Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

NORMATIFIKASI DAN HISTORITAS DALAM STUDI ISLAM

Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu: Jiyanto, S.Pd.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh:

1. Eka Putri Kristinartika


2. Ghozy Rofiatunnisa
3. Isna Hafidlah Marwi
4. Itsna Rachmawati Dewi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, FAKULTAS TARBIYAH

MA’HAD ‘ALY BAHASA ARAB DAN PENDIDIKAN ISLAM

SURAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan


rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Normatifikasi dan Historitasi dalam Studi Islam" dengan tepat waktu. Pembuatan makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam juga untuk menambah
wawasan tentang keterkaitan nomatifikasi dan historitas dalam studi keislaman bagi para
pembaca dan juga bagi kami penulis. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan
terima kasih banyak kepada Bapak Jiyanto, S.PdI., M.PdI. selaku dosen pengampu mata kuliah
Metodologi Studi Islam, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan.
Sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian demi perbaikan di masa
mendatang. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami dengan baik serta dapat
bermanfaat dalam rangka menambah wawasan bagi para pembacanya.

Surakarta, 16 September 2021

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

A. Pengertian Normativitas dan Historisitas.............................................................................3

B. Ruang lingkup sejarah Islam................................................................................................3

C. Pengelompokkan Islam Normatif dan Islam Historis...........................................................4

D. Keterkaitan normativitas dan historisitas dalam studi keIslaman.........................................6

PENUTUP.......................................................................................................................................8

A. Kesimpulan...........................................................................................................................8

B. Saran.....................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman terhadap keislaman selama ini dipahami sebagai dogma yang baku dan
menjadi suatu norma yang tidak dapat dikritik, dan dijadikan sebagai pedoman mutlak yang tidak
saja mengatur tingkah laku manusia, melainkan sebagai pedoman untuk menilai dogmatika yang
dimiliki orang lain, meskipun demikian dogmatika tersebut tidak dapat dilepaskan dari segi
sejarah pembentukan dogma itu sendiri. Kecenderungan salah penafsiran terhadap norma
mengakibatkan truth claim, dimana klaim mengasumsikan bahwa tidak ada kebenaran dan
keselamatan manusia kecuali dalam agamanya. Dogmatika yang dipahami secara fanatik tersebut
disosialisasikan sejak dini dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Sehingga norma dan
tingkah laku umat beragama terkotak, di satu sisi ia menekankan ketertundukan dengan
mematikan potensi berpikir, tetapi di sisi yang lain terjadi pemberhalaan sedemikian rupa yang
menyebabkan doktrin tersebut menjadi pembatas kesatuan antar manusia. Sehingga agama yang
sebenarnya pada esensinya sebagai bentuk ekspresi religiousitas, dimana makna cinta
kemanusiaan menjadi inti dari agama, berubah menjadi sumber konflik atas nama Tuhan.

Di sinilah, maka pemikiran Amin Abdullah menjadi relevan, karena berusaha


merumuskan kembali penafsiran ulang agar sesuai dengan tujuan dari jiwa agama itu sendiri, dan
di sisi yang lain mampu menjawab tuntutan zaman, dimana yang dibutuhkan adalah
kemerdekaan berpikir, kreativitas dan inovasi yang terus menerus dan menghindarkan
keterkungkungan berpikir. Keterkungkungan berpikir itu salah satu sebabnya adalah paradigma
deduktif, dimana meyakini kebenaran tunggal, tidak berubah, dan dijadikan pedoman mutlak
manusia dalam menjalankan kehidupan dan untuk menilai realitas yang ada dengan "hukum
baku" tersebut. Dalam melakukan penelitian terhadap Amin Abdullah tersebut, digunakan model
penelitian pustaka. Dimana peneliti mencoba meneliti pemikiran Amin Abdullah dari bahan dari
perpustakaan atau informasi yang kami kumpulkan didasarkan atas studi kepustakaan yang
meliputi buku dan literatur pemikiran Islam yang ditulis oleh Amin Abdullah. Dalam metode
tersebut, peneliti menggunakan deskripsi dan analisa terhadap pemikiran Amin Abdullah.

