Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Reka Karsa © Jurusan Arsitektur Itenas | No.1 | Vol.

VIII
ISSN: 2338-6592 Juni 2021

Pola Ruang Permukiman di Sekitar Kawasan Keraton


Surakarta dan Keraton Kasepuhan
Ir. Dwi Kustianingrum, M.T.1 Muhammad Miko Adityanto2 , Azhar Fairuz Zuhair3 ,
Ahmad Naufal Azdaffa 4
1
Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain
Email: dwie@itenas.ac.id

ABSTRAK
Keraton merupakan daerah tempat tinggal penguasa. Dalam pengertian sehari-hari, adalah istana
penguasa di Jawa, Dalam Bahasa Jawa sendiri kata Karaton berasal dari kata dasar ratu yang berarti
penguasa. Keraton juga sebuah istana yang mengandung arti secara filsafat, keagamaan, dan kebudayaan
yang tinggi. Hadirnya para Walisongo di Nusantara memberikan dampak tidak hanya terlihat di ragam
hias/corak pada bangunan-bangunan keraton, akan tetapi juga pada tata ruang, pola lanskap di dalam
komplek Keraton maupun di permukiman sekitar Keraton. Keraton sebagai simbolis bangunan kekuasaan
pada masa lampau, memberi pengaruh terhadap perkembangan pola ruang disekitarnya. Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi tata guna lahan, sirkulasi dan ruang terbuka yang terdapat di permukiman
sekitar keraton Kasepuhan Cirebon dan Keraton Surakarta. Kedua keraton ini dijadikan objek penelitian
karena dianggap mempunyai lingkup yang sama dan dapat mewakili lokasi daerah Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analistis.

Kata kunci: pola ruang, keraton,tata guna lahan, sirkulasi,ruang terbuka.

ABSTRACT
The palace is an area where the ruler lives. In everyday terms, it is the palace of the ruler in Java. In
Javanese, the word Karaton comes from the root word Ratu which means ruler. Keraton is also a palace
which has high philosophical, religious and cultural significance. The presence of Walisongo in the
archipelago has an impact not only on the decorations / patterns in the palace buildings, but also on the
spatial layout and landscape patterns in the Keraton complex and in the settlements around the Keraton.
Taking several theories from experts about the types of circulation patterns in space provides an
overview of circulation patterns that can be used as a reference for a circulation design in a building,
such as those in and around this Keraton building. The palace as a symbol of the power building in the
past, has an influence on the development of the pattern of the surrounding space. This study aims to
identify land use, circulation and open space in settlements around the Kasepuhan Cirebon and Karaton
Surakarta. These two palaces were used as research objects because they were considered to have the
same scope and could represent the locations of West Java and Central Java. The research method used
is descriptive analysis.
Keywords: Space Pattern, Karaton, Land Use, Circulation, Open Space.

Jurnal Arsitektur Reka Karsa– 1


Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keraton yang berasal dari kata Keraton merupakan monument yang dapat dianggap sebagai ensiklopedia
sejarah. Monumen ke-ratu-an yang berarti tempat atauistana raja, pada zaman dulu merupakan pusat
kehidupan, pusat pemerintahan, dan pusat kosmos [1]. Disampaikan oleh Ambary (1998), bahwa sejak
walisongo mengembangkan Islam di Pulau Jawa, khususnya di pesisir Utara Pulau Jawa, pada abad ke-15
hingga ke-16, kebudayaan lokal yang bercorak Hindu – Budha, sangat besar pengaruh yang dibawanya.
Diantaranya pada aspek kesenian (sastra, pahat, tari, lukis, pertunjukan, dan lainnya), sistem kehidupan
sosial kebudayaan masyarakat, dan perkembangan arsitektur bangunan dan pola lanskap kawasan, serta
lainnya.

Pengaruh nilai kesakralan pada setiap keraton membentuk sebuah hirarki, yaitu artikulasi tingkat penting
dan tingkat signifikan dari suatu bentuk atau ruang yang dinyatakan berdasarkan ukuran, bentuk, atau
penempatan relatifnya terhadap bentuk atau ruang lain dalam suatu organisasi. Di era modern saat ini
sangatlah perlu mempelajari atau mengetahui mengenai sejarah arsitektur dan juga pola ruang terhadap
permukiman masyarakat menjadi menarik untuk dibahas.

