Disusun Oleh :
Pembimbing :
2019
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................................... 3
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 4
BAB I ........................................................................................................................................................ 5
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 6
2.1 ANAMNESIS THT
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4 . Ekstraktor 14
3
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya Laporan Refreshing ini dapat terselesaikan dengan baik. Refreshing ini disusun
sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik stase THT Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta di RSUD Sayang Cianjur.
Dalam penulisan Refreshing ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang diberikan secara
tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Eman Sulaiman, Sp. THT-KL sebagai dokter pembimbing.
Dalam penulisan Refreshing ini, tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat membangun akan
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan refreshing ini.
Semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas semua kebaikan
dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal Alamin.
4
BAB I
PENDAHULUAN
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorok adalah suatu
pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan pada telinga,
mulai dari telinga bagian luar sampai telinga dalam yang dapat memberikan gangguan fungsi
pendengaran dan keseimbangan ;kelainan-kelainan pada hidung dan tenggorok yang dapat
memberikan gangguan penghidu dan pengecapan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan tes-tes untuk melihat sifat dan jenis gangguan
pendengaran dan keseimbangan serta gangguan penghidu dan pengecapan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Otalgia
Inervasi sensoris :
Telinga luar : n.aurikularis magnus (C2,C3)
N.oksipitalis minor(C2)
N.aurikularis mayor ( n V)
Cabang-cabang n.VII
N.vagus
Telinga tengah : n.IX
Telinga dalam : tidak ada sensoris somatic1
Reffered pain bisa dari tempat yang mendapat innervasi dari saraf tersebut (sakit tenggorokan
gigi M3, sendi mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang servikal), selalu periksa rongga mulut dan
faring.1
Otalgia menunjukkan adanya proses inflamasi di telinga luar dan telinga tengah
Yang perlu ditanyakan :1
1. Kapan mulai terasa nyeri?
2. Lokasi : AD/AS/keduanya?
3. Progresifitas : membaik/tetap/makin berat?
4. Keluhan lain yang menyertai : demam?riwayat ISPA
5. Pengobatan yang telah dilakukan
6
6. (cari apakah ada penyebab nyeri alih)gigi, TMJ, infeksi orofaring
b. Tuli/Gangguan Pendengaran1
1. Apakah onset tiba-tiba atau perlahan-lahan/bertambah berat bertahap?
2. Unilateral/bilateral?
3. Sudah berapa lama?
4. Progresifitas : progresif, hilang timbul atau menurun
5. Apakah pendengaran terpengaruh dalam keadaan ramai?(presbiakusis)
6. Apakah ada trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising,
pemakaian obat ototoksik sebelumnya?
7. Apakah pernah menderita penyakit infeksi virus(parotitis,influenza berat, dan
meningitis)?
7
10. Apakah disertai gangguan pendengaran dan keluhan pusing berputar?
11. Adakah riwayat gejala yang sama sebelumnya?
Bila ada, apakah unilateral/bilateral?
12. Apakah ada riwayat minum obat sebelumnya khususnya golangan aspirin?
13. Apakah ada kebiasaan merokok,minum kopi?
14. Adakah riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma kaustik, minum obat ototoksik?
15. Adakah riwayat minum obat ototoksik?
16. Adakah riwayat infeksi telinga?
17. Adalak riwayat operasi telinga?
18. Adakah keluar cairan dari telinga, kehilangan pendengaran, vertigo, gangguan
keseimbangan?
e. Vertigo1
1. Sejak kapan(onset)?
2. Progresifitas
3. Kelainan lainnya :
- rasa mual,muntah, rasa penuh di telinga, telinga berdenging kelainan di labirin
- bila disertai keluhan neurologis seperti disartria, gangguan penglihatan kelainan
sentral
4. apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien
berbaring dan akan timbul lagi bila bangun dengan gerakan yang cepat?(BPPV)
5. apakah ada rasa kaku pada leher?
