Anda di halaman 1dari 15

Studi Tentang Kemungkinan Korelasi antara Kadar Serum

Interleukin 17 dan Keparahan Klinis Pada Pasien dengan Rhinitis

Alergi

Nama Pembimbing : dr. Andriana, sp.THT, MSi. Med


Nama Coas : Indra Fransis Liong
NIM : 102017039

ABSTRAK

Pendahuluan :Rhinitis alergi (RA) adalah salah satu penyakit alergi yang paling

umum, yang mempengaruhi 20% dari seluruh populasi dunia. Sel T-helper (Th) tipe 2

menghasilkan interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan memediasi respons alergi, dan sitokin

ini telah dipelajari secara ekstensif sebagai pemeran kunci dalam penyakit saluran

pernapasan atopik.Namun, keterlibatan sel Th17 dan IL-17 pada RA belum diteliti

dengan jelas.

Tujuan :Untuk mengevaluasi kembali tingkat keparahan klinis RA dengan IL-17

serum, apakah IL-17 mempengaruhi penyakit sendiri atau berkontribusi dengan

predisposisi atopik.

Pasien dan Metode :Selama periode 18 bulan, 39 individu dibagi menjadi tiga

kelompok: A, (13 kontrol), B (13 dengan RA ringan sampai sedang), dan C (13

dengan RA berat). Kedua pasien kelompok B dan kelompok C (26) menjalani


pemeriksaan klinis dan uji alergi kulit, dan pengukuran total serum imunoglobulin E

(IgE) dan kadar IL-17 Sebelas pasien dengan RA kemudian diberikan

pajananimunoterapi cluster selama 6 bulan, sedangkan sisanya tidak.

Hasil :Mengungkapkan peningkatan signifikan dari kadar IL-17 serum dan kaitannya

dengan peningkatan serum IgE pada pasien dengan RA dibandingkan dengan kontrol

dan menunjukkan bahwa kadar serum dari kedua serum IgE dan IL-17 menurun

secara signifikan setelah imunoterapi cluster.

Kesimpulan :Hasil awal ini menambahkan data baru tentang penggunaan

imunoterapi injeksi serta dilaporkan pada penggunaan imunoterapi sublingual.

Rhinitis Alergi (RA) adalah salah satu penyakit alergi yang paling umum dan

mempengaruhi sekitar 20% dari populasi dunia.Di negara-negara Barat, antara 10 dan

30% orang mengalami rhinitis allergi pada tahun tertentu. Yang tersering antara usia

20 sampai 40 tahun. Prevalensi RA diantara anak-anak sekolah di Mesir tinggi,dan

perkiraan di antara anak-anak sekolah di Al Maasara dan daerah Al Maadi yakni

12,33%. Prevalensi RA telah menjadi semakin meningkat di kawasan Teluk Timur

Tengah; perkiraan menunjukkan bahwa sampai 36% dari populasi wilayah ini

mungkin mengalami RA.Sekitar 10-40% pasien memiliki komorbiditas asma,

sedangkan kebanyakan pasien dengan asma memiliki RA.RA adalah penyebab paling

umum dari rhinitis.


Regulasi antara T-helper (Th) tipe 1 dan sel Th 2 (keseimbangan Th1 / Th2)

dianggap penting untuk homeostasis dari regulasi kekebalan tubuh dan disregulasi

keseimbangan Th1 / Th 2 mengarah kepada aktivasi sel Th1 atau Th2 yang

berlebihan, yang mengakibatkan penyakit autoimun atau penyakit alergi. Paradigma

Th1 / Th2 ini telah diterima secara luas selama 2 dekade terakhir. Sudah bertahun-

tahun, telah diketahui bahwa pada RA, setelah pengendapan alergen menuju ke

lapisan lendir, alergen dibawa oleh antigen presenting cell dan diproses dan

dipresentasikan kepada sel limfosit T helper.Aktivasi limfosit T helper melepaskan

sitokin, seperti interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan berinteraksi dengan limfosit B untuk

menginduksi sintesis IgE alergen spesifik. Setelah itu,IgE alergen spesifik berikatan

dengan reseptor berafinitas tinggi untuk IgE di permukaan sel mast.

