Anda di halaman 1dari 164

Soal no 11

DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila berkembang melalui suatu tahap atau
proses yang memang cukup panjang. Pancasila sendiri berawal dari sumber nilai-nilai yang
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam hal adat istiadat, lalu agama-agama dalam
suatu paradigma kehidupan bangsa. Oleh karena itu, nilai-nilai pancasila telah diyakini
kebenarannya. Pancasila kemudian diangkat sebagai dasar Negara sekaligus diangkat menjadi
ideologi bangsa Indonesia. Sebagai suatu ideologi bangsa, pancasila tidak bersifat statis
(tertutup) terhadap perubahan atau pemikiran yang baru, karena pancasila sendiri bersifat
dinamis (terbuka), dimana pancasila sendiri dapat menyesuaikan dengan keadaan dan
perubahan zaman serta pemikiran yang semakin bekembang dari waktu ke waktu. Sewaktu
berdirinya Negara Republik Indonesia, bangsa Indonesia sepakat untuk mendasarkan diri
kepada ideologi Pancasila dan kepada UUD 1945.
Namun semua menjadi berubah haluan sejak November 1945 hingga Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Pada saat itu pemerintah Indonesia merubah haluan politiknya dengan mempraktikan
sistem demokrasi liberal. Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berarti haluan politik di
Indonesia telah dirubah. Hal ini dapat terlihat kebijaksanaan pemerintah yang anti terhadap
Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan dibuatnya poros Jakarta-Peking dan Jakarta-
Pyongyang. Puncak pada peristiwa ini terjadi pada saat adanya pemberontakan Gerakan 30
September 1965 atau yang dikenal sebagai Pemberontakan G-30-S / PKI. Pada saat peristiwa
ini terjadi merupakan salah satu hal yang menyebabkan pemerintahan Orde Lama dimana
pada saat itu masa pemerintahan dari Ir.Soekarno tumbang dan mulai berkuasanya
pemerintahan Orde Baru yaitu saat pemerintahan Jendral Soeharto. Pemerintah Orde Baru
pun berusaha untuk mengoreksi adanya penyimpangan yang terjadi yang dilakukan oleh
pihak regim sebelumnya dalam pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde baru
sendiri merubah haluan politiknya yang semula mengarah ke posisi Kiri dan anti Barat
menariknya ke posisi Kanan. Namun pada regim Orde Baru telah muncul 4 regim
Pemerintahan Reformasi sampai pada saat ini. Pemerintahan-pemerintahan regim Reformasi
ini sudah seharusnya mampu memberikan koreksi kepada penyimpangan yang terjadi dalam
hal mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 untuk praktik bermasyarakat dan bernegara yang
dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru.
Pengertian dari Pancasila secara etimologi yaitu Pancasila berasal dari bahasa india yaitu
bahasa sansekerta, panca berarti lima, syila (dengan huruf i pendek) berarti batu sendi, alas,
atau dasar. Syiila (dengan huruf i panjang) berarti peraturan, tingkah laku yang baik atau
penting. Syiila itu sendiri dalam bahasa Indonesia menjadi susila artinya tingkah laku yang
baik. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pancasila berarti lima dasar
sedangkan pancasyiila berarti lima aturan tingkah laku yang penting. Kemudian secara
historis, isitlah pancasila pertama kali digunakan oleh masyarakat di India yang beragama
buddha, dan pancasila sendiri berarti lima peraturan. Istilah pancasila yang terdapat dalam
kitab Sutasoma yang dikarang oleh Empu Tantular berarti batu sendi yang lima, selain itu
juga memiliki arti pelaksanaan kesusilaan yang lima, yaitu: Tidak boleh melakukan
kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh berbohong, dan tidak
boleh mabuk minuman keras. Istilah jawa, pancasila disebut dengan istilah molimo yang
terdiri dari lima golongan yaitu mateni (membunuh), maling (mencuri), madhon (berzina),
madat (menghisap candu), main (berjudi). Dari kelima larangan tersebut masih menjadi
pegangan moral orang-orang jawa sampai saat ini. Secara terminologis, pancasila dimulai
sejak sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, dan istilah Pancasila digunakan oleh Bung
Karno untukmemberikan nama kepada lima dasar atau lima prinsip. Negara Indonesia
merdeka menurut beliau sendiri pancasila diperolehnya dari temannya yang seorang ahli
bahasa.
Sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan, maka seluruh esensi sila-silanya merupakan
kesatuan. Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia yang bukan dari luar. Adapun unsur
pancasila yang memang sudah ada yang memang dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman
dahulu. Adanya pancasila yang terdapat dalam dirinya sendiri, sebab itu Pancasila adalah
suatu substansi yang memiliki esensi. Esensi kelima sila tersebut adalah sebagai berikut:
– Ketuhanan Adalah Kesesuaian dengan Hakikat dan Sifat-Sifat Tuhan
Hakikat Tuhan itu sendiri sebenarnya sulit untuk diketahui, tetapi kita bisa melihat contoh
yang dikemukakan aristosteles tentang adanya causa prima atau sebab pertama yang memang
tidak disebabkan. Berbeda dengan hakikat yaitu sifat-sifat Tuhan yang lebih mudah kita
pikirkan karena Tuhan mempunyai sifat yang tak terbatas.
– Kemanusiaan Adalah Kesesuaian dengan Hakikat Manusia
Susunan kodrat manusia itu sendiri terdiri dari jiwa dan raga, dimana jiwa terdiri atas akal,
rasa, karsa. Serta tubuh terdiri atas unsur-unsur benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan binatang.
Sedangkan sifat kodrat pada manusia merupakan suatu kesatuan individu dan makhluk sosial
atau dapat disebut dengan monodualis social, ekonomi, dan politik. Dari kedudukan kodrat,
manusia merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan atau
disebut sebagai monodualis religion. Maka dari itu manusia yang mempunyai susunan sifat,
kedudukan kodrat harus bisa mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang
rasa dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
– Persatuan Adalah Kesesuaian Dengan Hakikat Satu
Satu merupakan kata yang bulat yang tidak dapat dipecah kembali. Persatuan Indonesia pada
hakikatnya bangsa Indonesia berjumlah jutaan jiwa dan mempunyai bermacam-macam adat
istiadat, agama, kepercayaan, kebudayaan yang berbeda-beda itu merupakan satu kesatuan.
Maka dari itu dalam pergaulan satu dengan yang lain kita harus bisa menunjukkan rasa
persatuan dan kesatuan bangsa yang ber bhineka tunggal ika.
– Kerakyatan Adalah Kesesuaian dengan Hakikat Rakyat
Rakyat adalah manusia yang bertempat tinggal pada suatu negara. Istilah dari hakikat rakyat
berarti menunjukkan keseluruhan, jadi bukan bagian-bagian, meskipun keseluruhan itu
sendiri terdiri dari bagian-bagian, maka antara keseluruhan dan bagian memiliki hubungan
yang erat. Maka dari itu kita harus bisa bekerja sama, bergotong royong untuk mewujudkan
cita-cita bangsa bersama-sama.
– Keadilan Adalah Kesesuaian dengan Hakikat Adil
Adil dapat diartikan sebagai menempatkan sesuatu atau hak dan kewajiban pada tempatnya
masing-masing. Berbuat adil kepada diri sendiri berarti berbuat kedua hal serasi antara hak
dan kewajiban, berbuat adil kepada masyarakat berarti berlaku adil antar sesama warganya.
Berbuat adil pada alam berarti tidak boleh semena-mena dan merusak lingkungan hidup, dsb.

Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara merupakan suatu keniscayaan agar Pancasila sendiri tetap relevan
dalam fungsinya untuk memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecah
masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di lain pihak, apatisme dan resistensi
terhadap Pancasila sendiri dapat diminimalisir. Substansi dari adanya dinamika dalam
aktualisasi Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan serta
pembaharuan dalam mentransofrmasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup
dengan cara menjaga konsistensi, relevansi dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan
dan pembaharuan dapat terjadi apabila terdapat dinamika internal (self-renewal) dan adanya
penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang cukup relevan untuk pengembangan dan
penggayaan Ideologi Pancasila. Sumber dari semua upaya perubahan dan pembaharuan yang
dilakukan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila yaitu terjaganya akseptabilitas dan
kredibilitas Pancasila oleh warga negara dan warga masyarakat Indonesia.

B. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945


Undang-Undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu. Pertama yaitu
sejak ditetapkannya oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 2 tanggal 10 Oktober diberlakukan surat mulai tanggal 17 Agustus 1945,
sampai dengan berlakunya konsititusi RIS pada saat pengakuan kedaulatan tanggal 27
Desember 1949. Kedua yaitu dalam kurun waktu sejak diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959 sampai sekarang, dan ini terbagi atas masa orde lama, masa orde baru dan masa era
global. Berikut akan dibahas pelaksanaan UUD 1945 dalam dinamika ketatanegaraan RI.
1. Masa Awal Kemerdekaan
Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka mulai saat itu berlakulah
tata hukum baru yang bersumber dari proklamasi kemerdekaan Indonesia dan tidak
berlakunya kembali tata hukum lama (zaman kolonial). Untuk mengganti seluruh tata hukum
peninggalan kolonial dalam UUD 1945, Pasal II Aturan Peralihan menyatakan bahwa segala
bentuk badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
diadakannya yang baru menurut Undang-Undang Dasar. UUD 1945 sebagai hukum dasar
tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada kurun 1945-1949, jelas tidak dilaksanakan dengan
baik, karena kita memang sedang dalam masa pancaroba, dalam usaha membela dan
mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Sistem pemerintahan dan
kelembagaan yang ditetapkan UUD 1945 jelas belum dapat dilaksanakan karena dalam masa
ini sempat diangkat anggota DPA. Sedangkan MPR dan DPR pada saat itu belum dapat
dibentuk. Pada saat itu masih diberlakukan Aturan Peralihan Pasal IV yang menyatakan
bahwa sebelum MPR, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD segala
kekuasaan akan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional. Pada tanggal 3
November 1945 atas usul BP-KNIP pemerintah mengeluarkan suatu maklumat yang ditanda
tangani oleh Wakil Presiden tentang pembentukan partai politik. Tujuan pemerintah antara
lain adalah agar dengan adanya partai-partai politik itu dapat dipimpin dari segala aliran
paham yang ada dalam masyarakat ke dalam jalan yang teratur.

2. Masa Orde Lama


Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan umum, dimana masing-
masing anggota memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante.
Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai
pengganti UUDS 1950, yang menurut Pasal 134 akan ditetapkan secepatnya bersama-sama
dengan pemerintah. Untuk mengambil suatu keputusan mengenai Undang-Undang Dasar,
maka Pasal 137 UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut:
a. Untuk mengambil keputusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar baru, maka
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Konstituante harus hadir.
b. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir.
c. Rancangan yang telah diterima oleh Konstituante, dikirimkan kepada Presiden untuk
disahkan oleh Pemerintah.
d. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta mengumumkan
Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.

Lebih dari dua tahun bersidang, pada saat itu Konstituante belum berhasil untuk merumuskan
Rancangan Undang-Undang Dasar baru. Perbedaan pendapat yang terjadi perdebatan dalam
gedung Konstituante mengenai dasar negara telah menjalar ke luar gedung Konstituante dan
diperkirakan pula akan menumbulkan ketegangan politik dan fisik di kalangan masyarakat.
Dalam masa orde lama, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang
kekuasaan legislatif bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menggunakan
kekuasaannya dengan tidak semestinya. Presiden telah mengeluarkan produk legislatif yang
pada hakikatnya adalah undang-undang dalam bentuk penetapan Presiden, tanpa persetujuan
DPR.

