi pada
pembangunan, (2) berdasarkan partisipasi aktif petani, (3) rumah- tangga tani sebagai unit
usahatani, (4) berkaitan erat dengan kemampuan dukungan pelayanan (seperti pemasaran,

26
kredit, sistem penyediaan dan penyaluran input, penanganan dan pengolahan output), (5)
sebuah pendekatan multidisiplin, dan (6) bertujuan keberlanjutan.
Sistem usahatani berbasis ilmu pengetahuan yang holistik, memandang pertanian melalui
pendekatan sistem dan keterkaitan antar subsistem, yaitu faktor biofisik, sosial, ekonomi,
budaya dan politik. Sistem tersebut juga mempertimbangkan interaksi dinamis diantara
aktivitas on-farm, off-farm dan non-farm serta menghargai aktivitas-aktivitas tersebut saling
melengkapi satu dengan yang lain (SEARCA, 1995).
Torres dan Shah (1995) memperkenalkan pendekatan system usahatani rumah-tangga
(household farming system) untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Pendekatan ini
diperlukan karena peningkatan produksi pertanian dengan menggunakan teknologi baru
misalnya dalam irigasi akan meningkatkan pendapatan rumah-tangga tani dan secara langsung
akan mempengaruhi konsumsi rumah-tangga terhadap barang dan jasa demikian juga leisure
(Widodo, 1993).

FARMING SYSTEM RESEARCH: KERANGKA ANALISIS


Gambar 3 menunjukkan kerangka analisis pengembangan sistem usahatani pada tingkat
rumah-tangga yang seharusnya dapat dikelola secara optimal. Pendekatan rumah-tangga
usahatani digunakan dalam membangun konsep model pengembangan sistem usahatani.
Sistem usahatani menerima input tenaga kerja, modal, dan manajemen dari rumah-tangga
tani. Sistem tersebut juga menerima input energi surya, mineral tanah, kelembaban,
temperatur tanah dan udara, dan pengaruh perubahan cuaca dari faktor alam-fisik.
Pengembangan fasilitas irigasi sebagai suatu bentuk kebijakan dan intervensi pemerintah,
merupakan penyedia input penting yang dapat digabungkan dengan input-input lain dari
sumber ekonomi yang lebih luas seperti pupuk, benih/bibit, alat-alat dan mesin pertanian,
tenaga (listrik/diesel), dan transportasi. Rumah-tangga tani secara individu merencanakan
aktivitasnya secara tepat untuk mencapai efisiensi tertinggi dari penggunaan sumberdaya
tanah dengan dukungan irigasi air tanah.
Pengembangan sistem usahatani secara holistik dengan dukungan penelitian sistem usahatani
memungkinkan untuk mewujudkan pengelola-an sistem usahatani campuran beririgasi secara
optimal dan ber-kelanjutan pada tingkat rumah-tangga. Dalam kasus ini, penelitian sistem
usahatani menggunakan model optimisasi dengan bantuan analisis programasi linier. Model
tersebut harus mempertimbangkan praktek-praktek manajemen yang terbaik yang
mencerminkan semua komponen dan indikator pertanian berkelanjutan. Solusi optimal dari
model yang memenuhi semua kriteria keberlanjutan mengindikasikan bahwa keberlanjutan
sistem usahatani (SA) yang dikembangkan pada tingkat rumah-tangga dapat tercapai.

FAKTOR
ALAM-FISIK

27
FAKTOR
KELEMBAGAAN

AGRO-ECOLOGICAL ZONES: RUMAH TANGGA


SOCIAL CAPITAL USAHATANI
- Tipe iklim (E)
- Topografi
- Ketinggian <100 above sea level
KEBIJAKAN DAN - Tenaga Kerja
RESOURCES ENDOWMENT:
INTERVENSI PEMERINTAH - Modal: ternak,
Proyek SDIABKA kas
- Jenis tanah: ordo Inceptisol,
bertekstur lempung berpasir - Managemen
- Pesisir, tingkat kesuburan rendah
- Sumber air utama: air tanah - Luas lahan

BIODIVERSITY:
- Tanaman: perennial, annual, and Pengembagan dan
seasonal crops APPROPRIATE Pemberdayaan Kelompok Pertemuan Petani,
- Ternak: sapi, babi, kambing, IRRIGATION Tani Pemakai Sumur Penyuluhan Pelatihan
ayam kampung TECHNOLOGY Pompa (TUG) (FMET)

PENGEMBANGAN - Pengetahuan
SISTEM USAHATANI - Keahlian
dengan - Insentif
bantuan - Teknologi
LAND FAKTOR
EVALUATION AND PENELITIAN EKONOMI
SOIL LOSS SISTEM USAHATANI
ESTIMATION
(Farm Modeling) - Pupuk
- Benih
- Pestisida
- Alsintan
- Tenaga
OPTIMISASI SISTEM USAHATANI - Transportasi
PADA TINGKAT RUMAH TANGGA
HOUSEHOLD LEVEL
Output

