Dosen Pengampu:
NIM : 1710411220022
Abstrasksi
BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) merupakan salah satu cara pemerintah dalam
pembangunan di pedesaan. Hal ini merupakan inovasi pemerintah untuk meningkatkan
perekenomian dan kesejahteraan desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa.
BUMDes berasal dari dana desa, dan dana desa diambil dari APBN. BUMDes harus lahir atas
kehendak seluruh warga desa yang diputuskan melalui Musyawarah Desa (Musdes). Musdes adalah
forum tertinggi yang melahirkan berbagai keputusan utama dalam BUMDes mulai dari nama
lembaga, pemilihan pengurus hingga jenis usaha yang bakal dijalankan.
Pembangunan desa melalui BUMDES adalah salah satu modernisasi yang dilakukan
pemeritah. Sebagaimana pendapat Rostow Pembangunan sebagai modernisasi adalah tahapan
universal, berlaku untuk semua masyarakat yang bergerak dari tradisional ke modern juga
merupakan proses yang bergerak secara linier. Pembangunan sebagai modernisasi juga perlu
adanya partisipasi dari berbagai aktor kebijakan, yaitu pemerintah, media massa, masyarakat,
tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Pendahuluan
Pembentukan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) merupakan cara pemerintah untuk
melakukan inovasi dalam pembangunan desa, terutama meningkatkan perekonomian desa
dan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Dengan berlakunya Undang-Undang Desa nomor 6
tahun 2014, Daerah memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengelola daerahnya sendiri
dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam Undang-undang tersebut juga mengakui
adanya otonomi desa. Maka secara otomatis dengan adanya otonomi tersebut Desa juga
memiliki kewenangan-kewenangan baik dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan maupun dalam pengelolaan keuangan.
Untuk menunjang Pembangunan Desa tersebut, akan ada alokasi dana cukup besar
yang mengalir ke Desa. Pada Pasal 72 ayat (4) ditetapkan paling sedikit 10% dari dana
transfer daerah dalam Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalir ke
Desa. Berdasarkan simulasi anggaran, setiap Desa ratarata akan menerima Rp.
800.000.000,00 - 1,4 Milyar
Melalui Alokasi Dana Desa, Desa berpeluang untuk mengelola pembangunan,
pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara mandiri. Alokasi Dana Desa adalah
dana yang di berikan kepada desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Pemberian Alokasi Dana Desa
merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar
tumbuh danberkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memacu percepatan pembangunan dan
pertumbuhan wilayah-wilayah strategis.
Konstruksi Argumen
2. Prakondisi Lepas Landas (Preconditions for take-off) atau prasyarat tinggal landas
Perubahan mulai terjadi dengan adanya pengaruh eksternal, misalnya ikut campur
tangannya masyarakat yang lebih maju. Ide-ide pembaharuan mulai masuh masyarakat mulai
berkembang dan bergerak menuju tahap prakondisi untuk lepas landas. Syarat-syarat yang
diperlukan untuk proses industrialisasi mulai tampak. Kegiatan meningkatkan tabungan mulai
terjadi yang selanjutnya dapat dipakai untuk investasi pada sektor-sektor produktif, termasuk
investasi untuk pendidikan. Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan peningkatan produktivitas
berkembang secara signifikan. Kondisi sosial-politik semakin stabil dan dikendalikan oleh
pemerintahan pusat yang kuat.
Pendapatan masyarakat terus meningkat. Konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan
pokok, melainkan sudah meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri juga
berubah dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Pada
tahap terakakhir ini, investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan paling
utama. Surplus ekonomi cenderung dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan
dana sosial. Pasca periode ini, pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang
berkesinambungan dan mampu menopang kemajuan secara berkelanjutan.
Indonesia sendiri dalam tahap pembangunan sudah berada pada tahap kedua, yaitu
Prakondisi Lepas Landas (Preconditions for take-off) . HIngga sampai saat ini, berbagai data
menyebut bahwa sebagian besar BUMDes masih sebatas berdiri dan belum memiliki
aktivitas usaha yang menghasilkan. Sebagian lagi malah layu sebelum berkembang karena
masih ‘sedikitnya’ pemahaman BUDMdes pada sebagian besar kepala desa. belum
sempurnanya format kelembagaan BUMDes ini. Sebab BUMDes bagi banyak desa baru
masih seumur jagung terutama sejak disahkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Di Jawa Tengah terdapat 1.700 BUMDes namun yang aktif hanya 900 BUMDes. Di
Kutai Timur, dari 135 BUMDes hanya 45 yang masih aktif. Di Malang, dari 378 desa hanya
25 BUMDes yang aktif. Di skala nasional, Menteri Desa mengatakan dari 22.000 BUMDes
hanya 8.000 (36%) yang aktif dan 4.000 (18%) yang untung, mengutip kalimantan bisnis.
com.