3. Masa Orde Baru


Gagalnya memperebutkan kekuasaan oleh G-30-S / PKI, telah dapat diungkapkan dan
dibuktikan, baik melalui sidang pengadilan maupun bahan dan keterangan lainnya, baik
melalui sidang pengadilan maupun bahan dan keterangan lainnya bahwa PKI-lah yang
mendalangi secafra sadar dan berencana coup d’etat itu. Perbuatan jahat itu bukan hanya
telah menimbulkan banyak korban jiwa dan harta yang cukup besar dan melanggar hukum
dan UUD yang berlaku, melainkan juga telah jelas mempunyai tujuan untuk mengganti dasar
falsafah negara Pancasila dengan falsafah negara lain. Dalam sejarah kemerdekaan bangsa
Indonesia, PKI telah dua kali mengkhianati negara, bangsa, dan dasar negara. Atas dasar
itulah, rakyat menghendaki dan menuntut dibubarkannya PKI, namun pimpinan negara pada
waktu itu tidak mau mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga
timbul apa yang disebut situasi politik antara rakyat disatu pihak dan Presiden di lain pihak.
Dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan tri tuntutan rakyat
(Tritura) sebagai berikut: Bubarkan PKI, Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan
turunkan harga-harga/perbaiki ekonomi. Gerakan dalam memperjuangkan tritura ini semakin
meningkat, sehingga pemerintah (Presiden) semakin terdesak. Akhirnya pada tanggal 11
Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letnan Jendral TNI
Soeharto yang intinya memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-langkah
pengamanan yang dianggap perlu untuk menyelamatkan keadaan. Lahirnya Surat Perintah 11
Maret (SUPERSEMAR) ini dianggap sebagai lahirnya pemerintahan Orde Baru.
4. Masa Globalisasi
Setelah berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto, terbukalah kesempatan para pakar
untuk membicarakan perlunya Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan amandemen. Dalam
kenyataannya selama 32 tahun pemerintahan orde baru memberikan kekuasaan yang tinggi
kepada Presiden, baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan, sehingga
hasilnya justru lebih parah dari pada yang terjadi pada masa orde lama. Kenyataan ini
menurut Muchsan (1999:3-7) atas dasar indikator berikut ini.
– Dengan adanya fungsi partai politik sehingga hanya ada dua partai politik dan satu Golkar,
telah memberangus sistem demokrasi.
– Adanya single majority sama dengan one party system
– Secara material, Presiden memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, meliputi kekuasaan
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
– Semua lembaga pengawasan terhadap pemerintah dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak
berdaya.
– MPR yang merupakan corong Presiden menyatakan tidak akan merubah UUD
– Secara material jabatan Presiden tidak terbatas
– Lembaga-lembaga tinggi negara yang lain melakukan politik yes men

Berdasarkan indikator tersebut menurut Prof. Muchsan (1999) ada sesuatu yang salah pada
UUD 1945. Something wrong yang terdapat dalam UUD 1945 mengakibatkan kerancuan
dalam kehidupan bernegara, antara lain mengenai pengaturan sistem demokrasi, sistem
pemerintahan, pembagian kekuasaan, pengaturan Presiden dan Wakil presiden, dan
pengaturan tentang hak asasi manusia. Pengaturan UUD 1945 ini sangat fleksibel ini mudah
seali muncul penafsiran yang subjektif.
Dengan pengesahan Perubahan UUD 1945, MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi
sebagai suatu langkah demokrasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 menjadi
konstitusi yang demokratis, sesuai dengan semangat zaman yang mewadahi dinamika
perkembangan zaman. Perubahan itu menjadi suatu lembaran sejarah lanjutan Bung Karno
dan Bung Hatta dan rekan-rekannya berhasil menegaskan UUD 1945 dalam rapat BPUPKI
dan PPKI.

C. ANALISIS TENTANG SIDANG DPR PILKADA LANGSUNG


Pada saat sidang DPR tentang masalah pilkada langsung seharusnya tidak perlu sampai
adanya kericuhan. Negara Indonesia ini merupakan negara yang dalam Pancasilanya kita
diajarkan untuk bermusyawarah dalam mencapai mufakat. Seharusnya dalam hal ini para
fraksi dari masing-masing partai tidak perlu membuat kericuhan. Begitu juga dari pihak
pemimpin sidang DPR, sebisa mungkin seharusnya mendengarkan pendapat atau opsi yang
diberikan oleh para anggota rapat jangan langsung mengambil keputusan dengan mengetuk
palu tanpa mendengarkan suara dari para fraksi yang lain. Untuk mencapai suatu keputusan
butuh melalui proses yang panjang, tetapi pada akhirnya hasilnya tetap disetujui, walaupun
ada beberapa fraksi yang lebih memilih walk out atau netral dimana posisi ini tidak berpihak
antara kedua belah pihak.
Soal no 12
Pandangan soekarno tentang pancasila sebagai filsafat negara

Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang.
Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 66 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah
konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan
karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di
masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai
alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan
manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah
negara Republik Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, ialah sebagai berikut :
1. Apakah landasan filosofis Pancasila?
2. Apakah fungsi utama filsfat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia?
3. Apakah bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
3. Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila.
4. Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN

A. Landasan Filosofis Pancasila


1.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari
bahsa Yunani“philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata
philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan).
Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga
berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan.
Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia
untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang
bermanfaat bagi peradaban manusia.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
• Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan
terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahagia.
• Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta
pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan
mengenai ide yang abadi dan tak berubah.

1.2 Pengertian Pancasila


Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana
diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka
dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga
melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
Pengertian secara Historis

Pengertian Pancasila Secara Termitologis


Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan
Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45
dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan
Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI
yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
1. Hirarkis (berjenjang)
2. Piramid
Susunan Pancasila adalah hierarkis piramidal, pengertian matematis pyramidal untuk
menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urutan luas (kuantitas) dan juga hal isi
sifatnya (kualitas). Kalau dilihat susunan sila-sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat (gradual)
dalam luas dan isi sifatnya. Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki susunan yang hierarki piramidal,
maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis (landasan) dari sila kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan.
1. Prikebangsaan;
2. Prikemanusiaan;
3. Priketuhanan;
4. Prikerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat

1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3. Mufakat/Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial;
5. Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
1. Sosio Nasional ; 2. Sosio Demokrasi; 3. Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang
intinya adalah Gotong Royong.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara
Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan
adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang
menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan
benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.
1.3 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat
Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan
wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang
berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
 Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di
BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat
merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme,
universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
 Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai berakhirnya
kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat
asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-
Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari
Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung
atau mempropagandakan “Persatuan”.
 Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori
Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia,
sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia
dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan
mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono,
Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus
Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah
hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya
dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil,
paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast
Pancasila digolongkan dalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan
pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan,
tidak sekedar untuk memenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga
dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan
sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di
akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenaran yang bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat sebagai berikut:
1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3. Kebenaran filosofis (filsafat);
4. Kebenaran religius (religi).

B. Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia


1.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana
tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan
pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya
dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki
pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya
sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-
bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan
pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang
timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu
pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-
citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa
adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya
dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Dan Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia
diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah
bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang
pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik
Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam
kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis
nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar
kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam
kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasar yang mamapu mempersatukan seluruh
rakyat Indonesia.
1.2 Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung
maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa
suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang
merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan
kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara
resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus
mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan
negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar
tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV
Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan
dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan
cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia,
yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
1.3 Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah :
Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-
bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis
pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi
bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa.
Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan
bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa
Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu
atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada
dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas
dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka
akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan
Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian
kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku
dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.

1.4 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia


Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa
dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan
naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945,
alinea IV.
e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan
perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya
adalah tetap sama sebagai berikut :
1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam
Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949
5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI
1950)
C. Perkembangan Penerapan Pancasila
Memahami peran Pancasila sekarang ini, khususnya dalam konteks filsafat nilai-nilai yang
terkandung didalamnya, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki
pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan,
peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi
manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang
tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis
maupun akademis.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan
masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab
utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan
Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila harus
tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan
kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang belum
terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan
konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi
adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif,
sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara.
Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa
lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis
dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai
muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“.
Jadi sulit untuk dielakkan jika ekarang ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut
disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa
tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin
kembali ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan
dengan Pancasila. Salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan
Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede,
Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan
bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan
oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen
mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5
persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya
4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup
berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk “malu-malu” terhadap
Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat
negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan
masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata – kata Pancasila
Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih
memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi
tampaknya ogah
dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri
mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak
ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan.
untuk melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru Saat
ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan menjadikannya sebagai
wacana publik. Beberapa istilah baru diperkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo
memberikan
pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila
Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya
benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah
dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II /
MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa)
dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut
dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945
adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara.
Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap
menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian
pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara
Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara
atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan
masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.
SOAL no 13

