Nina Sofiyawati
Program Studi Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain,
Institut Teknologi Bandung
nina.sofiyawati@gmail.com
ABSTRAK
Kereta Kencana Singabarong dan Paksi Naga Liman merupakan hasil produksi kebudayaan yang dibuat oleh individu/
sekelompok masyarakat sebagai refleksi dari adanya gagasan dan tindakan yang dihasilkan di tempat dan periode tertentu.
Perupaan kereta kencana tersebut dalam bentuk makhluk hibriditas merefleksikan lingkungan kosmos dan simbol
akulturasi budaya yang menghiasi perkembangan kebudayaan dan seni hias di wilayah Cirebon. Kedua karya seni ini
memiliki asal usul mirip, termasuk adanya kesinambungan tradisi seni hias yang serupa. Akan tetapi, kedua kereta kencana
ini menampilkan perbedaan dalam hal ekspresi gaya ragam hias. Penelitian ini juga melihat gejala peristiwa, kondisi,
maupun situasi dalam periodisasi ketika karya seni itu diproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui elemen
bentuk apa saja yang berubah dan menjadi kekhasan dalam menampilkan ekspresi gaya di antara kedua visualisasi kereta
tersebut; mengetahui motivasi, spirit, dan tren yang melatarbelakanginya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
historis dengan pendekatan teori estetika morfologi dan kebudayaan sebagai pendukung. Temuan yang diperoleh berupa
karya seni yang terlihat sangat bersifat feodal. Kedua Kereta Kencana Paksi Naga Liman cenderung memiliki pengaruh
gaya Hindu, sedangkan Singabarong didominasi oleh pengaruh Cina. Ketiga, spirit, zaman, dan tren dipengaruhi oleh
peristiwa yang terjadi serta pengaruh gaya kepemimpinan sultan dalam konsep Tri-Tangtu dan keempat perupaannya
banyak dipengaruhi unsur dan atribut-atribut wayang.
Kata kunci: gaya, ragam hias, singabarong, paksi naga liman, hibriditas
ABSTRACT
Singabarong and Paksi Naga Liman are the result of cultural product who created by individual/ social group in the
certain places and period as a reflection of their idea and activities. The visual of these hybrid creatures representing a
cosmos system and symbols of cultural acculturation that adorn their culture and history of ornamental traditions. As a
work of art that have similar origins, but in fact these two carriages actually show the different style. So, this study related
to find the occurrence, conditions, and situations in the periodization when the art was produced. The aim of this research
is to find what a changed of element’s form and characteristic that can show a different style in that visual carriages, as
well know the motivation, trend, and spirit. To solve these problems and produce a accurate data, so than this research
use a historical qualitative methods with a theoretical aesthetics morphology and cultural approach. The result of this
research are, first that artwork looks very a feudal’s art. Secondly, Paksi Naga Liman showed a Hinduism style, while
Singabarong is dominated by Chinese style. Thirdly, about spirit, epoch, and trend is influenced by the event/ phenomenon
and the influence of leadership style of sultan in Tri-Tangtu concept, fourthly their form much influenced by the elements
and attributes’s wayang.
Keywords:style, ornament, singabarong, paksi naga liman, hybridity
Motif liman atau gajah pada Paksi Dewa Siwa. Senjata jenis ini mempunyai
Naga Liman nampak pada bagian hidung/ tiga mata tombak yang berfungsi sebagai
belalai dan gading. Liman dianggap senjata penyerangan maupun untuk
sebagai salah satu binatang darat yang pertahanan. Senjata ini dianggap sebagai
mewakili adanya sistem kosmos alam lambang tiga sifat Siwa, yakni sebagai
tengah/ dunia tengah. Pengaruh motif pencipta, pemelihara, dan pelebur dari
hias gajah pada Paksi Naga Liman ini alam semesta. Hal ini juga tak lepas dari
sendiri nyatanya dipengaruhi oleh seni adanya peningkatan kualitas spiritual
hias Hindu Budha yang dibawa oleh dalam diri yang tecermin melalui pesan
India. bahwa seorang manusia khususnya
Simbol liman dianggap sebagai raja/sultan harus memiliki cipta, rasa,
sosok ganesha. Sifat ganesha dan karsa yang tajam. Motif trisula
digambarkan dalam produk-produk mendukung adanya sosok pemimpin
artefak yang ada di lingkungan keraton, yang tergolong dalam kategori raja/
memiliki konten lebih mengacu pada ponggawa yang juga memiliki sifat Resi.