6. Apakah ada riwayat penyakit DM, hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, anemia,
kanker, sifilis?(dapat menimbulkan vertigo+tinnitus)
KASUS TELINGA :
K4 : Otitis eksterna, OMA, serumen, mabuk perjalanan
K3 : Inflamasi auricular, infeksi herpes zoster pada telinga, fistula preaurikular,otitis media
serosa, OMK, mastoiditis, miringitis bullosa, benda asing, perforasi membrane timpani,
otosklerosis,presbiakusisA, trauma auricularB
a. Sumbatan Hidung1
1. Sejak kapan timbul keluhan?
2. Apakah keluhan berlangsung terus menerus/hilang timbul?
8
3. Apakah pada satu ada kedua hidung/bergantian?dipengaruhi posisi tertentu(rhinitis
vasomotor)?
4. Adakah riwayat kontak sebelumnya dengan bahan allergen seperti debu, tepung sari,
bulu binatang?
5. Apakah ada riwayat trauma pada hidung?
6. Apakah menggunakan obat tetes hidung dekongestan untuk jangka waktu
lama?(rhinitis medikamentosa)
7. Merokok/peminum alkohol berat?
8. Apakah ada keluhan mulut dan tenggorok merasa kering?
9. Riwayat pekerjaan
c. Nyeri1
1. Sejak kapan?
2. Progresifitas?menetap?
3. Lokasi?di daerah muka&kepala
nyeri daerah dahi, pangkal hidung, pipi, dan tengah kepalasinusitis
4. Apakah nyeri/rasa berat timbul bila menundukkan kepala?
5. Apakah ada keluhan nyeri pada gigi atas?(reffered pain dari sinus maksila)
6. Apakah bertambah hebat pada waktu terbang atau menyelam?
9
7. Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorakan(ke posterior) atau keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak?
8. Apakah ada riwayat trauma pada muka/hidung sebelumnya/belum lama ini?
9. Apakah ada menderita penyakit kelainan darah/gangguan perdarahan dalam
keluarga?hipertensi,DM, penyakit hati?pemakaian obat-obatan anti koagulansia,
aspirin, fenilbutazon?
KASUS HIDUNG :
K4 : furunkel pada hidung, rhinitis akut, rhinitis vasomotor, rhinitis alergika, benda asing,
epistaksis
K3A :Rhinitis kronik, rhinitis medikamentosa, sinusitis, sinusitis kronik
K2 :polip hidung
Kasus Tenggorokan :
a. Nyeri menelan (ODINOFAGIA)1
1. Onset
2. Riwayat ISPA : batuk, pilek
3. Frekuensi serangan
4. Perubahan suara (tumor pita suara)
5. Trismus?(abses, tetanus, meningitis)
6. Riwayat pengobatan
7. Gejala komplikasi :
- Gangguan pendengaran/nyeri telinga(penyakit laring dari pangkal lidah,
epiglottis, atau sinus piriformis)
- Pilek yang sulit sembuh sinusitis
- Gangguan bernafas OSAS
10
2. Adakah demam,batuk(ISPA, TBC laring)
3. Pekerjaan (Vocal abuse)
4. Adakah berat badan turun dalam waktu singkat?(tumor)
5. Riwayat operasi daerah leher?(struma)
6. Adakah sesak nafas?bertambah berat sesaknya?
7. Adakah riwayat trauma leher?(KDRTdicekik)
8. Adakah benjolan dileher?(struma,metastase karsinoma nasofaring,tumor laring)
9. Apakah ada kebiasaan merokok/alkohol?
Pada pasien yang mengalami suara serak >3minggu perlu dilakukan pemeriksaan laring.
KASUS TENGGOROKAN
K4 : faringitis, tonsillitis,laryngitis
K3 : abses peritonsilar(A), difteri(B)
K2 : karsinoma laring&nasofarin
11
2. 2 PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan di telinga hidung dan
tenggorok diperlukan kemampuan melakukan anamnesis dan keterampilan melakukan pemeriksaan
organ-organ tersebut. kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksaan fisik.1
Pemeriksa sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang tersedia sebuah meja kecil tempat
meletakkan alat-alat pemeriksaan dan obat-obatan atau meja khusus ENT instrument unit yang sudah
dilengkapi dengan pompa penghisap, kursi pasien yang dapat berputar dan dinaikturunkan tingginya
serta kursi untuk pemeriksa dan meja tulis.1
- Lampu kepala
- Corong telinga
- Otoskop
- Pengait serumen
- Pinset telinga
- Nierbekken
- Garpu tala 1 set(128Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz)
- Alkohol 70%
- Larutan rivanol
- Kapas
- Tampon telinga
- Tissue
- Lampu spiritus/ korek api
- Alat Pengisap
- Spatula Lidah
Gambar 6 . Spatula LIdah
Gambar 5 . Pinset Bayonet
- adrenalin 1/10.000
- Alkohol 70%
- Amonia.