1. PEMIKIRAN DRIYARKARA tentang PANCASILA


2. 2. Riwayat Hidup • Lahir 13 Juni 1913 di desa Kedunggubah, Purworejo, •
Volksschool dan Vervolgschool di Cangkrep, dan HIS di Purworejo, dengan nama
Suhirman (Jenthu) • Seminari Menengah di Yogyakarta 1929-1935 • Novisiat
Girisonta (1935-1937) ganti nama Driyarkara; yuniorat masih di Girisonta (1938), •
Filsafat di Kolese Ignasius Kotabaru , Yogyakarta (1938-41) • Orientasi kerja di
Girisonta lagi, mengajar bahasa Latin (1941-42)
3. 3. Riwayat Hidup (lanjutan) • Teologi di Kolese Xaverius Muntilan (1942-43) ,
pindah sebentar di Mendut • Teologi dan mengajar Filsafat di Kolese Ignasius lagi di
Yogyakarta • Tahbisan imam (1947) di bawah tangan pertama Mgr. Sugiyopranoto SJ
• Studi teologi ke Maastricht (1947-49) • Tersiat di Drongen, dekat Gent, Belgia
sampai tahun 1950 • Doktorat filsafat di Gregoriana Roma (1950-52).
4. 4. Pemikiran Pancasila Driyarkara • Sebelum 1965, “Pancasila dan Religi” (17
Februari 1959) – filosofis, sistematik, dan komprehensif • Sesudah 1965 : “Kembali
ke Pancasila” (6 Mei 1966), “Pancasila dan Pedoman Hidup sehari- hari” (Juni-
Agustus 1966), “Pancasila sebagai Ideologi” (Sept.-Nov. 1966), “Gambaran Manusia
Pancasila” (Nov. 1966 – Feb. 1967) – politik praktis-eklektis
5. 5. Latar Belakang Sosio-Politis • Belanda gagal memecah belah Indonesia; Republik
Indonesia Serikat hanya bertahan setahun (1949-1950) • Pemilihan umum pertama
(1955) : empat besar Nasionalis, Masyumi, Komunis, N.U. • Seminar Pancasila 17
Feb. 1959 merupakan usaha pemerintah mencari pedasaran Negara Kesatuan
Republik Indonesia • Dekrit 5 Juli 1959, kembali ke UUD ’45. Nasakom
6. 6. Isu Persatuan dan Agama • Pemilu demokratis berhasil, tetapi Konstituante tidak
berhasil menyusun UUD baru untuk Republik Indonesia (baru) • Pertentangan antara
tiga kekuatan politis begitu mengkhawatirkan : Islam (agama), Nasionalisme dan
Komunisme. • Driyarkara menangkap keprihatinan itu : soal kesatuan dan kontroversi
tentang agama dalam UUD.
7. 7. Pemikiran Pancasila Driyarkara • Pemikiran Driyarkara tentang Pancasila sebelum
1965. • Soal kesatuan dikembalikan pada hakekat manusia, sebagai yang sama dan
saling bersaudara; inilah yang menjadi titik tolak uraiannya tentang Pancasila. •
Kontroversi agama di Indonesia, dijelaskan dalam uraiannya tentang Pancasila dan
Religi.
8. 8. Dalil-dalil Filsafat Pancasila Titik tolak (sila 1): Kemanusiaan yang adil dan
beradab • Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dengan-
cinta-kasih (liebendes Miteinandersein). Jadi, adaku harus aku jalankan sebagai
cintakasih pula. • Cinta kasih dalam kesatuanku dengan sesama manusia, jika
dipandang pada umumnya, disebut Perikemanusiaan.
9. 9. Keadilan Sosial (sila 5) • Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama
menciptakan, memiliki, dan menggunakan barang-barang dunia yang berguna sebagai
syarat-syarat, alat-alat, dan perlengkapan hidup. Penjelmaan Perikemanusiaan dalam
sektor ini disebut Keadilan Sosial
10. 10. Demokrasi (sila 4) Aku manusia niscaya memasyarakat; mengadakan kesatuan-
karya. Agar kesatuan- karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari
Perikemanusiaan, setiap anggota harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang
sama haknya. Cara melaksanakan Perikemanusiaan dalam sektor ini (ialah
pembentukan kesatuan-karya) kita sebut Demokrasi. Cara ini harus dijalankan baik
dalam masyarakat-kecil (kooperasi dan sebagainya) mau pun dalam masyarakat besar
11. 11. Kesatuan Indonesia (sila 3) • Perikemanusiaan harus juga kulakukan dalam
hubunganku dengan kesatuan, yang dengan proses lambat laun ditimbulkan oleh
sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan, peradaban bersama, dan faktor yang
lain. Kesatuan itu ikut serta menentukan dan membentuk diriku sebagai manusia yang
konkret dengan perasaannya, semangatnya, pikirannya, dan sebagainya.
12. 12. Kesatuan (sila 3) -2 • Ada bersama pada konkretnya berupa hidup dalam kesatuan
itu. Jadi hidupku dalam kesatuan itu harus merupakan pelaksanaan dari
Perikemanusiaan. Kesatuan yang besar itu, tempat aku pertama harus melaksanakan
Perikemanusiaan, disebut Kebangsaan.
13. 13. Ketuhanan (sila 1) • Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba
terhubung, serba tersokong, serba tergantung. Jadi adaku itu tidak sempurna, tidak
atas kekuatan sendiri. Jadi aku bukanlah sumber dari adaku. Semua hal yang ada
dengan terbatas, justru karena terbatasnya (sama dengan aku) tidak mungkin
merupakan sumber adaku, tidak mungkin memberi keterangan yang terakhir dari
adaku.
14. 14. Ketuhanan (sila 1) -2 • Yang dapat merupakan sumber adaku pada akhirnya
hanyalah Ada Yang Mutlak, Sang Maha- Ada. Sang Maha-Ada itu bukanlah sesuatu,
melainkan Pribadi yang Maha sempurna. Itulah Tuhan Yang Maha Esa. Adaku yang
berupa cinta kasih itu sebetulnya adalah cinta kasih kepada Sang Maha-Cinta-Kasih,
Sang Maha-Penyayang. Dalam pikiran ini aku menemukan dasar dari adaku; jadi,
dasar dari semua perbuatanku; jadi, dasar dari pelaskanaan Perikemanusiaan,
KeadilanSosial, dan lain-lain.
15. 15. • Etimologinya : religari = mengikat • Artinya : rasa kesatuan dengan Yang Maha-
kuasa, Tuhan, mengarahkan diri, penyerahan total dsb. Ikatan yang membahagiakan •
Meski secara filosofis terasa jauh, tetapi dalam pengalaman Tuhan itu dekat
(hubungan kedalaman yang maksimal yang dapat dicapai manusia) Pengalaman
Religi
16. 16. • Sebagai hal yang tak teringkari dari adanya manusia; bukan hanya bagian,
melainkan seluruh keberadaan manusia tenggelam di dalamnya. • Manusia bisa
mengingkarinya secara superfisial, tetapi dorongan religi akan muncul dalam hasrat
lain, misalnya persaudaraan antar manusia, kesejahteraan bersama dsb. Religi sebagai
kodrat
17. 17. • Tidak bertentangan • Pancasila merupakan ekasila, kelima sila tak boleh dipisah-
pisahkan; eka sila yakni cinta kasih (kepada Tuhan dan sesama). • Pancasila
menunjuk manusia sebagai ‘bakat’, potensi, dorongan ke Tuhan • Religi merupakan
‘karunia’ Tuhan; karunia diterima karena dalam diri manusia sudah ada bakat
Pancasila dan Religi
18. 18. • Tidak bertentangan • Pancasila merupakan ekasila, kelima sila tak boleh dipisah-
pisahkan; eka sila yakni cinta kasih (kepada Tuhan dan sesama). • Pancasila
menunjuk manusia sebagai ‘bakat’, potensi, dorongan ke Tuhan • Religi merupakan
‘karunia’ Tuhan; karunia diterima karena dalam diri manusia sudah ada bakat
Pancasila dan Religi
19. 19. Arti Umum / Sebagai Filsafaf/ prinsip Arti Khusus / Negara Indonesia / tujuan
Peri- kemanusiaan Kesetaraan, hak-hak azasi, internasionalisme Hubungan Indonesia
dengan negara-negara lain setara Keadilan Sosial Dalam kerja-sama antar manusia,
mengelola (barang-barang) dunia Untuk Negara Indonesia; keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia Demokrasi Dalam kerja-sama antar manusia, dalam me-
Negara, me-Masyarakat Cara me-Negara orang Indonesia; bekerja membangun
Negara Indo, menyatu karya (gotong royong) Kebangsaan Manusia diciptakan dalam
Tanah kelahirannya (airnya) – St. Thomas Aquinas Persatuan Indonesia; Sumpah
Pemuda 1928) Ketuhanan Umum; religi Wrisan kerohanian suku-suku bgs;
penghargaan pada kepercayaan berbeda
20. 20. • Karya me-Negara (= membangun Negara Indonesia) dengan prinsip ekasila,
yakni gotong- royong ---- mengerjakan / karya bersama-sama dalam segala lini
(himbauan kesatuan) • Tujuan me-Negara = mengupayakan keadilan sosial;
kemakmuran umum/bersama sebagai tujuan langsung (bonum commune) •
Ketuhanan, sebagai tujuan mutakhir/terdasar manusia, bukan karya me-Negara,
karena bersifat kerohanian, tidak menjadi tujuan langsung Eka sila dan tujuan me-
Negara
21. 21. • Maka Ketuhanan = sebagai tujuan paling dasariah, merupakan dasar dan bukan
di antara sila-sila. • Religi = menjalankan kehidupan dalam kepercayaan pada Tuhan;
masing-masing religi bebas, karena tidak diatur Negara, tidak bisa dipaksakan
jalannya. • Religi bukan (bagian) karya me-Negara, Negara tidak berhak mengatur
Religi Ketuhanan: Religi dan Negara
22. 22. • Namun berbeda dari Barat, sekuler, ---- yang tidak ber-ketuhanan, tidak
mengarahkan tujuan akhir kepada Tuhan, dan tidak mengatur agama. • Negara
Indonesia, bukan sekuler ------ karena mengarah, ke tujuan dasar Ketuhanan, tetapi
tidak mengaturnya • Bahaya penggabungan Negara (Indonesia) dengan Religi /
Agama, bila saling mengatur Negara dan Agama (1)
23. 23. • Indonesia bukan Negara Agama -- Religi tidak dicampur adukkan dengan kerja
me- Negara • Indonesia bukan Negara profan/ sekuler --- mengarahkan diri pada
Ketuhanan. • Pancasila mampu mengatasi dilema dan kesulitan antara Negara dan
Agama,antara kecenderungan sekularisme dan teokrasi Negara dan Agama (2)
24. 24. • Pancasila (umum) >>>>>> Karya Kemanusiaan luas (dunia) • Pancasila
(khusus) >>>>>>> Karya me-Negara (Indonesia) >>>>>> Ketuhanan (tdk langsung)
• Religi (agama) >>>>>>> Ketuhanan (langsung) Terima kasih Pancasila, Negara dan
Religi
Soal 14 dan 15

efenisi filsafat ilmu tidak terlepas dari kata filsafat dan ilmu filsafat adalah berfikir secara
mendalam tentang sesuatu tanpa melihat dogma dan agama dalam mencari kebenaran sedang ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang(pengetahuan) yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
dibidang itu. Sebagaimana yang di rumuskan para ahli Sebagaimana yang dikutip A. Susanto dalam
Filsafat Ilmu sebagai berikut :

1. Menurut Berry Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan teori –
teori ilmiah dan hubungan – hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang di pakai untuk
menelaah tentang logika, teori –
teori ilmiah serta upaya pelaksanaannya untuk menghasilkan suatu metode
atau teori ilmiah.[1]
2. May Brodbeck, Filsafat ilmu adalah suatu analis netral yang secara etis dan falasafi,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu menurut Brodbck,
ilmu itu harus bisa menganalisis, menggali, mengkaji bahkan
melukiskannya sesuatu secara netral , etis dan filosofis sehingga ilmu itu bisa
di manfaatkan secara benar dan relevan.
3. Lewis White Filsafat ilmu atau philosophy of
science adalah ilmu yang mengkaji dan mengevaluasi metode –
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.Lebih jauh Lewis
menjelaskan Filsafat ilmu adalah ilmu yang mempertanyakan dan menilai metode –
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan
pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Melalui filsafat ilmu ini kita akan
mampu memahami dan menetapkan akan arti pentingnya usaha ilmiah,
sebagai suatu keseluruhan
4. A. Cornelius Benyamin, mengemukakan bahwa
filsafat ilmu adalah studi sistematis mengenai sifat dan hakikat ilmu,
khususnya yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya, kedudukannya di dalam
skhema umum disiplin intelektual. Benyamin lebih melihat sifat dan
hakikat ilmu ditinjau dari aspek metode, konsep, dan kedudukannya dalam disiplin
keilmuan.
5. Robert Ackermann filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat –
pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat –
pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam rangka ukuran –
ukuran yang dikembangkan dari pendapat – pendapat demikian itu,
tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktik il
miah senyatanya .[2]
6. Peter Caw filsafat ilmu adalah
suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat umumnya mel
akukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal di
satu pihak, ini membangun teori – teori tentang manusia dan alam semesta, dan
menyajikannya landasan bagi keyakinan dan tindakan di pihak lain,
filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi tindakan termasuk teori – teori nya sendiri dengan harapan dan penghapusan
tidak ajegan dan kesalahan. Caw yakin bahwa melalui filsat ilmu
seseoang membangun dua hal,
menyajikan teori sebagai landasan bagi keyakinan tindakan dan
memeriksa secara kritis segala sesuatu sebagai landasan bagi sebuah keyakinan atau ti
ndakan.
7. Alfred Cyril Ewing Filsafat ilmu menurutnya adalah
salah satu bagian filsafat yang membahas tentang logika, di mana di
dalamnya membahas tentang cara yang di khususkan metode – metode dari ilmu –
ilmu yang berlainan . Lebih lanjut menjelaskan tanfa penguasaan filsafat ilmu, maka
akan sulitlah seseorang dalam usahanya untuk memahami tentang ilmu secara baik d
an profesional.
8. The Liang Gie Merumuskan Filsafat ilmu merupakan segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan –
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilm
u dengan segala segi kehidupan manusia. Bagi Gie,
filsafat ilmu bukan hanya di pahami sebagai ilmu untuk mengetahui metode dan
analisis ilmu – ilmu lain,
tetapi filsafat ilmu sebagai usaha seseorang dalam mengkaji persoalan –
persoalan yang muncul melalui perenungan yang mendalam
agar dapat diketahui duduk persoalannya secara mendasar sehingga dapat di
manfaatkan dalam kehidupan manusia.
9. Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri –
ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara – cara untuk memperoleh pengetahuan
tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan
atau epistemologi yang secara umum menyelidiki syarat
– syarat serta bentuk bentuk pengalamn manusia
juga mengenai logika dan metodologi. [3]
10. Jujun S, Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu
pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala al
amiah tak lagi merupakan misteri, secara garis besar, Jujun menggolongkan
pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni 1) pengetahuan tentang yang baik
dan yang buruk yang disebut juga dengan etika 2) pengetahuan tentang indah dan
jelek, yang disebut dengan estetika atau seni 3) pengetahuan tentang yang benar dan
salah, yang disebut dengan logika.[4]