Holistic
Approach
Feedback

Ecologically Socially
Sound Acceptable Feedback
SA

Technically & Culturally Economically


Appropriate Viable

Gambar 3. Kerangka analisis pengembangan sistem usahatani


pada tingkat rumah-tangga
3. Hipotesis

Praktek-praktek manajemen usahatani yang terbaik yang menggambar-kan komponen-


komponen penting dari sistem pertanian berkelanjutan seperti (1) inovasi sistem usahatani
campuran yang sepadan, (2) penggunaan pupuk organik (dari pupuk kandang yang telah
difermentasi) untuk peningkatan kesuburan tanah dan pencegahan erosi tanah, (3)
pelaksanaan rotasi tanaman sebagai salah satu strategi pengelolaan hama terpadu, dan (4)
manajemen irigasi telah diperkenalkan kepada petani setempat yang tergabung dalam proyek
Sustainable Development of Irrigated Agriculture in Buleleng and Karangasem (SDIABKA).
Transfer teknologi diterapkan melalui penyuluhan dan pelatihan pertanian oleh petugas
teknis lapangan dari unit pengelola proyek. Beberapa plot percontohan usahatani dan ternak
juga telah dikerjakan di wilayah proyek sehingga lebih memudahkan petani dalam mengakses
teknologi usahatani sesuai dengan kondisi wilayahnya.

28
Hipotesis yang dapat dirumuskan misalnya sistem usahatani campuran beririgasi di tingkat
rumah-tangga dioperasikan secara optimal oleh petani setempat dan pengembangan model
usahatani yang berupaya menggabungkan semua komponen sistem pertanian berkelanjutan
dapat menjamin keberlanjutan sistem usahatani beririgasi pada tingkat rumah-tangga.

SURVEI USAHATANI

Tujuan Survei
Tujuan survei dalam penelitian sistem usahatani perlu dirumuskan secara spesifik dan jelas,
misalnya untuk mengetahui keadaan pola tanam, ukuran usahatani, kelayakan usahatani,
optimasi penggunaan sumberdaya, dan sebagainya.

Metodologi
Metode yang perlu dirinci adalah penentuan lokasi survei, metode pengambilan sampel,
metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Sampling method dalam survei usahatani dapat memilih salah satu atau kombinasi dari
beberapa motode (Soekartawi et al, 1984).
(1) Pengambilan contoh dengan peluang (probability sampling)
a. Pengambilan contoh acak (random sampling): misalnya Subak Abian X beranggotakan 90
orang. Semua anggota subak (petani) diberi nomor urut dari 1 sampai dengan 90, dan
setiap anggota berpeluang diambil sebagai sampel. Bila ingin diambil sampel sebanyak
30 petani maka 30 nomor diambil secara acak dari 90 nomor dengan cara menarik
undian.
b. Pengambilan contoh sistematik (systematic sampling): misalnya jumlah populasi (N)=
90, ingin diambil sampel (n) = 30 petani, maka perlu ditentukan terlebih dahulu
interval (k) = N/n = 90/30 = 3. Kemudian titik awal dalam pemilihan contoh ini
ditentukan secara acak, misalnya jatuh pada anggota populasi nomor 11. Maka
populasi nomor: 2, 5, 8, 11, 14 dan seterusnya terpilih sebagai sampel.
c. Pengambilan contoh stratifikasi (stratified sampling) dilakukan jika ingin membagi sifat
populasi kedalam beberapa golongan (stratum) misalnya berdasarkan ukuran
usahatani (petani berlahan sempit < 1 ha, sedang 1-2 ha , dan luas > 2 ha). Kemudian
cara random sampling atau systematic sampling dapat digunakan untuk memilih
contoh tiap stratum. Kelebihan cara ini, sampel yang terpilih lebih mewakili populasi.
d. Pengambilan contoh bertahap/kelompok (cluster sampling): mula-mula populasi dibagi
kedalam beberapa kelompok, kemudian diambil salah satu kelompok secara acak atau
sistematik. Selanjutnya, semua anggota kelompok dipilih sebagai sampel. Kelemahan:
contoh yang terpilih dianggap kurang mewakili populasi. Anggota-anggota sebuah
kelompok memiliki sifat-sifat yang hampir sama tetapi berlainan dengan yang dimiliki
anggota kelompok lainnya.

(2) Pengambilan contoh tanpa peluang (non-probability sampling), bila dengan peluang
tidak memungkinkan lagi.
a. Pengambilan contoh kebetulan (accidental sampling), memilih seseorang yang secara
kebetulan ditemuinya.

29
b. Pengambilan sampel dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan dasar
pertimbangan tertentu, misalnya mengambil contoh dari kelompok yang menerapkan
teknologi baru, jika tujuan survei adalah mengetahu dampak penerapan teknologi
baru.
c. Quota sampling, yaitu mengambil sejumlah tertentu dari kelompok- kelompok dalam
populasi.