Alergen menginduksi proliferasi limfosit Th2 pada individu dengan alergi

dengan pelepasan kombinasi karakteristik sitokin, termasuk IL-3, IL-4,IL-5, IL-9, IL-

10, dan IL-13. Zat ini mempromosikan produksi IgE dan sel mast. Jadi, diagnosis RA

dilakukan dengan parameter klinis dan pengukuran kadar IgE spesifik dan bahkan

kadar IgE serum total. Saat ini tidak ada tes skrining yang diterima untuk

membedakan RA dari penyakit dengan gejala yang mirip.Pengukuran kadar IgE

serum total adalahtes dengan biaya rendah yang digunakan dalam diagnosis RA. Sel

T helper subset baru, yakni Th17, telah diidentifikasi.Sel Th17 diketahui

terlibatdengan penyakit autoimun dan infiltrasi neutrofil.

Penemuan tentang Th17 menambah kompleksitas paradigma keseimbangan

Th1/Th2. Peran sel Th17 pada RA belum jelas dan masih kontroversial.IL-17 sebagai
bagian utama dari sitokin sering dikaitkan dengan reaksi autoimun atau inflamasi

neutrofil.Meskipun begitu, sudah terbukti bahwa sensitisasi alergi melalui jalan nafas

mendorong respon kuat Th17 dan hiperaktivitas bronkial akut pada tikus percobaan

dengan asma.Peran dari sel IL-17 atau Th17 pada mekanisme asma telah dipelajari

secara menyeluruh pada tikus percobaan yang menderita asma.Bagaimanapun, data

yang didapat dari manusia masih langka.Penelitian dilakukan untuk mengetahui peran

IL-17A pada mekanisme asma yang mulai diteliti pada akhir tahun 1990an dengan

adanya penelitian pada sel-sel pernafasan.Sel IL-17A ternyata ada pada specimen

biopsy pada bronkus, cairan bilas bronkoalveolar, dan pada sputum pasien yang

menderita asma. Lebih lanjut lagi, penelitian terkini menunjukkan bahwa pada

suasana rumah yang memiliki banyak debu tungau, pada bronkusnya memiliki

kadarIL-17A yang meningkat, terutama pada individu yang memiliki alergi terhadap

debu tungau. Sel Th2 memproduksi IL-4 dan IL-13, dan respon alergi lainnya, dan

sitokin ini telah dipelajari lebih lanjut sebagai pemegang kunci dalam mempelajari

penyakit pernafasan atopic.

Peran dari IL-4 pada produksi IgE dan IL-13 pada hiperresponsifitas bronkus

dan remodeling jaringan telah terbukti.Bagaimanapun, keterlibatan dari sel Th-17

pada RA masih belum diperiksa lebih lanjut. Pada penelitian ini, kami meneliti

kemungkinan peran dari IL-17 berdasarkan tingkat keparahan dari RA.

METODE
Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan persisten rhinitis alergi (RA) yang datang

ke instalasi rawat jalan bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan, klinik alergi dan

imunologi di Rumah Sakit Universitas Suez Canal.Penelitian dilakukan pada Agustus

2014 hingga Januari 2016. Pasien dipilih berdasarkan teknik Sampling acak

sederhana.

Populasi Penelitian

Penelitian ini melibatkan 39 individu yang telah dibagi dalam tiga kelompok:

kelompok A yang terdiri dari 13 individu sehat yang digunakan sebagai kelompok

kontrol bagi kedua kelompok B dan C; kelompok B terdiri dari 13 pasien dengan RA

ringan sedang; dan kelompok C terdiri dari 13 individu dengan RA berat. Pasien

dikelompokkan berdasarkan pedoman Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma

(ARIA) untuk tingkat keparahan RA nya.Pasien yang berada di kelompok B dan C

telah dilakukan pemeriksaan fisik ulang untuk memastikan tingkat keparahan RA

yang dimiliki. Pasien pada kelompok B dan C (26 orang) juga telah dilakukan

pemeriksaan tes kulit untuk menentukan alergi, dan dari hasil ini , 26 pasien tersebut

dibagi menjadi dua subkelompok sebagai berikut : subkelompok 1, 11 pasien yang

memiliki hasil tes kulit positif untuk alergi tungau debu rumah, subkelompok 2, 15

pasien yang terdiri dari 9 pasien dengan tes kulit negative dan 6 pasien dengan tes

kulit positif untuk allergen selain tungau debu rumah.

