Anda di halaman 1dari 4

1.

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK


Penilaian autentik (authentic assesment) adalah suatu proses pengumpulan , pelaporan
dan penggunaaninformasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-
prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti autentik, akurat, dan
konsisten sebagai akuntabilitas publik (Pusat Kurikulum, 2009)Penilaian dalam
kurikulum 2013 mengacu pada Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan.
Tujuan penilaian autentik:
(1) perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai
dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian,
(2) pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional,terbuka, edukatif, efektif,
efisien, dan sesuai dengan konteks sosialbudaya; dan
(3) pelaporan hasil penilaian pesertadidik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Penilaian autentik mencakup tiga ranah hasil belajar yaitu ranah sikap, keterampilan,
dan pengetahuan.Terminologi autentik merupakan sinonim dari asli, nyataatau
sebenarnya, valid, atau reliabel. Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna
secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun
(Kemendikbud, 2013).Atas dasar tersebut, guru dapat mengidentifikasi materi apa
yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus
dilakukan.
Intinya penilaian autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek.
Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat
populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri
khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan
minat khusus, hingga yang jenius. Penilaian autentik dapat juga diterapkan dalam
bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan
orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.Penilaian autentik sering
digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik, karena berfokus
pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang
subjek. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana
mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.
Penilaian autentik(Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara
signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.Penilaian autentik merupakan proses asesmen yang melibatkan beberapa
bentuk pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa, prestasi, motivasi, dan
sikap yang sesuai dengan materi pembelajaran.

Contoh penilaian autentik

1. Rubrik pengamatan gambar


Pengamatan gambar pada media pembelajaran
Pengamatan Gambar
No Nama
Menunjukkan Menyebutkan Mengidentifikasi
gambar gambar gambar
K C B SB K C B SB K C B SB
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.

2. Penilaian sikap
Perubahan Tingkah Laku
No Nama
Berakhlak Percaya Diri Bertanggung Disiplin
Mulia Jawab
K C B S K C B S K C B S K C B S
B B B B
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.
2.
3.

3. Penilaian Pengetahuan

Instrumen penilaian: Tes Tertulis


1. 24 + 25 = …..
2. 26 + 32 = …..
3. 47 + 12 = ….
4. 29 + 30 = ….
5. 42 + 27 = ….
Pedoman Penskoran: satu nomor nilai 2

4. Penilaian Keterampilan
a. Menceritakan gambar bermacam – macam benda gas
Penilaian : observasi
Lembar pengamatan kegiatan bersecrita
No Kriteria Bobot
1. Keruntutan cerita 4
2. Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik
3
dan benar
3. Isi cerita sesuai tema 2
4. Memberi inspirasi pada orang lain 1

b. Mewarnai gambar
Penilaian : unjuk kerja
Rubric mewarnai
Kriteria Baik sekali Baik Cukup Perlu
Bimbingan
4 3 2 1

Melengkapi
gambar
Menebalkan
gambar
Mewarnai
gambar

 Pengalaman dalam melakukan penilaian autentik pada peserta didik


Penilaian Autentik dalam Kurikulum 2013 sebenarnya bukan merupakan barang
baru. Pada implementasi KTSP dikenal penilaian berbasis kelas. Penilaian berbasis
kelas merupakan bagian dari komponen penilaian di kelas yang mampu melibatkan
siswa dan guru dalam memonitor hasil belajar siswa secara kontinu. Berbagai jenis
penilaian berbasis kelas antara lain; tes tertulis (paper and pencil test), pemberian
tugas, penilaian kinerja (performance assessment), penilaian proyek, penilaian hasil
kerja (product assesment), penilaian sikap (afektif), dan kumpulan kerja peserta
didik(portofolio). Penilaian Autentik merupakan penilaian berbasis kelas pada
kurikulum 2013. Jadi seharusnya penilaian autentik dalam kurikulum 2013 bukan
sesuatu yang baru dan merepotkan karena sudah dilaksanakan dalam penilaian
KTSP. Namundalam pelaksanaan KTSP, sebagian besar guru tidak melaksanakan
penilaian berbasis kelas secara utuh. Dari tiga ruang lingkup aspek penilaian,
penilaian sikap merupakan bagian yang selama ini paling jarang disentuh guru.
Mungkin ada satu dua sekolah atau guru yang sudah melakukan penilaian terhadap
aspek ini, tetapi sifatnya masih sporadis dan belum terencana dengan baik. Dengan
diberlakukannya Kurikulum 2013 maka melakukan penilaian sikap menjadi
kewajiban bagi semua guru.
Pemberlakuan penilaian autentik dalam kurikulum 2013 menimbulkan
kegamangan pada sebagian besar guru, khususnya untuk melaksanakan penilaian
sikap dan keterampilan. Yang terbayang dalam benak sebagian besar guru
setumpuk instrument harus dibawanya setiap hari. Di kelas pun guru akan
disibukkan dengan pengamatan terhadap kegiatan siswa guna melengkapi tuntutan
penilaian sikap yang terdiri dari sekian banyak aspek dan penilaian keterampilan.
Sementara jumlah siswa setiap kelas yang harus diamati relatif banyak, rata-rata 40
orang perkelas dan jumlah kelas yang diajarpun cukup banyak untuk memenuhi
tuntutan minimal 24 jam perminggu.
Kegamangan guru dalam melakukan penilaian autentik disebabkan keterbatasan
pemahaman guru terhadap penilaian autentik. Hal ini mengakibatkan guru
mengalami kesulitan dalam melaksanakan penilaian autentik. Kesulitan guru
tersebut terutama disebabkan oleh:

1. Belum terbiasanya guru untuk melakukan analisis KD dan mengembangkan


indikator.
2. Belum terbiasanya guru melakukan perencanaan penilaian.
3. Belum terbiasanya guru melakukan penilaian sikap (menyusun instrument
hingga melakukan pengukuran, penilaian dan menyusun laporan hasil).
4. Banyaknya aspek sikap yang dinilai.
5. Banyaknya instrument penilaian sikap yang beredar di lapangan yang mungkin
belum terstandar sehingga cenderung membingungkan guru.
6. Pemahaman yang keliru terhadap penilaian sikap sehingga menimbulkan
image “merepotkan”.
7. Aturan penilaian yang terus berubah.

Keterbatasan pemahaman ini dapat mengakibatkan guru melakukan kekeliruan.


Guru bisa terjebak dalam rutinitas penilaian yang berlebihan, yang sebenarnya
bukan menjadi tujuan utama pengembangan karakter dalam pembelajaran.Agar
guru tidak terjebak dalam rutinitas penilaian yang berlebihan atau guru frustasi
sehingga tidak melakukan penilaian yang seharusnya, dibutuhkan pemahaman dan
strategi dalam penilaian, khususnya penilaian aspek sikap yang dianggap berat dan
merepotkan guru, dapat dilaksanakan dan guru dapat tetap fokus mengelola
pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai