LATAR BELAKANG
Korelasi antara sebuah rancangan dengan fenomena sejarah seringkali hanya sebatas
rujukan bentuk. Sedangkan lebih dari itu, sebuah arsitektur nantinya juga merupakan pelaku
sejarah, saksi hidup sekaligus tokoh utama dinamika budaya dalam wilayah tersebut.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia tentu
memiliki kekayaan budaya dan adat istiadat yang beragam. Maka akulturasi budaya dan
agama dalam sebuah masyarakat menjadi sebuah keniscayaan. Keraton Surakarta merupakan
salah satu pusat kebudayaan nasional, khususnya kebudayaan Jawa. Keraton sebagai tempat
tinggal raja dan keluarganya memiliki konsep dan makna filosofi dari setiap elemen
pembentuknya. Sebagai salah satu kerajaan di Indonesia yang membawa perkembangan
agama Islam, tentu terdapat filosofi agama Islam yang tertanam dalam makna arsitektur
keraton Surakarta.
Pemilihan objek Keraton Surakarta Hadiningrat ini dengan landasan faktor sejarah
yang begitu kuat dimiliki sebagai bukti perkembangan agama Islam di Pulau Jawa. Keraton
ini merupakan bagian penting dari sejarah kerajaan Mataram Islam. Di samping sebagai
fungsinya sebagai tempat tinggal Raja dan segenap keluarga dan abdinya, namun juga sebagai
pusat pemerintahan dan politik kerajaan hingga saat ini. Hal inilah tentu memberikan
sumbangsih pengaruh cukup kuat sebagai faktor pertimbangan desain dan pola tata letak yang
menghadirkan akulturasi budaya, antara nilai islam dan falsafah Jawa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam bagaimanakah makna
arsitektur Keraton Surakarta Hadiningrat. Hal ini menunjukkan pentingnya mengamati
perjalanan sejarah di balik berdirinya sebuah arsitektur keraton. Harapannya setelah
mengetahui makna arsitektur Keraton Surakarta Hadiningrat, maka dapat lebih dipahami
seberapa kuat keterkaitan antara akulturasi Islam dan budaya Jawa, khususnya di kota
Surakarta.
PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang
Keraton Surakarta Hadiningrat. Fokus utama penelitian ini adalah bentuk akulturasi Islam
dalam arsitektur Keraton Surakarta Hadiningrat, khususnya pada makna tata letaknya.
Adapun rumusan masalah yang ingin dijawab adalah sebagai berikut:
Apa saja faktor yang mempengaruhi akulturasi Islam pada tata letak keraton Surakarta
Hadiningrat?
TINJAUAN PUSTAKA
Keraton Surakarta yang merupakan turunan dari Kerajaan Mataram memiliki sejarah
yang panjang pada bentuk maupun gaya arsitektur bangunan. Konsep dan filosofi dari setiap
1
Ihdina Sabili, 08111850020001
elemen keraton memiliki pengaruh dari setiap fase yang dilewati. Hal ini berakibat pada
bentuk dan corak bangunan Keraton Surakarta. Pada gaya bangunan maupun corak yang
digunakan keraton terdapat pengaruh dari gaya arsitektur barat yang dibawa oleh Belanda
seperti bentuk pilar, arsitektur Cina yang dibawa oleh para pedagang Cina maupun bergaya
Arab yang masuk karena keberadaan bangsa Arab di Solo. Namun, gaya arsitektur tradisional
Jawa merupakan hal yang menjadi dasar bentuk dan filosofi bangunan di Keraton Surakarta.
Bangunan tempat tinggal dengan konsep bangunan rumah adat Jawa/ tradisional Jawa
hanya dimiliki oleh beberapa kalangan saja. Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya
proses globalisasi, maka banyak masyarakat yang tidak menggunakan konsep bangunan
seperti ini lagi. Hal ini dikarenakan faktor ekonomi dan juga lahan yang tersedia sudah sangat
terbatas, karena bangunan dengan konsep rumah adat memerlukan lahan yang cukup luas.