Terkait dengan metode pengumpulan data terdapat tiga metode (Soekartawi et al, 1984):
(1) Pengamatan langsung (observasi) oleh peneliti untuk melihat langsung keadaan usahatani.
Berbagai aspek yang seharusnya dipelajari dalam kunjungan awal adalah: tipe tanah,
ukuran dan kemiringan lahan, ketinggian lahan, kemungkinan areal tergenang dan kering,
tanaman dan usahatani campuran, kesuburan tanah, fasilitas irigasi, kondisi ternak, kondisi
bangunan dan peralatan. Dalam waktu bersamaan, peta usahatni mungkin penting dibuat
yang dapat membantu untuk mengklarifikasi layout dari usahatani, lokasi sumur (sumber
air) dsb.
(2) Wawancara dengan responden. Responden adalah sampel petani yang diharapkan dapat
memberikan respon (jawaban) atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti saat
wawancara berlangsung. Semua pertanyaan disusun dalam daftar pertanyaan
(questionnaire) yang dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan informasi/data yang
diperlukan dalam analisis usahatani. Data usahatani antara lain:
a. Lahan: pemilikan, menyewa, disewakan, menyakap, jumlah lokasi lahan, jumlah plot
setiap lokasi, jenis tanah, kejadian banjir dan kekurangan unsur hara.
b. Irigasi: sumber air dan kondisi ketersediaan, water charges, area yang dapat diairi dan
tidak dapat diairi.
c. Bangunan: jenis, kapasitas, struktur, umur dan umur ekonomis, kondisi, biaya
pembuatan dan pemeliharaan
d. Peralatan: jenis, jumlah, kondisi, umur dan umur ekonomis, harga pembelian, nilai
sekarang
e. Power items: jenis, jumlah, kondisi, umur dan umur ekonomis, harga pembelian, nilai
sekarang
f. Livestock/ternak: pedaging dan perahan, jumlah, kondisi, umur, harga pembelian,, umur
ekonomis, harga sekarang
g. Posisi modal: cash, tabungan, pinjaman. Informasi pinjaman: jumlah, sumber, tujuan,
kapan dicairkan, asuransi, kapan dikembalikan, tingkat bunga, tahapan pencairan.
h. Tenaga kerja: nama, jenis kelamin, kesehatan dari tenaga keluarga dan sewaan,
ketersediaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani, kesempatan kerja pada off-farm,
tingkat upah tenaga sewaan.
(3) Catatan usahatani yang dibuat sendiri oleh responden. Tidak semua catatan sesuai dengan
tujuan penelitian, tetapi sebagian data dapat digunakan sebagai dasar cross ceck terhadap
hasil wawancara.

Untuk dapat melakukan analisis usahatani maka perlu diketahui unsur-unsur pokok analisis
investasi usahatani (Gittinger, 1986), yaitu:
(1) Penggunaan sumberdaya:
a. Penggunaan lahan (kalender penggunaan)

30
b. Penggunaan tenaga kerja
- Penggunaan tenaga kerja tahunan (penanaman)
- Distribusi TK menurut bulan dan tanaman per Ha
- Kebutuhan TK menurut bulan dan tanaman
- TK dibayar menurut bulan dan tanaman
- TK di luar usahatani
(2) Produksi usahatani:
a. Padang rumput dan tanaman
- Kapasistas produksi dan pengangkutan
- Produksi tanaman dan rumput
b. Peternakan
- Perkiraan populasi
- Penjualan, pembelian, dan susunan populasi
- Produktivitas populasi
- Makanan harian dan waktu pemberian pakan
- Produksi dan kebutuhan pakan
- Hasil per ternak
c. Penilaian:
- Harga di tempat usaha
- Nilai produksi (tanaman dan ternak)
- Nilai sisa tambahan
(3) Infut usahatani
a. Investasi
- Secara fisik
- Nilai investasi
b. Pengeluaran operasi
- Tanaman
- Peternakan
c. Modal kerja tambahan
(4) Anggaran usahatani
a. Tanpa proyek
b. Dengan proyek
- Manfaat neto sebelum pembiayaan
- Jasa hutang
- Manfaat neto setelah pembiayaan
- Situasi kas

Setelah berbagai data yang relevan dikumpulkan, langkah berikutnya adalah mencari apa yang
salah secara ekonomis terkait dengan organisasi usahatani yang ada dan mengindikasikan
bagaimana hal itu dapat diperbaiki/ditingkatkan. Satu pendekatan terhadap masalah ini adalah
menghitung berbagai ukuran efisiensi usahatani kemudian dibandingkan dengan kriteria
standar.

Pendekatan yang lain difokuskan melalui analisis gross margin. Untuk petani kecil, penggunaan
gross margin sebagai penduga yang baik untuk mendekati profit usahatani. Gross margin dalam
hal ini adalah gross farm-household income yang diperoleh dengan mengurang kan paid-out costs
dari total revenue. Dalam analisis pendapatan usahatani kecil, biaya modal, penyusutan, land
rent, dan tenaga keluarga tidak keluarkan dari revenue. Jika semua itu dikurangkan dari total
revenue barulah disebut residual (profit).

31
Labor paid in cash
Labor paid in kind Paid-out costs
Current input (cash)
Current input (kind)
Capital
Land rent
Family labor Gross farm-household income
Residual
(Profit)

Gambar 4. Skema pengukuran gross margin dalam usahatani kecil (Widodo, 1975)

Dengan diketahui fixed costs (biaya modal, penyusutan, dan land rent) adalah konstan, maka
semakin besar gross margin akan semakin besar profit. Dengan mengetahui besaran gross
margin, maka analisis dapat diarahkan pada masalah apakah alokasi sumberdaya sudah optimal
atau apakah gross margin yang diperoleh sudah maksimal. Upaya untuk mengoptimalkan
penggunaan sumberdaya untuk memperoleh gross margin yang maksimal dapat didekati
dengan analisis linear programming (LP).
Selain analisis efisiensi dan gross margin, maka dapat juga dilakukan analisis kelayakan
berdasarkan anggaran usahatani dengan menggunakan kriteria investasi. Susunan anggaran
usahatani dapat ditinjukkan pada Lampiran 1.
Analisis yang dilakukan terhadap data usahatani harus disesuaikan dengan tujuan survei. Bila
macam usahatani pada lahan kering itu adalah usahatani tanaman semusim dan usahatani
setahun atau pun terdapat ternak yang dapat menghasilkan dalam periode waktu setahun,
maka analisis kelayakan usahatani yang cocok mungkin break even point (BEP), benefit-cost
ratio (B/C), atau pun revenue-cost ratio (R/C). Bila R/C atau B/C > 1 maka usahatani itu
dianggap layak. Tetapi bila macam tanamannya adalah tanaman tahunan, setahun, dan
musiman dan/atau ternak yang dipelihara lebih dari setahun; maka analisis kelayakan
usahatani yang cocok dengan menggunakan kriteria investasi: internal rate of return (IRR)
dan net present value (NPV). IRR adalah suku bunga yang membuat NPV sama dengan nol.
Jika NPV > 0 dan IRR > biaya modal, maka usahatani itu layak.