dewa penolak bala, dewa keselamatan, Dalam pewayangan, biasanya,
sekaligus penghalau rintangan. Sosoknya hiasan mahkota seperti ini sering dipakai
ini sering dikaitkan dengan tokoh yang dan dinamakan dengan garuda mungkur.
bersifat wira, gagah berani, mampu Di sini terlihat adanya pengaruh budaya
mematahkan barisan sehingga layak Hindu yang cukup besar/kuat melalui
disebut sebagai pemimpin para gana atau perupaan mahkota wayang yang telah
raksasa. Dalam konsep kepemimpinan, digunakan sejak masa-masa sebelumnya.
motif liman ini cenderung menekankan Adanya atribut mahkota garuda mungkur
pada kategori sosok pemimpin raja/ ini menjadi simbol kebesaran, kekuasaan,
ponggawa. Hal ini juga berkaitan dengan dan keagungan. Selain garuda mungkur,
karakteristik Pangeran Cakrabuana yang pada bagian mahkota ini juga dapat
memang memiliki dasar sebagai seorang terlihat adanya motif sumping dan
panglima militer. zamang yang mengelilinginya. Sumping
Perupaan trisula yang terdapat merupakan hiasan pada daun telinga
pada artefak kereta kencana Paksi yang difungsikan sebagai penjepit
Naga Liman maupun Singabarong pada mahkota atau zamang. Zamang pada
dasarnya memiliki pengaruh besar dari Paksi Naga Liman ini sendiri memiliki
kepercayaan umat Hindu. Hal ini karena tingkatan yang menunjukkan status raja
trisula dianggap sebagai senjata utama sekaligus sosok satria yang berwajah
luruh. Dengan demikian, mahkota ini yang buruk. Hal ini berupa ancaman-
mengarah pada adanya sosok kategori ancaman tertentu yang dapat menggangu
pemimpin raja/ponggawa. kenyamanan maupun ketenangan hidup
Bentuk sayap dan badan pada rakyatnya. Dengan kata lain, seorang
P a k si N aga L iman tam paknya a da raja sudah selayaknya melindungi penuh
kecenderungan yang lebih menekankan rakyatnya sehingga rakyat pun merasa
pada penggambaran buraq bersayap, aman dan dapat mendedikasikan dirinya
b e n t u k binatang mitologi Pe r sia kepada raja (sifat raja/ponggawa).
(Islam). Bentuk buraq dan paksi yang Motif flora dalam ragam hias
menampilkan rupa seperti seekor kuda yang ada pada kereta kencana Paksi Naga
sembrani bersayap ini dianggap menjadi Liman ini salah satunya dapat dilihat
simbol adanya kekuatan, kesucian, pada bagian singgasana/ dudukan kereta
keabadian, dan perlindungan. Bila raja. Bentuk patra ini memiliki kesan
dikaitkan dengan konsep Tri-Tangtu, bentuk yang luwes, lemah gemulai, dan
menyiratkan adanya sosok pemimpin bergerak lamban.
yang loyal, mampu melindungi dan Di Keraton Cirebon, bunga teratai
mengayomi, serta mendengarkan secara me nja di la mba ng ke be sa r a n da la m
langsung keluhan masyarakatnya ketatanegaraan. Perwujudan ini sering
(Rama). dianggap sebagai bentuk kesempurnaan.