1
Dalam penelitian tersebut, peneliti menemukan bentuk pemikiran Amin Abdullah tentang
pendekatan historisitas dan normativitas. Sisi historisitas merupakan bentuk sejarah bagaimana
dogmatika itu muncul, sedangkan normativitas adalah aturan baku itu sendiri, yang mana tidak
dapat dilepaskan dari pemikiran tentangnya. Dimana penafsiran tentang dogmatika tersebut,
tidak hanya ditentukan oleh teks tunggal, melainkan juga kepentingan, kondisi, maupun
prejudice yang mendasari penafsiran juga muncul dalam pemikiran keIslaman, yang kini telah
dibakukan dan dijadikan pedoman mutlak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Normativitas?


2. Apa yang dimaksud dengan Historisitas?
3. Bagaimana pengelompokkan Islam Normatif dan Islam Historis
4. Apa keterkaitan antara Normativitas dan Historisitas dalam studi keislaman?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Normativitas.


2. Untuk mengetahui pengertian Historisitas.
3. Untuk mengetahui pengelompokkan Islam Normatif dan Islam Historis.
4. Untuk mengetahui keterkaitan antara Normativitas dan Historisitas dalam studi
keislaman.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Normativitas dan Historisitas

Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan,
ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Pada aspek normativitas, studi Islam agaknya masih banyak terbebeni oleh misi
keagamaan yang bersifat memihak sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis,
historis, empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah keagamaan produk sejarah
terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan peneliti tertentu yang masih
sangat terbatas.

Sedanngkan untuk Historisitas, dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S.


Poerwadaminta mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi. Definisi tersebut terlihat
menekankan kepada materi peristiwanya tanpa mengaitka dengan aspek lainnya. Sedangkan
dalam pengartian yang lebih komprehensif suatu peristiwa sejarah perlu juga di lihat siapa
yang melakukan peristiwa tersebut, dimana, kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi

Dari pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang sluruhnya
berkaitan dengan ajaran Islam diantara cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah
proses pertumbuhan, perkembangan dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan
pengembangan dan penyebaran agama Islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran
yang di capai umat Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan
umum, kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi dan
lain sebagainya.

B. Ruang lingkup sejarah Islam

Dari segi periodesasinya dibagi menjadi peride klasik, periode pertengahan dan


periode modern. Periode klasik (650-1250 M) dibagi lagi menjadi masa kemajuan Islam I
(650-100 M) dan masa disintegrasi (1000-1250 M).

3
Selanjutnya periode pertengahan yang berlangsung dari tahun 1250-1800 M dibagi
menjadi dua masa, masa kemunduran I dan masa III kerajaan besar. masa kemunduran I sejak
1250-1500 M.Mas III kerajaan besar berlangsung Sejak 1500-1800 M.

Sains Islam dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad Islam kedua, yang
keadaannya sudah tentu merupakan salahsatu pencapaian besar dalam peradaban Islam.
Selama kurang lebih tujuh ratus tahun, sejak abad kedua hingga kesembilan masehi,
paradaban Islam merupakan peradaban yang paling produktif di bandingkan dengan
baradaban manapun di wilayah sains dan sains Islam berada pada garda depan dalam
berbagai kegiatan, mulai dari kedokteran, astronomi, matematika, fisika dan sebagainya yang
di bangun atas arahan nilai-nilai Islami.

C. Pengelompokkan Islam Normatif dan Islam Historis

Ketika melakukan studi atau penelitian Islam, perlu lebih dahulu ada kejelasan islam
mana yang diteliti; Islam pada level mana. Maka penyebutan Islam normati dan islam
Historis adalah salahsatu dari penyebutan level tersebut. Istilah yang hamper sama dengan
islam Normatif dan Islam Historis adalah Islam sebagai wahyu dan Islam sebagai produk
sejarah. Sebagai wahyu, Islam didefinisikan sebagaimana ditulis sebelumnya di atas, yakni:

Artinya:

Wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi


Wassalam. Untuk kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat.