Di era modern saat ini sangatlah perlu mempelajari atau mengetahui mengenai sejarah arsitektur dan juga
pola ruang terhadap permukiman masyarakat menjadi menarik untuk dibahas. Keraton Cirebon dan juga
Keraton Surakarta adalah dua keraton yang didirikan pada memiliki persamaan dan juga perbedaan yang
sangat menarik untuk dibahas mengenai lingkup masyarakat mengenai arsitekturalnya dan juga pola
ruang dari bangunan keraton itu sendiri, karna disetiap keraton memiliki adat dan juga pengaruh keraton
terhadap masyarakat di lingkup sekitar keraton.

2. METODOLOGI

2.1 Metodologi Penelitian


Jenis metode penelitian yang dipakai dalam jurnal ini adalah Deskriptif Analisis, pengertian dari metode
ini menurut (Sugiono: 2009; 29) adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

2.2 Kosmologi Pola Ruang


Tumbuhnya pemikiran cara tersendiri dalam membangun permukiman, sama halnya dengan gaya
arsitektur vernakular yang merancang berdasarkan kebutuhan lokal, keterbatasan bahan bangunan, dan
mencerminkan tradisi lokal. Lahir dari masyarakat lokal tanpa adanya intervensi dari arsitek profesional
seperti dijaman sekarang. Berangkat dari faktor kebutuhan manusia yang membutuhkan wadah untuk
beraktivitas akan tetapi ketidak adaan intelektual tentang proses perencanaan/membangun akan tetapi
dengan adanya arsitek vernakular, lahirlah pola ruang permukiman di Keraton yang mempunyai
interpretasi sebuah kerajaan. Keraton sebagai pusat kekuasaan dan kebudayaan merupakan wujud
kepercayaan atau kesadaran terdapatnya hubungan yang erat antara susunan alam semesta dengan
makhluknya (makro dan mikro kosmos) [1].

2.2.1 Tata Guna Lahan


Tata Guna Lahan menurut undang-undang pokok agraria
adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang
direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan
tanah, peruntukan tanah, penggunaan tanah dan
pemeliharaannya. Teori konsentris dikemukakan oleh E.W.
Burgess dalam analisisnya pada Kota Chicago pada tahun
1925 dengan analogi dari dunia hewan di mana suatu
daerah akan didominasi oleh suatu spesies tertentu.

2
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Homer Hoyt pada tahun 1939 menyebutkan bahwa pola


sektoral yang terjadi pada suatu wilayah bukanlah suatu
hal yang kebetulan tetapi merupakan asosiasi keruangan
dari beberapa variabel yang ditentukan oleh masyarakat.

Teori Poros dicetuskan oleh Babcock pada tahun 1932


sebagai respon akan Teori Konsentris Burgess.

2.2.2 Sirkulasi
Sirkulasi merupakan media bagi manusia dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karenanya, keberadaan sarana pergerakan pada suatu ruang kota-jalur jalan dan sistem pergerakan
tidak terlepas dari tata bangunan dan ruang ruang terbuka, serta kondisi masyarakatnya.

Dalam lingkup arsitektur, sirkulasi sendiri memiliki pemahaman sebagai wadah kita untuk bergerak dan
menghubungkan antar satu ruang dengan ruang yang lainnya. Menurut Francis D.K. Ching (2008),
sirkulasi memiliki berbagai macam pola yang dipengaruhi oleh organisasi ruang yang dihubungkannya,
antara lain [5] :

a. Pola Sirkulasi Linear


Pola sirkulasi ini jalurnya berbentuk lurus dan linear Gambar 1.0. Jalurnya
dapat berbentuk kurvalinear, bersimpangan dengan jaur lain,
bercabang, atau berbentuk putaran balik. Gambar 1.0 Pola Sirkulasi Linear
Sumber : DK Ching form space and order
hal 265

b. Pola Sirkulasi Radial


Pola sirkulasi dengan ciri memiliki pusat ruang, berkembang ke seluruh arah,
sirkulasi tidak terlalu panjang, membutuhkan luasan tapak yang besar, dan
adanya hubungan antar ruang yang erat. Memiliki jalur yang menyebar dari satu titik
atau berpusat ke satu titik, dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Pola Sirkulasi Radial


