STUDI AL-QURAN
Kelompok 2
Fitria : (22201011148)
Sulistiono : (22201011168)
2022
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................iv
B. Rumusan Masalah......................................................................................iv
C. Tujuan..........................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
A. Studi Al-Qur’an...........................................................................................1
B. Pendekatan Sejarah dan Filologi.................................................................2
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Daftar Pustaka...........................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi Al Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu
yang ada kaitannya dengan Al Qur’an. Al Qur’an sebagai kitab suci umat
islam yang berlaku sepanjang zaman tidak akan pernah habis dan selesai
untuk dibahas. Inilah yang membuktikan kemukjizatan AlQur’an sekaligus
perbedaan Al Qur’an dengan kitab suci lainnya. Pengkajian studi ini sangatlah
penting bagi umat islam khususnya, agar dapat mengetahui berbagai hal yang
terkandung di dalam kitab suci tersebut.
Di dunia Islam sendiri pendekatan-pendekatan ilmu-ilmu modern
untuk mengkaji Al-Qur’an mulai digemari, kita perlu memahami Al-Qur’an
melalui berbagai dimensi dan dengan berbagai pendekatan. Salah satunya
dengan pendekatan filologi dan sejarah yang akan dibahas dimakalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendekatan Filologi?
2. Apa Pengertian Pendekatan Sejarah?
3. Memahami Apa Saja Pendekatan Sejarah Dalam Studi Al-Qur’an?
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa pendekatan Filologi,mengetahui apa pengertian
sejarah,memahami apa saja pendekatan sejarah dalam studi Al-Qur’an
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Filologi
Secara etimologis, filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos
yang berarti ‘cinta’ dan logos yang berarti ‘kata’. Dengan demikian, kata filologi
membentuk arti ‘cinta kata’ atau ‘senang bertutur’ (Shipley dalam Baroroh-Baried,
1985: 1). Arti tersebut kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, dan ‘senang
kasustraan atau senang kebudayaan’ (Baroroh-Baried, 1985: 1).[1]
Pendekatan filologi atau literal dalam studi Islam meliputi metode tafsir
sebagai pendekatan filologi terhadap alqur’an dalam menggali makna yang
dikandungnya, pendekatan filologi terhadap hadits atau sunnah Rasul dan pendekatan
filologi terhadap teks-teks klasik (hermeneutika) yang merupakan refleksi
kebudayaan kuno dalam tulisan-tulisan para intelek di masanya.
Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya
masa lampau yang berupa tulisan. Studi terhadap karya tulis masa
lampau dilakukan karena adanya anggapan bahwa dalam peninggalan aliran
terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini
5
B. Pendekatan Sejarah
Ditinjau dari sisi etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah (pohon)
dan dari kata history dalam bahasa Inggris yang berarti cerita atau kisah. Kata history
sendiri lebih populer untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan. Jika dilacak
dari asalnya, kata history berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti pengetahuan
tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia.
2
Bersamaan dengan pendekatan filologis, pendekatan kesejarahan juga
sangat dominan dalam tradisi kajian islam modern. Kajian terhadap naskah-naskah
klasik keislaman telah merangsang mereka untuk mengoperasikan pendekatan
kesejarahan berdasarkan dokumen-dokumen yang telah ada.
Berikut ini ada beberapa tema yang akan dibahas yeng bersangkutan dengan
pendekatan histories.
Alquran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik
beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan
surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu
dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah
menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Al Qur’an diturunkan
secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di
Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Penjelasan turunnya secara berangsur-angsur itu
terdapat dalam firman Allah;
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)
3
Malaikat tentang kemulian Muhammad. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan
riasalah barunya agar menjadi umat paling baik. Turunnya Al-Qur’an kedua secara
bertahap. Rasulullah tidak menerima risalah besar ini dengan cara sekaligus.[4]
“Al-Qur’an itu dipisahkan dari Az-Dzikr, lalu diletakkan di Baitul Izzah di langit
dunia. Maka Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. (HR. Al-
Hakim)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”
(QS. Al-Baqarah: 185)
a) Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w.
tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam
kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus mewahyukan ke dalam
kalbuku", (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51).
4
b) Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang
mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan
kata-kata itu.
c) Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat
berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat,
meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta
beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun
ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku
adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah
ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan
keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu,
barulah beliau kembali seperti biasa".
