VIII
ISSN: 2338-6592 Juni 2021
ABSTRAK
Keraton merupakan daerah tempat tinggal penguasa. Dalam pengertian sehari-hari, adalah istana
penguasa di Jawa, Dalam Bahasa Jawa sendiri kata Karaton berasal dari kata dasar ratu yang berarti
penguasa. Keraton juga sebuah istana yang mengandung arti secara filsafat, keagamaan, dan kebudayaan
yang tinggi. Hadirnya para Walisongo di Nusantara memberikan dampak tidak hanya terlihat di ragam
hias/corak pada bangunan-bangunan keraton, akan tetapi juga pada tata ruang, pola lanskap di dalam
komplek Keraton maupun di permukiman sekitar Keraton. Keraton sebagai simbolis bangunan kekuasaan
pada masa lampau, memberi pengaruh terhadap perkembangan pola ruang disekitarnya. Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi tata guna lahan, sirkulasi dan ruang terbuka yang terdapat di permukiman
sekitar keraton Kasepuhan Cirebon dan Keraton Surakarta. Kedua keraton ini dijadikan objek penelitian
karena dianggap mempunyai lingkup yang sama dan dapat mewakili lokasi daerah Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analistis.
ABSTRACT
The palace is an area where the ruler lives. In everyday terms, it is the palace of the ruler in Java. In
Javanese, the word Karaton comes from the root word Ratu which means ruler. Keraton is also a palace
which has high philosophical, religious and cultural significance. The presence of Walisongo in the
archipelago has an impact not only on the decorations / patterns in the palace buildings, but also on the
spatial layout and landscape patterns in the Keraton complex and in the settlements around the Keraton.
Taking several theories from experts about the types of circulation patterns in space provides an
overview of circulation patterns that can be used as a reference for a circulation design in a building,
such as those in and around this Keraton building. The palace as a symbol of the power building in the
past, has an influence on the development of the pattern of the surrounding space. This study aims to
identify land use, circulation and open space in settlements around the Kasepuhan Cirebon and Karaton
Surakarta. These two palaces were used as research objects because they were considered to have the
same scope and could represent the locations of West Java and Central Java. The research method used
is descriptive analysis.
Keywords: Space Pattern, Karaton, Land Use, Circulation, Open Space.
1. PENDAHULUAN
Pengaruh nilai kesakralan pada setiap keraton membentuk sebuah hirarki, yaitu artikulasi tingkat penting
dan tingkat signifikan dari suatu bentuk atau ruang yang dinyatakan berdasarkan ukuran, bentuk, atau
penempatan relatifnya terhadap bentuk atau ruang lain dalam suatu organisasi. Di era modern saat ini
sangatlah perlu mempelajari atau mengetahui mengenai sejarah arsitektur dan juga pola ruang terhadap
permukiman masyarakat menjadi menarik untuk dibahas.
Di era modern saat ini sangatlah perlu mempelajari atau mengetahui mengenai sejarah arsitektur dan juga
pola ruang terhadap permukiman masyarakat menjadi menarik untuk dibahas. Keraton Cirebon dan juga
Keraton Surakarta adalah dua keraton yang didirikan pada memiliki persamaan dan juga perbedaan yang
sangat menarik untuk dibahas mengenai lingkup masyarakat mengenai arsitekturalnya dan juga pola
ruang dari bangunan keraton itu sendiri, karna disetiap keraton memiliki adat dan juga pengaruh keraton
terhadap masyarakat di lingkup sekitar keraton.
2. METODOLOGI
2
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
2.2.2 Sirkulasi
Sirkulasi merupakan media bagi manusia dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karenanya, keberadaan sarana pergerakan pada suatu ruang kota-jalur jalan dan sistem pergerakan
tidak terlepas dari tata bangunan dan ruang ruang terbuka, serta kondisi masyarakatnya.
