0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan16 halaman
Dokumen ini membahas pendekatan praktis oksigenasi apneik saat intubasi endotrakeal. Metode-metode seperti nasal prong, kateter nasofaring, oksigenasi buccal, dan laryngeal oxygen insufflation dapat memperpanjang waktu apnea dan mencegah desaturasi. Meskipun tidak selalu berguna untuk intubasi biasa, teknik-teknik ini bermanfaat untuk pasien berisiko tinggi desaturasi atau ketika ada kesulitan pernapasan.
Dokumen ini membahas pendekatan praktis oksigenasi apneik saat intubasi endotrakeal. Metode-metode seperti nasal prong, kateter nasofaring, oksigenasi buccal, dan laryngeal oxygen insufflation dapat memperpanjang waktu apnea dan mencegah desaturasi. Meskipun tidak selalu berguna untuk intubasi biasa, teknik-teknik ini bermanfaat untuk pasien berisiko tinggi desaturasi atau ketika ada kesulitan pernapasan.
Dokumen ini membahas pendekatan praktis oksigenasi apneik saat intubasi endotrakeal. Metode-metode seperti nasal prong, kateter nasofaring, oksigenasi buccal, dan laryngeal oxygen insufflation dapat memperpanjang waktu apnea dan mencegah desaturasi. Meskipun tidak selalu berguna untuk intubasi biasa, teknik-teknik ini bermanfaat untuk pasien berisiko tinggi desaturasi atau ketika ada kesulitan pernapasan.
Apneik saat Intubasi Endotrakeal Pembimbing : dr. Nur Syamsiani
Indra Fransis Liong
112019039 Pendahuluan • Pasien yang sedang menjalani anestesi umum dengan intubasi endotrakeal mengalami periode apnea singkat yang masih bisa ditoleransi oleh tubuh • Teknik preoksigenasi konvensional mungkin tidak memberikan waktu yang cukup banyak untuk manajemen jalan napas pada pasien dengan risiko tinggi desaturasi atau ketika adanya kesulitan napas yang tidak diperkirakan sebelumnya Pendahuluan • Oksigenasi apneik (OA) sudah diteliti selama bertahun-tahun • Pada tahun 1956, Holmdahl untuk pertama kalinya menjelaskan konsep ini untuk dipraktekkan kepada manusia, yaitu saat prosedur bronkoskopi, OA digunakan untuk mencegah desaturasi dan memudahkan prosedur endoskopi karena tidak perlu menggunakan ventilasi Fisiologi Oksigenasi Apneik • Tujuan utama dari manajemen jalan napas adalah memastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, maka untuk induksi pasien dilakukan pre-oksigenasi dengan oksigen 100% melalui facemask • Denitrogenisasi paru-paru menciptakan reservoir oksigen alveolar yang membantu mengurangi frekuensi dan keparahan desaturasi Fisiologi Oksigenasi Apneik • Dalam tubuh orang dewasa yang memiliki berat 70kg, konsumsi oksigen untuk metabolisme berkisar 250mL/menit • Setelah denitrogenisasi dengan FRC, oksigen berdifusi dari alveolus ke pembuluh darah dengan kecepatan 250mL/menit • Saat periode apnea, pembuangan karbon dioksida hampir berhenti sama sekali dan berdifusi ke ruang alveolar dengan kecepatan 10mL/menit Fisiologi Oksigenasi Apneik • Ada perbedaan tekanan 240mL/menit antara alveoli dan pembuluh darah, yang menyebabkan gradien tekanan negatif • Saat oksigen berdifusi, tekanan negatif menyebabkan udara hangat mengalir dari faring ke paru-paru, merupakan fenomena aventilatory mass flow (AVMF) • Biasanya, udara ruangan (79% Nitrogen dan 21% Oksigen) mengalir dari faring ke paru-paru, saat nitrogen terkumpul maka terjadi desaturasi • Apabila oksigen dihembuskan ke dalam faring saat jalan napas dipertahankan, maka terjadi AVMF Oksigen dan memperpanjang reservoir alveolar Nasal Prong Nasal Prong • Setelah preoksigenasi dan induksi, oksigen diberikan kepada kelompok studi melalui nasal prong dengan kecepatan 5L/menit dan oksigen tidak diberikan pada kelompok kontrol • Waktu penelitian berlangsung selama 6 menit atau hingga SpO2 menurun hingga di bawah 95% • Rata-rata waktu apnea untuk kelompok OA adalah 5.29 menit dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu 3.49 menit • Sebuah metode yang dicetuskan oleh Weingart dan Levitan adalah mengalirkan oksigen dengan kecepatan 15L/menit melalui nasal prong, dengan harapan semakin tinggi aliran akan meningkatkan patensi nasofaring Kateter Nasofaring Kateter Nasofaring • Setelah dilakukan preoksigenasi dan induksi, oksigen dialirkan dengan kecepatan 5L/menit melalui kateter nasofaring • Periode apnea dipertahankan hingga 10 menit atau hingga SpO2 menurun di bawah 95%. Dari seluruh pasien dalam kelompok kateter nasofaring, tidak ada yang mengalami desaturasi, dibandingkan pada kelompok nasal prong sebanyak 32% pasien • Penelitian ini membuktikan bahwa OA lebih baik dilakukan dengan kateter nasofaring dibandingkan nasal prong Buccal Oxygen Insufflation Buccal Oxygen Inssuflation • Pada situasi laringoskopi dengan durasi yang lama pada pasien obesitas, oksigenasi buccal dilakukan ketika periode apnea • Durasi penelitian adalah 12.5 menit atau hingga konsentrasi SpO2 menurun hingga di bawah 95% • Setelah dilakukan preoksigenasi dan induksi, oksigen buccal dialirkan dengan kecepatan 10L/menit • Semua pasien dalam kelompok kontrol mengalami desaturasi dan waktu apnea nya adalah 296 detik • Sebagai perbandingan, 65% pasien dengan oksigenasi buccal dapat mempertahankan SpO2 di atas 95% selama periode apnea Laryngeal Oxygen Insufflation Laryngeal Oxygen Insufflation • Setelah induksi, sampel penelitian diventilasi selama 3 menit dengan 70% nitrogen dan 30% oksigen • Untuk menimbulkan situasi intubasi panjang dengan suplai oksigen terbatas, digunakan konsentrasi oksigen sebesar 30% • Intubasi nasotrakeal kemudian dilakukan dengan DL, VLO2, atau DLO2, kecepatan oksigen 2L/menit atau 3L/menit Laryngeal Oxygen Insufflation • Penelitian berhenti ketika trakhea diintubasi atau saat SpO2 berkurang hingga di bawah 90% • Pada kelompok DL yang tidak mendapatkan tambahan oksigen, SpO2 turun hingga di bawah 90% pada 49% sampel penelitian, dan 11% pada kelompok lainnya • Waktu rata-rata penurunan 1% saturasi dua kali lebih panjang pada kelompok VLO2 dan DLO2 yaitu 70 detik, sedangkan kelompok DL 30 detik Kesimpulan • Memberikan oksigen adalah kemampuan yang dapat dilakukan dengan mudah menggunakan alat-alat yang tersedia di ruang operasi. • Bukti empiris banyak yang mendukung keberhasilan OA dalam menunda desaturasi dan memperpanjang durasi apnea aman pada pasien anak maupun dewasa. • Meskipun metode-metode ini tidak selalu bermanfaat pada intubasi biasa berdurasi 15 detik, klinisi perlu mempertimbangkan manfaatnya pada pasien yang memiliki risiko tinggi desaturasi atau bila ada kesulitan/gangguan saluran napas.