Geiger Muller
Geiger Muller
A. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik pencacahan Geiger Muller.
2. Dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah dengan detektor
Geiger Muller.
Tujuan Operasional
1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor.
2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan.
3. Menentukan waktu mati detektor.
4. Menentukan efisiensi detektor.
5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.
B. Dasar Teori
Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun 1908, kemudian
tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung detektor Geiger-Mueller yang
konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis detektor yang lain. Detektor Geiger-
Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti
argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia dan gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu.
Skema detektor Geiger-Mueller ditunjukkan pada Gambar 1:
Detektor Geiger-Mueller merupakan salah satu jenis detektor isian gas yang bekerja
berdasarkan prinsip ionisasi oleh radiasi yang masuk terhadap molekul yang berada dalam
detektor. Dinding tabung sebagai katoda sedangkan kawat di poros sebagai anoda. Apabila
antara anoda dan katoda diberikan tegangan maka akan terjadi medan listrik dalam tabung. Kuat
medan listrik yang terjadi bergantung pada tegangan yang diberikan, besar jari-jari anoda
dengan katoda dan jarak antara anoda dengan katoda seperti pada Gambar 2:
Gambar 2. Skema parameter yang mempengaruhi medan listrik dalam detektor
Detektor berbentuk silider dengan dengan jari-jari r berpusat pada poros silinder, maka garis
gaya yang menembus seluruh selimut silinder akan berbanding lurus dengan kuat medan
listriknya E(r) dinyatakan dalam persamaan berikut
Berdasarkan mekanisme quenching, detektor Geiger-Mueller dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Detektor Geiger-Mueller non self quenching
Detektor ini biasa disebut juga dengan detektor Geiger-Mueller external quenching. Detektor
ini hanya diisi dengan satu macam gas isian yaitu gas mulia misalnya gas argon, neon,
helium dan lain-lain. Pada detektor jenis ini, proses avalanche yang terjadi tidak dapat
dikendalikan di dalam tabung ini sendiri tetapi dikendalikan dengan suatu rangkaian
elektronik.
2. Detektor Geiger-Mueller self quenching
Detektor jenis ini diisi dengan gas mulia ditambahkan dengan gas poliatomik sebagai
peredam. Dengan adanya tambahan gas peredam tersebut maka proses avalanche yang
terjadi dapat dikendalikan dalam tabung itu sendiri. Pada detektor Geiger-Mueller,
peningkatan jumlah ion-ion positif yang mencapai katoda sangat mempertinggi kemungkinan
pemancaran elektron bebas dan selanjutnya terjadi lucutan yang tak terkendali (discharge).
Untuk alasan ini tindakan pencegahan dapat diberikan kepada detektor Geiger-Mueller untuk
mencegah kemungkinan pulsa yang berlebihan yaitu dengan menambahkan peredam
(quenching). Quenching ada dua jenis yaitu external quenching dengan tambahan resistor
kapasitor yang sederhana dan self quenching dengan menambahkan gas poliatomik atau gas
halogen. Secara khusus untuk mencegah kemungkinan pulsa yang dihasilkan berlebihan
maka digunakan external quenching dengan tambahan resistor-kapasitor. External quenching
dengan tambahan resistor-kapasitor akan menurunkan pemakaian tegangan tinggi pada
tabung detektor sehingga akan memberikan hasil ionisasi yang rendah dan proses avalanche
tidak terbentuk meskipun sebuah elektron bebas melepaskan diri dari katoda. Rangkaian
ekivalen detektor Geiger-Mueller ditunjukkan pada Gambar 3:
Gambar 3. Rangkaian ekivalen detektor Geiger Muller dengan resistor-kapasitor
Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah per satuan waktu terhadap tegangan
kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 4: Kemiringan garis kurva plateau disebut slope.
