1
Program Pascasarjana Universitas Udayana
2
Fakultas Sastra Universitas Udayana
3
Universitas Hindu Indonesia Email :
titis_pitana@yahoo.com
ABSTRAK
PENGANTAR
Ketika jiwa orang Jawa tergerus jauh dalam siklus sejarah, kata
'budaya' tidak bisa berarti 'kepercayaan' seperti yang selama ini dipahami oleh kebanyakan ahli. Untuk simbolik
puncak pemikiran sejauh ini belum dicapai oleh pikiran rasional dalam tradisi ilmiah,
baik positivistik maupun interpretatif. Karena kata “kepercayaan” dalam kajian ketimuran
mistisisme telah dipahami lebih baik sebagai wacana spiritual daripada ide rasional yang
berlaku untuk praktik sosial-budaya. Dari dimensi inilah dekonstruksi
Makna simbolik arsitektur Keraton Surakarta diarahkan untuk melampaui
Machine Translated by Google
paradoks kebenaran rasionalisme-realisme dan kritik serta intuisionisme yang akan datang
untuk apa yang disebut 'epistemologi' dalam ilmu, khususnya dalam studi budaya.
karya asli budaya Jawa yang memiliki simbol-simbol yang mengandung pesan dan nasihat
untuk generasi selanjutnya. Namun, pesan dan nasihat di balik simbol tersebut tidak ada
makna jika tidak dipahami. Simbol yang ada di Keraton Surakarta adalah
ekspresi yang tidak bisa ditandatangani hanya dengan materialisasi fisik. Karena itu, para
Makna simbolik Keraton Surakarta harus selalu dicari sesuai dengan maknanya
ruang dan waktu penafsir. Dengan kata lain, interpretasi ke dalam simbol-simbol tersebut
Keraton Surakarta tidak akan pernah berhenti atau akan terus mengalami dekonstruksi. Oleh karena itu, untuk menafsirkan
pembentukan.
sebagai proses yang tidak pernah berhenti sehingga makna baru harus selalu “menjadi” dan
terfragmentasi oleh ruang dan waktu penafsir. Meskipun sejarah telah mencoba membuat a
periodisasi aktivitas manusia sejak ribuan tahun yang lalu, sebagai totalitas pandangan hidup,
Adalah mendasar bahwa dalam sejarah umat manusia tidak pernah ada pemisahan mutlak
antara pikiran, tindakan, ruang, dan waktu sebagai momen. Dengan demikian tidak mudah untuk mengetahuinya
pemisahan mutlak antara pikiran dan hasilnya dalam ruang kehidupan yang tidak terikat
up to time secara kontekstual, seperti halnya manusia yang tidak dapat dipisahkan dari budayanya dan
kehidupan sosial.
Kajian ini dimaksudkan untuk tidak memahami arsitektur Keraton Surakarta sebagai a
perwujudan fisik perencanaan dan desain arsitektur. Sebaliknya, dalam penelitian ini, the
dekonstruksi makna simbolik difokuskan pada tiga hal: (1) penyebab terjadinya
dekonstruksi, dan (3) implikasi dekonstruksi tersebut terhadap kehidupan sosial budaya
Secara umum, penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan konstruksi dan dekonstruksi
budaya Jawa yang berakar di Keraton Surakarta dengan kearifan lokal yang tercermin dalam
arsitektur Keraton Surakarta. Pada gilirannya penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan
2
Machine Translated by Google
rekonstruksi budaya dalam rangka memperkaya budaya bangsa sebagai bagian dari karya ilmiah
mengembangkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Secara khusus, penelitian ini memiliki tiga tujuan: (1) untuk mengetahui
Studi ini memiliki dua makna. Pertama, signifikansi teoritis, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu arsitektur dan budaya. Selain itu diharapkan dapat menambah dan melengkapi
studi sebelumnya tentang arsitektur Jawa dan arsitektur Nasional. Apalagi untuk
akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mengetahui bidang-bidang yang memungkinkan untuk selanjutnya
penelitian yang belum dapat tercakup dalam penelitian ini. Kedua, signifikansi praktis, ini
Studi ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat dan memperluas pandangan mereka tentang kearifan lokal
terkandung dalam budaya lokal mereka dalam menghadapi dampak budaya global. Selain ini
kajian dapat digunakan oleh pengambil keputusan publik dalam kaitannya dengan kehidupan sosial budaya.