Motif kala yang menghiasi Pada dasarnya baik dalam agama
seni hias Paksi Naga Liman ini Hindu maupun Budha, bunga teratai
merupakan hasil campur tangan dari merupakan bunga yang dianggap suci
seni pada zaman kerajaan Hindu- dan memiliki konotasi religius. Seorang
Budha. Kala atau yang disebut dengan manusia dalam menjalani kehidupannya
Kirttimuka ini digambarkan sebagai ini hendaknya selalu berusaha untuk
muka seorang raksasa dengan bentuk mencapai kesempurnaan spiritual dan
mata yang melotot, mulut menyeringai, tidak terpengaruh kesenangan duniawi.
gigi bertaring, dan dengan lidah yang Dengan kata lain, motif ini berkaitan erat
menjulur keluar. Gambar itu dipandang dengan nilai-nilai seorang raja sebagai
memiliki kekuatan magis yang dapat Resi.
memberi kehidupan serta mampu Motif naga dalam tradisi seni hias
menolak hal-hal yang bersifat jahat. Jawa masih banyak yang menggunakan
Dikaitkan dengan konsep Tri- ‘figur’ naga (pengaruh Hindu Budha).
Tangtu, masyarakat berharap bahwa Namun, seiring dengan perkembangan
rajanya mampu menolak segala hal dan diterimanya kembali seni budaya
Tiongkok, hal ini juga berpengaruh pada versi naga liong (pengaruh Tiongkok).
adanya pergeseran penggambaran motif- Sosok naga tiongkok ini memiliki ciri
motif naga di daerah-daerah tertentu, yakni tidak bermahkota dan memiliki
salah satunya di wilayah Cirebon. moncongnya seperti buaya. Eksistensi
Ada peristiwa yang menjadi simbol ini sering menjadi perlambang
titik tolak kebudayaan Tiongkok mulai kekuasaan, keagungan, kekuatan,
masuk dan kemudian mengakibatkan kegagahan, dan keberuntungan.
p e r u b a h an yang cukup signif ika n Pe r la mba nga n ini ke mudia n
terhadap keberadaan benda-benda membawa pesan bahwa seorang penguasa
p r o d u k s i keraton. Pengaruh be sa r itu harus peduli terhadap rakyatnya dan
dari seni hias Hindu menjadi berbau pada orang yang ada di bawah. Berbeda
Tiongkok ialah didasari oleh spirit dengan Paksi Naga Liman, perupaan naga
zaman yang mulai mendapatkan angin singabarong tidak terlalu ‘menunjukkan’
segar semenjak kedatangan Putri Ong penguasa. Naga tersebut tidak banyak
Tien. Tien membawa berbagai macam menggunakan atribut-atribut kekuasaan.
keramik dan kain sutra yang dihiasi Selain itu, dari segi perupaan walaupun
beraneka ragam motif indah dan unik terlihat lebih menyeramkan, naga
khas negeri tersebut (hasil wawancara ini seolah diperuntukkan langsung
terhadap P.R.A Arief Natadiningrat, membaur dengan masyarakat. Hal ini
14 Agustus 2017). Semenjak itu, motif diperkuat dengan posisi tunduk tengadah
naga di Cirebon memiliki dua versi. singabarong yang cenderung seperti
Pertama, bentuk naga memakai mahkota ‘hewan peliharaan’ yang akan baik pada
akibat pengaruh seni hias Hindu. Kedua majikan dan orang-orang yang menjadi
binatang buas ini telah dipelihara dan rakyatnya. Dengan demikian, secara
dikendalikan oleh manusia, dalam hal keseluruhan bentuk garuda merupakan
ini sang raja. Keberadaan singa ini sering simbol keperkasaan dan perlindungan
diidentikkan dengan simbol keberanian, yang dilandasi kebijaksanaan. Dalam
kekuatan, kewibawaan, kekuasaan, dan konsep Tri-Tangtu, perlambangan garuda
kebangsawanan (simbol status) kategori pada sayap singabarong ini cenderung
pemimpin raja/ponggawa. mengarah pada harapan adanya sosok
Sebagai perwakilan simbol dunia pemimpin yang lebih banyak turun
atas, kehadiran ragam hias burung selalu ta nga n la ngsung untuk me nga ta si
disandingkan dengan perlambangan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
dunia bawah dan tengah. Hal ini terkait rakyat dan bawahannya secara bijaksana
d e n g a n pandangan monodualistis/ (Rama).
dualisme dwitunggal. Ornamen yang Penggunaan kalung pada singa-
dijadikan penghias sayap singabarong barong ini memiliki jumbai seperti bentuk
ini dari segi bentuk cenderung lebih kalung yang dipakai oleh figur-figur singa
mengarah pada representasi sayap tiongkok tetapi perbedaannya terletak
garuda yang mendapat pengaruh seni di bagian tengahnya. Berikut dibahas
hias Hindu-Budha. Garuda dipandang motif liontin yang bentuknya memiliki
sebagai sumber kehidupan yang utama. pendekatan dengan motif mandala.
