Anda di halaman 1dari 5

MERGER

Merger adalah proses difusi atau penggabungan dua perseroan dengan salah satu di antaranya tetap
berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya
dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut.

Merger terbagi menjadi tiga, yaitu:

Merger horizontal, adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama), misalnya merger
antara dua perusahaan roti, perusahaan sepatu.

Merger vertikal, adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan,
misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan pemintalan benang merger
dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan perusahaan mobil.

Konglomerat ialah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang
berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan perusahaan
elektronik atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan. Tujuan utama konglomerat ialah
untuk mencapai pertumbuhan badan usaha dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Caranya ialah dengan saling bertukar saham antara kedua perusahaan yang disatukan.

Merger Kon Generik Merger kon generik adalah merger diantara dua atau lebih perusahaan yang saling
berhubungan, tetapi bukan terhadap produk yang sama. Contoh merger antara bank dengan perusahaan
leasing.

Dalam hal ini kami mengambil salah satu contoh perusahaan yang melakukan merger ialah PT Ciputra
Development Tbk

Profil Perusahaan

Dimulai pada tanggal 22 Oktober 1981, Dr. (HC) Ir. Ciputra mendirikan perusahaan dengan nama PT Citra
Habitat Indonesia dan pada tahun 1990 mengubah nama perusahaan menjadi PT Ciputra Development,
yang kemudian dikenal sebagai salah satu perusahaan properti terdepan dan paling terdiversifikasi di
Indonesia. Seiring dengan perkembangan usaha, pada tahun 1994 Perseroan melakukan Penawaran
Umum Perdana pada Bursa Efek Indonesia (pada saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta).
Pada tahun 1999, anak perusahaan, PT Ciputra Surya melakukan melakukan Penawaran Umum Perdana
pada Bursa Efek Indonesia dan selanjutnya PT Ciputra Property pada tahun 2007. Namun pada tahun
2016, PT Ciputra Surya Tbk kembali bergabung dengan Induk, PT Ciputra Development Tbk.

Secara konsisten, Perseroan terus menawarkan konsep unik dan modern dalam seluruh arsitektur
bangunan yang dikembangkannya dimana hal tersebut merupakan sebuah keunggulan tersendiri dalam
proyek pengembangan perumahan dan property komersial.

Sampai saat ini, Perseroan telah mengembangkan sekitar 76 proyek yang meliputi perumahan,
apartemen, pusat perbelanjaan, hotel, lapangan golf, rumah sakit dan perkantoran yang tersebar di lebih
dari 33 kota besar di seluruh Indonesia. Dengan sejumlah portofolio dan lahan besar yang dimilikinya,
Perseroan telah memperoleh kepercayaan dari masyarakat luas selama lebih dari tiga dekade dan
menjadi perusahaan properti terkemuka di Indonesia.

Alasan Merger

Tiga perusahaan properti melakukan penggabungan usaha atau merger. sebagaimana diumumkan oleh
KSEI yaitu :

Ciputra Development Tbk ( CTRA ),

Ciputra Property Tbk ( CTRP) dan

Ciputra Surya Tbk ( CTRS )

Merger CTRA CTRS CTRP menjadi CTRA

Tiga emiten properti milik Ciputra memutuskan bakal melebur dalam satu entitas, PT Ciputra
Development Tbk. Merger diharapkan dapat meningkatkan likuiditas saham perseroan dan menurunkan
biaya pinjaman

Dalam rapat rapat umum pemegang saham luar biasa PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) dan PT Ciputra
Property Tbk. (CTRP) yang digelar Selasa (27/12/2016), pemegang saham telah menyetujui rencana
peleburan ke dalam entitas CTRA. Ini sesuai dengan skenario 1 rencana penggabungan yang diumumkan
pada 24 Oktober 2016 lalu.
Merger yang dilakukan CTRA dengan anak perusahaan PT Ciputra Surya dan PT Ciputra Property melalui
pertukaran saham telah mendapatkan persetujuan pada RUPSLB pada tanggal 27 Desember 2016 dan
Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 18 Januari 2017.

“Merger akan memperkuat posisi CTRA sebagai salah satu perusahaan properti terintegrasi yang
terbesar di Indonesia dengan kemampuan pengembangan properti dan pengelolaan aset sebanyak 76
proyek di 33 kota di seluruh Indonesia,” kata Candra Ciputra CEO Grup Ciputra.

Berdasarkan laporan penilaian independen dalam rangka merger, per 30 Juni 2016 NAV per share CTRA
sebesar Rp 3.629. Adapun jumlah saham baru yang diterbitkan sebagai hasil konversi saham publik CTRS
dan CTRP adalah sebanyak 3,1 miliar saham, sehingga total saham CTRA setelah merger akan menjadi
18,5 miliar saham. Dengan demikian market capitalization CTRA secara teoritis akan bertambah sekitar
20 persen.