“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli)
pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha” (QS. An Najm: 13-14).
2. Pengertian Al-Qur’an
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman
serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah
kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan
melalui para rasul.
5
sendiri, ada pemakaian kata "Qur’an" dalam arti demikian sebagai tersebut dalam
ayat 17, 18 surah (75) Al Qiyaamah:
Adapun definisi lain Al Qur’an ialah: "Kalam Allah s.w.t. yang merupakan
mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di
mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah"
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain
Nabi Muhammad s.a.w. tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.s. Dengan demikian
pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang membacanya
tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an
6
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah yaitu dengan konteks
menghafal dan konteks menulis.
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, setiap tahun Jibril datang kepada Nabi
SAW untuk memeriksa bacaannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW
dengan cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan.
Kemudian Nabi SAW sendiri juga melakukan hal yang sama dengan mengontrol
bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan demikian terpeliharalah Al-Qur’an dari
kesalahan dan kekeliruan.
Para Hafidz dan Juru Tulis Al-Qur’a pada masa Rasulullah SAW sudah banyak
sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an), baik hafal sebagian saja atau
seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu Bakar as-Siddiq,
Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah,
7
Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin
Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti
Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal,
Zaid bin Tsabit, Abu Darba, dan Anas bin Malik.
Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah Abu
Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin
Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin
Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin As.
Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat
pendek/dekat. Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan
hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatif singkat,
yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukannya sebelum sempurna
turunnya wahyu.
8
Akan tetapi, Abu Bakar menolak usulan ini dan keberatan melakukan apa yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah. Dari segi yang lain bahwasanya Abu Bakar Siddiq
adalah benar-benar orang yang bertitik-tolak dari batasan-batasan syari’at, selalu
berpegang menurut jejak-jejak Rasulullah SW, dimana ia khawatir kalau-kalau
idenya itu termasuk bid’ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul Karena itulah maka
Abu Bakar mengatakan kepada Umar: “Mengapa saya harus mengerjakan sesuatu
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW? Barangkali ia takut terseret oleh
ide-ide dan gagasan yang membawanya untuk menyalahi sunnah Rasulullah SAW
serta membawa kepada bid’ah.
Akhirnya kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, karena Zaid
adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemampuan yang tidak dimiliki
oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur’an, ia adalah orang yang
hafal Al-Qur’an, ia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah SAW, ia menyamakan
sajian yang terakhir dari Al-Qur’an yaitu dikala penutupan masa hayat Rasulullah
SAW.
Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang wara’ (bersih dari noda), sangat besar
tanggungjawabnya terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi
pula ia dikenal sebagai orang yang tangkas (IQ-nya tinggi). Demikianlah kesimpulan
kata-kata Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari tatkala ia memanggilnya
dengan mengatakan : “Anda adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak kami
9
ragukan. Anda adalah penulis wahyu Rasul”. Kita diminta untuk membukukan Al-
Qur’an Zaid juga menolak, ia tidak bisa memgemban amanat yang begitu berat.
“Demi Allah, andaikata saya ditugaskan untuk memindahkan sebuah bukit tidaklah
lebih berat jika dibandingkan degan tugas yang dibebankan kepadaku ini”. (Al-
Hadits). kata Zaid bin Tsabit, Ia adalah seorang yang sangat teliti, dapat dilihat dari
kata-katanya tersebut.
Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati dalam menulis Al-Qur’an.
Baginya tidak cukup mengandalkan pada hafalannya semata tanpa disertai dengan
hafalan dan tulisan para sahabat.
Al-Qur’an itu bukan saja dari tulisan-tulisan yang telah ada pada lembaran-
lembaran yang telah disebutkan di atas, bahkan juga didengarkan pula dari mulut
orang-orang yang hafal Al-Qur’an, kemudian dituliskan kembali pada lembaran-
lembaran yang baru, dengan susunan ayat-ayatnya tetapi seperti yang ditunjukkan
Rasulullah. Lembaran-lembaran ini kemudian diikat menjadi satu, lalu diberi nama
Mushaf, dan disimpan sendiri oleh khalifah Abu Bakar, kemudian oleh khalifah
Umar.
