Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH

M. Imron Rosyadi / Kelas B


A. Pengertian Manajemen Berbasis Madrasah
1. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur,
mengurus atau mengelola. Manajemen diperlukan dalam segala bidang,
bentuk dan organisasi, serta tipe kegiatan, dimana orang-orang saling
bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan.
Manajemen adalah seni, atau ilmu, untuk mencapai tujuan melalui
kegiatan orang lain. Sejak manajer ikut mengawasi, manajemen dapat
diartikan secara harfiah "Melihat dari atas" yaitu, memastikan orang
melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Manajer, diharapkan
untuk memastikan produktivitas yang lebih besar atau, menggunakan
istilah saat ini, 'perbaikan terus-menerus'.
Manajemen adalah proses merancang dan memelihara lingkungan di
mana individu, bekerja sama dalam kelompok, secara efisien untuk
mencapai tujuan yang dipilih. Management is the process of designing
and maintaining an environment in which individuals, working together in
groups, efficiently accomplish selected aims.1
Dalam bentuk yang diperluas, Definisi dasar ini berarti : (1). sebagai
manajer,

orang

melaksanakan

fungsi

manajerial

perencanaan,

pengorganisasian, staffing, memimpin, dan pengendali. (2). manajemen


berlaku untuk setiap jenis organisasi. (3). manajemen berlaku untuk
manajer di semua tingkatan organisasi. (4). tujuan semua manajer adalah
sama-untuk membuat surplus.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu
proses

rangkaian

kegiatan,

seperti

perencanaan,

pengorganisasian,

penggerakan dan pengendalian, pengawasan, yang dilakukan untuk


menentukan

dan

mencapai

tujuan

yang

telah

ditetapkan

melalui

pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.


2. Pengertian Madrasah
Kata Madrasah berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat
(dzaraf), dari akar kata : Darasa. Secara harfiah "madrasah" diartikan
sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan
pelajaran".2

Menurut Malik Fadjar pengertian Madrasah secara umum

1 Harold Koontz and Heinz Weihrich. Essentials of Management, Fifth Edition, McGraw-Hill,
1990, hal. 4.

dapat diartikan sebagai sekolah umum yang berciri-khas Islam yang menjadi
bagian keseluruhan dari sistem pendidikan nasional.3
Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara
formal,

madrasah

tidak

berbeda

dengan

sekolah,

namun

di

Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi


konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anakanak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan
keagamaan (dalam hal ini agama Islam).4
Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan
ilmu-ilmu keagamaan, juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolahsekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada
pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyah. Kenyataan
bahwa kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami "madrasah"
sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau
"tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".
Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai
lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan, sedang sekolah dipahami sebagai
lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan umum. Madrasah
sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh
negara, baik pada negara-negara Islam, maupun negara lainnya yang di
dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.5
3. Pengertian Manajemen Berbasis Madrasah
2 Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam, Edisi Indonesia, Surabaya: Risalah Gusti, 1996, hal. 66

3 H.A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung, Mizan, 1998, hal. 15
4 H.A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI, 1998, hal. 112
5 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010. hal. 199.

Apakah SBM itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, dikemukakan di sini beberapa
definisi mengenai SBM dari para ahli sebagai berikut:
School-based management (SBM) is the application of modern business
management theory to the operation of a school system. It attempts to place
maximum responsibility for educational planning, accountability, and
management of personnel and resources with the staff in the individual school
buildings.6
Manajemen berbasis sekolah adalah penerapan teori manajemen bisnis modern
pada pelaksanaan sistem sekolah. Ia berusaha untuk menempatkan tanggung
jawab terbesar pada perencanaan pendidikan, akuntabilitas, dan manajemen
personil dan sumber daya dengan staf di gedung sekolah masing-masing.
Istilah Menejemen Berbasis Madrasah merupakan terjemahan dari Schoolbased management. Istilah itu pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika
masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat.
Implementasi MBM pada tingkat satuan pendidikan bukan sekedar luapan
semangat desentralisasi yang berlebihan. MBM dilaksanakan semata karena
berlandaskan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 51
ayat 1: Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis

sekolah atau madrasah.7 Legalisasi

pelaksanaan MBM juga termuat dalam peraturan turunan undang-undang sistem


pendidikan nasional, yaitu dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan pasal 49 ayat 1: Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.8

6 School-Based Management. Wallingfordswarthmore School District, No.134, 2001, hal. 1


7 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
8 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Dengan demikian Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah merupakan proses


penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan
madrasah

secara

langsung

dalam

proses

pengambilan

keputusan

untuk

memenuhi kebutuhan peningkatan mutu madrasah atau untuk mencapai tujuan


pendidikan nasional.9
manajemen

yang

Depdiknas merumuskan pengertian MBS sebagai model

memberikan

otonomi

lebih

besar

kepada

sekolah

dan

mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung


warga madrasah (Guru, siswa, Kepala Madrasah, karyawan, orang tua, dan
masyaraka) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pemerintah
nasional.
Dan pertanyaan selanjutnya adalah apa sajakah yang didesentralisasikan?
Jawabnya sebagai berikut:
1).Pengetahuan:

desentralisasi

keputusan

yang

terkait

dengan

kurikulum,

termasuk keputusan yang terkait dengan tujuan dan akhir persekolahan.


2).

Teknologi:desentralisasi keputusan yang terkait dengan cara belajar

mengajar
3).

Kekuasaan:

desentralisasi

otoritas

(kewenangan)

untuk

membuat

keputusan.
4).

Materi: desentralisasi keputusan yang terkait dengan penggunaan fasilitas,

perbekalan dan perlengkapan.


5).

Orang: desentralisasi keputusan yang terkait dengan sumber daya manusia

termasuk para pengembang profesional dalam hal yang terkait dengan belajarmengajar dan pendukung belajar-mengajar.
6).

Waktu: desentralisasi keputusan yang terkait dengan alokasi waktu.

7).

Pembiayaan: desentralisasi keputusan yang terkait pengalokasian uang. 10

9 Direktorat Pembinaaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar, Manajemen Berbasis


Sekolah, (Jakarta: TP, 2009), hal. 4

10 Ibtisam Abu-Duhou, School-based manajement. Paris: UNESCO. International Institute for


Educational Planning. 1999, hal. 30-31.