DISKUSI
Penelitian ini merupakan penelitian Kajian Budaya yang menggunakan metode kualitatif, dan
penelitian dengan analisis kualitatif didefinisikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam
bentuk kata, idiom, dan/atau ungkapan, termasuk tindakan yang dapat diamati—oleh
latar dan subjek secara holistik sehingga merupakan variabel yang tidak dapat dipisahkan; menjadi humanistik;
ruang lingkup situasi yang terbatas; dan menjadi seni kriya yang mengutamakan penguasaan dan feeling
teori untuk menjawab tiga masalah studi yang dalam penerapannya didukung oleh tiga
teori lain yang digunakan secara eklektik, yaitu (1) teori kekuasaan dan pengetahuan Foucault,
(2) Semiotika komunikasi visual Eco, dan (3) teori resepsi Jauss.
3
Machine Translated by Google
arsitektur bukanlah peristiwa yang terjadi secara alami; sebaliknya, itu berasal dari
resistensi atau keberatan terhadap logosentrisme yang dibuat atas dasar metafisika keraton.
arsitektur adalah peristiwa yang disebabkan oleh kematian metafisik Keraton Surakarta. Itu
“kematian” di sini mungkin bisa terjadi karena dibuat mati oleh orang luar
resistensi dan/atau keberatan terhadap metafisika itu sendiri dipicu oleh tiga aspek: (1)
Perubahan status dan peran Keraton Surakarta dari menjadi boneka kekuasaan Perusahaan
pada masa penjajahan sampai dengan status swa-praja (otonomi) dan menjadi
moralitas keraton yang menjadikan keraton sebagai korban kapitalisme dan sarana pariwisata
komodifikasi sehingga keraton tidak lagi memiliki ruang untuk mengartikulasikan keberadaannya sendiri;
dan (3) coup d'etat untuk kekuasaan, dimana muncul dua raja setelah coup d'etat
komunikasi visual di mana, untuk Umberto Eco, dalam interpretasi simbol ada
terjadi proses semiosis dan kanon , yaitu proses penyatuan atau penggabungan suatu entitas
(representamen) dengan entitas lain yang disebut 'objek'. Proses ini menghasilkan tidak pernah
mengakhiri rantai relasi. Gerakan tanpa henti inilah yang kemudian diformulasikan oleh Eco dan
Proses ini kemudian digunakan untuk mengetahui dan memahami jejak-jejak dekonstruksi
“pola desain dan bangunan” yang terjadi melalui tiga proses, yaitu (1) dari
ajaran hidup terhadap warisan budaya; (2) dari sakral ke profan; dan (3) dari
4
Machine Translated by Google
arsitektur” yang terjadi melalui empat proses, yaitu (1) bentuk bangunan: dari
tentang pemeliharaan kesakralan sampai batas geografis; dan (4) aksesoris: dari
makna “Raja dan Keraton Surakarta” yang terjadi melalui tiga proses,
yaitu (1) Raja Jawa: dari simbol dewa-raja menjadi pembawa tugas orang Jawa
budaya; (2) Keraton Surakarta: dari simbol pusat kosmik hingga pariwisata
daya tarik; dan (3) lambang Keraton Surakarta: dari lambang kesatuan kosmik
dengan aksesori yang dikomodifikasi.