DAFTAR PUSTAKA
FAO, 1984. Farming System Development: The FAO Programme. Farm Management Notes for
Asia and the Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (8): 1-8.
____, 1985. The Role of FSD in Farm Management. Farm Management Notes for Asia and the
Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (10, 1987): 1-7.
____, 1986. Strategies for the Alleviation of the Principal Constraints in the Major Crop and
Livestock-Based Farming System. Farm Management Notes for Asia and the Far East.
Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (10): 9-19.
Luna, J.M and G.J. House, 1990. Pest Management in Sustainable Agricultural System. In Edwards,
C.A; R. Lal; P, Madden; R.H. Miller and G. House (Eds.). Sustainable Agricultural System.
Soil and Water Conservation Society. In Edwards, C.A; R. Lal; P, Madden; R.H. Miller and
G. House (Eds.). Sustainable Agricultural System. Soil and Water Conservation
Society:157-173.

32
Maji, C.C., 1991. Farming System Approach to Research. New Delhi: Indian Journal of
Agricultural Economic, 46 (3): 403-411.
Miller, F.P. and W.E. Larson, 1990. Lower Input Effect on Soil Productivity and Nutrient Cycling.
In Edwards, C.A; R. Lal; P, Madden; R.H. Miller and G. House (Eds.). Sustainable
Agricultural System. Soil and Water Conservation Society.
Morton. 1986. The Role of FSD in Farm Management. Farm Management Notes for Asia and the
Far East. Maliwan Mansion, Phra Atit Road: FAO (10): 1-7.
Okigbo, B. N., 1990. Sustainable Agricultural System in Tropical Africa. In C.A. Edwards, R. Lal,
P. Madden, R. H. Miller and G. House (Eds). Sustainable Agricultural System. Ankeny,
Iowa: Soil and Water Conservation Society: 323-352.
Parker, C. F., 1990. Role of Animals in Sustainable Agriculture. In C.A. Edwards, R. Lal, P.
Madden, R. H. Miller and G. House (Eds). Sustainable Agricultural System. Ankeny, Iowa:
Soil and Water Conservation Society: 238-248.
Rogers, P., R. Bhatta, and A. Huber, 1998. Water as A Social and Economic Good: How to Put
the Principle into Practice. Global Water Partnership. Stockholm, Sweden.
SEARCA, 1995. Working Paper on Sustainable Agriculture Indicators. SEAMEO Regional Center
for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA). College, Laguna 4031,
Philippines.
Soekartawi; A. Soeharjo; J.L. Dillon, dan J.B. Hardaker. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian
Untuk Pengembang an Petani Kecil. UI-Pres. Jakarta
Sugino, T. and P. Hutagaol, 2004. Policy Framework for Poverty Reduction by Realizing
Sustainable Diversified Agriculture through the Development of Secondary Crops. Palawija
News The UNESCAR-CAPSA Newsletter. Bogor: UNESCAP-CAPSA Publication Section,
21 (3): 1-6.
Torres, A.B. de and W.A. Shah, 1995. Household Farming System for Sustainable Agriculture in
Bangladesh. Farm Management Notes for Asia and The Far East (20): 31-45.
Turral, H., 1995. Recent Trends in Irrigation Management Changing Direction for the Public
Sector. London: Overseas Development Institute (5).
Vereijken, P, 1990. Research on Integrated Arable Farming and Organic Mixed Farming in the
Netherlands. In Edwards, C.A; R. Lal; P, Madden; R.H. Miller and G. House (Eds.).
Sustainable Agricultural System. Soil and Water Conservation Society.
Widodo, S., 1975. Efisiensi dan Pendapatan Usahatani. UGM. Yogyakarta.
Widodo, S., 1993. Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pembangunan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Dalam Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Wilyus, 1994. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Terpadu (PHT) sebagai Sub-sistem
Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan. Majalah Ilmiah Universitas Jambi (39).