Lain lain1,3
- Tampon
- Kapas
- kassa
- kapas
- Nierbekken
- Tissue
- Lampu spiritus
14
2.1.3 TEKNIK PEMERIKSAAN1
3. Pemeriksa mengatur:
Posisi pasien :
Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala
pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane timpani.1,2
Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan
dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2- 3
cm.1,2
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak
lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas
belakang , dan tragus ditarik ke depan. Pada anak, daun telinga
ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran
timpani akan tampak lebih jelas.1,2
Gambar 7. retracting the pinna2
Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak
membran timpani secara keseluruhan( pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak
rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit( tak tampak keseluruhan membran timpani)
sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik
15
dipakai corong telinga.1,2
jika ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak
terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair.1,2
- Daun telinga
Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan. Daun telinga
ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk menentukan nyeri tekan.1
- Daerah mastoid
Adakah abses atau fistel di belakang telinga. Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.1
- Liang telinga
Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan adanya
polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen atau sekret.1
- Membran timpani
Nilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya. Warna membran timpani yang
normal putih seperti mutiara. Refleks cahaya normal berbentuk kerucut, warna seperti air raksa
Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani ke arah dalam.
Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma biasanya berbentuk robekan
dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi dapat di atik (di daerah pars flaksida), di
sentral (di pars tensa dan di sekitar perforasi masih terdapat membran) dan di marginal (perforasi
terdapat di pars tensa dengan salah satu sisinya langsung berhubungan dengan sulkus timpanikus).
16
Gerakan membran timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon otoskop. Pada sumbatan
tuba eustachius tidak terdapat gerakan membran timpani ini.1
Hidung Luar
Bentuk hidung luar diperhatikan apakah ada deformitas atau depresi tulang hidung. Apakah
ada pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya
krepitasi tulang hidung atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal.1,3
Sinus frontal dapat diperiksa dengan menekan jari ke atas di bawah ujung medial margin
orbital superior. Ini adalah lantai sinus frontal paling dekat dengan permukaan. Sinus etmoidal
dapat diraba dengan menekan jari medial terhadap dinding medial orbit. Sinus maksila dapat
diperiksa untuk nyeri tekan dengan menekan jari ke dinding anterior rahang atas di bawah
inferior margin orbital; tekanan pada saraf infraorbital mungkin tampak peningkatan
sensitivitas. 1,3
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada etmoid menyebabkan
rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. 1,3
Rinoskopi Anterior
Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri (right
handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada dorsum nasi. Tangan kanan
untuk mengatur posisi kepala. Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi
tertutup, dan dikeluarkan dalam posisi terbuka. Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan :
Rongga hidung, luasnya lapang/sempit (dikatakan lapang kalau dapat dilihat pergerakan
palatum mole bila pasien disuruh menelan) , adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut.
Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda (normal), pucat atau
hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau hipertrofi.1,3,
Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila
17
akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis
etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk abses. Jika
terdapat sekret kental yang keluar dari daerah antara konka media dan konka inferior
kemungkinan sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan sekret
yang terdapat di meatus superior berarti sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus
sphenoid.1,3
Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan keberadaannya.
Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu diperhatikan.1,3
18
Rinoskopi Posterior
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca nasofaring no.2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan
lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur
oleh nafas pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa
apakah tidak terlalu panas.1,3,4
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian kaca
tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien
diminta bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding
posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala diarahkan
ke kaca tenggorok dan diperhatikan1,3:
- septum nasi bagian belakang
- nares posterior (koana)
- dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka
media dan konka inferior.
- Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba,
torus tubarius dan fossa rossen muller.