Sumber

daya

ditransformasikan

meliputi
ke

manusia,

dalam

modal

pembelajaran

dan
dan

sumber

lainnya

pengalaman

yang

kurikulum

(pengetahuan dan teknologi). Cakupan desentralisaisi ini meliputi:


1).Penerimaan: desentralisasi keputusan mengenai siswa yang dapat diterima di
sekolah itu.
2).Penilaian: desentralisasi keputusan mengenai bagaimana siswa dinilai.
3).

Keuangan: keputusan mengenai pengaturan keuangan untuk penerimaan

siswa.11
Dengan

demikian,

mengembangkan

menjadi

rencana

pentinglah

pengembangan

bagi

sekolah

setiap
yang

sekolah

untuk

didasarkan

pada

perencanaan strategik sistem. Melalui negosiasi dengan kantor pusat, rencana


disetujui dan waktu penerapan ditentukan. Rencana ini pada gilirannya menjadi
dokumen yang akan digunakan untuk mengevaluasi sekolah itu pada tahun
pelajaran selanjutnya. Kadang rencana pun mengizinkan partisapsi yang tepat
dari dewan sekolah, orang tua, kepala sekolah, administrator, guru, dan semua
pihak yang tertarik, bahkan kadang-kadang melibatkan siswa.
B. Karakteristik dan Aspek-aspek Manajemen Berbasis Madrasah
1. Karakteristik MBM
Karakterisitk

Manajemen

Barbasis

Madrasah

tentunya

tidak

terlepas

dari

pendekatan Input, Proses, Output Pendidikan.


a. Input Pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa
sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsunnya proses.
Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (Kepala Madrasah, guru
termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan,
perlengkapan, uang, dan bahan).
11 Ibid, hal. 31

Menurut Suyanto, secara ringkas karakteristik MBM ditinjau dari segi


input terdiri dari empat hal yaitu: 1). memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu
yang jelas, 2). tersedianya sumber daya yang kompetitif dan berdedikasi, 3).
memiliki harapan prestasi yang tinggi, dan 4). komitmen pada pelanggan.12
b. Proses Pendidikan
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain.

Sesuatu

yang

berpengaruh

disebut input sedangkan

sesuatu

dari

terhadap
hasil

berlangsungnya

proses

disebut

proses

output. Dalam

pendidikan berskala mikro (ditingkat madrasah), proses yang dimaksud adalah


proses

pengambilan

keputusan,

proses

yang

dimaksud

adalah

proses

pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan


program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan
catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding
dengan proses- proses lainnya.
Manajemen berbasis sekolah menurut Sagala memiliki karakteristik sama
dengan sekolah yang efektif, yaitu:13
1. Memiliki output, yaitu prestasi pembelajaran dan manajemen sekolah efektif.
2. Efektifitas proses belajar mengajar yang tinggi
3. Peran kepala sekolah yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
4.

Lingkungan dan iklim belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga
manajemen sekolah lebih efektif.

5.

Melakukan analisa kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi


kerja,, hubungan kerja, dan imbalan jasa tenaga kependidikan dan guru yang
dapat memenuhi kebutuhan nafkah hidupnya sehingga mampu menjalankan
tugasnya dengan baik.

12 Suyanto, Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah, Wonosobo: Makalah SMK 2 Wonosobo,


2008, hal. 4

13 Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: PT


Alfabeta. 2010, hal 161

6. Pertanggungjawaban

sekolah

terhdap

keberhasilan

program

yang

telah

dilaksanakan.
7. Pengelolaan dan penggunaan anggaran yang sepantasnya dilakukan oleh
sekolah sesuai kebutuhan riil untuk meningkatkan mutu layanan belajar.
c. Output yang diharapkan
Pada dasarnya output yang diharapkan merupakan tujuan utama dari
penyelenggaraan pendidikan secara umum. Output pendidikan adalah merupakan
kinerja madrasah. Kinerja madrasah adalah prestasi madrasah yang dihasilkan
dari proses/ perilaku madrasah. Kinerja madrasah dapat diukur dari kualitas,
efektivitas, produktivitas, efesiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja dan moral
kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan
bahwa output madrasah

dikatakan

berkualitas/bermutu

tinggi

jika

prestasi

madrasah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi


dalam:
(1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah,
lomba akademik, dan
(2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah
raga, kesenian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler
lainnya.
Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling
berhubungan

(proses)

pengawasan.

Jika

seperti

ditinjau

dari

misalnya
segi

pola

perencanaan,
pelaksanaan

pelaksanaan,
manajemen

dan
maka

karakteritik MBM dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 1. Karakteritik MBM berdasarkan Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
POLA LAMA
Sub-ordinasi
Pengambilan keputusan
terpusat
Ruang gerak kaku
Pendekatan birokratik
Sentralistik
Diatur
Overegulasi
Mengontrol

POLA BARU
Otonomi
Pengambilan keputusan
partisipasif
Ruang gerak luwes
Pendekatan profesional
Disentralistik
Motivasi
Deregulasi
Mempengaruhi

Mengarahkan
Menghindari resiko
Gunakan uang semuanya
Individual yang cerdas
Informasi terpribadi
Pendelegasian
Organisasi herarkhis

Memfasilitasi
Mengelola resiko
Gunakan uang seefesien
Teamwork yang cerdas
Informasi terbagi
Pemberdayaan
Organisasi datar

2. Aspek-aspek MBM
Berdasarkan otonomi pengelolaan pendidikan di lingkungan madrasah maka
peran pemerintah bergeser dari regulator menjadi fasilitator.

Keterlibatan

pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan ini mencakup dua aspek, yaitu


mutu dan pemerataan. Pemerintah menetapkan standar mutu pendidikan, dan
berupaya agar semua siswa dapat berprestasi setinggi mungkin. Juga berupaya
agar semua sekolah/madrasah dapat mencapai standar minimal mutu pendidikan,
dengan keragaman prestasi antara sekolah/madrasah dalam suatu lokasi sekecil
mungkin. Pemeritah juga menjamin pemerataan kesempatan bagi seluruh siswa
dari semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Peran ini
dilakukan melalui perumusan kebijaksanaan umum, pelayanan teknis, dan
monitoring program secara reguler.
Adanya

otonomi

yang

diberikan

pemerintah

kepada

madrasah

telah

memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan warga madrasah untuk


mengembangkan lembaga pendidikan berdasarkan kemampuan manajerialnya.
Di bawah ini dijelaskan beberapa aspek yang menyangkut manajemen berbasis
madrasah:
a. Aspek Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pembelajaran
sebagai proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.14

Pembelajaran dapat juga diartikan suatu kegiatan guru secara

terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar.15


14 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
15 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alfa Beta, 2005, Cet Kedua, hal. 61

Menurut Suwarno sebagaimana yang dikutip Ramayulis, peranan madrasah


dalam proses pembelajaran antara lain:
1) memberikan kecerdasan pikiran dan memberi pengetahuan,
2) memberikan spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
3) memberikan pendidikan dan pengajaran yang lebih efisien kepada masyarakat,
4) membantu perkembangan individu menjadi makhluk social,
5) menjaga nilai budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan
menyampaikan kebudayaan tadi, dan
6) melatih untuk dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sebelum ke
masyarakat.16
Proses belajar merupakan kegiatan utama madrasah. Madrasah diberi
kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik
guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia di madrasah. Oleh karena itu
kepala madrasah perlu menerapkan cara-cara belajar siswa aktif seperti active
learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
b. Perencanaan dan Evaluasi
Madrasah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan
kebutuhannya

(school-based

plan).