33
Lampiran 1. Anggaran usahatani campuran (20 Ha) dengan umur ekonomis proyek
20 tahun (Gittinger, 1986)

Tahun proyek
Perincian 1 2 3 4-19 20
Arus Masuk
a
Nilai bruto produksi
Tanaman
Ternak
Pendapatan Non UT
b
Nilai Sisa Tamabahan
Jumlah Arus Masuk
Arus Keluar
c
Investasi
d
Modal Kerja Tambahan
e
Pengeluaran Operasi
f
Lainnya: Pajak penjualan sapi
Jumlah Arus keluar
Manfaat Neto Sebelum Pembiayaan
Jumlah Arus Masuk-Arus Keluar
g
Tanpa proyek
Tambahan
h
Pembiayaan
Penerimaan pinjaman
Jasa Hutang
Pembiayaan neto
Manfaat Neto Setelah Pembiayaan
Jumlah manfaat neto sebelum pembiayaan +
penerimaan pinjaman – jasa hutang
g
Tanpa proyek
Tambahan
Posisi Kas
Manfaat Neto Setelah Pembiayaan
i
Dikurangi Produksi yang dikonsumsi
Surplus/defisit
Keterangan:
a. Nilai produksi usahatani campuran (20 Ha) with and wthout project
b. Nilai sisa tambahan dari: perbaikan tanah diabaikan, bangunan (10% dari investasi), peralatan diabaikan,
ternak (nilai akhir – nilai awal proyek), modal kerja tambahan
c. Investasi: perbaikan tanah, mendirikan bangunan, membeli peralatan dan ternak
d. Modak kerja tambahan: akumulasi tambahan pengeluaran operasi tahum demi tahun dikalikan dengan
prosentase berdasarkan konsesnsus:
Tanaman kayu (lambat pertumbuhannya, satu kali musim panen): 100%
Tanaman tahunan: satu kali musim (80-100%), dua kali musim: 40-60%
Ternak/tanaman terus menerus menghasilkan: 20-40%
e. Pengeluaran operasi: TK, bibit, obat-obatan, pupuk, panen, pasca panen, pakan ternak, pengusahaan
rumput, pembelian ternak pengganti, perbaikan dan operasi peralatan usahatani.
f. Total penjualan ternak dikalikan dengan pajak.
g. Tanpa proyek: asumsi tidak ada penerimaan pembiayaan tanpa proyek
h. Pembiayaan: tahapan pencairan, komposisi pinjaman (kredit investasi dan modal kerja), jangka waktu
pinjaman, masa tenggang, biaya administrasi, dan tingkat bunga.
i. Asumsi: ada sebagian produksi yang dikonsumsi langsung oleh petani

34
V. KRITERIA INVESTASI DALAM USAHATANI

Kadariah (1988): ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk menentukan diterima
atau tidaknya sesuatu usulan proyek, atau untuk menentukan pilihan antara berbagai
macam usulan proyek. Dalam semua kriteria itu baik manfaat (benefit) ataupun biaya
dinyatakan dalam nilai sekarang (the present value), diantaranya Gross Benefit/Cost Ratio,
Net Benefit/Cost Ratio, Profitability Ratio, dan Net Present Value. Umar (2000)
menambahkan kriteria investasi dengan Payback Period, dan Internal Rate of Return (IRR).

(1) Net Present Value (NPV)


Net Present Value adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai
sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas
terminal) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu
ditentukan tingkat bunga yang relevan. Jika NPV > 0, proyek tersebut menguntungkan
dan jika NPV < 0, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan.
Kadarsan (1992) menambahkan bahwa NPV merupakan jumlah nilai arus tunai
pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal investasi yang dianggap sebagai
ongkos investasi selama waktu tertentu.

(2) Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengetahui persentase keuntungan
dari suatu proyek tiap-tiap tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek
dalam mengembalikan bunga pinjaman. Proyek akan dipilih apabila IRR lebih besar
daripada social discount rate dan sebaliknya bila IRR lebih kecil daripada social discount
rate maka proyek sebaiknya tidak dijalankan

(3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)


Menurut Pudjosumarto (1988) Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan
antara benefit bersih dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dipresentvaluekan
(pembilang/bersifat positif) dengan biaya bersih dalam tahun dimana Bt-Ct
(penyebut/bersifat negatif ) yang telah dipresentvaluekan, yaitu biaya kotor/benefit
kotor.

(4) Payback Period


Payback Period merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk membayar kembali
(mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu
proyek (Pudjosumarto, 1988).
Analisis Sensitivitas

35
Z. Djamin (1993): sensitivity analysis bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi
dengan hasil proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya ataupun benefitnya. Perubahan-perubahan tersebut bisa terjadi
terhadap kenaikan dalam biaya konstruksi, turunnya harga hasil produksi di pasaran,
terjadinya penundaan pelaksanaan pekerjaan (implementasi), dan karena kesalahan
perhitungan proyeksi dalam hasil per hektar.

Contoh kasus: Proyek Rehabilitasi Perkebunan Kopi di Desa


Belantih.

Tujuan: untuk menilai kelayakan proyek rehabilitasi perkebunan rakyat kopi


arabika di Desa Belantih, Kintamani ditinjau dari aspek finansial.

36
VI. ANALISIS OPTIMASI UNTUK KEBERLANJUTAN SISTEM USAHATANI

PENDAHULUAN
Usahatani merupakan sistem usaha yang terdiri atas berbagai usaha yang saling terkait, yaitu
on-farm (tanaman, ternak, ikan), off-farm (pengolahan, pemasaran, dsb), dan non-farm
(industri, jasa, dsb)
Usahatani dihadapkan pada berbagai kendala baik dari luar maupun dari dalam. Kendala dari
dalam seperti (1) kendala lahan yang menyangkut luas dan kualitas lahan; (2) kualitas dan
produktivitas tenaga kerja baik dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga; dan (3) modal
untuk investasi dan modal kerja. Selanjutnya, kendala dari luar dapat berupa (1) adanya
quota sehingga tidak bisa memproduksi melebihi quota tersebut, (2) lingkungan menyangkut
iklim dan musim yang sulit dikendalikan, dan (3) pasar, bahwa harga produk usahatani sering
lebih ditentukan oleh kekuatan konsumen.