Sumber : DK Ching form space and order hal 265
c. Pola Sirkulasi Spiral
Merupakan sebuah jalur tunggal yang menerus yang berasal dari satu titik
pusat dan berputar mengelilingi titik pusatnya dengan bergerak melingkar
atau berputar menjauhinya dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Pola Sirkulasi Spiral


Sumber : DK Ching form space and order hal 265

d. Pola Sirkulasi Grid


Terdiri atas 2 jalur sejajar Gambar 1.3 yang berpotongan yang berkembang ke
segala arah dan tidak memiliki titik pusat. Menciptakan ruang berbentuk
persegi atau persegi panjang.

3
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Gambar 1.3 Pola Sirkulasi Grid


Sumber : DK Ching form space and order hal 265

e. Pola Sirkulasi Jaringan


Terdiri dari jalur – jalur yang menghubungkan titik-titik yang terbentuk di dalam
ruang dan dapat menyesuaikan kondisi tapak. Dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4 Pola Sirkulasi Jaringan


Sumber : DK Ching form space and order hal 265
2.2.3 Ruang Terbuka
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat
terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Menurut Hamid Shirvani, ruang terbuka tersebut juga sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan penduku
ng lainnya yang menunjang aktifitas kawasan ini. Plaza pada setiap bangunan komersil yang berupa kanto
r sewa maupun pusat perbelanjaan yang memiliki plaza bisa digunakan untuk titik kumpul, ruang terbuka
sosial dan area untuk evakuasi dari bangunan tersebut ketika terjadi kondisi yang tidak dinginkan.

Ruang terbuka dalam buku Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional karya Budi Supriyatno didefinisika
n sebagai ruang – ruang dalam kota atau wilayah perkotaan berupa area atau kawasan dengan pemanfaata
n ruang bersifat terbuka yakni ruang tanpa bangunan maupun ruang dengan bangunan berkepadatan sanga
t rendah dan atau berketinggian sangat rendah.Ruang terbuka aktif, adalah ruang terbuka yang mempunya
i unsur-unsur kegiatan didalamnya misalkan, bermain, olahraga, jala-jalan. Ruang terbuka ini dapat berup
a plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, juga penghijauan tepi sungai sebagai tempat
rekreasi. Ruang terbuka pasif adalah ruang terbuka yang didalamnya tidak mengandung unsur – unsur ke
giatan manusia misalkan, penghijauan tepian jalur jalan, penghijauan tepian rel kereta api, penghijauan te
pian bantaran sungai, ataupun penghijauan daerah yang bersifat alamiah. Ruang terbuka ini lebih berfungs
i sebagai keindahan visual dan fungsi ekologis belaka. yang menjadi ruang terbuka penghijauan tepi sung
ai [6].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Keraton Surakarta


3.1.1 Analisis Tata Guna Lahan di Keraton Surakarta
Tata guna lahan di sekitar Keraton Surakarta terdapat kesamaan pada teori poros atau teori konsentrik
burgess. Di sekitar Keraton Surakarta terbagi menjadi beberapa zona dengan di bagi menjadi beberapa
lingkup wilayah, diantaranya:

A. Permukiman
Kuthanegara dikelilingi oleh tembok guna melindungi raja dari gangguan luar, tembok ini memiliki nama
yaitu tembok Baluwarti [4]. Terdapat pengelompokan lingkungan pemukiman yang dibedakan menjadi 2
kawasan yaitu kawasan Hunian Bangsawan yang merupakan pertama hunian kaum bangsawan lapisan
dan struktur masyarakat ini homogen dan kawasan Hunian Abdi Dalem merupakan lingkungan tempat
tinggal orang yang mendapat kepercayaan raja atau mempunyai kedudukan di Keraton dengan pola tata
ruang bentuk tertutup dan solid. Seperti yang tertera di Gambar 2.0

Gambar 2.0 Kampung Baluwarti


Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

B. Perdagangan dan Jasa


Kawasan perdagangan dan jasa menyebar di kawasan sekitar Keraton Surakarta bagian utara, selatan,
barat, dan timur. Dibagian utara merupakan wilayah perniagaan. Bagian barat adalah pertokoan yang
cukup padat. Di sekitar perdagangan terdapat lahan parkir dan sirkulasi pejalan kaki. Seperti yang tertera
di Gambar 2.0