Terjadinya akulturasi bisa secara paksaan ataupun sukarela. Secara paksaan bisa dilihat
contoh pada negara-negara yang menjadi jajahan kolonialisme bangsa Eropa terhadap bangsa
Timur. Bangsa Eropa memaksakan hal-hal baru pada wilayah jajahannya untuk memeluk
agama mereka (Kristenisasi), menggunakan bahasa dan hukum peradilannya, memaksakan
berpakaian dengan cara modern, mencontoh gaya hidup hedonis, padahal jajahannya adalah
bangsa yang terbelakang. Bila ditinjau dari sejarah kebudayaan Indonesia, dapat dikatakan
akulturasi kebudayaan Hindu dan Islam lebih bersifat sukarela, tanpa paksaan.
Model akulturasi dapat termasuk dalam kategori akulturasi imperialisme (imperialism
acculturation) ataupun model akultusai yang berjalan saling mempengaruhi antara satu
budaya dengan budaya yang lain (accommodated acculturation). Bila dilihat dari dua model
akulturasi tersebut, maka akulturasi Islam dan Jawa yang terjadi di Keraton Surakarta
Hadiningrat adalah kategori accommodated acculturation. Yaitu akulturasi yang terjadi secara
sukarela bukan dipaksakan, saling menyesuaikan, saling mempengaruhi dan mengalami
proses, seleksi dan integrasi antara unsur Islam dan tradisi lokal sehingga bisa dikatakan
minim konflik. Hal tersebut bisa terjadi karena persentuhan antara keduanya berjalan mulus
dan bisa diterima oleh dua kebudayaan yang saling berbeda. Kontak antara dua kebudayaan
sebenarnya dapat menimbulkan reaksi yang berbeda, tetapi sikap toleransi terhadap
kebudayaan asing sangat membantu suksesnya proses akulturasi. Sehingga yang terjadi
kemudian adalah adaptasi akulturasi budaya.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
studi literatur. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma Post
Positivism jika merujuk pada buku Architectural Research Method karya Groat and Wang.
Artinya, penelitian ini mengasumsikan bahwa kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam
suatu konteks sosio-kultural yang saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu setiap
fenomena sosial diungkapkan secara holistik. Selain itu juga mempertimbangkan pendapat
dan asumsi tokoh masyarakat setempat, yang tiada lain merupakan saksi bahkan pelaku
sejarah objek berikut kawasannya.
Dalam penelitian ini, metode yang dipakai menggunakan Historical dan Qualitative
Research. Hal ini dikarenakan dalam proses penelitian ini menitikberatkan objek di masa
lampau. Selain itu penelitian ini bermaksud menguji dan menganalisis secara kritis terhadap
rekaman dan peninggalan sebuah peristiwa yang di masa lalu.
2
Ihdina Sabili, 08111850020001
ANALISA DATA
Dari sekian konsep tata letak Ruang Keraton Surakarta Hadiningrat, telah tereduksi
terdapat beberapa konsep yang cukup penting sebagai patokan utama filosofi budaya keraton.
Sebagai kerajaan Islam, keraton Surakarta Hadiningrat tentunya mengandung nilai-nilai Islam
yang terlihat pada konsep-konsep arsitektur ataupun elemen-elemennya.
No Keterangan konsep Makna
1 Konsep Philosophie
2 Konsep Kosmologi
3 Konsep Dualisme
3
Ihdina Sabili, 08111850020001
5 Konsep Hirarki
4
Ihdina Sabili, 08111850020001
b. Konsep Dualisme
Konsep Dualisme memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu memiliki hubungan
dan saling melengkapi sehingga didirikan secara berpasangan. Konsep ini terlihat pada
bangunan keraton yang sebagian besar berpasangan, seperti pada alun-alun Lor-Kidul,
5
Ihdina Sabili, 08111850020001
Terdapat sebuah sumbu imajiner yang sejajar dengan garis lor-kidul. Sketsa
sumbu imajiner pada Kota Surakarta disajikan pada gambar 4. Terdapat Tugu yang
sekarang ini berada di depan Balaikota Kota Surakarta dan memiliki garis sejajar
6
Ihdina Sabili, 08111850020001
dengan keraton. Saat raja duduk di Bangsal Sewayana maka pandangannya akan tertuju
pada puncak tugu. Tugu ini merupakan simbol dari Tuhan Yang Maha Esa, yang
merupakan Maha Pencipta alam beserta segala isinya.