Usahatani juga dihadapkan pada risiko baik risiko produksi maupun risiko harga. Risiko
produksi misalnya akibat adanya pengaruh iklim dan serangan hama/penyakit, sedangkan
risiko harga karena adanya fluktuasi harga.

Usahatani bertujuan mencapai berbagai sasaran yang tidak selalu sejalan. Ada kalanya
usahatani itu dioperasikan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga (subsisten), sedangkan
sebagian usahatani lainya diselenggarakan untuk memenuhi permintaan pasar. Operator
usahatani ada yang bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan, sedangkan pengusahatani
lainnya bertujuan untuk meminimalkan risiko. Padahal, kalau pilihannya adalah
memaksimalkan pendapatan maka operator tidak bisa terhindar dari ancaman risiko yang
tinggi. Petani sering memilih usahatani yang risikonya rendah sehingga pendapatannya pun
menjadi tidak maksimal.

Berdasarkan ciri-ciri di atas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
analisis usahatani
a. Analsis usahatani harus dilakukan secara komprehensif, bukan analisis yang sifatnya
parsial karena pengambilan keputusan pada salah satu cabang usaha akan mempengaruhi
cabang usaha lainnya.
b. Analisis usahatani harus diarahkan pada tercapainya tujuan usaha dengan
mempertimbangkan adanya kendala dan risiko usaha.
c. Mathematical Programming (MP), khususnya linear programming (LP) merupakan
metode yang cocok untuk menganalisis usahatani karena dapat mengakomodasikan
pencapaian tujuan usaha yang dihadapkan pada berbagai kendala dan risiko usaha.

PRINSIP DASAR ANALISIS LP

42
LP merupakan teknik optimasi yang tujuan dan kendalanya dinyatakan sebagai fungsi
linear dari variabel keputusan (aktivitas). Model LP bersifat deterministik karena semua
parameter dalam model ini diasumsikan diketahui secara pasti. Dalam kenyataannya,
parameter tanpa kesalahan atau yang sifatnya pasti jarang dijumpai. Untuk mengatasi
kekurangan model ini dilakukan analisis sensistivitas guna mengetahui kepekaan model
terhadap perubahan nilai-nilai parameter.
Penyelesaian model LP dapat dilakukan melalui penyelesaian grafis dan
penyelesaian simplex. Model grafis hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan model LP
yang mempunyai 2 (dua) variabel keputusan. Dengan dua variabel keputusan, kendala dan
tujuan yang masing-masing dinyatakan sebagai fungsi linear dari variabel keputusan dapat
digambarkan dalam sumbu datar dan sumbu tegak. Hasilnya adalah suatu bidang yang
memenuhi kendala secara simultan atau dikenal sebagai bidang feasible. Penyelesaian model
LP secara grafis dilakukan dengan mencari titik pada bidang feasible yang memberikan nilai
terbesar pada fungsi tujuan bila arah optimasi memaksimumkan atau nilai terkecil pada
fungsi tujuan bila arah optimasi meminimumkan. Rumusan masalah, penyusunan model,
penyelesaian grafis, dan analisis sensitivitas pada kesempatan ini tidak diberikan contoh.
Penyelesian model LP secara grafis selalu terjadi pada titik ekstrim atau titik sudut
yang terletak pada bidang feasible. Ciri penyelesaian semacam ini merupakan dasar
penyelesaian model LP dengan metode simplex. Dengan demikian, apa yang dikerjakan
dalam metode simplex sebenarnya adalah menterjemahkan titik sudut menurut definisi
geometri ke dalam titik sudut menurut definisi aljabar. Pengertian dasar ini harus selalu
diingat dalam mempelajari penyelesaian model LP dengan metode simplex.
Untuk menggunakan metode simplex, pertama-tama semua kendala harus dinyatakan
dalam bentuk standar yaitu merubah kendala dari bentuk ketidaksamaan (≤ dan ≥) menjadi
bentuk kesamaan (=) dengan menambah variabel slack atau mengurangi variabel surplus.
Hasilnya adalah suatu sistem persamaan yang jumlah variabelnya lebih banyak dari jumlah
persamaannya. Sistem Persamaan ini menghasilkan titik penyelesaian yang tidak unique atau
jumlahnya tak terhingga.
Untuk mendapatkan penyelesian yang unique (jumlahnya tertentu), maka sejumlah
variabel diberi nilai nol sehingga jumlah persamaan sama dengan jumlah variabel. Dengan
cara ini akan diperoleh penyelesaian yang unique atau sering disebut sebagai penyelesaian
basis. Penyelesaian basis akan terletak pada suatu ruang yang disebut sebagai ruang feasible.
Metode simplex dilakukan dengan mencari penyelesaian basis awal kemudian bergerak ke
arah penyelesaian basis lainnya yang dapat memperbaiki nilai fungsi tujuan. Hal ini
dilakukan sampai mendapatkan penyelesaian basis yang memberikan nilai fungsi tujuan
terbaik, maksimum atau minimum.
Metode simplex digunakan untuk menyelesaian model LP yang melibatkan lebih dari
dua variabel keputusan. Metode ini cocok untuk menyelesaiakn masalah sistem pertanian
atau sistem agribisnis yang melibatkan banyak aktivitas seperti produksi, distribusi,
pemasaran, pembiayaan, dll. Masing-masing aktivitas sering terdiri atas banyak sub-aktivitas
sehingga satu sistem bisnis dapat melibatkan ratusan sub-aktivitas. Semua sub-aktivitas ini
dinyatakan sebagai variabel keputusan dan karena jumlahnya yang banyak tidak dapat
diselesaikan secara grafis.