Gambar 2.1 Perdagangan


Sumber :Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
C. Zona Hijau
Zona Hijau ini merupakan Alun-alun Keraton Surakarta yang berada di sebelah Utara dan selatan dengan
nama Alun-alun Utara dan Alun-alun Kidul. Alun-alun utara terdapat perdagangan dan lahan parkir. Pada
bagian tengah Alun-alun Utara dan Selatan terdapat kawasan utama keraton yang dikelilingi tembok
setebal dua meter dan setinggi enam meter yang disebut kawasan Baluwerti [4]. Alun-alun kidul terdapat
2 beringin dinaha lapang dan tanpa bangungan dengan dimensi yang cukup luas. Seperti yang tertera di
Gambar 2.2

Gambar 2.2 Alun-alun Utara


Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
D. Rekreasi
Terdapat beberapa tempat peribadatan, bangunan pagelaran budaya yang berada di bagian utara dari
Keraton dan permukiman. Terdapapat bangunan-bangunan yang masih asli dan bersifat umum, yaitu
Bangunan Sasanan Sumewa Gambar 2.3, Bangunan Kori Kamandungan dan Pegelaran, Bangunan
Ndalmem Suryahamijaya, dan Bangunan Sasanan Mulya. Pada Sitihinggil memiliki beberapa bangunan,
yaitu bangsal Sewayana dan didalamnya terdapat bangsal Manguntur Tangkil, yaitu merupakan tempat
duduk raja yang digunakan pada saat diadakan acara besar [4].

5
Gambar 2.3 Sasana Sumewa, Sitihinggil Lor
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

3.1.2 Analisis Sirkulasi Keraton Surakarta


Jalan yang terletak si sekitar Keraton surakarta yaitu Jln. Baki-Solo, Jln. Kapten Mulyandi, Jl. DR
Radjiman, dan Jl. Veteran. Jalan ini mengelililngi permukman dalam keraton Surakarta, seperti yang
tertera di Gambar 2.5. Maka dari itu menurut Francis D.K.Ching pola ini berbentuk pola sirkulasi Grid
pada Gambar 2.4 dimana terdapat 2 jalur sejajar yang berpotongan yang berkembang ke segala arah dan
tidak memiliki titik pusat dan menciptakan ruang berbentuk persegi atau persegi panjang.

Gambar 2.4 Pola Sirkulasi Di Keraton Surakarta


Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021

Jalan Baki - Solo Jalan DR Radjiman

Jalan Veteran Gambar 2.5 Sirkulasi Di sekitarKeraton Surakarta Jalan Kapten Mulyadi
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021

3.1.2 Analisis Ruang Terbuka Keraton Surakarta


Keraton Surakarta hanya memiliki ruang ruang terbuka hijau yang berada pada Alun-alun Lor dan Alun
alun Kidul. Hal ini berkesinambungan dengan bentuk pola sirkulasi yang memusat ke arah Kedhaton,
dimana permukiman yang mengelilingi merupakan bentuk pembatas dan pelindung Kedhaton, yang sebut
permikiman Baluwati.

Gambar 2.6 Alun - alun Lor Gambar 2.7 Alun - alun Kidul
Sumber :Google Image, Tanggal 3 Mei 2021 Sumber :Google Image, Tanggal 3 Mei 2021
6
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Alun – alun Lor Gambar 2.7 berada di bagian utara Keraton Surakarta, luas lahan Alun-alun Lor sekitar
790 m2. Alun-alun Lor berfungsi sebagai tempat pedagangan pakaian dan perabotan rumah lainnya yang
berada di sebelah kanan bawah,. Selain itu, Alun-alun Lor digunakan menjadi lahan parkir bagi kendaraan
wisatawan yang mengunjungi keraton sehingga banyak rumput yang rusak dan terdapat beberapa
infrastruktur pada alun-alun yang sudah tidak berfungsi kembali, seperti lampu taman maupun perkerasan
yang mulai rusak [4]. Pada Alun-alun Kidul Gambar 2.6 berada sebelah selatan Keraton Surakarta,
memiliki luas sekitar 6750 m2. Alun-alun Kidul berfungsi sebagai titik kumpul masrayarakat sekitar,
Pada malam hari alun-alun sangat ramai oleh para pengunjung karena banyak terdapat penjual-penjual
makanan di lingkungan Alun-alun Kidul ini,sehingga banyak sampah dan kotor [4].

