Disusun Oleh :
Kelompok : 1
1. Amelia Kusuma Wardani (2110210040)
2. Abdur Rohman (2110210066)
3. Zulia Rahayu Ningsih (2110210041)
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara normatif, Islam itu absolut, sakral dan universal yang
kebenarannya trans-historis melewati batas ruang dan zaman, sehingga dalam
wilayah ini ia tunggal. Ketunggalan Islam terwakili oleh al-Qur’an, walaupun
Islam telah ekspansif dalam area multi-bahasa dan menyejarah dalam multi era,
tetapi sumber norma itu tidak pernah mengalami distorsi.1
Namun ketika Islam normatif ditransformasikan dalam ranah empirik
dan historisitas manusia, maka kebenarannya menjadi profan, temporer, terikat
ruang waktu, karenanya pada level ini, Islam menjadi dinamis, relatif, dan
plural. Hal ini terjadi karena meskipun teks Al-Qur’an diyakini seakan akan
sebagai penjelmaan dan kehadiran Tuhan, namun begitu memasuki wilayah
sejarah, firman Tuhan tadi terkena batasan-batasan kultural yang berlaku pada
dunia manusia.2
Pada konteks pemahaman terhadap normativitas Islam, selalu muncul
polemik yang dibangun oleh adanya siklus tesa-antitesa dan sintesa dan
seterusnya yang membuat historisitas pemahaman dan penafsiran terhadap
Islam semakin beragam.3 Islam dalam level historis memang tidak akan selalu
tunggal, ia tidak akan statis, akan selalu ada paradigma baru yang
mengadaptasi dimensi ruang waktu serta lokalitas seiring berjalannya sejarah.
Pemahaman keberagamaan dalam historisitas Islam berkembang terus
tanpa henti. Perkembangan itu sendiri, menurut Almakin kompleks karena
menyangkut begitu banyak variabel. Hal ini bukanlah hal yang sederhana,
1
Iqbal, Muhammad. 1981. The Reconstruktion of Religion Thought in Islam. New
Delhi: Lahore India. Delhi: Lahore India.
2
Hidayat, Komarudin. 1996. Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian
Hermeneutik. Jakarta: Paramadina
3
Haryono, M. Yudhie. 2005. Melawan dengan Teks. Yogyakarta: Resist Book.
1
karena setiap zaman menghasilkan historisitas, penemuan, wacana dan
pemahaman terhadap teks normatif yang berbeda dengan zaman lainnya.
Setiap ruang dan waktu menghasilkan wacana, warna, gerakan, pembaharuan
tersendiri yang setiap titik tekan mengkritiki pemahaman sebelumnya sambil
menelorkan teori baru.4
Berdasarkan uraian di atas, mengenai Islam Normativitas dan
Historisitas dapat dikaitkan dengan islam terapan. Menurut pendapat dari kami,
Kejadian historis dapat berbeda tetapi dimensi normativitas dan etika Al-Quran
tetaplah sama. Aspek universalitas Islam terletak pada normativitasnya yang
bersifat mengikat semua pihak, sedangkan historisitasnya bersifat pada
kejadian empirik yang dihadapi Nabi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Normativitas dan Historisitas?
b. Bagaimana Normativitas dan Historisitas dalam Kajian Keislaman?
c. Bagaimana hubungan antara Normativitas dan Historisitas?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui pengertian Normativitas dan Historisitas.
b.Untuk mengetahui Normativitas dan Historisitas dalam Kajian Keislaman.
c. Untuk mengetahui hubungan antara Normativitas dan Historisitas.
4
Mustaqim, Abd. 2002. Studi Al-Qur’an Kontemporer, Wacana Baru Berbagai
Metodologi Tafsir. Yogyakarta: Tiara Wacana.
2
BAB II
PEMBAHASAN
5
John Echols dan Hasan Sdiliy, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia,1979), 80.
6
Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 1991), 56.
7
Baca, M. Amin Abdullah, "Relevansi Studi Agama dalam Millenium Ketiga",
Ulumul Qur’an, No. 5/VII 1997, 59-60.
3
B. Normativitas dan Historisitas dalam Kajian Keislaman
Pemahaman terhadap keislaman selama ini dipahami sebagai dogma
yang baku dan menjadi suatu norma yang tidak dapat dikritik, dan dijadikan
sebagai pedoman mutlak yang tidak saja mengatur tingkah laku manusia,
melainkan sebagai pedoman untuk menilai dogmatika yang dimiliki orang lain,
meskipun demikian dogmatika tersebut tidak dapat dilepaskan dari segi sejarah
pembentukan dogma itu sendiri.