38
CONTOH ANALISIS LP SEDERHANA DENGAN METODE SIMPLEX

Suatu usahatani dengan luas 45 hektar dapat diusahakan untuk 7 (tujuh) komoditas
yang expected net revenuenya tercantum pada Tabel 1. Ketersediaan dan biaya tenaga kerja
tercantum pada Tabel 2, dan luas maksimum masing-masing tanaman tercantum pada Tabel
3.
Rumusan linear programming:
Maximize: E  cx  f
Subject to: Ax  b and x  0
E = expected profit (keuntungan yang diharapkan)
c = vector 1 x n, expected net revenue activity (penerimaan bersih yang diharapkan dari
aktivitas)
x = vector n x 1, aktivitas
f = fixed/overhead costs
A = matrix m x n, technical coefficient
b = vector m x 1, jumlah sumberdaya tersedia

Secara skematis penyusunan model LP dapat dilihat pada Gambar 1. Secara


keseluruhan penyusunan model LP dapat dilihat pada Tabel 4.

x’

A ≤ b

Gambar 1. Skema model LP: penyelesaian simplex

Tabel 1. Expected net revenue 7 commodities

Crops Expected Net Revenue


per Ha ($)
Potatoes 2643
Sugar beet 2438
Onions 2981
Winter wheat 1146

39
Spring wheat 959
Spring Barley 841
Grassland 1363
Tabel 2. Ketersediaan dan biaya tenaga kerja

Month Max Own Labour Max Hired Labour Cost of Hired


(man-day) (man day) Labor ($/man day)
May 290 60 30
June 230 Nol Nol
July 220 Nol Nol
August 240 120 10
September 240 120 10
October 300 60 30

Tabel 3. Laus maksimum masing-masing komoditas


Crops Max Area (Ha)
Potatoes 9.00
Sugar beet 11.25
Onions 11.25
Cereals (spring barley, spring wheat, 25.00
winter wheat, grassland)
Winter wheat 22.50
Spring wheat 11.25

40
Tabel 4. Penyusunan model LP: penyelesaian simplex

Activities
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11
No Items POT SGB ONI WWH SWH SBL GLD H5L H8L H9L H10L Rel RHS
Unit Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Md Md Md Md
R1 E Ha 2643 2438 2981 1146 959 841 1363 -30 -10 -10 -30
R2 LD Ha 1 1 1 1 1 1 1 ≤ 45
R3 CERMAX Ha 1 1 1 1 ≤ 25
R4 POTMAX Ha 1 ≤ 9
R5 SGBMAX Ha 1 ≤ 11.25
R6 ONIMAX Ha 1 ≤ 11.25
R7 WWHMAX Ha 1 ≤ 22.5
R8 SWHMAX Ha 1 ≤ 11.25
R9 MAYL Md 6 15 17 5 1.5 1 -1 ≤ 290
R10 JUNEL Md 8 10 5 1 1 ≤ 230
R11 JULYL Md 7 3 1 4 ≤ 220
R12 AUGTL Md 5 15 1 5 6 -1 ≤ 240
R13 SEPTL Md 20 7 6 1 4 -1 ≤ 240
R14 OCTL Md 15 10 19 8 3 2 -1 ≤ 300
R15 MAX5LH Md 1 ≤ 60
R16 MAX8LH Md 1 ≤ 120
R17 MAX9LH Md 1 ≤ 120
R18 MAX10L Md 1 ≤ 60

42
Penyelesaian optimasi model LP dengan paket program BLPX88 dapat dilihat pada
Tabel 5 s/d Tabel 9. Paket program ini, pertama-tama akan memunculkan hasil awal seperti
terlihat pada Tabel 5. Selanjutnya, dapat dikeluarkan (i) penyelesaian primal (Tabel 6), (ii)
penyelesaian dual (Tabel 7), (iii) analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan (Tabel 8), dan
(iv) analisis sensitivitas fungsi kendala/RHS (Tabel 9). Dan sebagai simpulan hasil optimasi
dapat dilihat Tabel 10.

42
VII. SURVEI USAHATANI DI LAHAN KERING

1. TUJUAN SURVEI (dirumuskan secara spesifik dan jelas):


Untuk mengetahui kelayakan usahatani campuran pada salah satu subak abian yang ada di
Kecamatan Petang, Kabupaten Badung