Filsafat Ilmu dan Tujuannya

Lebih lanjut Jujun S menjelaskan filsafat ilmu merupakan bagian dari


epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
(pengetahuan ilmiah) Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri
– ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu ilmu
alam dengan ilmu sosial, namun karena permasalahan – permasalahan
teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu –
ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing –
masing bidang yang ditela’ah, yakni ilmu – ilmu alam atau ilmu –
ilmu sosial dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom, ilmu
memang berbeda dari pengetahuan – pengetahuan secara filsafat, namun tidak
terdapat perbedaan yang prinsif antara ilmu – ilmu alam dan ilmu –
ilmu sosial dimana mempunyai ciri – ciri keilmuan yang sama.

Beberapa pendapat lain mengenai pengertian filsafat ilmu seperti yang dijelaskan H.
Endang Komara dalam buku filsafat ilmu dan metodologi penelitian seperti yang di
jelaskan berikut :
filsafat ilmu

1. Robert ackman filasafat ilmu dalam suatu segi tinjauan krtis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini dengan perbandngan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari –
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang
ilmu dari praktik ilmiah secara aktual.
2. Michael V. Berry filsafat ilmu penelaahan tentang logika intern dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan anatara percobaan dan teori yakni tentang metode ilmiah
3. May Brodbeck filsafat adalah : analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan
penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
4. Stephen R. Toulman filsafat ilmu adalah sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba
pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah
prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan
perhitungan, peranggapan-peranggapan metafisis dan seterusnya menilai landasan-
landasan bagi kesalahnnya dari sudut tinjauan logika formal, metodologis praktis, dan
metafisika.[5]

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik
ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat
ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu.

B. TUJUAN FILSAFAT ILMU

Tujuan Filsafat ilmu sebagaimana yang disebutkan sebagai berikut :

1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami
sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu diberbagai bidang
sehingga kita mendapatkan gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3. Menjadi pedoman para insan akademis di perguruan tinggi dalam mendalami studi
diperguruan tinggi, terutama persoalan yang ilmiah dan yang non ilmiah.[6]
SEJARAH FILSAFAT ILMU

Sejarah Filsafat ilmu pengetahuan tidak terlepas dari priodisasi sejarah terdahulu yaitu sejak
dari cara berpikir yang sangat sederhana hingga cara berfikir modern zaman kemajuan
ilmu pengetahuan modern yang dikelompokkan kedalam beberapa masa yaitu :

1. Zaman prasejarah. Zaman prasejarah sering juga disebut zaman batu tua
atau manusia purba. Pada zaman ini manusia telah mampu menciptakan konsep tentang
alat sebagai perkakas untuk keperluan kehidupan manusia hal ini menunjukkan telah ada
pemikiran menuju arah ilmu pengetahuan pada masa ini manusia. Kemudian pada masa ini
mereka sudah mampu memelihara tanaman dan hewan liar hingga menjadi hewan dan
tanaman yang kualitasnya sesuai serta memenuhi kebutuhan manusia.6
2. Zaman sejarah. Zaman sejarah disebut juga dengan zaman batu muda atau zaman
peradaban dan pertanian. Pada masa ini manusia ini manusia telah
mempunyai kemampuan menulis, membaca dan menghitung sehingga setiap peristiwa
dapat dicatat dan dapat memperkecil kesalahan. Di zaman ini telah
dapat memasyarakatkan pengetahuan secara luas walaupun disampaikan lisan. Kemajuan
pengetahuan terlihat pesat dengan bukti lahirnya kerajaan-kerajaan besar seperti Mesir,
Babilonia dan juga kerajaan-kerajaan lain yang lahir di India dan Cina.
3. Zaman logam. Zaman logam ini masuk kategori kebudayaan klasik. Pada masa ini
perkembangan ilmu lebih pesat lagi, yaitu telah ditemukannya logam yang diolah
sedemikian rupa menjadi sebuah perhiasan yang indah dan mahal harganya. Kemampuan
yang tinggi, kemudian dipakai untuk hal-hal diabadikan dalam bentuk patung yang
sekarang masih tersimpan dalam museum, bernilai artistik tinggi, misalnya patung nefertili,
istri raja Fir’aun di Mesir.
4. Zaman Yunani dan Romawi. Perkembangan know how di masa ini tingkatannya lebih maju
dari zaman sebelumnya. Pengetahuan empiris berdasarkan sikap receptive attitude mind,
artinya bangsa Yunani tidak dapat menerima empiris secara pasif reseptif karena mereka
memiliki jiwa an inquiring attitude
5. Filsafat ilmu pada masa islam. Ilmu pengetahuan dan teknologi lahir dari kandungan islam
yaitu menemukan metode ilmiah menjadi kunci rahasia pembuka rahasia alam yang jadi
perintis modernisasi eropa dan Amerika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam dunia
islam mirip dengan percobaan trial and erorr untuk membuat logam emas yang sangat
berharga lahirlah metode kimia (alkimia) dan penemuan dalam kedokteran ialah salmak dari
sini lahirlah pemikir – pemikir dalam islam seperti Ibnu Sina Ibnu Rusd, al-Rasi.
6. Filsafat ilmu pada abad kegelapan, pada masa ini bangsa Romawi lebih sibuk dengan
masalah-masalah keagamaan yang terus mempelaari dosa dan bagaimana cara
menghapuskannya. Bangsa Romawi pada masa ini tidak memperhatikan soal
pengetahuan dan soal duniawi sehingga kerajaan romawi runtuh maka masa ini dikenal
sebagai masa kegelapan.
7. Filsafat ilmu pada abad ke 18 dan 19 . pada masa ini kecepatan perkembangan ilmu
pengetahuan pada abad-abad berikutnya sangat menakjubkan, Ilmu pengetahuan empiris
makin mendominasi ilmu pengetahuan. Penemuan-penemuan pada akhir abad 18 di
dominasi oleh pengetahuan dibidang fisika.[7]

RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

Ruang lingkup filsafat ilmu seperti yang dikutip A.Susanto meliputi beberapa
bidang seperti berikut ini :
1. Peter Angeles merumuskan filsafat pengetahuan terbagi ke dalam empat bidang kajian,
yaitu :
2. Telaah berbagai konsep, pra anggapan dan metode ilmu,berikut analisis, perluasan, dan
penyusunan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
3. Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu
4. Telaah mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu
5. Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan
penerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas hubungan logika dan matematika
dengan realitas.[8]
1. Cornelius Benyamin merumuskan filsafat alam ke dalam tiga bidang
kajian merumuskan filsafat ilmu ke dalam tiga bidang kajian, yaitu
2. Telaah mengenai metode ilmu, telaah ini banyak menyangkut logika da teori
pengetahuan dan teori umum tentang tanda.
3. Penjelasan mengenai konsep dasar, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-
;andasan empiris, rasional atau pragmatis yang menjadi tumpuannya.
1. Edward Madden, merumuskan lingkup filsafat pengetahuan kedalam tiga
bidang kajian yaitu, probabilitas, induksi, dan hipotesis
2. Ernes Nagel memberikan rumusan ruang lingkup filsafat ilmu ke dalam tiga
bidang kajian yaitu pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu,
pembentukan konsep ilmiah dan pembuktian keabsahan kesimpulan sifat
ilmiah.

Dengan memperhatikan pendapat para ahli diatas maka dapat diambil kesimpulan ruang
lingkup filsafat ilmu mencakup dua pokok bahasan utama yaitu membahas sifat-sifat
pengetahuan ilmiah (epistimologi) dan menelaah cara-cara mengusahakan pengetahuan
ilmiah (metodologi) sehingga filsafat ilmu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar
yaitu filsafat ilmu umum yang mencakup kajian tentang persoalan kesatuan, keseragaman,
serta hubungan diantara segenap ilmu dan yang kedua filsafat ilmu khusus, yaitu kajian
filsafat ilmu yang membicarakan kategori-kategori serta metode yang digunakan dalam ilmu-
ilmu tertentu seperti kelompok ilmu alam, kelompok ilmu kemasyarakatan, kelompok ilmu
teknik dan sebagainya.

Demikian ulasan singkat seputar Pengertian Filsafat Ilmu dan Tujuannya, semoga
bermanfaat. situs: www.rangkumanmakalah.com

DA
Soal 16

.= (@ $'3@ A$'SM@@ Artinya setiap manusia pada hakikatnya baik dan berbudi
pekerti.
D.

PERANAN IDEOLOGI BAGI BANGSA DAN NEGARA


>ika menengok se*arah kemerdekaan negaranegara dunia ketiga, baik yang ada di Asia,
A rika maupun Amerika $atin yang pada umumnya cukup lama berada di ba&ah
cengkeraman pen*a*ahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan pandangan,
cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin mereka &u*udkan dalam kenyataan hidup yang
nyata.'deologi dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan
kesadaran akan kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya, serta
menanamkan semangat dalam per*uangan masyarakat untuk bergerak mela&an pen*a*ahan,
yang selan*utnya me&u*udkannya dalam kehidupan penyelenggaraan negara.+entingnya
ideologi bagi suatu negara *uga terlihat dari ungsi ideologi itu sendiri. Adapun ungsi
ideologi adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa. 'deologi memiliki
kecenderungan untuk memisahkan kita dari mereka. 'deologi ber ungsi mempersatukan
sesama kita. Apabila dibandingkan dengan agama, agama ber ungsi *uga mempersatukan
orang dari berbagai pandangan hidup bahkan dari berbagai ideologi.Sebaliknya ideologi
mempersatukan orang dari berbagai agama. leh karena itu ideologi *uga ber ungsi untuk
mengatasi berbagai pertentangan <kon;ik= atau ketegangan sosial. Dalam hal ini ideologi
ber ungsi sebagai pembentuk solidaritas <rasa kebersamaan= dengan mengangkat berbagai
perbedaan ke dalam tata nilai yang lebih tinggi. 7ungsi pemersatu itu dilakukan dengan
memenyatukan keseragaman ataupun keanekaragaman, misalnya dengan memakai semboyan
kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.
E.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA YANG TERBUKA ,


REFORMATIF DAN DINAMIS
+ancasila sebagai ideologi bangsa dan negara 'ndonesia berakar pada pandangan hidup dan
budaya bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa
lain.3erbicara mengenai pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang rele5an tentang
ideologi yang diperlukan +ancasila tidak dapat dihindarkan. leh sebab itu untuk
men*adikan +ancasila sebagai ideologi yang terbuka, hidup dan dinamissangat diperlukan.
)al ini dapat di*adikan sarana dan &acana untuk memelihara dan memperkuat rele5ansi
+ancasila dari masa ke masa. Singkatnya, perlu ada semacam interaksi antara ideologi dengan
realita masyarakat.+ancasila sebagai dasar flsa at serta ideologi bangsa dan negara
'ndonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagai mana yang ter*adi pada ideologi-ideologilain di dunia, namun

terbentuknya pancasila melalui proses yang cukup pan*ang dalam se*arah bangsa
'ndonesia.Secara kualitas pancasila sebelum di syahkan men*adi dasar flsa at negara lain-
lainnya telah ada dan berasal dari bangsa 'ndonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-
istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. emudian para pendiri negara 'ndonesia
menggangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musya&arah mu akat berdasarkan
moral yang luhur, antara lain sidang-sidang 3+ + ' pertama, sidang panitai sembilan yang
kemudian menghasilkan +iagam >akarta yang memuat panccasila yang pertama sekali,
kemudian dibahas lagi dalam sidang 3+ + ' kedua. Setelah kemerdekaan 'ndonesia sebelum
sidang resmi ++ ' +ancasila sebagai calon dasar flsa at negara dibahas serta disempurnakan
kembali ahirnya pada tanggal 6 agustus !24 disyahkan oleh ++ ' sebagai dasar flsa at
negara republik 'ndonesia.+ancasila sebagi suatu ideologi tidak bersi at kaku dan tertutup,
namun bersi at re ormati , dinamis dan terbuka. )al ini dimaksudkan bah&a ideologi
pansila bersi at aktual, dinamis, antisi asi dan senentiasa mampu menyelesaikan dengan
perkembangan %aman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat. eterbukaan ideologi +ancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar
yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan &a&asannya lebih kongkrit, sehingga
memiliki kemampuan yang re ormati untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang
senentiasa berkambang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek dan
%aman.3erdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi +ancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut
Nilai dasar.
Faitu hakikat kelima +ancasila yaitu, ketuhannan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, keadilan. (ilai
dasar tersebut adalah merupakan esensi dari nilai-nilai +ancasila tang bersi at uni5ersal,
sehingga dalam nilai tersebut terkandung cita-cita, tu*uan serta nilai-nilai yang baik dan
benar.(ilai ideologi tersebut tertuang di dalam pembukaan D !24, sehimgga oleh karena
pembukaan memuat nilai-nilai dasr ideologi +ancasila maka D !24 merupakan suatu
norma dasar yang merupakan tertiphukum tertinggi, sehingga sumber hukum positi
sehingga didalam negara memiliki kedudukan sebagai
staatsfundamentalnorm
atau pokok kae dah negara yang undamental.
Nilai instrumental
, yang merupakan arahan, kebi*akan, srategi, saran, serta lembaga pelaksanaannya. (ilai
intsrumental ini merupakan eksplistasi, pen*abaran lebih lan*ut dari nilai-nilai dasar ideologi
+ancasila. Misalnya B3)( yang lima tahun senentiasa disesuaikan dengan perkembangan
%aman serta aspirasi masyarakat, undang-undang, depertemen-depertemen, sebagai lembaga
pelaksanaan dan lain sebagainya. +ada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan
<re ormati =.
Nilai praktis
, yaitu merupakan nilai-nilai realisasi intrumental dalam suatu realisasi pengalaman yang
bersi a nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, bangsa dan negara. Dalam
realisasi praktis inilah maka pen*abaran nilai-nilai +ancasila senentiasa berkembang dan
selalu dapat dilakukan

perubahan dan perbaikan <re ormasi= sesuai dengan perkembangan %aman ilmu
pengetahuan dan teknologi serat aspirasi masyarakat. leh karena itu +ancasila sebagai
ideologi terbuka secara stuktual memiliki tiga dimensi yaitu . Dimensi idealistis, yaitu
nilai-nilai dasar yang terkandung didalam +ancasila yang bersi at sistematis, rasional dan
menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila +ancasila yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. )ikikat nilai-nilai pancasial
tersebut bersumber pada flsa at pancasial <nilai-nilai flosofs yamng terkandung dalam
+ancasila=./. Dimensi normati , yaitu niali-nilai yang terkandung dalam +ancasila perlu
di*abarkan dalam suatu sistem norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini +ancasila
terkandung dalam pembukaan D !24 yang merupakan norma tertip hukum tertinggi
dalam negara 'ndonesia serta merupakan
staatsfundamentalnorm
<pokok kaidah negara yang undamental=.0. Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus
mampu mencerminkan raelitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. leh karena
itu +ancasila selain memiliki nilai-nilai ideal serta normati maka +ancasila harus mampu
di*abarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata <kontrik= baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam penyalenggaraan negara. Dengan demikian +ancasila sebagai
ideologi terbuka tidak bersi at
utopis
yang hanya berisi ide-ide yang bersi at menga&ang melainkan suatu ideologi yang bersi at
realistis
artinya mampu di*abarkan dalam segala aspek kehidupan nya
SOAL 17 Karakteristik yang dimaksud di sini ialah ciri khas yang dipunyai oleh Pancasila
sebagai ideologi negara, yang membedakannya dari ideologi-ideologi yang lain. yaitu
Karakteristik ini berhubungan dengan sikap positif bangsa Indonesia yang
mempunyai Pancasila Adapun karakteristik tersebut yaitu sebagai berikut :

Pertama: Tuhan Yang Maha Esa

Ini berarti pengakuan bangsa Indonesia akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dunia dengan
segala isinya. Tuhan sebagai kausaprima. Oleh sebab itu sebagai umat yang berTuhan,
yaitu dengan sendirinya harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua : ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku bangsa dan
bahasanya.

Sebagai umat manusia kita sama dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adil dan beradab yang berarti bahwa adil
merupakan perlakuan yang sama terhadap sesama manusia, dan beradab yang berarti perlakuan
yang sama itu sesuai dengan derajat kemanusiaan. Atas dasar perlakuan ini maka kita
menghargai akan hak-hak asasi manusia seimbang dengan kewajiban-kewajibannya. Dengan
demikian harmoni antara hak dan kewajiban merupakan penjelmaan dari kemanusaiaan yang
adil dan beradab. Adil dalam hal ini yaitu seimbang antara hak dan kewajiban. Dapat dikatakan
hak timbul karena adanya suatu kewajiban.

Ketiga : bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa.

Di dalam persatuan itulah dapat dibina kerja sama yang harmonis. Dalam hubungan ini, maka
persatuan Indonesia kita tempatkan di atas kepentingan sendiri. Pengorbanan untuk
kepentingan bangsa, lebih ditempatkan dari pada pengorbanan untuk suatu kepentingan
pribadi. Ini tidak berarti kehidupan pribadi itu diingkari.
Sebagai umat yang takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka kehidupan pribadi adalah
utama. Tapi demikian tidak berarti bahwa demi kepentingan pribadi itu kepentingan bangsa
dikorbankan.

Keempat : bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan bernegara berdasarkan


atas sistem
demokrasi.

Demokrasi yang dianut merupakan demokrasi Pancasila. Hal ini sesuai dengan sila ke empat
yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

Dalam rangka pelaksanaan demokrasi kita mementingkan akan musyawarah. Musyawarah


tidak didasarkan atas kekuasaan mayoritas ataupun minoritas. Keputusan dihasilkan oleh
musyawarah itu sendiri. Kita menolak demokrasi liberal.

Kelima : Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan dalam kemakmuran merupakan cita-cita bangsa kita sejak masa lampau. Sistem
pemerintahan yang
kita anut bertujuan untuk tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Itulah sebabnya
disarankan agar semua masyarakat kita bekerja keras dan menghargai prestasi kerja sebagai
suatu sikap hidup yang diutamakan.

Demikian secara pokok karakteristik dari Pancasila. Karakteristik yang satu tidak
bisa dipisahkan satu sama yang lainnya, karena Pancasila itu merupakan suatu kesatuan,
keutuhan yang saling berkaitan. Tapi demikian keseluruhan itu bernafaskan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Itulah ulasan tentang Karakteristik Ideologi Pancasila Secara Lengkap. Semoga apa yang
diulas diatas bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terimakasih.
SOAL 18
Pancasila merupakan suatu ideologi yang dianut oleh negara Indonesia sebagai
pandangan dan pedoman bagi bangsa Indonesia. Pancasila ini telah terbentuk sejak Indonesia
merdeka yang disusun oleh presiden pertama sekaligus proklamator negara Indonesia yaitu
almarhum Ir. Soekarno.
Pancasila sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “panca” yang dalam bahasa
Indonesia bermakna 5 (lima) dan “syila” yang bermakna batu sendi / alas / dasar, dari dua kata
itulah pancasila tersusun. Pancasila memiliki arti lima dasar yaitu meliputi :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setiap sila yang berasal dari pancasila ini memiliki arti sendiri pada setiap silanya yaitu
sila ke-1 memiliki arti bahwa setiap rakyat Indonesia wajib beragama karena sejak dahulu
Indonesia telah mengenal agama dan dalam agama pasti diajarkan hal-hal baik yang berkaitan
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila ke-2 memiliki arti setiap rakyat Indonesia
wajib mempunyai adab atau bisa juga diartikan sebagai sifat menghargai dalam berbagai hal
antar sesama makhluk hidup. Sila ke-3 memiliki arti setiap rakyat Indonesia wajib
mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia. Sila ke-4 memiliki arti setiap suatu
permasalahan yang dialami bangsa maupun negara Indonesia wajib diselesaikan dengan kepala
dingin menggunakan cara bermusyawarah yang menghasilkan solusi yang bisa
menguntungkan pihak-pihak yang terlibat dan tidak menggunakan cara kekerasan. Sila ke-5
memiliki arti setiap rakyat Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan seadil-
adilnya.
Hal yang dimaksud dengan pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah
dalam pancasila ini berarti memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila
dan bersifat erat. Hirarkis sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan / penggolongan.
Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan:
• Sila pertama menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila 2, 3, 4,
dan 5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
• Sila kedua tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila ke-1 dan isinya
meliputi sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang beradab, maka segala hal yang
berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini
mempunyai peraturan yang menjunung tinggi harkat dan martabat manusia.
• Sila ketiga tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang meliputi dan
menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai makna manusia sebagai makhluk sosial wajib
mengutamakan persatuan negara Indonesia yang disetiap daerah memiliki kebudayaan-
kebudayaan maupun beragama yang berbeda.
• Sila keempat diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila kelima.
Sila ini menjelaskan bahwa negara Indonesia ini ada karena rakyat maka dari itu rakyat berhak
mengatur kemana jalannya negara ini.

• Sila kelima yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu diliputi dan
dijiwai oleh isi dari sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang harus mengutamakan
keadilan bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri tanpa memandang perbedaan-
perbedaan yang ada.
Dipostin
Soal 19
Pengertian Etika Secara Umum
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional
di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem
pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan
santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk
menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram,
terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak
asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini : – Drs. O.P. SIMORANGKIR :
etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang
baik. – Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
– Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi


manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu
berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi
menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”,
yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang
sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang
lebih baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

Pengertian Etika Menurut Para Ahli

Menurut K. Bertens
Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Menurut W. J. S. Poerwadarminto
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan pada
tindakan manusia.

Menurut Ramali dan Pamuncak


Etika adalah pengetahuan tentang prilaku yang benar dalam satu profesi.

Menurut H. A. Mustafa
Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

Sumber : Internet

Related Posts:


SOAL 20

Etika berasal dari dari bahasa Yunani “ethikos” yang memiliki arti timbul dari kebiasaan.
Ada beberapa pengertian dari kata etika, di antaranya. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), etika diartikan sebagai sebuah bidang ilmu yang mempelajari tentang apa
yang baik dan apa yang buruk, serta hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika juga diartikan
sebagai suatu sikap yang menunjukkan kesedian atau kesanggupan seseorang untuk mentaati
ketentuan serta macam macam norma kehidupan lainnya yang berlaku di dalam suatu
masyarakat maupun organisasi tertentu. Etika merupakan sebuah cabang ilmu tentang
kesusilaan yang di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan terkait bagaimana sepatutnya
manusia hidup dalam suatu lingkungan masyarakat, yang dapat memahami tentang baik dan
buruk. Menurut Brooks, etika merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang penilaian
normatif terkait dengan apakah perilaku tersebut benar atau apa yang seharusnya dilakukan.

1). Etika berlaku kapanpun, baik dalam pergaulan dengan orang lain maupun dalam
kehidupan pribadi. Dengan kata lain, etika berlaku bagi siapa saja meskipun tidak ada orang
yang menyaksikan.

Contoh :

 Mencuri adalah perbuatan yang dilarang, meskipun ketika melakukan hal itu tidak ada orang
lain yang menyaksikan.
 Ketika kita meminjam suatu barang, maka barang tersebut nantinya harus tetap
dikembalikan, meskipun pihak yang meminjamkan lupa.

2). Etika bersifat absolut, artinya etika memiliki ketentuan atau prinsip yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, di mana perbuatan baik mendapatkan pujian, sedangkan perbuatan buruk
harus mendapatkan sanksi atau hukuman.

Contoh : Larangan untuk membunuh, dan larangan mencuri, di mana ketika seseorang
melakukan pembunuhan atau pencurian, maka ia harus mendapatkan sanksi atau hukuman.

3). Etika berkaitan dengan cara dilakukannya suatu perbuatan yang sekaligus memberikan
norma dari perbuatan itu sendiri.

Contoh : Mengambil barang-barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya merupakan
suatu perbuatan yang dilarang, karena perbuatan tersebut sama saja dengan mencuri.

4). Etika memandang manusia dari segi dalam (bathiniah). Contohnya :

 Orang yang benar-benar baik, tentu ia akan bersikap etis. Dan jika orang itu bersikap etis,
maka mustahil ia memiliki sifat munafik.
 Seseorang yang telah mencuri tetap saja dianggap sebagai pencuri, meskipun ia memiliki
tutur kata yang baik.

Etiket

Etiket berasal dari Bahasa Perancis “etiquette” yang artinya adalah sopan santun. Terdapat
beberapa definisi dari kata etiket, seperti Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
etiket didefinisikan sebagai tata cara (adat, sopan santun, dan lain sebagainya dalam rangka
memelihara hubungan yang baik di antara sesama manusia dalam sebuah lingkungan
masyarakat.

Sponsors Link

Etiket juga diartikan sebagai suatu sikap seperti sopan santun maupun aturan lainnya yang mengatur
tentang hubungan di antara kelompok manusia yang beradab di dalam pergaulan. Etiket merupakan
suatu perilaku seseorang yang dianggap cocok, sopan, pas, serta terhormat yang berkaitan dengan
kepribadian orang tersebut, seperti gaya berbicara, gaya makan, gaya berpakaian, gaya tidur, gaya
duduk, maupun gaya dalam berjalan. Akan tetapi, karena etiket yang dimiliki seseorang
menghubungkannya dengan orang lain, maka etiket menjadi peraturan sopan santun dalam
pergaulan, serta hidup bermasyarakat. Jadi etiket berkaitan dengan cara suatu perbuatan, adat,
kebiasaan, serta cara-cara tertentu yang menjadi panutan bagi sekelompok masyarakat dalam
berbuat sesuatu.

1). Sedangkan etiket hanya berlaku dalam pergaulan saja, artinya etiket hanya berlaku ketika
ada orang lain yang menyaksikan perbuatan yang kita lakukan, dan ketika tidak ada saksi
mata, maka etiket tidak berlaku.

Contoh :

 Mengangkat kaki ke atas meja, bersendawa, maupun berbicara ketika sedang makan
bersama orang lain dianggap perbuatan (cara makan) yang tidak sopan dan melanggar etiket
dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi ketika jika perbuatan tersebut dilakukan ketika
sedang sendirian (tidak ada saksi mata) maka cara makan yang demikian itu tidaklah
melanggar etiket dan boleh dilakukan.
 Buang angin ketika sedang bersama orang lain meskipun tidak bersuara dan tidak berbau
merupakan perbuatan yang tidak sopan, akan tetapi jika buang angin meskipun
mengeluarkan suara dan berbau akan tetapi pada saat itu tidak sedang bersama orang lain,
maka hal itu tidaklah melanggak etiket.

2). Sedangkan Etiket bersifat relative, artinya sesuatu yang menurut suatu budaya dianggap
sebagai hal yang tidak sopan, akan tetapi belum tentu budaya lain memiliki anggapan yang
sama. Bisa saja hal itu dianggap sebagai hal yang wajar atau hal yang sopan.

Contohnya adalah : seseorang yang memiliki kebiasaan makan tanpa menggunakan sendok
maupun garpu alias makan dengan menggunakan tangan, bagi sebagian kalangan dianggap
sebagai hal yang wajar dan tidak apa-apa dilakukan. Akan tetapi bagi sebagian kalangan
lainnya menganggap hal itu sebagai perbuatan yang tidak sopan.

Sponsors Link

3). Sedangkan Etiket berkaitan dengan tata cara dari suatu perbuatan yang harus dilakukan
oleh manusia. Contoh : ketika menyerahkan sesuatu kepada orang lain, hendaknya perbuatan
itu dilakukan dengan menggunakan tangan kanan. Dan jika perbuatan tersebut dilakukan
dengan tangan kiri, maka dianggap telah melanggar etika.
4). Lain halnya dengan etiket, di mana etiket memandang seseorang dari segi luarnya (secara
lahiriyah), artinya meskipun seseorang selalu berpegang pada etiket, akan tetapi ia bisa saja
bersifat munafik.

Contoh :

 Akhir-akhir ini banyak sekali serigala berbulu domba, di luar tampak baik, akan tetapi di
dalam hatinya menyimpan berbagai macam niat buruk.
 Sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang memiliki penampilan serta tutur kata yang
baik, akan tetapi ternyata hal itu digunakan untuk mengelabuhi orang lain agar niat dan
tindak kejahatnya bisa berhasil.

Demikian pembahasan kita terkait dengan perbedaan antara etika dan etiket. Semoga dengan
pembahasan tersebut dapat membantu kita agar tidak salah kaprah tentang keduanya.
Soal 21
LATAR BELAKANG
Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah/filsafah negara dan ideologi negara.
Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur
penyelenggaraan negara. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan
pembukaan UUD 1945.
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut sebagai pandangan hidup/ pegangan
hidup/ pedoman hidup/ petunjuk hidup. Dalam hai ini, Pancasila dipergunakan sebagai
petunjuk hidup atau perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain,Pancasila
digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan
masyarakat di segala bidang. Semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia
harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang bertujuan untuk melaksanakan pembangunan
nasional.

RUMUSAN MASALAH
 Peranan Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan, terutama di bidang

BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini akan dibahas penjabaran paradigma, Pancasila sebagai paradigma
pembangunan, Pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan Politik, Perananan
pancasila dalam reformasi politik, dan perwujudan nilai-nilai pancasila dalam pembangunan
kehidupan politik.

BAB II
ISI

1. PENGERTIAN PARADIGMA PEMBANGUNAN


Istilah paradigma awalnya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Pengertian
paradigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seperangkat unsur bahasa yang
sebagian bersifat tetap dan yang sebagian berubah-ubah. Paradigma juga diartikan sebagai
gugusan system pemikiran. Menurut seorang tokoh bernama Thomas Kuhn, Orang yang
pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu
didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan
tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus
dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan
yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu
paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan
yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan
kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu
masalah dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu
pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka
bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan
paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah,
dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan
penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia, artinya nilai-nilai dasar
pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas
pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi nasional.
Adapun pengertian dari pembangunan adalah proses perubahan yang terus menerus
menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan juga bisa
diartikan sebagai usaha bangsa untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat
sehingga menjadi lebih baik.
Pembangunan nasional merupakan perwujudan nyata dalam meningkatkan harkat dan
martabat manusia indonesia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan negara yang
tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan rincian sebagai berikut:
 Tujuan negara hukum formal, adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
indonesia
 Tujuan negara hukum material dalam hal ini merupakan tujuan khusus atau nasional, adalah
memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
 Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang perwujudanya terletak pada
tatanan pergaulan masyarakat internasional.
Pada hakikatnya, pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan
nasional diperlukan hal-hal berikut:
 Adanya keselarasan, keserasian, keseimbangan serta kebulatan yang utuh dalam seluruh
kegiatan pembangunan
 Pembangunan dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat
 Adanya pemerataan pembangunan untuk seluruh mesyarakat dan seluruh wilayah tanah air
 Objek maupun subjek pembangunan adalah seluruh manusia dan masyarakat Indonesia, oleh
karenanya pembangunan haruslah berkepribadian Indonesia dan menghasilkan manusia-
manusia maju yang memiliki kepribadian Indonesia.
Pembangunan dilakukan dengan tujuan meningkatkan mutu serta taraf hidup suatu
masyarakat menjadi lebih baik. Sehingga dalam pembangunan terdapat tiga proses, yaitu:
 Emansipasi bangsa : yaitu usaha bangsa melepaskan diri dari ketergantungan pada bangsa
lain dengan tujuan agar dapat berdiri sendiri dengan kekuatan sendiri.
 Modernisasi : yaitu upaya untuk mencapai taraf dan mutu kehidupan yang lebih baik.
 Humanisasi : yaitu pembangunan untuk menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME, cerdas dan terampil, berbudi pekerti yang luhur,
sehat jasmani dan rohani, disiplin, kritis terhadap lingkunagan, bertanggung jawab serta
mampu membangun dirinya dengan tujuan membangun bangsanya.

2. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif berisi anggapan dasar, kerangka acuan, keyakinan, acuan, serta pedoman dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta pemanfaatan hasil-hasil pembangunan
nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan
dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia,
sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara
termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Sehingga dalam segala aspek pembangunan
nasional harus berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia
yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
 susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
 sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
 kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara
totalitas. Hasil maupun pelaksanaan pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu hanya
mementingkan kebutuhan manusia, namun mengabaikan pertimbangan etis.
Untuk mencapai pembangunan seperti yang diharapkan diatas, harus terpenuhi 3
syarat, yaitu:
 Menghormati Hak Asasi Manusia artinya pembangunan tidak mengorbankan manusia tetapi
harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia,
 Pembangunan harus dilaksanakan dengan demokratis, artinya melibatkan masyarakat
sebagai tujuan dari pembangunan untuk mengambil keputusan apa yang menjadi
kebutuhannya,
 Pembangunan itu penciptaan taraf minimum keadilan sosial, sehingga tidak terjadi
kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi bukan semata-mata karena kemalasan
individu tetapi karena struktur sosial yang tidak adil.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang
yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi:
 bidang politik,
 ilmu pengetahuan
 ekonomi
 sosial budaya
 pertahanan keamanan
 agama

3. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN KEHIDUPAN POLITIK


Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku
politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka
pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik
Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan
tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem
politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi
bukan otoriter Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik
Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan
perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan
menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat
secara berurutan-terbalik:
 Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
 Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
 Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
 Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
 Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan
masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral
baru masyarakat informasi adalah:
 nilai toleransi;
 nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
 nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
 bermoral berdasarkan konsensus.

4. PERANAN PANCASILA DALAM REFORMASI POLITIK


a. Pancasila sebagai Paradigma reformasi politik
Landasan aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana
terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV yang
berbunyi “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Nilai demokrasi politik yang terkandung dalam Pancasila merupakan fondasi
bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataanya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerohanian berdasarkan nilai-nilai tersebut, dan pada
realisasinya baik pada masa orde lama maupun orde baru negara lebih mengarah pada
praktek otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada presiden.
Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu
pasal 1 ayat 2 menyatakan :
“ kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis
permusyawaratan rakyat”

Pasal 2 ayat 2 menyatakan,


“ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan paerwakilan
rakyat, ditambah utusan dari daerah dan golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang”

Pasal 5 ayat 1 menyatakan,


“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat”

Pasal 6 ayat 2 menyatakan,


“ Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
suara terbanyak “
Adapun esensi dari pasal-pasal tersebut berdasarkan UUD 1945 adalah :
 Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara
 Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR
 Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, dan bertanggung jawab kepada MPR
 Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh presiden baik sendiri maupun bersama dengan
lembaga lain, kekuatanya berada dibawah MPR atau produk-produknya.
Perlu diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan negara, oleh sebab itu
paradigma ini merupakan dasar pijak dalam reformasi politik. Dan reformasi politik atas
sistem politik harus melalui Undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan
tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam
Pancasila.

 Susunan Keanggotaan MPR


Untuk melakukan suatu perubahan terhadap susunan keanggotaan MPR, DPR dan
DPRD , terlebih dahulu harus melakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan
yang merupakan dasar acuan penyusunan keanggotaan MPR DPR. Susunan MPR yang
termuat dalam Undang-undang politik no.2/1985 dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai
Pancasila bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat seperti yang tertuang dalam semangat
UUD 1945. maka dari itu rakyat bertekad melakukan reformasi dengan mengubah sistem
politik tersebut melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 yang kemudian dituangkan dalam
UU Politik tahun 1999, adapun perubahan yang telah dilakukan antara lain pasal 2 ayat 2
yang menyatakan bahwa :
1) Jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang
2) Jumlah anggota DPR hasil Pemilu sebanyak 500 orang
3) Utusan Daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1
4) Utusan Golongan sebanyak 65 orang
Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya pasal 2 ayat 3 yaitu utusan daerah
dipilih oleh DPR. Dan DPR dipilih berdasarkan hasil pemilu yang bersifat demokratis.

 Susunan Keanggotaan DPR


Perubahan keanggotaan DPR tertuang dalam UU no.4 pasal 11 adalah sebagai berikut
:
1) Pasal 4 ayat 2 menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas,
 anggota partai politik hasil pemilu
 anggota ABRI yang diangkat

2) Pasal 11 ayat 3 menjelaskan,


 anggota partai hasil pemilu sebanyak 462 orang\
 anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada sebagian masyarakat yang
menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR tahun 1998 anggota ABRI dikurangi
secara bertahap. hal ini berdasar pada pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu
partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.
 Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat 1
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I yang tertuang dalam UU Politik no.4 tahun
1999, sebagai berikut :
a) Pasal 18 ayat 1 bahwa pengisian anggota DPRD Tingkat I dilakukan melalui Pemilu dan
pengangkatan
b) Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas anggota partai politik hasil pemilihan
umum, dan anggota ABRI yang diangkat
c) Pasal 18 ayat 3 menyatakan jumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45
orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang
termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

 Susunan Keanggotaan DPRD II


Susunan keanggotaan DPRD II yang tertuang dalam UU Politik No. 4 Tahun 1999
adalah :
a) Pasal 25 ayat 1, menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasar pada hasil
Pemilu dan pengangkatan
b) Pasal 25 ayat 2 menyatakan, DRPD II terdiri atas anggota partai politik hasil Pemilu, dan
anggota ABRI yang diangkat
c) Pasal 25 ayat 3 menyatakan, jumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20
orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat
Demikian perubahan atas UU tentang susunan Anggota MPR, DPR, dan DPRD yang
diharapkan mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat
Pancasila yang merupakan Paradigma demokrasi.
b. Reformasi Partai Politik
Dalam UU Politik no.3 tahun 1975, Jo UU No.3 tahun 1985 ditentukan bahwa partai
politik dan golongan karya hanya meliputi 3 macam, yaitu, Partai Persatuan Pembangunan,
Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia, ketentuan ini tidak mencerminkan nilai
kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila, dan tidak sesuai pula
dengan semangat UUD 1945 pasal 28, serta hakikat nilai Pancasila yang bermakna keaneka
ragaman akan tetapi tetap satu kesatuan. Dalam mengatur adanya partai politik tertuang
dalam UU no.2 tahun 1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan memberikan
kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Adapun ketentuanya adalh
sebagai berikut:
a) Pancasila sebagai dasar negara dari NKRI dalam anggaran dasar partai
b) Asas atau ciri, aspirasi dan program partai politik tidak bertentangan dengan pancasila
c) Keanggotaan partai politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah mempunyai hak pilih
d) Partai politik tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang
negara asing, bendera kesatuan RI sang merah putih, bendera negara asing gambar
perorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.
Atas ketentuan UU tersebut maka semakin banyak partai-partai politik baru yang
hingga saat ini mencapai 114 partai politik, namun pada kenyataanya, yang memenuhi syarat
untuk mengikuti pemilu hanya 48 partai politik. Dan partai itulah yang ikut dalam pemilu
tahun 1999. dalam pelaksanaan pemilu juga dilakukan adanya perubahan yang diatur dalam
UU no. 3 tahun 1999 tentang pemilu, yang berisi tentang kejujuran, keadilan, langsung,
umum, bebas, dan rahasia. Dan untuk penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai politik
peserta pemilu dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab terhadap Presiden. Dengan
adanya ketentuan UU tersebut sistemik pelaksanaan Pemilu tahun 1999 akan bersifat
demokratis, bahkan ditambah dengan adanya kebebasan untuk membentuk pemantau Pemilu
baik dari dalam maupun luar negeri.
c. Reformasi atas Kehidupan Politik
Untuk mencapai kehidupan politik yang benar-benar demokratis maka harus
dilakukan dengan cara Revitalisasi politik yaitu dengan mengembalikan Pancasila pada
kedudukan serta fungsi yang sebenarnya seperti yang tertuang pada UUD 1945.

5. PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PEMBANGUNAN


KEHIDUPAN POLITIK
 Sistem politik Negara harus berdasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan. Oleh
karenanya, sistem politik yang berlaku dalam negara harus mampu mewujudkan sistem yang
menjamin tegaknya HAM.
 Para penyelenggara negara beserta elit politik harus senantiasa memegang budi pekerti
kemanusiaan, serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia
 Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik dan tidak hanya
sekedar menjadikannya sebagai objek politik penguasa semata
 Mewujudkan tujuan Negara demi meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia
 Mencerdaskan rakyat dan memahami politik, tidak hanya menjadikan rakyat sebagai sarana
mencapai tujuan pribadi ataupun golongan.
 Amanah dalam menjalankan amanat rakyat.
Soal 22
. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Setiap bangsa mempunyai ideologi nasional. Begitu juga bangsa Indonesia. Pancasila merupakan
ideologi nasional bangsa Indonesia. Secara umum, ideologi merupakaan kumpulan gagasan-gagasan,
ide-ide, kenyakinan-kenyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh serta sistematis yang
menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang
kehidupan politik (bidang pertahanan dan keamanan, sosial, kebudayaan dan keagaaman serta
IPTEK).
Makna ideologi tersebut tercermin pada falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila. Karena, Pancasila mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh bangsa Indonesia
diyakini paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai atau tepat bagi
bangsa Indonesia, sehingga dapat mempersatukan bangsa Indonesia.
Pancasila adalah dasar negara kesatuan republik indonesia yang terdiri dari dua suku kata dari
bahasa Sansekerta: pañca yang berarti lima dan śīla yang berarti prinsip atau asas, sehingga
pancasila secara bahasa berarti lima dasar. Pancasila adalah pedoman luhur yang wajib ditaati dan
dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia untuk menuju kehidupan yang sejahtera, tentram,
aman dan sentosa.
Pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan bagian
dari UUD 1945. Namun, meskipun UUD 1945 sudah mengalami beberapa kali perubahan
(amandemen), Pancasila tetap menduduki posisi sebagi ideologi nasional dalam UUD 1945. Itulah
salah satu keistimewaan Pancasila. Keeksisan Pancasila sebagai ideologi negara berkaitan erat
dengan sifat ideologi Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, tentulah setiap masyarakat melandasi
segala aspek kehidupannya dengan dasar-dasar nilai Pancasila. Begitu pula dalam upaya
pengembangan IPTEK, menjadikan Pancasila sebagai kerangka pikir dalam pelaksanaannya.