Selama tahun 2016, CTRA mencatatkan marketing sales sebesar Rp 7,2 triliun, dengan tren nilai transaksi
rata-rata per bulan meningkat signifikan, dari Rp 400 juta per bulan pada kuartal pertama menjadi
sekitar Rp 800 juta pada kuartal keempat. CTRA optimistis peningkatan ini akan terus berlanjut seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan dukungan regulasi pemerintah, khususnya
di sektor properti yang semakin kondusif.

Selanjutnya di tahun 2017 ini, CTRA merencanakan untuk meluncurkan 6 proyek residensial baru dan
memulai pembangunan 2 proyek komersial. Proyek-proyek tersebut terdiri dari Citra Plaza Jakarta,
proyek mixed use apartemen dan kantor seluas 1,4 hektar, Ciputra World Jakarta 2 Extension – The
Newton 2, apartemen dengan luas semi gross sekitar 30 ribu meter persegi, Citraland Cibubur seluas 86
hektar, Citra Plaza Batam, proyek mixed use seluas 4 hektar, Citraland Tallasa Makassar, seluas 116 hektar
dan Sadana Bali, Ciputra Beach seluas 4 hektar. Sedangkan proyek komersial yang akan dibangun terdiri
Ciputra Mall dan Yello Hotel di Citra Raya Tangerang. Dengan proyek ini, diharapkan marketing sales
tahun 2017 bisa meningkat sekitar 15 persen.

Untuk diketahui, CTRA hingga saat ini memiliki 62,66% saham CTRS dan 56,3% saham CTRP. Investor
yang memiliki saham CTRS dan CTRP bisa melakukan konversi dengan saham CTRA dengan rasio 1:2,13
untuk saham CTRS dan 1:0,54 untuk saham CTRP.
Tulus Santoso, Direktur Independen CTRA mengatakan proses penggabungan entitas secara formal
diharapkan dimulai pada kuartal I/2017 setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum & HAM.
Alhasil, komposisi saham setelah merger bakal berubah menjadi 25,48% dimiliki PT Sang Pelopor dan
sisanya dimiliki oleh masyarakat.

"99,9% lebih setuju merger. Ada 25 juta lembar yang tidak setuju, nanti kami akan bayar," jelasnya usai
RUPSLB di Jakarta, Selasa (27/12/2016).

Di sisi lain, Tulus mengatakan penggabungan entitas diharapkan dapat menurunkan biaya dana bila
perseroan menggalang pendanaan dari penerbitan surat utang. Dia mengestimasi, entitas tunggal bakal
menaikkan peringkat surat utang sehingga tingkat kupon juga lebih rendah.

Merger akan meningkatkan efisiensi struktur organisasi dan operasional. Penggabungan juga akan
menjadikan CTRA sebagai salah satu pengembang properti terbesar di Indonesia dengan cadangan lahan
mencapai 6.250 hektare. Sementara itu lokasi proyek tersebar di 33 kota dengan 76 jenis pengembangan
properti.

Pada penutupan perdagangan hari ini, saham CTRA ditutup di level Rp1.275, naik 2%. Sementara itu
saham CTRP naik 3,03% menjadi Rp680. Saham CTRS juga naik 4,31% menjadi Rp2.660.

Dengan adanya Merger tersebut maka saham CTRS dan CTRP sudah tidak ada lagi di bursa atau delisting
dari bursa. Penghapusan saham CTRS dan CTRP di Bursa Saham Indonesia efektif hari ini Kamis, 19
Januari 2017.

Penggabungan ini membuat CTRA masuk tiga besar perusahaan properti dengan market cap paling besar
di bursa di belakang BSDE dan PWON.

Berdasarkan hitunganya CTRA selama ini memiliki lahan yang paling besar perusahaan grup Ciputra
mencapai 743 hektar dengan nilai bersih aset Rp 29,5 triliun. Diikuti oleh CTRS dan CTRP masing-masing
390 dan 89 hektar dengan nilai aset Rp 31,65 triliun dan Rp 7,11 triliun.

Jadi total valuasi aset perusahaan mencapai Rp 64,76 triliun, yang membuat nilai valuasi per saham
perusahaan juga naik menjadi Rp 3.495 per saham dari Rp 1.596 per saham.

Begitu juga dengan dari operasional perusahaan organisasi di Grup Ciputra yang semakin ramping, juga
membuat perusahaan terhindar dari konflik internal. Khususnya dalam penentuan prospektif proyek
dalam internal grup. Sehingga setelah merger proyek tidak akan terjadi perebutan proyek dan, karena
lebih fokus yang dikelola oleh satu induk usaha.porsi kepemilikan public di CTRA juga akan bertambah
menjadi 74,6% dan sisanya akan dimiliki oleh PT Sang Pelopor. Dari hitunganya usai adanya proses
merger ini nilai kapitalisasi pasar dari CTRA akan meningkat menjadi Rp 25 triliun dari Rp 20,8
triliun.Proses ini juga akan meningkatkan likuiditas saham CTRA.

Anda mungkin juga menyukai