Meskipun belum memiliki keuntungan sebesar BUMDes Desa Ponggok, tapi kehadiran
BUMDes Multianggaluku Mandiri ini terbukti mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya. Dengan membuka toko penyaluran barang-barang bersubsidi dari
pemerintah, terbukti mampu membantu masyarakat setempat untuk bisa menikmatinya secara
merata. Juga seperti BUMDes Cibodas, BUMDes Tirtonirmala, BUMDes Karya Jaya Abadi
dan 18% lainnya BUMDes yang untung. Jadi, bisa dikatakan kita sudah berada pada tahap
kedua, yaitu prasyarat tinggal landas. Tetapi kita juga tidak bisa tutup mata, masih banyak
yang perlu dibenahi oleh pemerintah dalam peraturan yang mengatur BUMDes tersebut.
Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan Rostow sebagai suatu masa transisi di
mana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri
(selfsustained growth). Menurut Rostow, pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan
ekonomi akan terjadi secara otomatis.
Ketiga, modernisasi merupakan proses Eropanisasi dan Amerikanisasi atau yang lebih
populer bahwa modernisasi itu sama dengan barat. Hal in terlihat bahwa keberhasilan itu
merupakan sesuatu yang bersifat barat. Negara barat merupakan negara yang tak tertandingi
dalam kesejahteraan ekonomi dan politik. Dan negara maju ini dijadikan mentor bagi negara
berkembang. Dalam hal yang lebih nyata, kebijakan industrialisasi dan pembangunan
ekonomi sepenuhnya mencontoh hal-hal yang dilakukan negara maju tanpa memperhatikan
factor budaya dan sejarah lokal negara berkembang. Walaupun, saat ini negara maju sedang
mengalami krisis ekonomi yang dahsyat dan kenyataannya negara berkembang masih belum
terimbas secara besar-besaran. Hal ini menunjukkan bahwa teori Modernisasi sedang
menghadapi kritik yang hebat. Perbaikan teihadap teori Modernisasi terutama praktekpraktek
pembangunan di negara berkembang perlu dilakukan.
Kelima, modernisasi merupakan perubahan progresif. Hal ini memang diterima oleh
para pemikir pembangunan, namun demikian efek samping dari proses ini merupakan suatu
proses yang memakan banyak korban yang secara sosial tentu saja berbiaya mahal. Sebagai
contoh pada saat pembuatan waduk Kedungombo, maka masyarakat sekitar Kedungombo
merupakan elemen yang paling dikorbankan dan ongkos sosial yang juga semakin mahal.
Belum lagi contoh-contoh proses modernisasi yang melibatkan atau mengorbankan banyak
orang, paling mudah dilihat adalah proses pembuatan jalan tol di |awa yang tentu saja akan
mengeluarkan ongkos sosial yang tidak sedikit.
Jika tilikan modernisasi didasarkan atas teori fungsional, maka teori modernisasi
mengandung asumsi bahwa modernisasi merupakan proses sistematik, transformasi, dan
terus-menerts. Pertama, sebagai prores sistematik. Proses modernisasi merupakan Proses
melibatkan seluruh aspek kehidupan bernegera, termasuk industrialisasi, urbanisasi,
diferensiasi, sekularisasi, sentralisasi. Dan hal ini membentuk wajah modernisasi sebagai
sebuah bentuk yang teratur disbanding sebuah proses yang tidak beraturan. Kedua, sebagai
proses transformasi. Proses ini memberi arti atau makna bahwa modernisasi merupakan
proses yang membentuk dari sebuah kondisi tradisional menjadi modern dalam segala aspek
sosial budaya. Ketiga, sebagai proses yang terus-menerus. Proses modernisasi melibatkan
perubahan sosial yang terus-menerus. Sekali perubahan sosial terjadi, maka aspek sosial yang
lainnya juga akan ikut terpengaruh.
Itu artinya pembangunan desa melalui adanya BUMDes ini merupakan proses yang
berkelanjutan, perlu adanya partisipasi dari berbagai aktor kebijakan, yaitu pemerintah, media
massa masyarakat, tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Kesimpulan
Jadi pada hakikatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu
masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan
keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial
yang ada didalamnya untuk bergerak menuju suatu kondisi kehidupan uang serba “lebih
baik”, secara materiil maupun spiritual.