Pasien dari kedua subkelompok telah mendapatkan terapi berdasarkan

pedoman ARIA. Pasien dari subkelompok 1 menerima imunoterapi cluster selama 6


bulan, dan pasien pada subkelompok 2 menerima imunoterapi spesifik unbtuk rhinitis

alergi. Pasien-pasien pada subkelompok 1 dan subkelompok 2 kemudian dievaluasi

ulang dengan menilai kadar serum IgE total dan serum IL-17 6 bulan kemudian.

Karena subkelompok 1 menerima imunoterapi cluster selama 6 bulan dan

subkelompok 2 tidak menerima terapi tersebut, subkelompok 2 digunakan sebagai

kontrol dari subkelompok 1 dengan tetap berpatokan pada imunoterapi.

Alat

Alat-alat yang digunakan sebagai berikut :

1. Kuesioner yang terstruktur berdasarkan system penilaian ARIA

2. Skor True Visual Analogue Scale (VAS) untuk penilaian menyeluruh dari

tingkat keparahan gejala nasal dan non-nasal

3. Test gores kulut berdasarkan European Academy of Allergy and Clinical

Immunology

4. Level total serum IgE dengan menggunakan VIDAS (Omega laboratories

Ltd., Montreal, Canada)

5. Enzyme-linked immunsorbent assay (ELISA) untuk mengukur level serum IL-

17

6. Ekstrak allergen yang digunakan untuk imunoterapi cluster


Skoring berdasarkan gejala klinis oleh VAS

Pasien dievaluasi status klinisnya secara subjektif berdasarkan tujuh poin dari VAS;

mereka diminta untuk menilai kombinasi gejala nasal dan non-nasal secara

menyeluruh pada skala tujuh poin.

Kami mencatat nilai pada hasil penelitian ini sebagai berikut : tidak ada 1-2, ringan 3-

4, sedang 5-6, berat 7

Tes Kulit untuk Alergi

Uji kulit dilakukan sesuai dengan praktek parameter oleh Bernstein dkk.untuk alergen

berikut menggunakan vaksin Omega Laboratory Ltd :

- Debu rumah

- Tanaman Ragweed

- Tanaman Alternaria

- Tanaman Timothy

- Kutu debu rumah

- Strawberry

- Pisang

- Kucing
- Kecoa

- Tanaman Mesquite

- Tomat

- Cladosporium

- Biji kopi

- Histamin

Pengukuran Reaksi Kulit

Diameter terpanjang dan ortogonal dari setiap papula dan eritema diukur dengan

menggunakan parameter praktik oleh Bernstein dkk, dan hasilnya ditafsirkan seperti

ditunjukkan pada (Tabel 1)

.Parameter In Vitro

Pengukuran IgE serum total. VIDAS total IgE adalah uji kuantitatif

immunoenzymatik otomatis untuk menentukan total kadar IgE manusia dalam serum

dan plasma. Semua langkah pengujian dilakukan secara otomatis oleh instrumen

VIDAS.Pada akhir pengujian, hasilnya dihitung secara otomatis dengan instrumen

relatif terhadap kalibrasi kurva yang tersimpan kemudian dicetak.

Pengukuran Serum IL-17.


Sampel darah diambil dari pasien di setiap kelompok untuk pengukuran kadar IL-17

dengan ELISA sebelum dan sesudah imunoterapi. Perangkat ELISA untuk IL-17

dengan menggunakan multiple antibodi yang didapatkan dari E.Bioscience (Omega

Laboratories Ltd.), affymatrix.Perangkat ini mencakup antibodi monoklonal sebagai

antibodi pertama,kelinci poliklonal a, dan biotin antibody kambing-anti kelinci

sebagai antibodi kedua.

Bahan Imunoterapi

Ekstrak campuran kutu dalam jumlah besar untuk imunoterapi cluster subkutan

(10.000 AU /mL) didapatkan dari Laboratorium Omega.

