ORGAN TELINGA
DISUSUN OLEH :
Dikara Novirman Prayuliana 2013730136
DOKTER PEMBIMBING:
Dr. Hj. Fitriah Shebubakar, Sp. THT
0
KATA PENGANTAR
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................3
B. Tujuan........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Anatomi Telinga........................................................................................4
1. Telinga Luar...........................................................................................4
2. Telinga Tengah.......................................................................................8
3. Telinga Dalam......................................................................................15
B. Fisiologi Telinga......................................................................................17
1. Fungsi Telinga......................................................................................17
2. Fisiologi Pendengaran.........................................................................20
3. Gangguan Fisiologi Pendengaran........................................................22
4. Fisiologi Keseimbangan......................................................................24
C. Anamnesis dan Pemeriksaan Telinga......................................................25
1. Anamnesis............................................................................................25
2. Pemeriksaan Fisik................................................................................26
3. Pemeriksaan Ketajaman Auditorius.....................................................29
BAB III KESIMPULAN........................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................39
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Indera pendengaran berperan penting
pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Perkembangan normal, pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar. Oleh karena itu, memahami mengenai anatomi
telinga dan fungsinya dalam mendengar dan keseimbangan sangat penting
bagi seorang dokter. Selain itu keterampilan anamnesis dan pemeriksaan
telinga bagi keluhan-keluhan berkaitan dengan telinga juga wajib dimiliki.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memahami lebih dalam lagi
mengenai anatomi, fisiologi, gangguan fisiologi dan anamnesis serta
pemeriksaan telinga.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga
1. Telinga Luar
4
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun
bertulang di sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga
pada perbatasan tulang dan tulang rawan tersebut. sendi
temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan liang telinga,
sementara prosesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis
meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju
prosesus stiloideus di posterior liang telinga, dan kemudian berjalan di
bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga
merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari
saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.
Batas-batas MAE antara lain;
Anterior : Fossa mandibular, parotis
Posterior : Mastoid
Superior : resessus epitimpanikum
cranial cavity
Inferior : parotis
5
Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna putih
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibentuk
6
dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari
kavum timpani.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars
flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel
kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi
ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin.
Membrana ini panjang vertical rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-
posterior kira-kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana
timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang
arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari
dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut,
dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak
ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya
(cone of light). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum.
Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung
elastic yaitu: bagian dalam sirkuler, dan bagian luar radier.
7
2. Telinga Tengah
a. Cavum timpani
b. Tuba eustachius
c. Prosesus Mastoid
8
a. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior
atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum
timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran, otot, serta saraf.
Tulang-tulang pendengaran
a) Malleus (hammer/ martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-
tulang pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis
(lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira
7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum atau didalam
rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida
membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani,
bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria.
Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan
Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang
melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat
diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.
9
b) Inkus (anvil/ landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus (corpus) dan 2 kaki yaitu :
prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan
longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran
4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus
panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis
menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium
dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial
merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini
berhubungan dengan kepala dari stapes.
Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon
rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang
merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan
ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan
tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus.
Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada
stapes melalui sendi inkudostapedius.
10
c) Stapes (Stirrup/ pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes
terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki
(foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara
ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada
permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada
bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan
kurang melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya
mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi
posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot
plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra vestibuli
dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh
ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.
Otot
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius ( muskulus stapedius).
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm
diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor
timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka
kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot
11
bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai
oleh prosesus kohleoform.
Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral
kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus.
Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke V. kerja otot
ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga
menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah.
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam
kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios
kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon
stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius
disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke VII yang timbul ketika
saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang
kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu
pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku,
memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi
tulang-tulang pendengaran.
12
tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah
medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura
petrotimpani.
Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik
yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula
melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut
perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.
b. Tuba Eustachius
Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring. Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran
yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang
dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial
dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
13
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3
bagian).
2) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
14
selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar
ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba. Otot
yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatine
2. M. elevator veli palatine
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu
mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani
dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring
dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
15
Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah
kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal
ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat
jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut
terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane
tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung
yang terletak di medial disebut sebagai limbus.
16
B. Fisiologi Telinga
1. Fungsi Telinga
Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi
energi getaran sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan
gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga
tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan melewati
tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya
ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang
telinga.
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang
akan menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak
manusia.
a. Konduksi Tulang
17
Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang
tengkorak ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang
tengkorak dapat dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang
suara. Jadi segala sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang
tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan
suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk menimbulkan efek
konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat
telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.
b. Respon auditorik
Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh
telinga manusia sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara
yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya sesuai
dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak
menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara
dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran
untuk suara tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat
membangkitkan sensasi auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada
karakteristik suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk
mendengar suara tersebut (melalui earphone, pengeras suara, dsb), dan
pada titik mana suara itu diukur (saat mau masuk ke liang telinga, di udara
terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai
ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih
muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi
kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini penting dalam
pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang
dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2
sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu
kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang
pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain,
pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal
18
dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara.
Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.
c. Kekuatan suara
Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan
seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang
didengar. Kekuatan suara sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara
yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh
frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara secara
umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan
menanyakan suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki
pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara dengan
frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung menggunakan pita suara
2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat menggambarkan
respon telinga terhadap suara yang didengar.
d. Masking
Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara
adalah masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang
pendengaran seseorang meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara
masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama melampaui juga
nilai ambang untuk suara masking tersebut.
e. Sensitivitas pendengaran
Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat
tergantung pada kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada
stimulus akustik. Pemahaman percakapan dan identifikasi suara-suara
tertentu, atau suatu alunan musik tertentu merupakan suatu proses
harmonis di dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik
berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk masing-
masing rangsangan auditorik tersebut. Perbedaan kecil tekanan suara akan
didengar oleh telinga sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi
19
tekanan udara, makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga
manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan pada frekuensi suara
yang sama tergantung pada frekuensi suara tersebut, nilai ambang di
atasnya dan durasi.
2. Fisiologi Pendengaran
20
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
21
3. Gangguan Fisiologi Pendengaran
a. Jenis ketulian :
a) Tuli konduktif
b) Tuli sensorineural
c) Tuli campur
b. Etiologi Tuli:
a) Tuli konduktif
Otitis eksterna
22
Sumbatan tuba
Otitis media
Otosklerosis
Timpanosklerosis
Hemotimpanum
b) Tuli sensorineural
Aplasia
Labirinitis
Sudden deafness
Trauma akustik
Pajanan bising
Neuroma akustik
Mielomo multiple
Cedera otak
Perdarahan otak
23
4. Fisiologi Keseimbangan
Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam
tulang temporalis dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit
(sakulus dan utrikulus). Fungsi dari apparatus vestibularis adalah untuk
memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk
koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh.
Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan
streosilia. Pada saat streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan
meregangkan tip link, yang menghubungkan streosilia dengan kinosilium. Tip link
yang teregang akan membuka saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel – sel
rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga
terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak berlawanan arah
dengan kinosilium makatip link tidak teregang dan saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut akan tertutup sehingga akan menyebabkan Ca 2+ dan K+
24
tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan
bersinaps pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf vestibular. Saraf
ini akan bersatu dengan saraf koklearis menjadi saraf vestibulokoklearis dan akan
dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari nukleus vestibularis akan ke
serebellum untuk pengolahan koordinasi, ke neuron motorik otot – otot
ekstremitas dan badan untuk pemeliharaan keseimbangan dan postur yang
diinginkan, ke neuron motorik otot – otot mata untuk control gerakan mata, dan
ke SSP untuk persepsi gerakan dan orientasi.
Pada sakulus dan utrikulus, sel – sel rambut di organ otolit ini juga menonjol
ke dalam satu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan
perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di sel tersebut.
Proses ini sama pada kanalis semisirkularis hanya saja pada sakulus dan utrikulus
terdapat otolith yang mengakibatkan gerakan akan menjadi lebih
lembam.Utrikulus berfungsi dalam posisi vertikal dan horizontal sedangkan
sakulus berfungsi dalam kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal.
1. Anamnesis
25
Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau
berdenging, yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau
kedua telinga. Apakah tinnitus ini disertai gangguan pendengaran atau
pusing berputar.
Sekret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Apakah sekret ini
keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah
berapa lama. Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar
dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga
tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila
bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau
tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih, harus waspada adanya
cairan liquor serebrospinal.
2. Pemeriksaan Fisik
26
garputala. Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara
membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi
tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatik.
1. Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala
lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat
liang telinga dan membran timpani.
2. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun
telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks
bekas operasi. Dengan menarik daun telinga keatas dan kebelakang, liang
telinga akan menjadi lebih lurus dan akan lebih mempermudah melihat
keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop untuk
melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang
dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan
tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari
kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
27
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat
pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukan
adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur
wajah.
28
3. Pemeriksaan Ketajaman Auditorius
a. Uji Bisik
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif
dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau
detakan jam tangan. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang
sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga
diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar, pemeriksa
menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1
sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan,
pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang
dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang
jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa
mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan
pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan
menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan,
maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya
cara mengkaji ketajaman auditorius.
Test Rinne
29
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu
menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan
didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif
jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu
menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum
mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras
dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum
mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan
maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
30
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi
pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal
sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari
pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala
tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala
mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid
pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat
bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala
di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti
saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
Test Weber
Interpretasi:
31
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan
disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan
kiri sama kerasnya.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat
dari pada sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
Test Swabach
32
pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan
dapat terjadi: akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
c. Pemeriksaan Audiometri
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar
dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk
mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk
menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
33
pendengaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan
adalah :
34
berat
Audiometri tutur
35
Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang
lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan
de-sibel (dB).
36
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya,
bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes
sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah
congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga
(serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab
kurang pendengaran.
37
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
38
Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC,
Jakarta,1997
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2011.
39