Kebutuhan

yang

dimaksud

misalnya,

kebutuhan untuk meningkatkan mutu madrasah. Menurut Nahwawi sebagaimana


yang dikutip Ahmad Sabri rencana yang perlu disusun oleh oleh madrasah dalam
konteks pendidikan meliputi:
1) Perumusan tujuan yang hendak dicapai,
2)

Penentuan bidang/fungsi unit sebagai bagian yang akan melaksanakan


kegiatan untuk mencapai tujuan,

3)

Menetapkan jangka waktu yang diperlukan,

4)

Menetapkan metode atau cara penyampaian tujuan,

5)

menetapkan alat-alat yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan


efisiensi pencapaian tujuan,

16 Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Kalam Mulia, 2003, hal. 141-143

10

6)

merumuskan rencana evaluasi atau penilaian untuk mengukur tingkat


pencapaian tujuan,

7)

menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan.17


Kepala Madrasah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan

hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian Kepala Madrasah membuat


rencana peningkatan mutu. Selain itu madrasah juga diberi wewenang untuk
melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal.
Menurut Oemar Hamalik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponen
sistem pembelajaran yang mencakup prilaku awal anak didik, kemampuan guru,
kurikulum dan administratif. Secara internal evaluasi dilakukan oleh warga
madrasah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil
program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut
evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat
mengungkap informasi yang sebenarnya.
c. Pengelolaan Kurikulum
Untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, maka seluruh komponenkomponen pendidikan mestilah berkualitas. Diantara komponen yang sangat
penting untuk menuju pendidikan yang berkualitas itu adalah adanya kurikulum
madrasah yang dibuat oleh madrasah sebagai sebuah pedoman dan arah dalam
menciptakan proses pendidikan yang berkualitas.
Mengapa kurikulum itu perlu? Paling tidak ada beberapa jawaban untuk itu:
1) kurikulum adalah gambaran umum dari proses pendidikan yang akan dilalui,
3) tanpa ada kurikulum mustahil tercipta hasil pembelajaran yang berkualitas.
Dengan demikian setiap lembaga pendidikan mesti membuat kurikulum
sebagai

sebuah

jembatan

penyeberangn

menuju

hasil

pendidikan

yang

berkualitas. Karena kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah


kurikulum standar yang berlaku secara nasional, sementara kondisi madrasah
17 Ahmad Sabri, Administrasi Pendidikan, Padang : IAIN IB Press, 2000, hal. 14

pada umumnya sangat beragam maka dalam implementasinya, madrasah dapat


mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi) kurikulum
tersebut, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara
nasional. Madrasah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang
diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Madrasah juga
dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh
diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian
juga, madrasah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan
boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik
peserta didik. Selain itu, madrasah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan
kurikulum muatan lokal.
d. Pengelolaan Ketenagaan
Reformasi dalam pengelolaan pendidikan mengarah kepada terciptanya
kondisi yang desentralistis baik pada tatanan birokrasi maupun pengelolaan
madrasah. Reformasi ini, terwujudkan dalam bentuk kewenangan luas di tingkat
Kab/Kota, madrasah dalam mengelola berbagai sumber termasuk di dalamnya
ketenaganaan.18

Kepala Madrasah perlu melakukan pengelolaan ketenagaan,

mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen, pengembangan, hadiah


dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja
tenaga kerja madrasah (guru, tenaga administrasi, laporan, dsb) dapat dilakukan
oleh

madrasah

kecuali

yang

menyangkut

pengupahan/imbalan

jasa

dan

rekrutmen guru, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.19
e. Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh madrasah, mulai dari
pengadan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini
didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan
18Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidikan
Luar Biasa, 2008, hal. 7

19 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alfa Beta, 2005, Cet-2, hal. 61

12

fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama


fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar
mengajar.
Pada dasarnya sekolah umum yang pada umumnya berstatus negeri dan
dengan statusnya itu seluruh pembiayaan, ketenagaan, semua kebutuhan fasilitas
tercukupi oleh pemerintah dibandingkan dengan prestasi madrasah yang pada
umumnya berstatus swasta dan tidak memperoleh fasilitas sebagaimana yang
diterima oleh sekolah umum pada umumnya. Minimnya fasilitas yang diberikan
pada madrasah jika dibandingkan dengan sekolah umum, membuat kepala
sekolah

perlu

melakukan

strategi

pengelolaan

yang

dapat

memenuhi

kebutuhannya.
e. Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan

keuangan,

sepantasnya

dilakukan

terutama
oleh

pengalokasian/penggunaan

Kepala

Madrasah

secara

uang

sudah

transparan

dan

bertanggungjawab. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa madrasahlah yang
paling

memahami

kebutuhannya

sehingga

desentralisasi

pengalokasian/

penggunaan uang sudah seharusnya dilimpahkan ke madrasah. Madrasah juga


harus diberi kebebasan melakukan kegiatan yang mendatangkan penghasilan,
sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah. 20
g. Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/
pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan madrasah atau untuk memasuki
dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu
memang

sudah

didesentralisasikan.