masyarakat. Pertama, terhadap struktur sosial keraton dan masyarakat Surakarta yang dapat
diidentifikasi dari dua fakta sosial, yaitu (1) Keraton Surakarta saat ini menjadi bagian dari
administrasi lokal (kelurahan) ; dan (2) komunitas Keraton Surakarta kini menjadi bagian
dari dua fakta sosial, yaitu: (1) Keraton Surakarta telah menjadi milik masyarakat
kedekatan budaya; dan (2) Keraton Surakarta telah menjadi lembaga yang melegitimasi
bangsawan modern. Ketiga, terhadap sistem kekerabatan dan proses pembentukan nilai yang
dapat diidentifikasi melalui dua fakta sosial, yaitu (1) masyarakat Keraton Surakarta
telah menjadi bangsawan ”ajur-ajer” (terbenam dengan rakyat biasa); dan (2) Keraton
Perjuangan Surakarta untuk menjadi model kebudayaan Jawa. Keempat, menuju ruang
pembentukan kesadaran baru yang didirikan oleh Keraton Surakarta dalam menanggapi
5
Machine Translated by Google
TEMUAN
Pertama, ada tiga pihak yang berperan sebagai subjek yang melakukan the
(1) Otoritas, yang secara historis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otoritas kolonial
zaman Indonesia. Dalam hal ini baik otoritas kolonial maupun otoritas pemerintah
berfungsi sebagai pemegang kunci logosentrisme kapitalistik yang telah membunuh metafisika
Bahkan, keterbatasan dimensi material yang bersumber dari masalah ekonomi memiliki a
ruang-ruang yang pada akhirnya berujung pada penolakan metafisik keraton itu sendiri.
(3) Orang di luar Keraton Surakarta yang memiliki respon tubuh spontan terhadap
dijadikan sebagai wadah kegiatan (representasi peristiwa) yang dianggap layak untuk dilakukan
improvisasi.
Surakarta sebagai pihak yang dituding sebagai penganut feodalisme yang ditentang
bertentangan dengan prinsip demokrasi yang dianut dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
6
Machine Translated by Google
V. KESIMPULAN
arsitektur adalah sebuah peristiwa yang disebabkan oleh kematian metafisik Keraton Surakarta sebagai sebuah
Keraton Surakarta memiliki empat implikasi terhadap kehidupan sosial budaya keraton dan
masyarakat Surakarta: (1) terhadap struktur sosial keraton dan masyarakat Surakarta; (2)
terhadap pranata sosial keraton dan masyarakat Surakarta; (3) terhadap hubungan kekerabatan
sistem dan proses pembentukan nilai; dan (4) menuju pembentukan ruang baru
kesadaran yang dibangun oleh Keraton Surakarta dalam menanggapi berbagai perubahan akibat
modernisme global.
REFERENSI
Broadbent, G., Bunt, R., dan Jencks, C. 1980. Tanda, Simbol, dan Arsitektur. New York: John
Wiley & Sons Ltd.
Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis
ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Faisal, Sanapiah 2005. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Larson, Goerge D. 1990. Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta,
1912 – 1942 (terjemahan oleh: Lapian, AB). Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Marsudi 2001. “Nilai Arsitektur Pada Simbolisme Keraton Kasunanan Surakarta” (tesis).
Semarang: Progam Pascasarjana Universitas Diponegoro.
7
Machine Translated by Google
Santosa, Imam 2006. "Kajian Estetika dan Unsur Pembentuknya pada Keraton Surakarta" (disertasi).
Bandung: Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.
Setiadi, B., dkk. 2000. Raja di Alam Republik: Karaton Surakarta dan Paku Buwono XII.
Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Supariadi 1998. “Masa Pemerintahan Surakarta Sunan Paku Buwana IV 1788-1820: Priyayi dan Kiai
Pada Masa Transisi Kolonial” (tesis). Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gajah
Mada.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, selaku Promotor; (2) Prof.
Dr. I Made Suastika, SU, sebagai Kopromotor I; dan (3) Prof. Dr. IB Gde Yudha Triguna, MS, selaku
Ko-promotor II atas kesabaran dan motivasinya mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian
disertasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana beserta jajarannya, dan Ketua Program Doktor Kajian
Budaya Universitas Udayana beserta jajarannya.