Administrasi Imunoterapi Cluster Subkutan

Pemberian imunoterapi cluster subkutan dinilai menurut parameter Cox et al.

Ekstrak alergen dari campuran kutu (Dermatophagoides farinae, 50%;

Dermatophagoides pteronyssinus, 50%[10.000 AU / mL]) diencerkan dalam larutan

gliserol aseptik 10% -larutan saline 0,5% fenol dalam kondisi aseptic. Persiapan

dimulai dengan persiapan vial yang berisi larutan konsentrat maintenance dengan

menambahkan volume yang sama dari kedua ekstrak alergen yang dibawa dari

perusahaan ditambah volume pengencer yang sama sehingga konsentrasinya menjadi

1: 1 (5000 AU / mL) (botol 1). Ekstrak pengenceran diadministrasikan secara


subkutan di daerah deltoid lengan dengan menggunakan jarum suntik tuberkulin 1

mL, dan imunoterapi terdiri dari 2 tahap:

Tahap 1 (fase membangun), fase membangun dari dosis terendah sampai

mencapai dosis maintenance.Ini dilakukan lebih dari 9 kali kunjungan pada interval

mingguan sebagai yang diilustrasikan pada Tabel 2; dan tahap 2 (fase pemeliharaan),

Pasien menerima dosis reguler mingguan, mulai dengan dosis terakhir di tahap 1; ini

harus dilanjutkansetidaknya selama 2-3 tahun.

Tindakan Pencegahan Keselamatan sebelum Kunjungan

.Premedikasi, histamin (H1) blocker dan montelukast, diberikan 1 hari sebelum dan

pagi hari saat prosedur selama fase penumpukan. Pasien meminum kedua obat pada

waktu yang sama.

Persetujuan komite etik

Fakultas kedokteran, komite etik Suez Canal University Research menyetujui

proposal penelitian ini. Dengan judul “ The study of possible correlation between

serum levels of IL-17 and clinical severity in patients with allergic rhinitis”

HASIL

Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kadar total serum IgE secara

signifikan tinggi pada pasien dengan rhinitis alergi ringan-sedang atau berat vs
kontrol (table 3). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kadar serum IL-17 secara

signifikan tinggi pada pasien dengan rhinitis alergi ringan-sedang dan rhinitis alergi

berat vs grup kontrol (table 3). Juga dicatat bahwa kadar IgE serum total menurun

setelah 6 bulan imunoterapi cluster dibandingkan dengan pengukuran kadar sebelum

imunoterapi dan dibandingkan dengan kadar yang diambil tanpa imunoterapi (Tabel

4). Hasil analisis menunjukkan bahwakadarserum IL-17 menurun setelah 6

bulancluster imunoterapi dibandingkan dengan kadar serum IL-17 yang diukur

sebelum imunoterapi dan dibandingkandengan kadar serum IL-17 yang diambil pada

mereka yang tidak menjalani imunoterapi.

DISKUSI

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar total IgE serum secara

signifikan tinggi pada pasien dengan RA baik kelompok ringan-sedang atau berat

versus kelompok kontrol (Tabel 3). Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan hubungan positif dari kadar IgE yang meningkat dengan

dermatitis atopik, konjungtivitis, dan RA. Kerkhof et al.20 juga menyatakan bahwa

sensitisasi terhadap alergen umum biasanya dinilai

dengan mengukur kadar IgE spesifik dalam serum atau dengan melakukan tes kulit

untuk mengidentifikasi allergen spesifik. Cox dkk melaporkan bahwa diagnosis alergi

paling sering dilakukan dengan meninjau ulang riwayat kesehatan seseorang dan saat

menemukan hasil positif adanya IgE allergen spesifik saat melakukan tes kulit atau

tes darah.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kadar serum IL-17 secara

signifikan tinggi pada kelompok RA ringan-sedang dan berat versus kelompok

kontrol (Tabel 3). Hasil ini sejalan dengan Ba et al., yang menunjukkan bahwa

jumlah sel IL-17 dalam jaringan pasien dengan RA secara signifikan lebih tinggi dari

pada kelompok kontrol.Mereka juga menunjukkan bahwa jumlah sel eosinophil

berkorelasi dengan jumlah sel IL-17.Sementara itu, hasil ini tidak sesuai dengan Liu

dkk., yang melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pasien dengan

RA dan pasien tanpa RA pada ekspresi protein IL-17 di jaringan turbinate

inferior.Hasil kami juga sesuai dengan Nieminen dkk., yang menunjukkan bahwa

kadar serum IL-17A dan allergen yang diinduksi IL-17Aekspresi RNA messenger

berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala, seperti yang dinilai melalui VAS dan

skor gejala pengobatan.