Karena

itu,

yang

diperlukan

peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.


h. Hubungan Madrasah Masyarakat

20 Mulyasa. E. Manajemen Berbasis Madrasah, PT Remaja Rosdakarya., Bandung, 2004, hal. 11

adalah

Esensi hubungan madrasah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan,


kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan
moral dan finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan madrasah-masyarakat
dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang
dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstesitas hubungan madrasahmasyarakat.
i. Pengelolaan Iklim Madrasah
Iklim madrasah (fisik/non fisik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan madrasah
yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga
madrasah, kesehatan madrasah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada
siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim madrasah yang
dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim madrasah sudah merupakan
kewengan madrasah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih
intensif dan ekstentif.
C. Tujuan dan Fungsi Manajemen Berbasis Madrasah
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas
pada tingkat madrasah dengan maksud agar madrasah leluasa mengelola sumber
daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas
kebutuhan.
Pada

sistem

MBM

madrasah

dituntut

secara

mandiri

menggali,

mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun
pemerintah. MBM juga merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan
yang menawarkan kepada madrasah untuk menyediakan pendidikan yang lebih
baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja
staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan
meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan.
Pengertian MBM sebagai suatu konsep yang menempatkan kekuasaan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada
tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar. Kewenangan terhadap

14

pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan


proses

pembelajaran

itu

sendiri

yaitu madrasah.

Di

samping

itu

untuk

memberdayakan madrasah agar dapat melayani masyarakat secara maksimal


sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut.
1. Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah
Adapun tujuan dan maksud implementasi MBM adalah untuk:
1. Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah khususnya kepada masyarakat.
2.

Memperoleh masukan agar konsep ini dapat diimplementasikan dengan


mudah

dan

sesuai

dengan

kondisi

lingkunganIndonesia yang

memiliki

keragaman cultural, sosio ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografinya.


3.

Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat


madrasah

dan

individu

yang

peduli

terhadap

pendidikan,

khususnya

peningkatan mutu pendidikan.


4.

Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai


peningkatan mutu pendidikan/ pada madrasah masing-masing.

5.

Menggalang kesadaran masyarakat madrasah untuk ikut serta secara aktif


dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.

6.

Memotivasi

timbulnya

pemikira-pemikiran

baru

dalam

mensukseskan

pembanguan pendidikan dari individu dan masyarakat yang peduli terhadap


pendidikan khususnya masyarakat madrasah yang berada di gars paling depan
dalam proses pembangunan tersebut.
7.

Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan


tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan focus peningkatan
mutu yang berkelanjutan pada tataran madrasah.

8. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus


dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap
tahun, 5 tahun dan seterusnya sehingga tercapai misi madrasah ke depan.

Selanjutnya tujuan MBM Menurut Bahtiar adalah:

1.

Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah


dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;

2.

Meningkatkan

kepedulian

warga

madrasah

dan

masyarakat

dalam

menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;


3.

Meningkatkan tanggung jawab madrasah kepada orangtua, masyarakat,


dan pemerintah tentang mutu madrasahnya; dan

4.

Meningkatkan

kompetisi

yang

sehat

antar madrasah tentang

mutu

pendidikan yang akan dicapai.21


Dengan

demikian

dapat

dipahami

bahwa

sudah

jelas

secara

politis

manajemen berbasis madrasah ekolah merupakan muara dari semua kebijakan di


bidang pendidikan akan tergambar di madrasah, sebab sekolah merupakan
jaringan terakhir dari rangkaian birokrasi pendidikan. MBM juga sebagai bentuk
operasionalisasi dari kebijakan desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam
hubungannya dengan otonomi daerah. Secara teoritis MBM juga merupakan suatu
konsep yang menawarkan suatu otonomi kepada madrasah dalam rangka
meningkatkan

mutu,

efisiensi

dan

pemerataan

pendidikan

agar

dapat

mengakomodir kepentingan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang


erat antara madrasah, masyarakat dan pemerintah. Secara operasional MBM
merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan pengelolaan madrasah
dalam suatu keutuhan entitas sistem.
Berdasarkan beberapa paparan tentang manajemen berbasis madrasah seperti
diatas, maka, hidup atau matinya suatu program, akan ditentukan oleh sejauh
semana madrasah mampu mengelola dan melaksanakan semua program
kependidikan. Oleh sebab itu, manajemen berbasis madrasah menjadi sangat
strategis dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
Dengan manajemen berbasis madrasah ini, kepala madrasah, guru dan peserta
didik mendapatkan peluang untuk melakukan inovasi dan improvisasi di
madrasah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manaerial dan
21 Bahtiar, Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMPNegeri 2 Sinjai Barat, Sinjai Barat:
Laporan Penelitian, 2009, hal. 4

16

lain-lain. Jadi, otonomi pendidikan merupakan hal yang esensial bagi terciptanya
kebebasan

akademik.

Dengan

demikian,

manajemen

berbasis

madrasah

dikatakan sebagai bentuk oprasionalisasi desentralisasi atau otonomi pendidikan


dalam hubungannya dengan otonomi daerah.
2. Manfaat Manejemen Berbasis Madrasah
MBM dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang
selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBM adalah
strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan
pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah.
Dengan demikian, MBM pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana
sekolah

merupakan

unit

pengambilan

keputusan

penting

tentang

penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBM memberikan kesempatan


pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas
proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu
mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah
dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua,
dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBM
dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid.
Dengan demikian, pada dasarnya MBM adalah upaya memandirikan sekolah
dengan memberdayakannya.
Melalui MBM dinyakini bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat
jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat
daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui
kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau
daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus
sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak
berperanserta merencanakannya. Pendekatan melalui MBM juga memiliki lebih
banyak maslahatnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat
itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan
terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang

tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang


melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan
komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya
meningkatkan prestasi belajar murid. MBM bahkan dipandang sebagai salah satu
cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBM yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat
yaitu:
a.

Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil


keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.

b.

Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam


pengambilan keputusan penting.

c.

Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program


pembelajaran.

d.

Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan


yang dikembangkan di setiap sekolah.

e.

Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan
biaya program sekolah.

f. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di


semua level.22
D. Peran Kepala Madrasah dalam Manajemen Berbasis Madrasah
Pakar pendidikan berpendapat, bahwa kepala sekolah merupakan tokoh kunci
keberhasilan suatu sekolah. Kepala sekolah sama dengan kepala madrasah.
Dengan kata lain, kepala madrasah adalah kunci keberhasilan pendidikan di
madrasah. Karena itu, Sudarwan Danim,23 menyebut kepala sekolah (baca
madrasah) sebagai the key person-penanggungjawab utama atau faktor kunci22Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidikan
Luar Biasa, 2008, hal. 7

23Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005, hal. 96

18

untuk membawa madrasah menjadi center of excellence, pusat keunggulan


dalam mencetak dan mengembangkan sumberdaya manusia madrasah. Apakah
madrasah itu menjadi efektif, menjadi madrasah yang sukses atau sebaliknya,
semua

tergantung

dengan

peran

seorang

kepala

madrasah. Ini

berarti,

profesionalisme kepala madrasah menjadi sebuah keharusan.