19
Tes Penciuman Sederhana
a. Tes Alkohol1
2. Penggaris
Prosedur1:
1) Tes dilakukan pada ruangan tertutup yang bebas dari pengharum ruangan, AC atau
kipas angin
2) Pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan
4) Pasien diminta untuk menutup kedua mata dan pad secara perlahan dinaikkan dari
posisi setinggi umbilikus hingga hidung dengan inhalasi normal
5) Dihitung jarak (dalam cm) dari pertama kali terdeteksi alcohol pad sampai hidung
Interpretasi1:
20
b. Tes Ammonia1
Bahan dan Alat:
Ammonia
Prosedur:
5. Dinilai apakah pasien merasakan efek menyengat dan stimulus lakrimal atau tidak
Interpretasi:
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa
sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada
pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi
oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.1,3,4
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila. Akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan
berbatas tegas di dalam sinus maksila. 1,3,4
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik
dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin berarti sinusitis atau hanya
menunjukkan sinus yang tidak berkembang. 1,3,4
21
2.1.6 Pemeriksaan Mulut Dan Faring (Orofaring)
Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian diperhatikan1,3 :
1. Dinding belakang faring : warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau tidak dan
gerakan arkus faring.
2. Tonsil : besar, warna, muara kripti, apakah ada detritus, adakah perlengketan dengan
pilar, ditentukan dengan lidi kapas
Ukuran tonsil1,3:
- T2 Tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis para Median
- T3 Tonsil melewati garis paramedian belum lewat garis median (pertengahan uvula)
4. Lidah : gerakannya dan apakah ada massa tumor, atau adakah berselaput
5. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
22
6. Palpasi kelenjar liur mayor (parotis dan mandibula)
Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi. Kaca laring
dihangatkan dengan api lampu spiritus agar tidak terjadi kondensasi uap air pada kaca waktu
dimasukkan ke dalam mulut. Sebelum dimasukkan ke dalam mulut kaca yang sudah
dihangatkan itu dicoba dulu pada kulit tangan kiri untuk mengetahui apakah tidak terlalu panas.
Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin. Lidah pasien
dijulurkan kemudian dipegang dengan tangan kiri memakai kasa( dengan jari tengah dibawah
dan jempol diatas lidah di pegang, telunjuk di bawah hidung, jari manis dan kelingking di bawah
dagu). Pasien diminta bernafas melalui mulut dengan tenang.1,3
Kaca tenggorok yang telah dihangatkan dipegang dengan tangan kanan seperti
memegang pensil, diarahkan ke bawah, dimasukkan ke dalam mulut dan bersandar pada uvula
dan palatum mole. Melalui kaca dapat terlihat hipofaring dan laring, apabila laring belum
terlihat maka penarikan lidah dapat ditambah lebih ke depan dan epiglotis lebih terangkat.1
Untuk menilai gerakan pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan “iii” sedangkan
untuk menilai gerakan pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik pasien diminta untuk
inspirasi dalam. Pemeriksaan laring disebut laringoskopi tidak langsung.1,3
Diperhatikan1 :
- Rima glottis
- Pita suara palsu (plika ventrikularis) : warna, edema atau tidak, tumor.
- Pita suara (plika vokalis): warna, gerakan adduksi pada waktu fonasi dan abduksi pada waktu
inspirasi, tumor dan lain-lain
- Valekula : adakah benda asing
23
- Sinus piriformis : apakah banyak secret
Pemeriksaan laring langsung dengan memakai alat laringoskop. Untuk mengurangi rasa sakit,
berikan obat anestesi silokain yang disemprotkan ke bibir, ronga mulut dan lidah pasien.
Pemeriksaan laring juga dapat dilakukan dengan menggunakan teleskop 700 yang kaku dengan TV
monitor atau fleksibel endoskop dan monitor video (video laryngoscopy).1,3
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2016 : 4
2. ENT Examination in Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th edition. New York :
Thieme Stuttgart. 2003. : 1-39
3. Pemeriksaan Fisik Telinga Hidung dan Tenggorok.
https://www.academia.edu/8212722/PEMERIKSAAN_FISIK_TELINGA_HIDUNG_DA
N_TENGGOROK
4. Penuntun Keterampilan Klinis Pemeriksaan Hidung dan Pemasangan Tampon.
http://repository.unand.ac.id/23731/6/THT2-2016%20-%20%28M1%2C%20M3%29.pdf
25
26