Masyarakat mengharapkan adanya Mandala secara harfiah dalam
seorang sosok pemimpin yang selalu bahasa Sanskerta berarti lingkaran/
menerangi kehidupan rakyatnya. Dalam poros. Dalam pola pemikiran budaya
arti raja mampu mengerti betul apa Jawa yang berpangkal pada konsep
yang diharapkan bagi kesejahteraan berpikir sadulur papat limo pancer,
mandala ini sering dikaitkan dengan menekankan adanya sosok yang siap
adanya penggambaran simbol alam sedia untuk mengawasi serta mengayomi
semesta yang meliputi mikrokosmos dan masyarakatnya (pemimpin Rama).
makrokosmos. Konsep ini merupakan Motif phoenix yang dijadikan
penyelarasan antara jagad kecil dan salah satu ragam hias kereta kencana
jagad besar. Komposisi empat arah singabarong ini letaknya di sela-sela
mata angin dengan satu pusat menjadi motif mega mendung dan naga jawa pada
pusatnya sumber energi/penggambaran singgasana kereta. Ekornya yang panjang
alam semesta. Motif-motif mandala bergelombang inilah yang menjadikan
biasanya pemakaiannya oleh kalangan ciri khas dari burung ini. Motif phoenix
raja (mempunyai kedudukan tinggi mendapat pengaruh yang kuat dari
dalam kekuasaan), bisa juga dipakai adanya kontak budaya masyarakat
oleh sosok yang dianggap mempunyai Cirebon dengan negeri Tiongkok. Salah
linuwih (memiliki kelebihan penguasaan satu sumber gagasan yang mengilhami
yang lebih), dan yang memiliki kearifan perupaan motif burung phoenix pada
serta kebijaksanaan layaknya sifat singgasana kereta kencana ini tak lain
seorang dewa. Dengan kata lain, kalung didasari oleh motif-motif yang terdapat
yang digunakannya ini mencerminkan pada kain sutera/pakaian Ong Tien
harapan adanya sosok pemimpin Resi. maupun piring-piring porselen yang
Selain motif naga, pengaruh dibawanya.
Tiongkok yang menjadi motif utama Berdasarkan wawancara dengan
pada bagian kepalanya, dalam visualisasi Yan Siskarteja (8 Juni 2017) dalam
singabarong juga terdapat 6 ekor naga ras mitologi China, Phoenix merupakan
ular pengaruh Hindu. Dua berada pada simbol dari kekuasaan, kemakmuran
bagian depan kereta dan empat lainnya dan keindahan. Bentuk tubuhnya ini
menjadi tiang penopang singgasana melambangkan lima kualitas manusia.
kereta. Naga jawa dalam singabarong Digambarkan bahwa seorang pemimpin
ini nampaknya cenderung lebih setidaknya harus memiliki sifat dasar
Turunnya hujan ini dianggap sebagai meander dan diberi warna emas.
rahmat dari Allah Yang Maharahman Kehadiran motif teratai ini nampaknya
(maha pengasih kepada semua makhluk- mengalami pergeseran dari pengaruh
Nya) dan Maharahim (maha pengasih gaya seni Hindu menjadi cenderung
hanya kepada umat-Nya yang bertakwa). dipengaruhi oleh gaya seni Tiongkok.