De Roche mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala
sekolah yang baik.24 Hasil studi itu menunjukkan perbedaan yang tajam antara
sekolah yang berprestasi tinggi dengan yang berprestasi rendah, disebabkan oleh
pengaruh yang besar dari kepala sekolahnya.Sehingga Ruth Love dalam Edward
Deroche (1996) menyatakan: I never seen a good school without a good
principals. Atau seperti yang dinyatakan oleh James B. Conant (1996), the
difference between a good and a poor school is often the difference between
good and poor principals25 Tegasnya, pemeran utama dan penanggungjawab
utama adalah kepala sekolah. Karena itu, Sergiovanni membuat kesimpulan
bahwa tidak ada siswa yang tidak dapat dididik. Yang ada adalah guru yang tidak
berhasil mendidik. Selanjutnya, tidak ada guru yang tidak berhasil mendidik, yang
ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu membuat guru berhasil menjadi
pendidik.26
Secara operasional kepala madrasah adalah orang yang paling bertanggung
jawab mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber
daya (resources) madrasah. Kepemimpinan kepala madrasah merupakan faktor
pendorong untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran madrasah yang
dipimpinnya menuju madrasah yang bermutu.Bermutu dibidang pelayanan,
dibidang

pembelajaran,

dibidang

sarana

prasarana,

pengembangan

SDM,

dibidang prestasi akademik dan non akademik. Itulah tugas suci seorang kepala
24Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005 hal. 97

25Ibid
26 Thomas J. Sergiovanni. Educational Governance and Administration. New York: Prentice Hall Inc.
1987,

madrasah: menciptakan madrasah yang bermutu. Dewasa ini, salah satu aspek
yang paling lemah dalam dunia madrasah adalah aspek manajemen. Banyak guru
senior

yang

trampil

dan

berpengalaman

dalam

mengajar,

tetapi

miskin

dengan management ability. Padahal pemberdayaan madrasah hanya dapat


dilakukan apabila kepala madrasah memiliki kemampuan manajerial yang lebih
dari pada kemampuan yang dimiliki sekarang, untuk membawa madrasah
menjadi madrasah yang berkualitas.
1. Kepala Madrasah Sebagai Manajer
Dalam

teori

menyandang

manajemen

dua

pendidikan,

jabatan

penting

kepala

untuk

madrasah

menjamin

sebenarnya
kelangsungan

penyelenggaraan pendidikan di madrasah. Pertama, sebagai manager pendidikan


dan kedua sebagai leader pendidikan di madrasahnya.27
Sebagai manager pendidikan,
penuh memanage

madrasah.

kepala

madrasah

Memanage berarti

bertanggung

mengatur

seluruh

jawab
potensi

madrasah agar berfungsi secara optimal untuk mencapai tujuan madrasah.28


Kepala madrasah bertanggungjawab melaksanakan administrasi madrasah
dengan

seluruh

merencanakan

substansinya,

dan

memobilisasikan

mengevaluasi

program,

sumber

daya

melaksanakan

madrasah,

kurikulum

dan

pembelajaran, mengelola personalia, memberdayakan sarana dan sumber belajar,


mengadministrasikan

keuangan,

melakukan

pelayanan

siswa,

mengelola

hubungan dengan masyarakat, dan menciptakan iklim madrasah yang kondusif. 29


Disamping

itu,

kepala

madrasah

bertanggung

jawab

terhadap

kualitas

pengembangan dan pemberdayaan sumberdaya manusia di madrasah agar


mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan secara efektif. Dengan
kata lain, kepala madrasah sebagai pengelola pendidikan memiliki tugas

27 HS. Hasibuan, Fungsi-fungsi Manajemen pada Madrasah, Padang: Makalah, Universitas Negeri
Padang, 2006, hal. 5

28 Ibid
29 Ibid

20

mengembangkan kinerja para guru dan pegawai, menjadi guru dan pegawai yang
profesional.
Dilain pihak, Fred Luthans (1995) mengemukakan lima jenis keterampilan yang
dibutuhkan oleh seorang manajer pendidikan, yang mencakup: (1) cultural
flexibility; (2) communication skills (3) human resources development skills;
(4) creativity; dan (5) self management of learning.30
1). cultural flexibility adalah keterampilan yang merujuk kepada kesadaran dan
kepekaan budaya, di mana seorang manajer dituntut untuk dapat menghargai
nilai keberagaman kultur yang ada di dalam madrasahnya. Sebagai manajer,
seorang kepala madrasah diharuskan untuk menghargai keberagaman kultur
yang tumbuh dari seluruh civitas madrasah, baik guru, tenaga administrasi, para
siswa dan masyarakat lainnya.31
2). communication skill adalah kemampuan dan keterampilan manajer untuk
berkomunikasi dalam bentuk lisan, tulisan maupun non verbal. Keterampilan
berkomunikasi penting dimiliki oleh seorang kepala madrasah, karena hampir
sebagian besar tugas dan pekerjaan kepala madrasah senantiasa melibatkan dan
berhubungan dengan orang lain. Komunikasi yang dilakukan, komunikasi efektif
untuk mempengaruhi para guru, pegawai, siswa dan orangtua untuk bersamasama mencapai tujuan dan keberhasilan madrasah.32
3). human resources development skills merupakan keterampilan manajer
yang berkenaan dengan pengembangan iklim pembelajaran (learning climate),
mendesain program pembelajaran dan pelatihan guru/pegawai, penilaian kinerja
guru/pegawai, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan organisasi,
dan penyesuaian bahan-bahan pembelajaran. Dalam perspektif kemadrasahan,
kepala madrasah diharuskan memiliki keterampilan untuk mengembangkan
seluruh sumber daya manusia yang tersedia di madrasahnya, agar mereka
30 SM. Nasution, Manejerial Kepala Sekolah, Padang: Makalah UNP, 2004, hal. 3
31 Ibid
32 Ibid

menjadi berdaya dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas


madrasahnya.33
4). creativity merupakan

keterampilan

manajer

dalam

menciptakan

iklim

kreativitas di lingkungan madrasah untuk mendorong seluruh civitas madrasah


untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya.