Sedangkan Islam Historis atau Islam sebagai produk sejarah adalah Islam yang
dipahami dan islam yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh penjuru dunia, mulai dari
masa nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai sekarang. Pengelompokkan
Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi
tiga wilayah (domain).

Pertama, wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan
sunnah nabi Muhammad yang otentik. Kedua, pemikiran Islam merupakan ragam
menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wassalam). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks asli Islam,seperti tafsir dan
fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah itu tidak semua terinci, bahkan sebagian masih bersifat global yang

4
membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Di samping permasalahan kehidupan selalu
berkembang terus, sedangkan secara tegas permasalahan yang timbul itu belum/tidak
disinggung. Karena itulah diperbolehkan berijtihad, meski masih harus tetap bersandar
kepada kedua sumber utamanya dan sejauh dapat memenuhi persyaratan. Dalam kelompok
ini dapat di temukan empat pokok cabang : (1) hukum/fikih,(2) teologi,(3) filsafat, (4)
tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum muncul dalam bentuk : (1) fikih, (2) fatwa, (3)
yurisprudensi (kumpulan putusan hakim), (4) kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam
bentuk undang-undang dan komplikasi.

Ketiga,  praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai
macam dan bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya : praktek sholat
muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada. Contohnya lainnya praktek duduk
miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia, sementara muslim di tempat/ negara lain
tidak melakukannya. Sementara Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan pula, tetapi dengan
formulasi yang berbeda sebagai berikut :

Tingkatan pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal dan institusi-


institusi. Tingkatan kedua adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai
dasar tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan. Tingkatan ketiga manifestasi atau pratek
berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang berbeda antara satu negara dengan negara
lain, bahkan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena perbedaan
penafsiran dan perbedaan konteks dan budaya.

Pada level teks, sebagaimana telah ditulis sebelumnya, Islam didefinisikan sebagai
wahyu. Pada dataran ini, Islam identik dengan nash wahyu atau teks yang ada dalam al-
Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan waktu kurang
lebih 23 tahun. Pada teks ini Islam adalah nash yang menurut hemat penulis, sesuai dengan
pendapat sejumlah ilmuwan(ulama) dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

1. Nash prinsip atau normatif-universal, dan

2. Nash praktis-temporal

Nash kelompok pertama, nash prinsip atau normatif-universal, merupakan prinsip-


prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam bentuk nash praktis di masa
pewahyuan ketika nabi masih hidup. Adapun nash praktis-temporal, sebagian ilmuwan
menyebutnya nash konstektual, adalah nash yang turun (diwahyukan) untuk menjawab secara

5
langsung (respon) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat muslim Arab
ketika pewahyuan. Pada kelompok ini pula Islam dapat menjadi fenomena sosial atau Islam
aplikatif atau Islam praktis.

Dengan penjelasan di atas tadi dapat ditegaskan, syari’ah sebagai the original


text mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak berubah-ubah. Sementara fiqh sebagai
hasil pemahaman terhadap the original text mempunyai sifat nisbi/relatif/zanni, dapat
berubah sesuai dengan perubahan konteks; konteks zaman; konteks sosial; konteks tempat
dan konteks lain-lain. Sementara dengan menggunakan teori Islam pada level teori dan Islam
pada level praktek dapat dijelaskan demikian. Untuk menjelaskan posisi syari’at pada level
praktek perlu dianalogkan dengan posisi nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi
Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wassalam. Dapat disebutkan bahwa pada prinsipnya nash
tersebut merupakan respon terhadap masalah yang dihadapi masyarakat arab di masa
pewahyuan. Kira-kira demikianlah posisi Islam yang kita formatkan sekarang untuk
merespon persoalan yang kita hadapi kini dan di sini. Perbedaan antara nash dan format yang
kita rumuskan adalah, bahwa nash diwahyukan pada nabi Muhammad, sementara format
yang kita rumuskan sekarang adalah format yang dilandaskan pada nash tersebut. Hal ini
harus kita lakukan, sebab persoalan selalu berkembang dan berjalan maju, sementara wahyu
sudah berhenti dengan meninggalnya nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wassalam.