Megamendung juga memiliki filosofi Masyarakat Cirebon memandang bahwa
bahwa setiap manusia harus mampu ketika Tuhan menciptakan ruh dan
meredam emosinya dalam situasi dan kehidupan semua makhluk-Nya, manusia
kondisi apa pun. Adanya filosofi tersebut diibaratkan bunga teratai yang jika tanpa
menyiratkan seorang pemimpin harus air tidak akan berdaya. Dalam menjalani
mampu mengontrol amarahnya agar tidak kehidupan, manusia diwajibkan untuk
gampang murka. Segala bentuk tindakan terus bertakwa kepada Tuhan dan saling
maupun tutur katanya selalu dijadikan mengasihi pada setiap umat-Nya.
sosok teladan bagi rakyatnya (Resi). Makna teratai bagi etnis Tionghoa
Secara konotatif, awan dan hujan juga Cirebon menurut Yan Siskarteja berkaitan
merupakan bentuk harapan masyarakat dengan prinsip hukum sebab dan akibat.
yang menginginkan adanya sosok Setiap tindakan maupun pikiran manusia
pemimpin yang loyal, adil, dan bijaksana akan ada efek atau dampaknya dalam
serta lebih sering menangani langsung kehidupan saat ini atau di masa yang akan
masalah-masalah yang dihadapi oleh datang. Dalam bahasa Mandarin teratai
rakyatnya (Rama). disebut dengan he lian yang bermakna
Motif teratai yang menjadi salah perdamaian dan keberlanjutan. Bunga ini
satu dari motif yang ada pada singabarong. sering dilihat sebagai bunga yang hidup
Bentuk teratai ini disusun menyerupai di lingkungan air yang kotor, tetapi bisa
dilihat hasil analisis motif hias pada Konsentrasi ragam hias terbanyak
kedua kereta tersebut. Motif-motif dalam Komponen utama (5)
Paksi Naga Liman yang diproduksi di era Komponen pendukung (6)
kepemimpinan Pangeran Cakrabuana, Komponen pelengkap (1)
kontennya lebih banyak mengacu pada
kategori sosok pemimpin raja/ponggawa. Pengaruh ragam hias
Sebaliknya, motif-motif yang ada pada Regional : 3/12x 100% = 25%
singabarong ini didominasi oleh motif Hindu-India : 8/12x 100%= 66,67%
yang memiliki nilai kandungan konsep Islam-Persia : 1/12x 100%= 8,3%
Resi dan Rama. Hal ini juga sesuai Tiongkok : 0/12x 100%= 0%
dengan gaya kepemimpinan Panembahan
Ratu I yang cenderung bertindak sebagai Hasil Analisis:
raja pandita. Pengaruh dominasi ragam hias: Seni hias
Hindu-India (66,67%) sangat mendominasi
Analisis Data Paksi Naga Liman Konsentrasi ragam hias pada bagian atribut-
a. Jumlah entitas ragam hias:12 (100%) atribut.
b. Perbandingan komposisi kategori kandungan
ragam hias: Analisis Data Singabarong
Geometris (2): 2/12x 100%= 16,67% a. Jumlah entitas ragam hias: 16 (100%)
Manusia/ raksasa (1): 1/12x 100%= 8,33% b. Perbandingan komposisi kategori
Fauna (4): 4/12x 100%= 33,33% kandungan ragam hias:
Flora (3): 3/12x 100%= 25% Geometris (3): 3/16x 100%= 18,75%
Kosmos (2): 2/12x 100%= 16,67% Manusia/raksasa (0): 0/16x 100%= 0%
Fauna (7): 7/16x 100%= 43,75%
Flora (2): 2/16x 100%= 12,5%
Kosmos (4): 4/16x 100%= 25% memiliki ciri simbolis yang selalu terkait
Konsentrasi ragam hias terbanyak dengan ajaran/kepercayaan agama yang
Komponen utama (6) digarap secara halus, susunannya pun
Komponen pendukung (8) sangat teratur, penempatan bagian yang
Komponen pelengkap (2) dirasa tidak perlu dipenuhi oleh banyak
ornamen sangat diperhatikan. Sosok
Pengaruh ragam hias figur-figur yang ditampilkan dalam
Regional: 2/16x 100% = 12,5% pengaruh Hindu Budha ini juga selalu
Hindu-India: 5/16x 100%= 31,25% terkait dengan nilai kemanusiaan serta
Islam-Persia: 0/16x 100%= 0% sarat dengan simbol-simbol keagungan
Tiongkok: 9/16x 100%= 56,25% raja. Hal ini yang kemudian mencirikan
adanya kategori sosok pemimpin raja/
Hasil Analisis: ponggawa sebagaimana juga layaknya
Pengaruh dominasi ragam hias: Seni hias sifat dasar kepemimpinan Pangeran
Tiongkok (56,25%) disusul dengan Hindu Cakrabuana yang cenderung bersikap
India. Konsentrasi ragam hias pada bagian sebagai sosok ponggawa. Seni hias Islam
singgasana. Dari hasil penganalisisan terlihat mulai diperkenalkan melalui
secara menyeluruh pembentukan motif- figur buraq. Sementara itu, pengaruh
motif hias yang melekat pada visualisasi Tiongkok belum ada akibat dari adanya
kereta singabarong dan Paksi Naga Liman spirit zaman pada saat itu yang memang
tersebut tak bisa lepas dari adanya spirit sangat didominasi oleh seni hias Hindu.