Keterampilan creativitytidak

hanya

berkenaan

dengan

pengembangan kreativitas dirinya sendiri, akan tetapi juga keterampilan untuk


menyediakan iklim yang mendorong semua orang untuk menjadi kreatif.34
5). self-management of learning merupakan keterampilan manajer yang
merujuk

kepada

kebutuhan

akan

belajar

yang

berkesinambungan

untuk

mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru.


Dalam hal ini, kepala madrasah dituntut untuk senantiasa berusaha
memperbaharui pengetahuan dan keterampilan manajemen yang dimilikinya. 35
Disamping lima ketrampilan yang harus dimiliki seorang manajer pendidikan
diatas, kepala madrasah menurut HS. Hasibuan harus memiliki management
ability yaitu kemampuan yang dimiliki dalam halhal yang berkaitan dengan
fungsi-fungsi manajemen dan cara-cara menerapkannya dalam manajemen
madrasah.36
Secara etimologis ability diartikan sebagai power to do things, power to
perform, skill to achieve, state of being able, possession of qualities necessary
(kekuasaan

atau

kualitas

tertentu

yang

diperlukan

untuk

melakukan

sesuatu). Maknanya, kepala madrasah harus menguasai fungsi-fungsi manajemen


seperti planning (perencanaan),

organizing

(pengorganisasian),

33 Ibid, hal.4
34 Ibid
35 Ibid
36 HS. Hasibuan, Fungsi-fungsi Manajemen pada Madrasah, Padang: Makalah, Universitas Negeri
Padang, 2006, hal. 7

22

actuating (penggerakan)

dan controlling

(pengawasan)

beserta

komponen-

komponen lainnya yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial madrasah. 37


Sebagai manager, kepala madrasah adalah penanggungjawab seluruh kegiatan
proses pendidikan di madrasah. Dengan sumberdaya yang bervariasi, kepala
madrasah dituntut untuk menyatukan seluruh sumberdaya madrasah menjadi
suatu kekuatan yang terintegrasi dan terarah pada proses pencapaian bersama,
menjadi suatu paduan orkestra, bersinergi, menyuarakan sebuah lagu:
mewujudkan madrasah yang bermutu. Sebagaimana dikemukakan oleh Susan
Moore Johnson dan Katherine C. Boles bahwa Principals are expected to develop
but not to announce the vision and mission of the school and they are expected
by their staff to orchestrate the implementation of the mission38
Dalam kaitannya dengan manajemen madrasah, paling tidak ada 13 fungsi
manajemen yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh seorang kepala madrasah,
yaitu : (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen pembelajaran; (3) manajemen
personalia; (4) manajemen kesiswaan; (5) manajemen keuangan; (6) manajemen
sarana dan prasarana; (7 manajemen bimbingan dan konseling; (8) manajemen
peningkatan mutu; (9) manajemen mutu terpadu; (10) manajemen konflik; (11)
manajemen komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, (12) manajemen
kewirausahaan dan (13) manajemen layanan khusus (labor dan perpustakaan).
Pelaksanaan ketiga belas fungsi manajemen ini menjadi tanggungjawab kepala
madrasah. Dengan demikian maka tugas dan fungsi seluruh personil madrasah
selain dapat terkendali dan terkontrol, juga dapat tepat arah dan tujuan, sebab
sudah jelas apa, bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab. Semua itu
menunjukan bahwa peran kepala madrasah sangat penting dan sangat berat
dalam mengelola madrasah guna mencapai tujuan pendidikan madrasah.
2. Kepala Madrasah Sebagai Leader
Agar proses penyelenggaraan pendidikan di madrasah berjalan dengan baik,
kepala madrasah perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader), bukan
bertindak sebagai boss. Ada perbedaan di antara keduanya. William Glasser

37 Ibid
38Herbert. G Heneman., et al,. Managing Personnel and Human Resources, Illionis. 1981 , hal, 40

(dalam HS. Hasibuan, 2003) mengemukakan metafora yang membedakan


antara leader dan boss.
Boss suka mengendalikan, mengandalkan kekuasaan, menciptakan rasa
takut, menyalahkan anak buah, dan membuat suasana kerja kadang-kadang
menyebalkan.

Sedangkan

leader

perilakunya

memimpin

dan

mengayomi,

mengandalkan kerjasama dengan bawahan, menganggap bawahan sebagai


mitra, menciptakan rasa percaya diri, memperbaiki kesalahan bawahan dan
membuat pekerjaan menjadi menarik. Perbedaan tersebut dapat kita pahami dari
ungkapan-ungkapan metaporik berikut ini : (1) A boss drives. A leader leads; (2)
A boss relies on authority. Aleader relies on co-operation; (3) A boss says I.
A leader says We; (4) A boss creates fear. A leader creates confidence; (5)
Aboss knows

how.

A leader shows

how;

(6)

A boss creates

resentment.

A leader breeds enthusiasm; (7) A boss fixes blame. A leader fixes mistakes; (8)
A boss makes work drudgery. A leadermakes work interesting.39 Kepemimpinan
kepala madrasah pada manajemen pendidikan modern sebaiknya menerapkan
konsep kepemimpinan sebagai suatu seni (leadership is an art). Pemimpin yang
profesional

menurut

Sudarwan

Danim

adalah

seorang

seniman

dalam

memimpin.40
Dengan seni memimpin, kita dapat membedakan kepemimpinan setiap
orang. Seni

memimpin

dilakukan

dalam

bentuk

gaya

memimpin,

teknik

memimpin, cara atau kiat memimpin. Setiap orang memiliki seni memimpin
sendiri-sendiri. Tetapi untuk ketrampilan umum yang dibutuhkan seorang
pemimpin pada prinsipnya sama.
Robert L. Katz mengemukan tiga jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh
kepala sekolah/ madrasah, sebagai administrator yang efektif, yaitu:41
39 HS. Hasibuan, Praktek-praktek dan Seni Manajamen pada Sekolah, Padang: Makalah UNP,
2003, hal. 3

40Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005, hal. 215

41Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005, hal. 217

24

(1) technical

skill (keterampilan

teknis),

yakni

keterampilan

menerapkan

pengetahuan teoritis ke dalam tindakan praktis, kemampuan memecahkan


masalah, kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis dan teknik-teknik
dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
(2) human relation skill (keterampilan hubungan manusiawi), yakni keterampilan
menjalin komunikasi dengan menciptakan kepuasan dengan para guru dan
pegawai, bersikap terbuka, ramah tamah, menghargai dan memotivasi para guru,
pegawai, siswa dan orangtua untuk kemajuan madrasah.
(3) conceptual

skill

memformulasikan

pikiran,

mengaplikasikannya
budgetting,

(keterampilan
dalam

organizing,

memahami
pekerjaan

staffing,

konseptual),

yakni

konsep

teori

dan

sehari-hari,

actuating,

keterampilan
serta

mampu

menyusun planning,

coordinating,

communicating,

controlling, evaluating and reporting dan mengembangkan sikap kesejawatan


yang akrab dengan civitas madrasah.
Untuk memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan di madrasah, kepala
madrasah bukan hanya melakukan fungsi sebagai leader dan manager saja,
tetapi ada peran-peran lainnya yang harus dilakoni dan melekat dengan kepala
madrasah dalam tugas operasionalnya sehari-hari.