Dalam lingkup arsitektur, sirkulasi sendiri memiliki pemahaman sebagai wadah kita untuk bergerak dan
menghubungkan antar satu ruang dengan ruang yang lainnya. Menurut Francis D.K. Ching (2008),
sirkulasi memiliki berbagai macam pola yang dipengaruhi oleh organisasi ruang yang dihubungkannya,
antara lain [5] :
3
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
Menurut Hamid Shirvani, ruang terbuka tersebut juga sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan penduku
ng lainnya yang menunjang aktifitas kawasan ini. Plaza pada setiap bangunan komersil yang berupa kanto
r sewa maupun pusat perbelanjaan yang memiliki plaza bisa digunakan untuk titik kumpul, ruang terbuka
sosial dan area untuk evakuasi dari bangunan tersebut ketika terjadi kondisi yang tidak dinginkan.
Ruang terbuka dalam buku Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional karya Budi Supriyatno didefinisika
n sebagai ruang – ruang dalam kota atau wilayah perkotaan berupa area atau kawasan dengan pemanfaata
n ruang bersifat terbuka yakni ruang tanpa bangunan maupun ruang dengan bangunan berkepadatan sanga
t rendah dan atau berketinggian sangat rendah.Ruang terbuka aktif, adalah ruang terbuka yang mempunya
i unsur-unsur kegiatan didalamnya misalkan, bermain, olahraga, jala-jalan. Ruang terbuka ini dapat berup
a plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, juga penghijauan tepi sungai sebagai tempat
rekreasi. Ruang terbuka pasif adalah ruang terbuka yang didalamnya tidak mengandung unsur – unsur ke
giatan manusia misalkan, penghijauan tepian jalur jalan, penghijauan tepian rel kereta api, penghijauan te
pian bantaran sungai, ataupun penghijauan daerah yang bersifat alamiah. Ruang terbuka ini lebih berfungs
i sebagai keindahan visual dan fungsi ekologis belaka. yang menjadi ruang terbuka penghijauan tepi sung
ai [6].
A. Permukiman
Kuthanegara dikelilingi oleh tembok guna melindungi raja dari gangguan luar, tembok ini memiliki nama
yaitu tembok Baluwarti [4]. Terdapat pengelompokan lingkungan pemukiman yang dibedakan menjadi 2
kawasan yaitu kawasan Hunian Bangsawan yang merupakan pertama hunian kaum bangsawan lapisan
dan struktur masyarakat ini homogen dan kawasan Hunian Abdi Dalem merupakan lingkungan tempat
tinggal orang yang mendapat kepercayaan raja atau mempunyai kedudukan di Keraton dengan pola tata
ruang bentuk tertutup dan solid. Seperti yang tertera di Gambar 2.0
5
Gambar 2.3 Sasana Sumewa, Sitihinggil Lor
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
Jalan Veteran Gambar 2.5 Sirkulasi Di sekitarKeraton Surakarta Jalan Kapten Mulyadi
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
Gambar 2.6 Alun - alun Lor Gambar 2.7 Alun - alun Kidul
Sumber :Google Image, Tanggal 3 Mei 2021 Sumber :Google Image, Tanggal 3 Mei 2021
6
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
Alun – alun Lor Gambar 2.7 berada di bagian utara Keraton Surakarta, luas lahan Alun-alun Lor sekitar
790 m2. Alun-alun Lor berfungsi sebagai tempat pedagangan pakaian dan perabotan rumah lainnya yang
berada di sebelah kanan bawah,. Selain itu, Alun-alun Lor digunakan menjadi lahan parkir bagi kendaraan
wisatawan yang mengunjungi keraton sehingga banyak rumput yang rusak dan terdapat beberapa
infrastruktur pada alun-alun yang sudah tidak berfungsi kembali, seperti lampu taman maupun perkerasan
yang mulai rusak [4]. Pada Alun-alun Kidul Gambar 2.6 berada sebelah selatan Keraton Surakarta,
memiliki luas sekitar 6750 m2. Alun-alun Kidul berfungsi sebagai titik kumpul masrayarakat sekitar,
Pada malam hari alun-alun sangat ramai oleh para pengunjung karena banyak terdapat penjual-penjual
makanan di lingkungan Alun-alun Kidul ini,sehingga banyak sampah dan kotor [4].