maupun tren yang melahirkan motivasi Berbeda dengan beberapa
pembentukan ragam hias dalam periode abad berikutnya tepatnya ketika kereta
tertentu. ke nc a na singa ba r ong dipr oduksi.
Dalam pemerintahan Pangeran Unsur-unsur motif kehinduan ini
Cakrabuana yang berada pada periode memang masih terasa akibat dari adanya
peralihan dari Hindu ke Islam, simbol kesinambungan tradisi seni hias. Namun,
dan atribut yang menjadi bagian pengaruh Tiongkok meningkat tajam
perupaan figur paksi naga liman tak bisa melalui penerapan warna serta bentuk
dilepaskan begitu saja dari pengaruh ornamen yang menjadi ciri khas seni
Hindu. Oleh karena itu, dapat dilihat hias Tiongkok. Pengaruh ini bahkan
ragam hias paksi naga liman didominasi lebih tinggi daripada keberadaan seni
oleh pengaruh seni hias Hindu. Pada hias Hindu. Hal ini seolah menyiratkan
umumnya, ornamen-ornamen dalam adanya tren yang berkembang dalam
masa pengaruh kuat Hindu Budha ini periode/waktu tertentu. Pada saat itu
mulai dari raja, rakyat umum, maupun pada dominasi seni hias Hindu. Ini
kalangan seniman keraton banyak yang berkaitan dengan adanya pelenturan
terinspirasi dari keberadaan motif-motif identitas bagi suatu komunitas tertentu
unik yang dihasilkan oleh kebudayaan dalam mengekspresikan objek-objek
Tiongkok yang dibawa oleh Ong Tien. yang diciptakannya.
Kebijakan-kebijakan Panembahan Ratu I Pada dasarnya masyarakat
sebagai sosok yang dikenal sebagai raja Cir e bon pa da z a ma n da hulu juga
Pandhita ini seolah hendak menyatukan telah memiliki rambu tersendiri yang
berbagai macam budaya dalam satu membatasi diri mereka terhadap apa
keselarasan yang tidak melulu mengacu yang bisa ditoleransi, apa yang pantas
Nina Sofiyawati| Kajian Gaya Hias..... 321
dan kurang pantas maupun tidak pantas adanya penerapan wayang sebagai media
untuk dilihat. Pada saat itu seni hias hiburan dan spiritualitas. Walaupun
Islam lebih memilih berada pada jalur tidak secara keseluruhan, karakter-
tengah dalam artian menoleransi apa karakter dasar yang dibuat diambil
yang diciptakannya, nilai-nilai keislaman dari beberapa unsur visual yang ada
ini cenderung disisipkan pada muatan pada wayang. Paksi naga liman memiliki
makna-makna simbolik yang dianggap jenis mata thelengan, mulut mrenges,
universal bagi pemahaman spiritualitas serta menggunakan atribut garuda
masyarakat Cirebon. Hal tersebut tak mungkur, sumping, zamang dan motif
lepas dari adanya aliran Islam tarekat kalung berbentuk bulan sabit. Secara
yang menjadi kepercayaan yang dianut garis besar visual ini merepresentasikan
oleh hampir seluruh masyarakat Cirebon. sosok tokoh raksasa bertubuh kecil
Aliran ini cenderung bersikap luwes dan yang menjadi seorang raja namun juga
menghargai tradisi budaya dan seni yang bersikap layaknya seorang ksatria. Hal
sudah ada sejak zaman pra-Islam. ini sesuai dengan candra sengkala dari
Satu lagi tren yang dibawa secara kode tahun pembuatan kereta yang
berkelanjutan dalam menampilan sosok/ tertera pada bagian kalung ini yang
figur tertentu dari adanya perupaan memiliki sengkalan “reksasa luhur
makhluk singabarong maupun Paksi wedaning jagad” yang artinya raksasa
Naga Liman. Tren tersebut tak lain ialah mulia penjaga alam semesta. Sementara
322 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 16, No 3, Desember 2017
itu, perupaan figur singabarong itu juga dibenarkan oleh Sultan Sepuh
memiliki bentuk mata plelengan, mulut XIV P.R.A Arief Natadiningrat. Dia