Oleh karenanya segala pusat perhatian dan orientasi manusia dalam bertingkah
laku dalam kegiatan sehari-hari diarahkan senantiasa untuk mengingatnya. Orientasi
merupakan suatu hal penting pada masyarakat Jawa, hal ini diduga menjadi dasar dalam
menentukan arah apabila akan membuat maupun melakukan sesuatu. Masyarakat
percaya dengan mempertimbangkan adanya orientasi maka setiap hal yang akan
dilakukan berjalan dengan baik.
7
Ihdina Sabili, 08111850020001
8
Ihdina Sabili, 08111850020001
9
Ihdina Sabili, 08111850020001
bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa
atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada
keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu
sembunyikan”.
KESIMPULAN
Keraton Surakarta terbentuk dengan konsep tata ruang hasil pemikirian dan
kepercayaan masyarakat Jawa masa itu, sehingga terbentuk suatu hirarki pada susunan
bangunan-bangunan di Keraton Surakarta. Konsep kiblat papat kalima pancer membuat
Keraton Surakarta sebagai pusat/pancer dari segala aktifitas masyarakat. Orientasi merupakan
hal penting bagi masyarakat Jawa dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Konsep kiblat papat
kalima pancer menciptakan sebuah sumbu imajiner pada Kota Surakarta. Konsep tata ruang
dengan nilai simbolisme dan filosofi yang kuat membuat setiap fase pada bangunan di
Keraton Surakarta memiliki makna bahwa setiap fase yang dilewati dipercaya dapat menuju
kesempurnaan.
Semua konsep tersebut merupakan gambaran dari prinsip-prinsip dalam agama Islam.
Meski tidak secara eksplisit menyebutkan dasar agama Islam dengan pedoman pada Al-
Qur’an maupun Hadist Rasul, nilai-nilai yang ditanamkan merupakan intisari dari dua dasar
utama berpedoman agama Islam itu. Hal ini menjadi sebuah keniscayaan jika dilihat kembali
pada sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat yang lahir sebagai penerus kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia. Kehadirannya tidak hanya sebagai pembawa agama Islam kepada rakyat,
namun juga sebagai peninggalan sejarah yang makna dan simbolnya diberikan untuk
dipahami dan direnungkan masyarakat saat ini hingga esok.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soedjipto. (2015). Kitab Terlengkap Sejarah Mataram. Yogyakarta: Penerbit
Saufa.
Febyandari, Danur. (2012). Studi Pengaruh Konsep Lanskap Keraton Surakarta Terhadap
Lansap Kota Surakarta. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Groat, Linda & Wang, David. (2013). Architectural Research Methods (second edition). New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc, Hoboken.
Hadi, Sutrisno. (1990). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Jencks, C.. (1980). The Architectural Sign, dalam Sign, Symbols and Architecture, in Sign,
Symbols and Architecture, ed. Geoffrey Broadbent, Ricahrd Bunt, Charles Jencks, Jenks
John Wiley & Sons, New York.
Kartono, J. Lukito. (2005). Konsep Ruang Tradisional Jawa dalam Konteks Budaya. Jurnal
Ilmiah. Fakultas Seni dan Desain, Jurusan Desain Interior. Universitas Kristen Petra.
Surabaya.
Mangunwijaya, Y. B. (1989). Wastu citra: pengantar ke ilmu budaya bentuk arsitektur, sendi-
sendi filsafatnya, beserta contoh-contoh praktis. PT Gramedia Pustaka Utama.
Milles, M.B. and Huberman. (1984). Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication.
11
Ihdina Sabili, 08111850020001
12