Detektor Geiger-Mueller dikatakan baik apabila mempunyai daerah plateau yang panjang
dan slope yang kecil. Panjang plateau dinyatakan dalam persamaan berikut:
2. Resolving time
Resolving time adalah waktu minimum yang diperlukan agar radiasi berikutnya dapat
dicacah setelah terjadinya pencacahan radiasi yang datang sebelumnya. Resolving time
dapat ditentukan dengan cara mencacah dua sumber radioaktif yang sama. Mula-mula,
dicacah secara terpisah dan memberikan hasil pencacahan N1 dan N2, kemudian dicacah
bersama-sama yang akan memberikan hasil pencacahan N1-2, selanjutnya dilakukan
pencacahan tanpa sumber radasi atau cacah latar. Resolving time dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
3. Dead time
Pelepasan muatan dalam tabung detektor menyebabkan terbentuknya muatan ruang ion
positif di sekitar kawat anoda. Adanya muatan ruang menyebabkan kuat medan listrik pada
daerah anoda menurun. Radiasi yang datang dalam keadaan ini tidak akan tercacah oleh
detektor, dengan kata lain detektor tidak mampu menghasilkan pulsa keluaran. Waktu
dimana detektor tidak mampu mencacah radiasi yang masuk dinamakan waktu mati (dead
time). Dead time dikatakan berakhir ketika ion positif bergerak menjauhi anoda.
Pada akhir dead time, multiplikasi ion (avalanche) sudah terjadi, tetapi pulsa keluaran
masih kecil karena medan listrik belum cukup kuat. Pulsa keluaran yang dihasilkan dari
zarah radiasi sudah dapat dicacah oleh detektor ketika ion positif mencapai katoda. Pada
keadaan ini detektor dikatakan telah pulih kembali atau disebut juga dengan waktu pulih
(recovery time). Jumlah waktu mati dan waktu pulih disebut dengan resolving time yang
ditunjukkan seperti pada Gambar 5.
- Bahan:
1. Sumber Radiasi Standar Co-60
2. Sumber Radiasi Standar Cs-137
3. Sumber Radiasi x (unknown)
D. Langkah Kerja
Penentuan Tegangan Kerja.
1. Alat cacah (GM) dinyalakan dan dilakukan pemanasan selama 1 menit.
2. Sumber standar diletakkan dalam detektor dengan menggunakan pinset.
3. Pencacahan dilakukan dengan mengatur tegangan HV serta timer.
4. HV dinaikkan secara bertahap, sedangkan timer dipertahankan dan dicatat hasil
pencacahan.
5. Tegangan kerja diperoleh apabila sudah mendapatkan jumlah cacah yang selisihnya paling
sedikit dengan jumlah cacah sebelumnya.
E. Data Percobaan
1. Penentuan Daerah Plato atau Tegangan Kerja.
Lama cacahan : 100 detik.
Sumber : Co-60
Jumlah Cacahan per Detik
No Tegangan HV (V) Jumlah Cacahan
(dps)
1 700 6513 65,13
No Rn (Rn - R b ) = Ri Ri - R i (Ri - R i )2
1 65,2 64,62 -1,15 1,3225
F. Perhitungan
1. Penentuan Daerah Plato atau Tegangan Kerja.
Dari data percobaan penentuan plato atau daerah kerja dapat dibuat grafik sebagai berikut:
Berdasarkan grafik di atas, diperoleh:
N1 = 69,62 dps
N2 = 69,74 dps
V1 = 740 V
V2 = 760 V
= 0,008618 % Volt
2. Penentuan Kestabilan Alat Pencacah.
- R i = 65,77
X2 = �(Ri - Ri) 2
Ri
7,385
=
65, 77
= 0,11229
Alat dianggap stabil bila harga X2 antara 3,35 – 16,95 atau 3,35 < X2 < 16,95. Disini X2 =
0,11229 berarti 0,11229 <3,35 atau kurang dari jangkauan range sehingga dapat dikatakan
alat ini tidak stabil.
N1 +N 2 - N1+2 - N b
t= 2 2 2
N1+2 - N1 - N 2
66, 6 + 69,3567 - 132,8367 - 0,58
τ = dps/ dps2
17645,58 - 4435,56 - 4810,3518
2,54
τ = dps/ dps2
8399, 6682
τ = 3, 0239.10-4 detik
τ = 302,39 µ detik.