ngablak. Hal ini merepresentasikan mengatakan pada zaman tersebut
tokoh raksasa yang bertubuh tambun memang tak bisa dilepaskan dari adanya
sesuai dengan sengkalan singabarong media wayang sebagai bagian dari jiwa
yang merujuk pada “iku pandhita buta yang telah menyatu dengan masyarakat
rupane”. Sengkalan tersebut seolah yang kemudian sering diterapkan pada
menyiratkan bahwa wujud raksasa dalam berbagai aspek lain salah satuya sebagai
singabarong ini memiliki sifat-sifat sumber ide atau gagasan dalam membuat
layaknya seorang ulama/ pandhita yang artefak.
memiliki linuwih dan bijaksana layaknya
seorang dewa yang juga terkadang SIMPULAN
sewaktu-waktu dapat menunjukkan 1. Hibriditas yang ada di Cirebon
angkara murkanya. Hal ini sama dengan khususnya ya ng disimbolka n
penggambaran kepemimpinan dasar dalam bentuk visualisasi makhluk
dalam pemerintahan Panembahan Ratu singabarong dan paksi naga liman ini
I yang banyak bertindak sebagai raja tak lepas dari ajaran Islam Tarzekat
pandhita. Adanya penerapan unsur Syattariyah yang berkembang dan
wayang sebagai bagian dari tren ini menjadi acuan masyarakat Keraton
Nina Sofiyawati| Kajian Gaya Hias..... 323
Cirebon dan umum pada saat itu. singabarong pun tidak hanya
Pangeran Cakrabuana mempelajari memunculkan pola yang simetris,
agama Islam. Beliau berguru dan bentuk pola asimetrisnya pun
kemudian mengamalkan ajaran dapat dijumpai seperti halnya
tersebut kepada masyarakat pada bagian naga jawa yang
pendukungnya. Sepeninggalnya letaknya di depan ini terlihat tidak
pun, ketika tahta berikutnya telah simetris antara yang kanan dan kiri
berada di tangan Sunan Gunung melambangkan adanya wujud naga
Jati, ajaran ini tetap menjadi pilihan jantan dan betina. Unsur warnanya,
utama untuk dikembangkan di susuna n wa r na ya ng dike na l
wilayah Cirebon. Mengingat ajaran di kalangan masyarakat Cirebon
ini merupakan ajaran yang dirasa ini tersusun dalam istilah saderek
tepat untuk menghadapi situasi gangsal manunggal baju. Pada
penduduk yang masih beragam. penerapan warna kereta kencana
Berbeda dengan ajaran Islam Singabarong menggunakan 4 warna
‘mutlak’ yang banyak menghindari yakni warna hitam menggambarkan
perupaan makhluk-makhluk ber- sifat nafsu Lauwamah (mampu
nyawa, ajaran tarekat ini lebih mengatasi segala kesulitan dan
m e mentingkan keluw esannya sebagai penyeimbang) diterapkan
terhadap nilai kepercayaan yang pada bagian badan makhluk
sudah ada jauh sebelum Islam singabarong, warna merah sebagai
diperkenalkan, sehingga terkadang nafsu amarah simbol sifat angkara
ditemukan nilai-nilai yang sifatnya murka diterapkan sebagai warna
sinkretis. pengisi pada bagian mata, gusi,
2. Perbedaan yang menjadi lidah, kuku, dan bagian rangka
kekhasan di antara kedua perupaan bawah kereta, warna emas sebagai
singabarong dan paksi naga liman lambang nafsu Sufiyah (sifat baik
ini dapat dilihat dari penerapan budi serta kekuatan yang abadi)
unsur garis, motif, komposisi dan diterapkan pada bagian singgasana
warna. Dari segi unsur garis, pada kereta, sayap, rambut, gigi dan
singabarong guratan garisnya lebih penggunaan warna pada ragam hias
kuat dibandingkan pada Paksi floratif, yang terakhir warna hijau
Naga Liman. Dari segi perbedaan melambangkan sifat Mulhimah
bentuk motif yang menghiasinya (kemampuan untuk menghalangi
pun sangat berbeda. Paksi naga nafsu yang buruk) dilambangkan
liman lebih banyak menggunakan pada bagian motif batu cadas.