D. Keterkaitan normativitas dan historisitas dalam studi keIslaman.

Dari perspektif filsafat ilmu, setiap ilmu, baik itu ilmu alam, humaniora, sosial, agama
atau ilmu-ilmu keIslaman, harus diformulasikan dan dibangun di atas teori-teori yang
berdasarkan pada kerangka metodologi yang jelas. Teori-teori yang sudah ada terlebih dahulu
tidak dapat dijadikan garansi kebenaran. Anomali-anomali dan pemikiran-pemikiran yang
tidak, kenyataannya ilmu pengetahuan tidak tumbuh dalam kevakuman, akan tetapi selalu
dipengaruhi dan tidak dapat terlepas dari pengaruh cita rasa sejarah social dan politik.
Pemikiran ini muncul dari adanya kesadaran bahwa teori-teori ilmu pengetahuan hanyalah
merupakan produk, hasil karya manusia.

Dalam pengertian ini, penerapan filsafat ilmu pada diskusi akademik ilmu-ilmu
keIslaman harus dilakukan, karna filsafat ilmu saling berkaitan dengan sosiologi ilmu
pengetahuan. Dua cabang ilmu pengetahuan ini jarang didiskusikan dan tidak pernah
dimasukan dalam tradisi ilmu keIslaman yang ada. Padahal keduanya merupakan prasyarat
dan wacana awal yang harus dimengerti bagi para ilmuan muslim yang ingin terhindar dari
6
tuduhan pembela tipe studi Islam yang hanya bersifat pengulang-ngulangan, statis,
disakralkan dan dogmatik.

Ketika pada akhirnya menghadapi masalah-masalah historisitas pengetahuan, patut


disayangkan bila sarjana-sarjana muslim dan non-muslim yang hendak mengembangkan
wacana mereka dalam ilmu-ilmu keIslaman secara psikologi merasa terintimidasi dengan
problem reduksionisme dan non reduksionisme. Dalam hal-hal tertentu, ada beban psikologis
dan institusional yang terlibat dalam memperbesar dan memperluas domain, scope dan
metodologi ilmu-ilmu keIslaman karena persoalan itu. Sejak awal mula Fazlur Rahman
sendiri telah menempatkan Islam normatif dalam kerangka kerjanya atau sebagai hard core
dalam kerangka kerja Lakatos, yang harus dilindungi dengan sifat-sifatnya yang mendorong
pada penemuan-penemuan dan penyelidikan-penyelidikan baru (positive heuristic). Hard
core atau Islam normatif sama dengan apa yang telah ditetapkan sebagai objek studi agama
yang tepat dengan menggunakan pendekatan fenomenologis.

Bangunan baru ilmu-ilmu keIslaman, setelah diperkenalkan dan dihubungkan dengan


wacana filsafat ilmu dan sosiologi ilmu penegetahuan, lebih lanjut harus mempertimbangkan
penggunaan sebuah pendekatan dengan tiga dimensi untuk melihat fenomena agama Islam,
yakni pendekatan yang berunsur linguistic- historis, teologis-filosofis, dan sosiologis-
antropologis pada saat yang sama. Tentang apa dan bagaimana pendekatan tersebut sudah
banyak ditulis oleh para ahlinya. Dengan demikian, ilmu-ilmu keIslaman yang kritis,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun beserta kolega-
kolega mereka yang memiliki keprihatinan yang sama, hanya dapat dibangun secara
sistematik dengan menggunakan model gerakan tiga pendekatan secara sirkuler, dimana
masing-masing dimensi dapat berinteraksi, berinterkomunikasi satu dengan lainnya. Masing-
masing pendekatan berinteraksi dan dihubungkan dengan yang lainnya. Tidak ada satu
pendekatan maupun disiplin yang dapat berdiri sendiri. Gerakan dinamis ini pada esensinya
adalah hermeneutic.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan, ketentuan
tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

b. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadaminta mengatakan sejarah adalah
kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa penting
yang benar-benar terjadi.