2. METODOLOGI
2.1 Penentuan Lokasi: Subak Abian X di Desa Y, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung
2.2 Sampling method (pilih salah satu dari beberapa metode).
Jumlah mahasiswa yang menempuh MK Usahatani di Lahan Kering 7 orang, maka
setiap mahasiswa diwajibkan mengambil sampel paling sedikit 3 petani.
(1) Pengambilan contoh dengan peluang (probability sampling)
a. Pengambilan contoh acak (random sampling): misalnya Subak Abian X
beranggotakan 90 orang. Semua anggota subak (petani) diberi nomor urut dari
1 sampai dengan 90, dan setiap anggota berpeluang diambil sebagai sampel.
Bila ingin diambil sampel sebanyak 30 petani maka 30 nomor diambil secara
acak dari 90 nomor dengan cara menarik undian.
b. Pengambilan contoh sistematik (systematic sampling): misalnya jumlah populasi
(N)= 90, ingin diambil sampel (n) = 30 petani, maka perlu ditentukan terlebih
dahulu interval (k) = N/n = 90/30 = 3. Kemudian titik awal dalam pemilihan
contoh ini ditentukan secara acak, misalnya jatuh pada anggota populasi
nomor 11. Maka populasi nomor: 2, 5, 8, 11, 14 dan seterusnya terpilih
sebagai sampel.
c. Pengambilan contoh stratifikasi (stratified sampling) dilakukan jika ingin
membagi sifat populasi kedalam beberapa golongan (stratum) misalnya
berdasarkan ukuran usahatani (petani berlahan sempit < 1 ha, sedang 1-2 ha ,
dan luas > 2 ha). Kemudian cara random sampling atau systematic sampling
dapat digunakan untuk memilih contoh tiap stratum. Kelebihan cara ini,
sampel yang terpilih lebih mewakili populasi.
d. Pengambilan contoh bertahap/kelompok (cluster sampling): mula-mula populasi
dibagi kedalam beberapa kelompok, kemudian diambil salah satu kelompok

43
secara acak atau sistematik. Selanjutnya, semua anggota kelompok dipilih
sebagai sampel. Kelemahan: contoh yang terpilih dianggap kurang mewakili
populasi. Anggota-anggota sebuah kelompok memiliki sifat-sifat yang
hampir sama tetapi berlainan dengan yang dimiliki anggota kelompok lainnya.
(2) Pengambilan contoh tanpa peluang (non-probability sampling), bila dengan
peluang tidak memungkinkan lagi.
a. Pengambilan contoh kebetulan (accidental sampling), memilih seseorang yang
secara kebetulan ditemuinya.
b. Pengambilan sampel dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan dasar
pertimbangan tertentu, misalnya mengambil contoh dari kelompok yang
menerapkan teknologi baru, jika tujuan survei adalah mengetahu dampak
penerapan teknologi baru.
c. Quota sampling, yaitu mengambil sejumlah tertentu dari kelompok- kelompok
dalam populasi.

2.3 Metode Pengumpulan Data (ada tiga sumber data survei):


(1) Pengamatan langsung oleh peneliti untuk melihat langsung keadaan usahatani (luas
dan keadaan lahan, macam usahatani, keadaan irigasi, dsb).
(2) Wawancara dengan responden. Responden adalah sampel petani yang diharapkan
dapat memberikan respon (jawaban) atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
saat wawancara berlangsung. Semua pertanyaan disusun dalam daftar pertanyaan
(questionnaire) yang dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan informasi/data
yang diperlukan dalam analisis usahatani.
(3) Catatan usahatani yang dibuat sendiri oleh responden. Tidak semua catatan sesuai
dengan tujuan penelitian, tetapi sebagian data dapat digunakan sebagai dasar
cross ceck terhadap hasil wawancara.
2.4 Metode Analisis Data
Analisis yang dilakukan terhadap data usahatani harus disesuaikan dengan tujuan
survei. Bila macam usahatani pada lahan kering itu adalah usahatani tanaman
semusim dan usahatani setahun atau pun terdapat ternak yang dapat menghasilkan
dalam periode waktu setahun, maka analisis kelayakan usahatani yang cocok

44
mungkin break even point (BEP), benefit-cost ratio (B/C), atau pun revenue-cost
ratio (R/C). Bila R/C atau B/C > 1 maka usahatani itu dianggap layak. Tetapi bila
macam tanamannya adalah tanaman tahunan, setahun, dan musiman dan/atau ternak
yang dipelihara lebih dari setahun; maka analisis kelayakan usahatani yang cocok
dengan menggunakan kriteria investasi: internal rate of return (IRR) dan net present
value (NPV). IRR adalah suku bunga yang membuat NPV sama dengan nol. Jika
NPV > 0 dan IRR > biaya modal, maka usahatani itu layak. Selanjutnya, bila ingin
menganalisis apakah penggunaan sumberdaya (lahan, modal, tenaga kerja, bibit,
pupuk, obat-obatan, air irigasi) dalam usahatani sudah optimal untuk menghasilkan
pendapatan usahatani yang maksimal, maka analisis yang dapat digunakan mungkin
dengan pendekatan programasi linier (linear programming).

3. PELAPORAN HASIL SURVEI


Pelaporan mengikuti metode ilmiah, terdiri atas Bab I. Pendahuluan (latar belakang,
perumusan masalah, dan tujuan survei); Bab II. Tinjauan Pustaka; Bab III. Metodologi;
Bab IV. Hasil dan Pembahasan; dan Bab V. Simpulan dan Saran. Daftar Pustaka: minimal
5 sumber berbahasa Inggris. Tipe laporan adalah individual dengan menggunakan data
rata-rata dari 3 sampel minimal per individu. Semua daftar pertanyaan yang telah diisi dan
diedit harus dilampirkan pada bagian akhir laporan. Laporan hasil survei usahatani
mempunyai dua nilai: (I) nilai praktikum (praktek lapangan), dan (II) nilai UAS. Soal
UAS: 1) Apakah usahatani tersebut layak untuk dilaksanakan? 2) Kriteria apa yang cocok
digunakan untuk menilai kelayakan usahatani tersebut? 3) Apakah kelemahan dari analisis
usahatani yang anda lakukan? Waktu penyetoran laporan (hasil kesepakatan/seminggu
sebelum jadwal UAS PPS UNUD berakhir).

45

Anda mungkin juga menyukai