Maka faedah yang nyata dalam pengumpulan Al-Qur’an di masa Abu Bakar ini
ialah bahwa Al-Qur’an itu terkumpul di dalam satu mushhaf yang terbuat dari
lembaran-lembaran yang seragam, baik bahannya maupun ukurannya, dan ayat-
ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah ditunjukkan Rasulullah. Adanya mushhasf
ini telah dapat menentramkan hati kaum muslimin, bahwa Al-Qur’an itu akan lebih
terpelihara, dapat dihindarkan dari bahaya penambahan, pengurangan atau pemalsuan
atau kehilangan sebagian ayat-ayatnya. Mushhaf ini disimpan oleh khalifah Abu
Bakar sendiri.
10
2) Yang ditulis pada mushhaf hanya ayat yang sudah jelas tidak di nasakh
bacaannya.
3) Telah menjadi ilma’ umat secara mutawatir bahwa yang tercatat itu adalah ayat-
ayat Al-Qur’an.
Perbedaan mengenai bacaan. Asal mula pertikaian bacaan ini adalah karena
Rasulullah sendiri memang memberikan kelonggaran kepada qabilah-qabilah Islam di
Jazirah Arab untuk membaca dan melafadzkan ayat-ayat Al-Qur’an itu menurut
11
dealek mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Rasulullah agar
mudah bagi mereka untuk membaca dan menghafalkan Al-Qur’an itu, tetapi
kemudian kelihatanlah tanda-tanda bahwa pertikaian tentang qiraat itu, kalau
dibiarkan berlangsung terus, tentu akan mendatangkan perpecahan yang lebih luas
dikalangan kaum kuslimin, terutama karena masing-masing qabilah menganggap
bahwa bacaan merekalah yang paling baik dan ejaan merekalah yang paling betul.
Lebih berbahaya lagi apabila mereka menuliskan ayat-ayat itu dengan ejaan yang
sesuai dengan dealek mereka masing-masing.[11]
Usul Hudzaifah ini diterima khalifah Usman.[12] Itulah sebabnya, Usman kemudian
berpikir dan merencanakan untuk membendung sebelum kegilaan itu meluas. Beliau
akan mengusir penyakit sebelum kesulitan mencari obat. Kemudian beliau
mengumpulkan para sahabat yang alim dan jenius serta mereka yang terkenal pandai
memadamkan dan meredakan fitnah dan persengketaan itu.
12
Usman ra telah melaksanakan ketetapan yang bijaksana ini. Beliau memilih
empat orang tokoh handal dari sahabat pilihan. Mereka adalah Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin ‘Ash dan Abdurrahman bin Hisyam.
Mereka dari suku Quraisy golongan Muhajirin, kecuali Zaid, ia dari golongan
Anshar. Usaha yang amat mulia ini berlangsung pada tahun 24 H.[13]
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan filologi atau literal dalam studi Islam meliputi metode tafsir
sebagai pendekatan filologi terhadap alqur’an dalam menggali makna yang
dikandungnya, pendekatan filologi terhadap hadits atau sunnah Rasul dan pendekatan
filologi terhadap teks-teks klasik (hermeneutika) yang merupakan refleksi
kebudayaan kuno dalam tulisan-tulisan para intelek di masanya.
Salah satu pedoman hidup dalam beragama adalah kitab suci, kitab suci
agama Islam adalah Al-Qur’an. Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril
sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan
lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan
injil yang diturunkan melalui para Rasul
14
B. Daftar Pustaka
[1] http://mahrus-salim.blogspot.com/makalah-filologis-pendekatan-
histori.html/diakses pada 18-04-2014
[2] Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1996), hlm.1
[3] Dudung Abdurrahman. Pendekatan Sejarah, hlm. 49
[4] Syeikh, Manna’ Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an Trjmh
H.Aubur Rafiq El-Mazni, Lc. MA. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006),
hlm.124
[5] Syeikh, Manna’ Al-Qaththan. ibid., hlm.16
[6] Syeikh, Manna’ Al-Qaththan. Ibid., hlm.150-151
[7] Syeikh, Manna’ Al-Qaththan. Ibid.,hal.159
[8] A. Chairudji Abd. Chalik. Ulumul Qur’an. (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm 56-58
[9] M. Qodirun Nur. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. (Jakarta: Pustaka
Amani, 2001), hlm 86
[10] M. Qodirun Nur. Ibid., hlm 89
[11] Chairudji Abd. Chalik. Op.cit., hlm 60-62
[12] Ibid.,
[13] Ibid., hlm 54-56
15