Selanjutnya, hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa pada

tantangan tungau rumah, kadar IL-17A sistemik meningkat pada individu dengan

alergi tungau. Baru-baru ini, hubungan antarakadar IL-17 dan tingkat keparahan

eksim atopik/ dermatitis ditunjukkan, dan, selanjutnya hubungan dengan fenotipe

berbeda pada anak menunjukkan kadar IL 17 dan hubungan dengan peran keparahan

sebagai penanda "garis atopic" dan keparahan penyakit. Kadar serum IL-17, IL-23,

dan IL-10 pada anak-anak dengan atopic eksim / dermatitis berhubungan dengan

keparahan klinis dan fenotipe.

Studi terbaru menunjukkan bahwa baik Th2 dan Th17 terlibat dalam

patogenesis inflamasi jalan napas alergi melalui pelepasan sitokin spesifik.Sel T


spesifik merangsang produksi alergen-IgE spesifik, produksi IgE adalah langkah

penting dalam terjadinya RA.Sebuah studi terbaru tentang produksi IgE pada sel B

manusia menemukan bahwa IL-17 dapat menyebabkan sel B berubah menjadi IgE,

yang menyiratkan keterlibatan Th17 pada fenomena atopic.Sebenarnya, inflamasi

alergi biasanya terjadi berkesinambungan dan terus menerus sampai terjadinya

pajanan alergi.

Kesimpulannya, penelitian ini memberikan bukti bahwakadar serum IL-17

secara signifikan terkait dengan keparahan alergi. Dengan demikian, terjadinya

peningkatan kadar serum IL-17 mungkin dianggap sebagai penanda tingkat

keparahan alergi pada pasien RA. Status atopik individu adalah faktor penentu utama

yang mempengaruhi baik perkembangan dan keparahan RA seperti yang telah

diketahui selama bertahun-tahun.Salah satu fungsi baru IL-17 adalah perannya dalam

penyakit autoimun.

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kadar IL-17 tidak hanya

berhubungan dengan RA tapi juga kadarnya yang meningkat dengan peningkatan

keparahan penyakit, dengan demikian fungsi IL-17 bekerja sama dengan IgE untuk

pengembangan dari keadaan atopik dengan cara yang mungkin dapat diketahui dari

penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kadar serum IgE

total menurun setelah 6 bulan imunoterapi cluster dibandingkan dengan kadar yang

diukur sebelum imunoterapi dan dibandingkan dengan kadar yang diambil dari pasien

yang tidak menerima imunoterapi (Tabel 4).


Hasil penelitian kami sesuai dengan Akdis dan Akdis yang menunjukkan

bahwa allergen spesifik imunoterapi berpengaruh terhadap respon modulasi sel T dan

sel B dan berkaitan dengan isotope antibodysel efektor inflamasi alergi, seperti

eosinophil, basophil, dan sel mast.Induksi keadaan toleransi pada sel T perifer

merupakan langkah penting pada imunoterapi spesifik allergen.Toleransi sel T perifer

ditandai terutama oleh generasi sel T regulatory alergen-spesifik, yang diawali

dengan supresi proliferasi sel T dan Th1 dan respon sitokin Th2 melawan alergen.