3.2 Analisis Keraton Kasepuhan


3.2.1 Analisis Tata Guna Lahan di Keraton Kasepuhan
Tata guna lahan di sekitar Keraton Kasepuhan terdapat kesamaan pada teori poros atau teori konsentrik
Burgess yang membahas mengenai tata guna lahan dan juga teori sektor. Selain terkait beberapa konsep
filosofi, kosmologi, dualisme dan hirarki, tata ruang dan bangunan Keraton Kasepuhan dipengaruhi oleh
kondisi alam sekitar [2]. Di sekitar Keraton Surakarta terbagi menjadi beberapa zona dengan di bagi
menjadi beberapa lingkup wilayah, diantaranya:

A. Permukiman
Permukiman Tradisional di Jawa umum seperti yang tertera di Gambar 2.8 dipengaruhi oleh ajaran
Hindu dan Islam juga konflik dari kerajaannya sendiri. Area permukiman dibatas oleh dinding bata merah
yang membentuk pola persegi. Permukiman di sekitar Keraton Kesepuhan sangatlah tertata dengan
adanya pembagian area antara pertugas istana dan masyarakat biasa. Rumah bagi Abdi Dalem dan
petinggi negara terletak dekat dinding istana dan memiliki halaman luas yang akhirnya terbagi menjadi
beberapa bagian untuk ahli warisnya.

Gambar 2.8 Permukiman Abdi Dalem


Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
B. Perdagangan dan Jasa
Kawasan di sekitar Keraton Kesepuhan sangat strategis untuk kawasan perniagaan. Perniagaan terletak di
samping alun alun dimana alun-alun merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Cirebon, sehingga di
dekat alun-alun dipadati oleh pertokoan dan juga rumah makan. Seperti yang tertera pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Perdagangan dan Jasa


Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
7
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

C. Zona Hijau
Kawasan zona hijau di Keraton Kesepuhan yaitu alun-alun yang berfungsi sebagai sarana edukasi. Zaman
dulu Alun-alun ini bernama Alun-alun Sangkana Buana yang merupakan tempat latihan para prajurit.
Seperti yang tertera pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Alun - alun Kasepuhan


Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
3.2.2 Analisis Sirkulasi di Keraton Kasepuhan
Jalan yang terletak sekitar keraton yaitu Jl. Jagasatru, Jl. Pegajahan, Jl. May Sastraatmaja, dan Jl. Tanggul
Raya, tepatnya pada Gambar 2.12. Pola sirkulasi pada dalam dan luar Keraton ini menunjukan pola
sirkulasi berbentuk Radial Gambar 2.11 dimana memiliki ciri pusat ruang yaitu Keraton, berkembang ke
seluruh arah, dengan sirkulasi yang tidak terlalu panjang, menampilkan luasan tapak yang besar, dan
adanya hubungan antar ruang yang erat. Memiliki banyak jalan yang berpusat ke Keraton Kasepuhan.

Jalan Jagasatru Jalan Pegajahan


Gambar 2.11 Pola Sirkulasi di Keraton Kasepuhan
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021

Jalan May Sastraatmaja Jalan Tanggul Raya


Gambar 2.12 Jalan di sekitar Keraton Kasepuhan
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021

3.2.2 Analisis Ruang Terbuka di Keraton Kasepuhan


Keraton Kasepuhan terdapat 5 ( lima ) ruang terbuka yaitu terdapat Alun – Alun Kasepuhan, Taman
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Jalan May Satraatmaja, Lapangan Langgar Agung dan Balong
Darmaloka Gambar 2.13. Alun-alun ini dahulu digunakan untuk tempat perayaan kegiatan besar
kerajaan [2]. Pendirian Keraton Pakungwati diduga bersamaan dengan pendirian Masjid Agung Sang
Cipta Rasa, Siti Inggil dan Alun-Alun [2]. Tepat pada bagian Barat halaman, terdapat langgar agung
sebagai tempat perayaan upacara adat yang dinaungi oleh beberapa pohon manga [2]. Keraton Kasepuhan
yang memanfaatkan lahan sebagai ruang terbuka untuk kegiatan Bersama baik acara UMKN hingga
upacara.