Mulyasa,42 menuliskan tujuh

peran kepala sekolah yang harus diamalkan dalam bentuk tindakan nyata di
sekolah/madrasah yang disingkat dengan EMASLIM, yaitu peran sebagai Educator,
Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Innovator dan Motivator.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, terdapat tujuh peran utama
kepala

sekolah

yaitu,

sebagai

(1) educator (pendidik);

(2)

manager;

(3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta
iklim kerja yang kondusif (creator of working environment, dan (7) wira usahawan
(entrepreneur ).43
42 Mulyasa E. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2004, hal. 97-120

43Rahmad R, Supervisi Pendidikan dan Implementasinya di Sekolah, Padang: Makalah, UNP, 2004,
hal. 2

Jika kedua pendapat diatas digabungkan berarti kepala sekolah atau


madrasah memiliki sembilan peran. Tetapi, dari pengalaman sehari-hari, peran
kepala madrasah tidak terbatas pada sembilan peran itu saja. Ada dua peran lagi
yang biasa dilakukan oleh seorang kepala madrasah pada moment-moment
tertentu, yaitu peran sebagai mediator dan negosiatoryang dilakukan dengan wali
siswa, dunia usaha, birokrasi danstakeholders madrasah lainnya. Kesebelas peran
kepala madrasah tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Dalam perspektif lain, Idochi Anwar,44
menjelaskan peran dan tugas kepala madrasah lebih luas lagi, tidak terbatas pada
sebelas peran itu saja. Yang namanya manajer dan pimpinan pendidikan menurut
Idochi harus mampu menguasai, memahami dan melaksanakan delapan dimensi
administrasi/manajemen pendidikan yaitu : (1) social and cultural dimension, (2)
effective learning process dimension, (3) economic and finance dimension, (4).
organizational behaviour dimension (5) law and profession dimension (6)
empowering and developement of human resources dimension, (7) political
dimension, dan (8) information tecnology dimension.
Kedelapan dimensi tersebut menunjukkan bahwa masalah manajemen pendidikan
mempunyai cakupan yang luas, mulai dari aspek sosial budaya, aspek proses
pembelajaran efektif, aspek ekonomi dan keuangan, aspek perilaku organisasi,
aspek hukum dan profesi, aspek pengembangan dan pemberdayaan SDM, aspek
politik sampai dengan aspek teknologi informasi. Artinya, manajemen pendidikan
tidak bisa dilihat hanya dari aspek teknis proses pembelajaran yang sempit
semata, melainkan harus juga memperhatikan lingkungan sosial dan dinamika
masyarakat yang terus mengalami perubahan dengan cepat.
Uraian diatas memberikan kejelasan, bahwa kompetensi manajerial seorang
kepala madrasah tidaklah sesederhana seperti yang sering kita perbincangkan.
Tanggungjawab untuk membawa madrasah menjadi madrasah yang efektif dan
unggul sebagai center of excellent pengembangan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan modern, menuntut sosok seorang kepala madrasah yang memiliki
44Idochi Anwar, Yayat H. Amir, Administrasi Pendidikan, Bandung: PPs UPI, 2000, hal. 34

26

kemampuan dan ketrampilan dibidang manajerial (management ability dan


principals ability) melebihi guru-guru biasa. Seorang kepala madrasah harus
memiliki kemampuan tentang tujuan, proses dan teknologi pendidikan, serta
komitmen pada perbaikan profesional dan kualitas pendidikan madrasah secara
terus menerus.
3. Kepala madrasah dan Gaya Kepemimpinan Transformasional
Ada empat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan di madrasah, yaitu :
a) gaya otoriter, seorang pemimpin lebih bersifat ingin berkuasa, dan akibatnya
suasana sekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan
kepada bawahan untuk turut ambil bagian dalam memutuskan suatu persoalan,
dan keputusan hanya dibuat sendiri oleh pemimpin.
b) gaya demokratis, tipe kepemimpinan yang diharapkan di sekolah. Seorang
pemimpin selalu mengikutsertakan seluruh bawahan dalam proses pengambilan
keputusan. Pemimpin akan menghargai pendapat dan kreativitas bawahan yang
ada di lingkungan sekolah.
c) gaya laissez faire, tipe ini seolah-olah tidak muncul, karena pemimpin memberi
kebebasan yang penuh kepada para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya.
d) gaya transformasional. Kata transformasional berasal dari to transform yang
bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang
berbeda. Misalnya mentransformasikan visi menjadi realita, potensi menjadi
aktual dan sebagainya.45
Dari

pengertian

transformasional

kata
dapat

di

atas

dapat

didefinisikan

dipahami

sebagai

bahwa

gaya

kepemimpinaan

kepemimpinan

yang

mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang


ada dalam sekolah atau madrasah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values
system) yang luhur sehingga semua unsur yang ada di madrasah (guru, siswa,
pegawai,

orangtua

siswa,

masyarakat,

dsb)

bersedia

tanpa

paksaan,

berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.