A. Permukiman
Permukiman Tradisional di Jawa umum seperti yang tertera di Gambar 2.8 dipengaruhi oleh ajaran
Hindu dan Islam juga konflik dari kerajaannya sendiri. Area permukiman dibatas oleh dinding bata merah
yang membentuk pola persegi. Permukiman di sekitar Keraton Kesepuhan sangatlah tertata dengan
adanya pembagian area antara pertugas istana dan masyarakat biasa. Rumah bagi Abdi Dalem dan
petinggi negara terletak dekat dinding istana dan memiliki halaman luas yang akhirnya terbagi menjadi
beberapa bagian untuk ahli warisnya.
C. Zona Hijau
Kawasan zona hijau di Keraton Kesepuhan yaitu alun-alun yang berfungsi sebagai sarana edukasi. Zaman
dulu Alun-alun ini bernama Alun-alun Sangkana Buana yang merupakan tempat latihan para prajurit.
Seperti yang tertera pada Gambar 2.10
8
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
Balong Darmaloka
Gambar 2.13 Ruang Terbuka di Keraton Kasepuhan
Sumber : Google Earth, Tanggal 3 Mei 2021
Perumahan dan
Pemukiman di sekitar Keraton Kasepuhan sudah bercampur
Permukiman
dengan perdagangan dan jasa.
9
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
10
Pola Ruang Permukiman di Sekitar Keraton Surakarta dan Keraton Kasepuhan
4. SIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pada pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan baik untuk peneliti maupun objek yang
diteliti. Untuk mengetahui Pola Ruang Permukiman berkembang karena adanya aktifitas di dalam
maupun luar Keraton Kasepuhan dan Surakarta ;
Berdasarkan hasil Analisa bahwasanya Keraton Surakarta hanya memiliki ruang terbuka hijau yang dapat
di jumpai pada Alun – Alun Lord dan Alun – Alun Kidul, karena kawasan sekitarnya merupakan
permukiman khusus yang dimana menganut suatu kepercayaan dari para leluhur. Hal ini
berkesinambungan dengan bentuk pola sirkulasi yang mengacu pada Kedhaton atau memusat kea rah
Kedhaton, yang dipercayai sebagai sambungan raja dengan Tuhan, permukiman yang mengelilingi nya
merupakan bentuk pembatas dan pelindung Kedhaton, permukiman ini disebut Permukiman Baluwarti.
Sedangkan pada Keraton Kasepuhan terdapat 5 ( lima ). Berdasarkan cipta dan fungsi ruang terbuka dapat
dilihat bahwa Keraton Surakarta cukup erat dengan warisan leluhur karena kuatnya kepercayaan yang
mereka anut. Beda halnya dengan Keraton Kasepuhan yang memanfaatkan lahan sebagai ruang terbuka
untuk kegiatan Bersama baik acara UMKN hingga upacara.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Toto Sucipto (Vol. 2, No. 3, 2010) Eksistensi Keraton Di Cirebon Kajian Persepsi Masyarakat
Terhadap Keraton-Keraton Di Cirebon, Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional
Bandung Jln. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung.
[2] Iwan Purnama (2015) Konsep Tata Ruang Dan Bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon, Program
Studi Arsitektur Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon.
[3] Dini Rosmalia (2015) Identifikasi Elemen Fisik Kebudayaan Kraton Sebagai Pembentuk Ruang
Lanskap Budaya Kota Cirebon, Program Studi Universitas Pancasila. Issn 1858-1137.
[4] Danur Febyandari (2012) Studi Pengaruh Konsep Lanskap Keraton Surakarta Terhadap Lanskap
Kota Surakarta, Institute Pertanian Bogor.
[5] Ching, Francis D. K. (2007) Architecture Form, Space, and Order 3rd ed.New Jersey: John Wile
y & Sons, Inc.
12