Kecenderungan salah penafsiran terhadap norma mengakibatkan truth
claim, dimana klaim mengasumsikan bahwa tidak ada kebenaran dan
keselamatan manusia kecuali dalam agamanya. Dogmatika yang dipahami
secara fanatik tersebut disosialisasikan sejak dini dan dilaksanakan dalam
kehidupan manusia.
Norma dan tingkah laku umat beragama terkotak, di satu sisi ia
menekankan ketertundukan dengan mematikan potensi berfikir, tetapi di sisi
yang lain terjadi pemberhalaan sedemikian rupa yang menyebabkan doktrin
tersebut menjadi pembatas kesatuan antar manusia. Sehingga agama yang
sebenarnya pada esensinya sebagai bentuk ekspresi religiousitas, dimana
makna cinta kemanusiaan menjadi inti dari agama, berubah menjadi sumber
konflik atas nama Tuhan.
C. Hubungan antara Normativitas dan Historisitas
Hubungan antara normativitas yang absolut dan historisitas yang relatif
memang sering dipenuhi ketegangan yang reduksionis yang kontra produktif.
memetakan relasi yang pas antara keduanya adalah sudah menyelesaikan
setengah dari persoalan.8 Ketegangan terjadi jika masing-masing pendekatan
saling menegasikan eksistensi yang lain dan tidak mengambil manfaat untuk
saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Jika agama selalu hanya dihubungkan dengan teks tanpa melihat
historisitas manusia sebagai konteksnya akan terjadi kemandulan dan
8
Abdullah, M. Amin. 2004. Studi Agama Normativitas atau Historisitas Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
4
kebisuaan agama di tengah hiruk pikuk problem kemanusiaan, karena
bagaimanapun teks itu terbatas (an nusus mutanahiyah) sedangkan konteks
realitas itu tak terbatas (al-waqai ghairu mutanahiyah).
Pada konteks inilah gagasan integrasi–interkoneksi sebagaimana sering
dijelaskan relevansinya yaitu membangun paradigm berdasarkan worldview
Islam yang integratif dan holistic; berbeda dengan fakta “dikotomi” dan
“spesialisasi ilmu” Barat yang menimbulkan hirarki ilmu berdasarkan superior-
inferior dan juga eksklusivisme ilmu.9 Paradigma integrasi dan interkoneksi
menekankan bahwa antar bidang ilmu yang berbeda itu saling terkait
karenanya menjadi keniscayaan untuk memanfaatkan berbagai bidang ilmu
tersebut secara bersama-sama berlandaskan paradigma teantroposentrise.
9
Abdullah, M. Amin. 2007. Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi
(Sebuah Antologi). Yogyakarta: SUKA Press.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa mengkaji Islam harus mampu melihat persoalan dari dua sudut,
langit dan juga bumi, Tuhan, tapi juga kemaslahatan manusia. Tak heran
jika sejak awal diskursus antara normativitas dan historisitas, antara
kepentingan yang di langit dan kemaslahatan yang di bumi, Tuhan dan
manusia, tak pernah berhenti dalam dinamika pemikiran Islam, yang
kadangkala juga diwarnai dengan ketegangan-ketegangan intelekual dan
juga psikologi diantara keduanya.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan dari makalah ini yaitu perlu dilakukan
pengkajian dan penafsiran lebih lanjut untuk mengembangkan mengenai
Islam Normativitas dan Historisitas dalam suatu kajian keislaman di
Indonesia.
6
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin. 2004. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Abdullah, M. Amin. 2007. Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi
(Sebuah Antologi). Yogyakarta: SUKA Press.
Abdullah, M. Amin, “Relevansi Studi Agama dalam Millenium Ketiga”, Ulumul
Qur’an No. 5/VII 1997.
Echols, John dan Hasan Syadiliy, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1979.
Haryono, M. Yudhie. 2005. Melawan dengan Teks. Yogyakarta: Resist Book.
Hidayat, Komarudin. 1996. Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian
Hermeneutik. Jakarta: Paramadina.
Iqbal, Muhammad. 1981. The Reconstruktion of Religion Thought in Islam. New
Delhi: Lahore India. Delhi: Lahore India.
Mustaqim, Abd. 2002. Studi Al-Qur’an Kontemporer, Wacana Baru Berbagai
Metodologi Tafsir. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka, 1991.