c. Ruang lingkup sejarah Islam dilihat dari segi periodesasinya dibagi menjadi peride klasik,
periode pertengahan dan periode modern.

d. Pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid
mengelompokkan menjadi tiga wilayah yaitu: Pertama, wilayah teks asli Islam (the original
text of Islam), yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang otentik. Kedua, pemikiran
Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an dan sunnah nabi
Muhammad SAW), Ketiga, praktek yang dilakukan kaum muslim.

e. Keterkaitan normativitas dan historisitas dalam studi keIslaman. hanya dapat dibangun
secara sistematik dengan menggunakan model gerakan tiga pendekatan secara sirkuler,
dimana masing-masing dimensi dapat berinteraksi, berinterkomunikasi satu dengan lainnya.

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat, dalam pembuatan makalah ini tentunya masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu,kritik dan saran yang konstruktif senantiasa kami
harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.

8
DAFTAR PUSTAKA

Azizi, Qodri, Elektisisme Hukum Nasional: Kompetensi  antara Hukum Islam dan Hukum
Umum,  Yogyakarta: Gama Media Offset, 2002.

Abdullah, Amin, Islam Studies di Pergurut sudah ditiuan Tinggi, Yogyakarta: Pustaka


Belajar, 2010.

Echols, John, dan Sdiliy, Hasan, Kamus Inggris Indonesia, jakarta: Gramedia,1979, Cet.VII.

Mudzar, Atho, Pendekatan Studi Islam dalam teori dan praktek, Yogyakarta: pustaka


Pelajar, 1998.

Nasution, Harun, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1979.

Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, cet. Ke 1, Yogyakarta: ACADEMIA +


TAZZAFA, 2009.

Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1991, cet. XII.

Syukur, Amin, Pengantar Studi Islam, cet. Ke-5, Semarang: CV. Bima Sejati, 2006.

Zaid, Abu, Nasr, The Textuality of the Koran, Islam and Europe in Past and Present, by W.
R. Hugenkoltz and K. Van Vliet-leigh (eds.), Wassenaar: NIAS, 1997.

John M. Echols dan Hasan sadiliy, Kamus Inggris Indonesia ,(jakarta: Gramedia, 1979),


Cet. VII, hlm 586.

 W.J.S Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1991), cet.
XII hlm.887.

 Harunasution,Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1979), hlm
56-75

[4] H. M. Atho Mudzar, Pendekatan Studi Islam dalam teori dan praktek, (Yogyakarta:
pustaka Pelajar, 1998), hlm.19-22

 Lihat khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam,  cet. Ke 1 (Yogyakarta: ACADEMIA +


TAZZAFA, 2009), Hlm.15.

 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, cet. Ke-5 (Semarang: CV. Bima Sejati, 2006), Hlm.
34.

9
 Nasr Abu Zaid, “the textuality of the koran”, Islam and Europe in Past and present, by W.
R. Hugenkoltz and K. Van Vliet-leigh (eds.), (Wassenaar : NIAS, 1997), Hlm.43.

 Qodri Azizi, Elektisisme Hukum Nasional: Kompetensi  antara Hukum Islam dan Hukum
Umum  (Yogyakarta : Gama Media Offset, 2002), hlm. 56-57.

Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Islam Studies di Pergurut sudah ditiuan Tinggi (Yogyakarta:


Pustaka Belajar), 2010.

10

Anda mungkin juga menyukai