45 Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. op.cit., h.
218

Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala madrasah


harus dapat mempengaruhi seluruh warga madrasah yang dipimpinnya melalui
cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan madrasah. Dengan kata
lain, kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk
merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan
dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta
penghargaan terhadap para bawahan. Jika ditinjau lebih lanjut paling tidak
ada empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal
sebutan

4-I

yaitu: Idealized

Influence,

Inspirational

Motivation,

Intellectual

stimulation, dan Individual consideration.


a. Idealized influence: kepala madrasah menjadi sosok ideal yang dapat
dijadikan panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu
mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan madrasah.
b. Inspirational motivation: kepala madrasah dapat memotivasi seluruh guru
dan

karyawanya

untuk

memiliki

komitmen

terhadap

visi

organisasi

dan

mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di


madrasah.
c. Intellectual stimulation: kepala madrasah dapat menumbuhkan kreativitas
dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran
kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan madrasah ke arah yang lebih
berkualitas.
d. Individual consideration: kepala madrasah bertindak sebagai pelatih dan
penasihat bagi guru dan stafnya.46
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang
luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang
pemimpin

transformasional

yang

efektif

membutuhkan

suatu

proses

dan

memerlukan usaha sadar dan sungguh-sungguh dari yang bersangkutan. Untuk


menerapkan kepemimpinan transformasional maka seorang kepala madrasah
perlu:
46 HS. Hasibuan, Praktek-praktek dan Seni Manajamen pada Sekolah, op.cit., hal. 6

28

a. Berdayakan seluruh bawahan, guru-guru dan siswa untuk melakukan hal yang
terbaik untuk organisasi (madrasah).
b. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai moral
yang tinggi.
c. Dengarkan semua pemikiran bawahan dan guru-guru untuk mengembangkan
semangat kerja sama.
d. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi.
e. Bertindak sebagai agen perubahan (agent of change) dalam organisasi dengan
memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan.
f. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi
terhadap organisasi.47
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa kepala madrasah yang telah
menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dapat dilihat dari ciri-ciri
sebagai berikut:

(1) mengidentifikasikan dirinya

sebagai agen perubahan

(pembaruan); (2) memiliki sifat pemberani; (3) mempercayai orang lain; (4)
bertindak atas dasar sistem nilai, (bukan atas dasar kepentingan individu, atau
atas dasar kepentingan dan desakan kroninya); (5) meningkatkan kemampuannya
secara

terus-menerus

sepanjang

hayat;

(6)

memiliki

kemampuan

untuk

menghadapi situasi yang rumit, situasi yang tidak jelas, dan tidak menentu; (7)
memiliki visi ke depan.
4. Kepala Madrasah dan Pengendalian Mutu
Menurut

Crosby

mutu

adalah

sesuai

yang

disyaratkan

atau

distandarkan (conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu


yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya.48
Sedangkan Carvin mengartikan mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta
47 Ibid, hal. 7
48Crosby, Philip. B. Quality is Free, New York : New American Library, 1979, hal. 58

lingkungan

yang

memenuhi

atau

melebihi

harapan

pelanggan

atau

konsumennya.49
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada dua pengertian,
yaitu: a) mutu proses pendidikan, dan b) mutu hasil pendidikan.
Mutu dalam konteks proses pendidikan bukan hanya proses pembelajaran
saja, tetapi melibatkan berbagai input pendidikan, seperti : (1) bahan ajar
(kognitif, afektif, atau psikomotorik), (2) metodologi pembelajaran yang bervariasi
sesuai kemampuan guru, (3) media pembelajaran yang tepat, (4) sumber belajar
yang lengkap, (5) sistem penilaian dan evaluasi yang efektif, (6) dukungan
administrasi madrasah, (7) dukungan sarana prasarana, (8) dukungan keuangan
(biaya), (9) guru-guru yang disiplin dan berkualitas, (10) siswa yang rajin dan
disiplin, (11) teamwork pengembangan mutu yang solid, (12) manajemen
madrasah yang efektif, (13) manajemen kelas yang cerdas, (14) dukungan
program intra kurikuler dan ekstra kurikuler, (15) penciptaan iklim dan suasana
yang kondusif di madrasah, (16) kepala madrasah yang kompeten dan profesional
dan (17) sumberdaya lainnya yang mendukung peningkatan mutu madrasah.
Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai
oleh madrasah pada setiap kurun waktu tertentu, umpama tiap akhir semester,
tiap akhir tahun pembelajaran, dua tahun, lima tahun atau setiap 10 tahun. Ada
dua prestasi yang bisa dicapai : (1).Prestasi akademik
(2).Prestasi non akademik.
Yang akademik, adalah prestasi yang dicapai dari hasil pendidikan berupa
hasil test kemampuan akademis hasil ulangan umum, ujian madrasah dan ujian
nasional, misalnya juara I nilai tertinggi ujian nasional tingkat provinsi, atau
tingkat kabupaten/kota.
Yang non akademik berbentuk prestasi di bidang lain, seperti juara di bidang
volley ball, basket ball, sepakbola dan sebagainya, juara tilawatil quran, seni
suara, karya ilmiah remaja, kepramukaan dan keterampilan tambahan lainnya,
misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa dan lain-lain.
49Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (MMT), Jakarta: GhaliaIndonesia, 2001, hal. 6

30

Bahkan

prestasi

madrasah

dapat

berupa

kondisi

yang

tidak

dapat

dipegang seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan,


keindahan dan keteraturan dalam lingkungan madrasah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menuju proses madrasah
bermutu, kepala madrasah harus melakukan kegiatan sistematis sebagai berikut:
(1). mengarahkan seluruh civitas madrasah supaya memiliki obsesi dan komitmen
yang tinggi terhadap mutu, yaitu madrasah yang bermutu,
(2).

seluruh visi dan misi madrasah difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan
harapan para pelanggan madrasah, baik pelanggan internal, seperti guru dan
staf, maupun pelanggan eksternal seperti siswa, orang tua siswa, masyarakat,
pemerintah, pendidikan lanjut dan dunia usaha.

(3).

adanya keterlibatan total seluruh civitas madrasah,

(4).

adanya ukuran baku mutu pendidikan,

(5).

memandang pendidikan sebagai sistem, dan

(6).

mengadakan perbaikan mutu pendidikan terus menerus.

Daftar Rujukan
Sagala, Syaiful. 2010. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Bandung : PT Alfabeta.
Nakosteen, Mehdi. 1996. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia, Surabaya: Risalah Gusti.
Fadjar, H.A. Malik. 1998. Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta: LP3NI.
Direktorat Pembinaaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar. 2009. Manajemen
Berbasis Sekolah, Jakarta. TP.
Ramayulis. 2003. Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta, Kalam Mulia.
Mulyasa E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan
Implementasi, Bandung, Remaja Rosda Karya.

MAKALAH

MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH


(Makalah ini disajikan sebagai salah satu syarat tugas
mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam)

32

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Sulistyorini, M.Pd

Disusun Oleh:
MOKH. IMRON ROSYADI

[015.04.12.2971]

PROGRAM PASCA SARJANA


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DIPONEGORO
TULUNGAGUNG
Jl. R.A. Kartini No. 47

Telepon: (0355) 325175 Tulungagung


Tahun 2015/2016

Anda mungkin juga menyukai