Hasil ini diikuti oleh peningkatan signifikan pada alergen spesifik IgG4 dan IgA dan

penurunan kadar IgE pada fase lambat penyakit ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar IL-17 serum menurun setelah 6

bulan imunoterapi cluster dibandingkan dengan kadar yang diukur sebelum

imunoterapi dan dibandingkan dengan kadar yang diambil dari sampel yang tidak

menerima imunoterapi (tabel 4).Hasil ini sesuai dengan Ding et al yang menunjukkan

bahwa mekanisme kerja imunoterapi sublingual (SLIT) sebagai terapi RA dan asma

mungkin berkaitan dengan inhibisi ekspresi IL_17 dan juga sesuai dengan Sakashita

et al yang menunjukkan bahwa SLIT jangka panjang mengurangi kadar serum IL-17.

Jadi, kadar serum IL-17 mungkin terbukti berguna sebagai parameter biologis untuk

memastikan keefektivan SLIT.


KESIMPULAN

Hasil awal dari penelitian ini menambah data baru dalam penggunaan imunoterapi

injeksi dan SLIT.

Anda mungkin juga menyukai

  • Efusi Pleura
    Efusi Pleura
    Dokumen16 halaman
    Efusi Pleura
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Apneic Oxygenation
    Apneic Oxygenation
    Dokumen16 halaman
    Apneic Oxygenation
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Blok 1
    Blok 1
    Dokumen13 halaman
    Blok 1
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura
    Efusi Pleura
    Dokumen16 halaman
    Efusi Pleura
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Apneic Oxygenation
     Apneic Oxygenation
    Dokumen8 halaman
    Apneic Oxygenation
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • NEFROLITIASIS
    NEFROLITIASIS
    Dokumen31 halaman
    NEFROLITIASIS
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA
    BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA
    Dokumen24 halaman
    BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Fix Kejahatan Seksual
    Fix Kejahatan Seksual
    Dokumen29 halaman
    Fix Kejahatan Seksual
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Simvastatin
    Jurnal Simvastatin
    Dokumen7 halaman
    Jurnal Simvastatin
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Ver IFL
    Ver IFL
    Dokumen4 halaman
    Ver IFL
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Fde Ifl
    Fde Ifl
    Dokumen28 halaman
    Fde Ifl
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Pengaruh Simvastatin Terhadap MMP Dan TIMP Dalam Sel
    Pengaruh Simvastatin Terhadap MMP Dan TIMP Dalam Sel
    Dokumen16 halaman
    Pengaruh Simvastatin Terhadap MMP Dan TIMP Dalam Sel
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Kaidah Dasar Bioetik
    Kaidah Dasar Bioetik
    Dokumen9 halaman
    Kaidah Dasar Bioetik
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • 1 - Kejang Demam
    1 - Kejang Demam
    Dokumen74 halaman
    1 - Kejang Demam
    Dhya Calonnurseprofesional
    Belum ada peringkat
  • Creeping Eruption IFL
    Creeping Eruption IFL
    Dokumen17 halaman
    Creeping Eruption IFL
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • RM Ifl
    RM Ifl
    Dokumen16 halaman
    RM Ifl
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Eps Ifl
    Eps Ifl
    Dokumen37 halaman
    Eps Ifl
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Creeping Eruption IFL
    Creeping Eruption IFL
    Dokumen24 halaman
    Creeping Eruption IFL
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Fde Ifl
    Fde Ifl
    Dokumen21 halaman
    Fde Ifl
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Fde Ifl
    Fde Ifl
    Dokumen21 halaman
    Fde Ifl
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Creeping Eruption IFL FIX
    Creeping Eruption IFL FIX
    Dokumen16 halaman
    Creeping Eruption IFL FIX
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura
    Efusi Pleura
    Dokumen16 halaman
    Efusi Pleura
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Case Polip
    Case Polip
    Dokumen39 halaman
    Case Polip
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Case Polip
    Case Polip
    Dokumen9 halaman
    Case Polip
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen15 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Case Polip
    Case Polip
    Dokumen9 halaman
    Case Polip
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Kaidah Dasar Bioetik
    Kaidah Dasar Bioetik
    Dokumen9 halaman
    Kaidah Dasar Bioetik
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Apneic Oxygenation
     Apneic Oxygenation
    Dokumen8 halaman
    Apneic Oxygenation
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat
  • Apneic Oxygenation
    Apneic Oxygenation
    Dokumen16 halaman
    Apneic Oxygenation
    Indra fransis liong
    Belum ada peringkat