motif-motif khas Hindu seperti Sedangkan secara keseluruhan
adanya penggunaan motif kala, penerapan warna yang digunakan
garuda mungkur, naga jawa, pada kereta Paksi Naga Liman
dll. Singabarong mulai banyak justru hanya terdiri dari satu warna
memunculkan motif-motif yang utama yakni warna hitam yang
bersumber dari perlambangan mulai memudar sehingga terlihat
kosmos, seperti wadasan, seperti warna kulit manggis.
megamendung. Motif-motif fauna 3. Motivasi atau spirit zaman yang
yang digunakannya pun lebih mempengaruhi adanya perubahan
bervariasi seperti adanya motif gaya visual antara singabarong dan
phoenix maupun kupu-kupu. paksi naga liman di antaranya ialah
Komposisi yang diterapkan pada adanya perubahan kepemimpinan
324 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 16, No 3, Desember 2017
dan trend yang terjadi dalam kurun Van der Hoop. (1949). Ragam-ragam
perbedaan waktu sekitar kurang perhiasan indonesia: indonesian
lebih II abad. Munculnya tren baru ornamental design. Jakarta: Koninklijk
ini terlihat semenjak Sunan Gunung Bataviaassche Genootschap van
Jati menikahi Ong Tien dari China, Kunsten en Wetenscahppen
sehingga berbagai artefak yang Wilkinson, P. & Charing, D. (2016).
dihasilkan di keraton Cirebon pun Ensiklopedia agama. Yogjakarta:
mulai dipengaruhi oleh unsur seni PT. Kanisius
hias Tiongkok. Hal ini dapat terasa Yudoseputro, W. (2008). Jejak-jejak
perubahannya pada kereta kencana seni rupa indonesia lama. Jakarta:
singabarong yang menunjukkan Yayasan Seni Visual Indonesia IKJ
kekhasan motif-motif Tiongkok
yang terinspirasi dari berbagai
macam pernak-pernik, keramik, Website:
maupun kain sutera dari China. nationalgeographic.co.id. diakses pada
20 Agustus 2017
DAFTAR PUSTAKA www.exoticindianart.com. diakses pada
Atja. (1986). Carita purwaka caruban 31 Agustus 2017
nagari. Bandung: Proyek Pengembangan www.harekrsna.de. diakses pada 31
Permuseuman Jawa Barat Agustus 2017
Casta & Taruna. (2007). Batik cirebon:
sebuah pengantar apresiasi, motif,
dan makna simboliknya. Cirebon:
Badan Komunikasi Kebudayaan dan
Pariwisata Kebudayaan Cirebon.
Destiarmand, A. H. (2013). Otentisitas
gaya ragam hias masjid agung kota-
kabupaten: sebuah telaah pergeseran
nilai estetik. Disertasi. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.
Hendriyana, H. (2009). Metodologi
kajian artefak budaya fisik
(fenomena visual bidang seni).
Bandung: Sunan Ambu STSI Press.
Ilmi, L. (2012). Makna motif megamendung
dan wadasan pada keraton di
cirebon. UI: Skripsi
Irianto, B. R. (2009). Makna simbolik batik
keraton cirebon. Yogjakarta:
Deepublish
Kusrianto, A. (2013). Batik: filosofi, motif
dan kegunaan. Yogjakarta: ANDI
Munro, T. (1970). Form and style in the
arts: an introduction to aesthetic
morphology. Western Reserve
University
Sulendraningrat, P.S. (1984). Babad tanah
sunda babad cirebon. Cirebon