8
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Taman Masjid Agung sang Cipta

Alun - alun Kasepuhan

Lapangan Langgar Agung

Jalan May Sastraatmaja

Balong Darmaloka
Gambar 2.13 Ruang Terbuka di Keraton Kasepuhan
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021

3.3 Tabel Perbandingan


Berdasarkan analisa yang meliputi tata guna lahan, pola sirkulasi serta ruang terbuka dari Keraton
Surakarta dan Keraton Kasepuhan, secara garis besar dalam memiliki perbedaan yang sangat jauh. Dapat
dilihat pada tabel perbandingan berikut :

No. Variabel Analisis Keterangan


Tata Guna Lahan

Pemukiman di sekitar Kawasan Keraton Surakarta


mempertahankan kebudayaan dan banguan yang sudah ada sejak
lama di jadikan sebagai tempat wisata.

Perumahan dan
Pemukiman di sekitar Keraton Kasepuhan sudah bercampur
Permukiman
dengan perdagangan dan jasa.

Perdagangan dan Jasa


Pola ruang di sekitar Kawasan Keraton
Surakarta lebih tertata karena batasan wilayah
permukiman dan perniagaan terlihat jelas dan
tersusun rapi.

Pola ruang di sekitar Kawasan Keraton


Kasepuhan tidak tertata karna tidak terdapat
batasan wilayah di antara permukiman dan
perniagaan.

9
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Alun-alun Keraton Surakarta terdapat di 2 lokasi disekitar


keraton, yaitu Alun-alun Utara dan Alun alun kidul. Pada setiap
Alun-alunnya memiliki makna filosofis tersendiri.

Zona Hijau Alun-alun Keraton Kasepuhan terdapat di 1 lokasi saja dan di


fungsikan sebagai tempat berlangsungnya acara-acara resmi
Keraton

Jalan yang terdapat di kawasan Keraton


Kasepuhan ini membentuk jalan bersifat Radial,
Pola Sirkulasi

Berbeda dengan Keraton Surakarta yang pola sirkulasi nya


membentuk pola Grid.

Selain sebagai fungsi sirkulasi jalan kendaraan


dan pejalan kaki, sirkulasi di Keraton ini
Sirkulasi

menunjang terhadap pola aktivitas di dalam


Fungsi
ataupun luar permukiman.

Hirarki sirkulasi pada kawasan permukiman sekitar Keraton


Surakarta lebih memliki tingkatan yang lebih terlihat jelas karena
pola sirkulasinya.
Hirarki
Berbeda dengan sirkulasi pada kawasan permukiman sekitar
Keraton Kasepuhan, kawasan ini lebih mengarah ke
pengelompokan.

Ruang terbuka di daerah Keraton Surakarta dimaksimalkan di


Alun - Alun Lor dan Kidul.
Ruang Terbuka

Letak ruang terbuka dikawasan keraton kasepuhan cukup banyak


Letak tempat wisata yang memiliki ruang terbuka dibagian
enterancenya dan jaraknya cukup berdekatan dengan keraton
kasepuhan.

10
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Aktivitas diruang terbuka dikawasasan Keraton Surakarta salah


satunya di Alun - Alun Lor yaitu memiliki aktivitas perdagangan
dan aktivitas pasar malam.

Aktivitas Aktivitas di ruang terbuka sekitar Keraton, salah satunya Balong


Darmaloka, Balong Darmaloka Menjadi Tempat Wisata Disekitar
Keraton Kasepuhan.

Dimensi ruang terbuka disekitar Keraton


Surakarta yang terbesar di alun alun lor yang
memiliki luas 7000m2.
Dimensi
Dimensi ruang terbuka disekitar keraton
kasepuhan yang terbesar berada di balong
darmaloka, yang berukuran sekitar 35000m2

4. SIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Pada pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan baik untuk peneliti maupun objek yang
diteliti. Untuk mengetahui Pola Ruang Permukiman berkembang karena adanya aktifitas di dalam
maupun luar Keraton Kasepuhan dan Surakarta ;

4.1.1 Tata Guna lahan di Keraton Kasepuhan dan Keraton Surakarta


Pada pembahasan ini variable analisis yang membahasa mengenai tata guna lahan yang mencakup zonasi
dari keraton Surakarta dan kasepuhan dan juga posisi dari keraton Surakarta dan kasepuhan dan juga
fungsi dari kedua keraton yang memiliki kesamaan dan kesakralan dari kedua lingkup keraton kasepuhan
dan keraton Surakarta yang memiliki kepadata dan juga sejarah yang cukup Panjang dan menjadi daya
Tarik di setiap kedua Kawasan keraton.