Sehingga,
N1 = 6660 cacah/100 s = 66,6 dps
N1
N1 sebenarnya =
1 - N1.t
66, 6
=
1 - 66, 6.3, 0239.10 -4
= 67,9688 dps
N 2 sebenarnya = 70,8425
A0 : 1µCi
3, 67.1010 dps
= 1.10-6Ci �
1Ci
= 36700 dps
t0 : November 2011
t praktek : 9 Oktober 2012
t = t praktek - t0
= 9 Oktober 2012 – 15 November 2011(tanggal tidak ada informasi jadi dianggap pertengahan bulan)
= (15+31+31+29+31+30+31+30+31+31+30+9)hari
= 329 hari
t½ : 5,27 tahun
= 5, 27 th �365 hari / th
= 1923,55 hari
= ~ 1924 hari
HV : 760 Volt
= 32598, 76 dps
Pencacahan Jumlah cacahan Jumlah cacahan per detik (dps)
1 4008 66,8
2 3834 63,9
N standar netto = N st - N b
66,8 + 63,9
= - 0,58
2
= 64,77 dps
Efisiensi
N st
�100%
A standar
64, 77
= �100%
32598, 76
= 0,1987 %
Sumber Radiasi
No
Cs-137 x (unknown)
1 4107 1797
2 4034 1798
3 4087 1850
- Nb = 0,58 dps
- N standar = 4076 cacah/60 s = 67,93 dps
- Astandar = A0 .e - lt
-5
= 5µCi. e( -6,314.10 �390)
= 5µCi.0,9757
= 4,8785 µCi
Nc - Nb
Acuplikan = �Astandar
N standar - N b
30, 65 dps - 0,58 dps
= �4,8785 µCi
67,93 dps - 0,58 dps
30, 07 dps
= �4,8785 µCi
67,35 dps
= 2,178 µCi
G. Pembahasan.
Pada percobaan ini terlebih dahulu dilakukan penentuan tegangan kerja detektor Geiger
Muller sebelum melakukan pencacahan lebih lanjut. Tegangan kerja suatu detektor Geiger Muller
disebut plato, daerah kerja detektor adalah daerah dimana ionisasi sudah tidak bergantung pada
jenis dan besarnya tenaga radiasi. Untuk mencari tegangan kerja detektor GM terlebih dahulu
harus diketahui bentuk platonya, plato diperoleh dari hasil cacah yang telah dilakukan
pencacahan dalam waktu tertentu menggunakan tegangan tinggi yang dpat diatur sehingga
menghasilkan cacah, cacah akan diperoleh setiap ada perubahan tegangan. Pada tegangan awal
akan diperoleh cacah rendah, cacah dilakukan sampai cacah melonjak tinggi. Kemudian dicari
data yang diperoleh dibuat grafik hubungan antar Tegangan (HV) dengan cacah yang dihasilkan.
Dari grafik tersebut didapat harga – harga yang dapat dipakai sebagai patokan atau karakteristik
dari detektor mengenai tegangan kerjanya. Pada percobaan ini daerah plato GM pada tegangan
740 – 760 V dan tegangan kerjanya 746,667 V, serta landai platonya 0,008618 % Volt .
Dari hasil perhitungan didapat besarnya aktivitas sumber X adalah 2,178 µCi .
H. Kesimpulan.
1. Tegangan kerja detektor Geiger Muller adalah antara 740 hingga 760 V, dan landai plato
0,008618 % Volt .
2. Kestabilan alat tidak baik karena X2 = 0,11229. Padahal alat dianggap stabil bila harga X 2
antara 3,35 – 16,95 atau 3,35 < X2 < 16,95.
3. Detektor GM tersebut mempunyai waktu mati 302,39 µ detik..
4. Detektor GM tersebut mempunyai efisiensi 0,1987 %.
5. Aktivitas cuplikan (sumber X) didapat 2,178 µCi .
I. Daftar Pustaka.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/pengukuran _radiasi/......
http://local.ans.org/mi/teacher_CD/activies/......
Suparno,dkk. 2011.Petunjuk Praktikum ADPR “Detektor Geiger Muller”.Yogyakarta:STTN-
BATAN
Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas
Nuklir oleh Irma Safitri(Prodi Fisika, Fakultas Saintek, UIN Sunan Kalijaga), Anis
Yuniati(Prodi Fisika, Fakultas Saintek, UIN Sunan Kalijaga), dan Irianto(PTAPB-
BATAN)
Yogyakarta, 13 Oktober 2012.
Dosen Praktikan,