4.1.2 Pola Sirkulasi di sekitar Keraton Kasepuhan dan Keraton Surakarta


Pola sirkulasi yang berada di pemukiman sekitar Keraton Kasepuhan maupun Keraton Surakarta terdapat
beberapa akses untuk memasuki kawasan pemukiman, sirkulasi permukiman di dua keraton ini cukup
banyak karena di dalamnya padat akan penduduk dengan fungsi perniagaan di sekelilingnya
mengakibatkan aktifitas warga sekitar termasuk banyak dan sirkulasi ini lah yang membantu pada warga
di sekitar pemukiman untuk mencapai pada suatu kegiatan sehari-harinya. Jalan yang terdapat di kawasan
Keraton Kasepuhan ini membentuk jalan bersifat Radial, jalan-jalan yang berada di sekitar Keraton
berbentuk lurus yang mengarah ke titik pusat yaitu Keraton Kasepuhan. Berbeda dengan Keraton
Surakarta yang pola sirkulasi nya membentuk Pola Grid, dimana terdiri atas 2 jalur atau lebih sejajar yang
berpotongan dan berkembang ke segala arah dan tidak memiliki titik pusat. Menciptakan ruang berbentuk
persegi atau persegi panjang. Akan tetapi dari perbedaan tersebut dua pola sirkulasi Keraton ini
menunjang terhadap pola aktivitas di dalam ataupun luar permukiman sekitar Keraton pada bidang
perniagaan.

4.1.3 Ruang Terbuka di Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan


11
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan

Berdasarkan hasil Analisa bahwasanya Keraton Surakarta hanya memiliki ruang terbuka hijau yang dapat
di jumpai pada Alun – Alun Lord dan Alun – Alun Kidul, karena kawasan sekitarnya merupakan
permukiman khusus yang dimana menganut suatu kepercayaan dari para leluhur. Hal ini
berkesinambungan dengan bentuk pola sirkulasi yang mengacu pada Kedhaton atau memusat kea rah
Kedhaton, yang dipercayai sebagai sambungan raja dengan Tuhan, permukiman yang mengelilingi nya
merupakan bentuk pembatas dan pelindung Kedhaton, permukiman ini disebut Permukiman Baluwarti.
Sedangkan pada Keraton Kasepuhan terdapat 5 ( lima ). Berdasarkan cipta dan fungsi ruang terbuka dapat
dilihat bahwa Keraton Surakarta cukup erat dengan warisan leluhur karena kuatnya kepercayaan yang
mereka anut. Beda halnya dengan Keraton Kasepuhan yang memanfaatkan lahan sebagai ruang terbuka
untuk kegiatan Bersama baik acara UMKN hingga upacara.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Toto Sucipto (Vol. 2, No. 3, 2010) Eksistensi Keraton Di Cirebon Kajian Persepsi Masyarakat
Terhadap Keraton-Keraton Di Cirebon, Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional
Bandung Jln. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung.

[2] Iwan Purnama (2015) Konsep Tata Ruang Dan Bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon, Program
Studi Arsitektur Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon.

[3] Dini Rosmalia (2015) Identifikasi Elemen Fisik Kebudayaan Kraton Sebagai Pembentuk Ruang
Lanskap Budaya Kota Cirebon, Program Studi Universitas Pancasila. Issn 1858-1137.

[4] Danur Febyandari (2012) Studi Pengaruh Konsep Lanskap Keraton Surakarta Terhadap Lanskap
Kota Surakarta, Institute Pertanian Bogor.

[5] Ching, Francis D. K. (2007) Architecture Form, Space, and Order 3rd ed.New Jersey: John Wile
y & Sons, Inc.

[6] Budihardjo, Eko (1998) Kota Yang Berkelanjutan. UI Press, Jakarta

12

Anda mungkin juga menyukai