B. Pancasila Sebagai Dasar Perkembangan IPTEK


Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti
hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi
pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi yang tidak dibarengi dengan dasar-dasar Pancasila
yang kuat justru akan menjadi aspek penghancur bangsa, terutama dari segi moralitas dan
mentalitas.
Perubahan dan perkembangan tekhnologi yang terlampau deras menyebabkan terlalu mudahnya
informasi dari seluruh penjuru dunia masuk ke dalam bangsa kita. Segala kemudahan dalam
berinteraksi juga semakin tidak dapat dibendung lagi. Hal tersebut didukung dengan adanya
perkembangan gadget yang menyediakan layanan-layanan dan berbagai fasilitas canggih untuk
berkomunikasi. Sesungguhanya semua kemajuan ini sangat membantu dan meringankan kita dalam
melakukan aktivitas. Pekerjaan akan semakin cepat terselesaikan dan menghemat waktu serta
tenaga. Kini tiada lagi jarak yang berarti dalam bertukar informasi. Kehidupan di dalam masyarakat
semakin nyaman dan menyenakan. Masyarakat madani pun akan semakin mudah tercapai,
walaupun di sisi lain hal ini merupakan suatu tantangan bagi bangsa kita untuk dapat mengikuti
perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Sebab tak kan tercipta masyarakat madani apabila
perkembangan dan kemajuan tekhnologi kita masih terbelakang dan hanya bertumpu kepada
bangsa asing. Masyarakat akan selalu tergantung kepada pihak lain dan bertolak dari kemandirian
serta cenderung akan mendekati masyarakat yang konsumtif.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang. Dalam proses perbaikan dari segala segi
kehidupan, baik dalam segi sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan tekhnilogi serta budaya.
Pembanguan demi pembanguan sarana dan prasarana selalu digalakan baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, dengan harapan agar bangsa kita tidak tertinggal dengan bangsa-
bangsa lain. Walaupun semua itu dengan pengorbanan yang sangat besar. Negara harus berhutang
kepada negara donatur untuk setiap pembanguan dan kemajuan IPTEK bangsa. Hasilnya dapat kita
nikmati sekarang. Bangsa Indonesia tidak kalah majunya dengan negara-negara tetangga. Berbagai
fasilitas publik telah tersedia demi meunjang jalan perekonomian bangsa. Barang-barang canggih
banyak didatangkan dari luar negeri. Mulai dari perabotan rumah tangga sampai kendaraan
bermotor. Namun, seiring dengan kemajuan pendidikan di Indonesia. Sekarang sebagian masyarakat
Indonesia sudah dapat merakitnya sendiri, walaupun masih mengimpor bahan dasarnya. Ini,
setidaknya Indonesia terus mengikuti perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Sehingga tidak
heran jika mulai terdapat berbagai barang elektronik buatan anak bangsa. Memang terasa sangat
membanggakan mendengarnya. Namun, tanpa kita sadari dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi yang begitu santernya kita mulai melupakan akan apa tujuan dari yang kita lakukan
ini. Padahal hal ini tercantum jelas dalam landasan ideologi bangsa kita (Pancasila) bahwa
mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Tercantum dalam sila kedua yang berbunyi
”Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Perkembangan dan kemajuan IPTEK seharusnya diwujudkan
untuk keadilan dan kehidupan yang beradab serta bermoral. Dengan segala fasilitas dan kemudahan
yang ada seharusnya menyokong kita untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita,
bukannya sebagai alat menindas atau berbuat kejahatan serta kecurangan bagi mereka yang
memegang penguasaan akan IPTEK.
Di sinilah betapa pentingnya landasan Pancasila yang kental dalam setiap hati nurani anak bangsa
Indonesia agar tidak akan timbul penyalahgunaan perkembangan dan kemajuan IPTEK dalam
kehidupan masyarakat. Seperti yang dapat kita lihat dalam kehidupan keseharian. Berbagai macam
informasi dapet dengan mudah disebarkan kepada khalayak. Seseorang yang berniat jahat kepada
orang lain dapat dengan mudah untuk menghancurkan nama baiknya. Misalnya dengan
menyebarkan sms-sms fiktif yang isinya menjatuhkan atau memberikan berita miring tentang orang
tersebut dikarenakan dendam pribadi ataupun sakit hati. Fenomena lain yang sangat
mengkhawatirkan adalah kalangan remaja bahkan anak-anak dapat dengan mudah memperoleh
informasi tentang apa saja yang mereka inginkan, padahal informasi itu bukanlah porsi yang tepat
bagi mereka. Banyak kenakalan remaja terjadi, seperti pacaran kelewat batas yang menyebabkan
MBA (Married by Accident). Itu semua berawal dari informasi yang seharusnya belum ia terima pada
seusianya. Hal tersebut menyebabkan timbul keinginan untuk mencoba-coba. Hal yang paling
mencengangkan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
menunjukan bahwa sebesar 96% siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota-kota besar sudah
pernah menonton video porno yang mereka dapat mengaksesnya dengan mudah dari internet.
Dengan tanpa dibarengi pengawasan dari orang tua yang ketat serta kekuatan iman dan taqwa,
perkembangan IPTEK justru menjadi malapetaka bagi generasi penerus bangsa.
Peristiwa-peristiwa tersebut tidak akan terjadi apabila masing-masing individu memegang teguh
dasar-dasar Pancasila. Penanaman Pendidikan Pancasila sejak usia dini merupakan antisipasi awal
dalam membangun filter bagi perkembangan dan kemajuan IPTEK yang terlamapau deras. Sehingga
moral dan mental anak bangsa justru tidak melorot menghadapinya di tengah-tengah perubahan
zaman. Dasar-dasar Pancasila dijadikan sebagai tameng untuk penangkal hal-hal yang buruk dalam
perkembangan IPTEK. Lima sila yang terdapat dalam Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang
merupakan suatu rumusan kompleks dan menyeluruh dalam menjalani kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian diharapan dapat tercipta kehidupan masyarakat yang adil, beradab dan
sejahtera, serta menyuluruh di setiap elemen lapisan masyarakat.
C. Sistem Etika Pembangunan dalam Pancasila
Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka piker
serta asas moralitas bagi pembangunan iptek. Sebagai bangsa yang memiliki pandangan hidup
Pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan iptek harus didasarkan atas paradigma
Pancasila. Apabila kita melihat sila-sila demi sila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan
iptek.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu pengetahuan, menciptakan,
perimbanganantara rasional dan irrasional antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila
pertamaini iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
mempertimbangkan maksud dan akibatnya kepada kerugian dan keuntungan manusia dan
sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan pelstarian. Sila pertama menempatkan menusia si alam
semesta bukan sebagai sentral melainkan sebagai bagian yang sistematika dari alam yang diolahnya.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasr-dasr moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Iptek adalah bagian dari proses budaya manusia
yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu, pembangunan iptek harus berdasarkan kepada usaha-
usaha mencapai kesejahteraan umat manusia. Iptek harus dapat diabadikan untuk peningkatan
harkat dan martabat manusia, bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan
sombong akibat dari penggunaan iptek.
Sila persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa nasionalisme
bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek persatuan dan kesatuan abngsa dapat
terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan pesahabatan antar daerah di berbagai daerah terjalin
karena tidak lepas dari factor kemajuan iptek. Oleh sebab itu, iptek harus dapat dikembangkan
untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan
dalam hubungan manusia Indonesia dengan masyarakat internasional.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan,
mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Artinya, setiap ilmuwan haruslah memiliki
kebebasan untuk mengembangkan iptek. Selain itu dalam pengembangan iptek setiap ilmuwan juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memilki sikap yang tebuka
artinya terbuka untuk dikritik/dikajiulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengimplementasikan pengembangan iptek
haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia lain, manusia dengan msyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam
lingkungannya. (T. Jacob, 1986).
Berangakat dari pemikiran tersebut, maka pengembangan iptek yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila diharapkan dapat membawa perbaikan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.
D. Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK
Negara Indonesia adalah Negara kepulauan, Jumlah pulau di Indonesia menurut data Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah
mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Indonesia memiliki perbandingan luas
daratan dangan lautan sebesar 2:3. Letaknya sangat strategis, di antara dua samudra yaitu samudra
Hindia dan Samudra Pasifik serta dihimpit oleh dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia.
Selain itu Negara kita dilintasi oleh garis khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis.
Hal ini menyebabkan Indonesia sangat kaya akan fauna dan flouranya. Indonesia memiliki 10% hutan
tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies mamalia dunia
dan 16% spesies binatang reptil dan ampibi, serta 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan
dunia. Sebagian di antaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Selain memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, Indonesia juga sangat kaya akan suku bangsa,
budaya, agama, bahasa, ras dan etnis golongan. Sebagai akibat keanekaragaman tersebut Indonesia
mengandung potensi kerawanan yang sangat tinggi pula, hal tersebut merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki
tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang
mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat
yang menyebabkan konflik tata nilai.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi
dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi. Serta sarana
dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional
yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan dalam upaya
mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta menjawab segala tantangan
zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia sesuai dengan sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia.
Maka dari itu, IPTEK dan Pancasila antara satu dengan yang lain memiliki hubungan yang kohesif.
IPTEK diperlukan dalam pengamalan Pancasila, sila ketiga dalam menjaga persatuan Indonesia. Di
lain sisi, kita juga harus tetap menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai pedoman dalam
mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi agar kita dapat tidak terjebak dan tepat sasaran
mencapai tujuan bangsa.
Soal 25
Banyak ahli di dunia yang telah berbicara dan mendefenisikan tentang pengertian nilai. Berikut
ini Pengertian Nilai Menurut para Ahli:

 Pengertian Nilai Menurut Black's Law Dictionary (1990: 1550): The utility an
object in satisfying, directly or indirectly, the needs or desires of human beings, called
by economists value in its, or its worth consisting in the power of purchasing other
objects, caled value in exchange.
 Pengertian Nilai Menurut Louis O. Kattsoff (1987): membedakan nilai dalam dua
macam, yaitu: (1) NIlai intrinsik dan 2) nilai instrumental. Nilai intrinsik adalah nilai
dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai, sedangkan nilai instrumental adalah nilai
dari sesuatu karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan sesuatu.
 Pengertian Nilai Menurut Radbruch (Notohamidjojo, 1975): ada tiga nilai yang
penting yaitu; 1) Individualwerte, nilai-nilai pribadi yang penting untuk mewujudkan
kepribadian, 2) Pengertian Nilai Menurut Gemeinschaftswerte, nilai-nilai masyarakat,
nilai yang hanya dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia, dan 3) Werkwerte,
nilai-nilai dalam karya manusia dan pada umumnya dalam kebudayaan.
 Pengertian Nilai Menurut Max Scheler (Hadiwardojo, 1985): mengelompokkan
nilai menjadi; nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan kerohanian.
 Pengertian Nilai Menurut Notonagoro: membagi nilai dalam tiga macam nilai
pokok, yaitu nilai materil, vital, dan kerohanian.

Sekian uraian tentang Pengertian Nilai Menurut para Ahli, semoga bermanfaat.

Referensi:

 Darmodiharjo, Darji. 1995. Pokok-pokok Filsafat Hukum: apa dan bagaimana filsafat
hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Soal 27

erdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menetukan pengertian, serta hierarki
nilai.

Max Scheler membagi nilai berdasarkan tingkatan (tinggi rendah) yaitu:

1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatanini terdapat deretan nilai-nilai yang


mengenakkan dan tidak mengenakkan (die wertreihe des angenehmen und
unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan (werte des vitalen fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani,
kesejahteraan umum
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte)
yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-
nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai
alam filsafat
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan
tidak suci (wemordalitat des heiligen und unheiligen). Nilai-nilai semacam ini
terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi
SOAL 28
Max Scheler lahir di Munchen Jerman selatan pada tanggal 22 Agustus 1874. Ibunya
Yahudi dan ayahnya protestan. Kecintaannya pada ilmu pengetahuan membuat
Scheler kecil yang berusia 15 tahun rela kehilangan harta warisan dari seorang paman
Yahudi yang kaya untuk menuntut ilmu di Gereja Katolik.

Kehidupan dan pemikiran Max Scheler tidak dapat dipisahkan dari perjalanan
hidupnya yang berliku mengenai karir, wanita dan pergulatan intelektualnya. Walau ia
kurang banyak dikenal. Pemikirannya menjadi inspirasi bagi pemikir lain seperti
Nicolai Harimann, Dietrich von Hildebrand dan Hans reiner. Ia pernah berkata bahwa
“Untuk mengembangkan segala filsafat yang ada dalam diriku, aku seharusnya
memerlukan setidaknya 7 wanita”. Kehidupannya yang sering berkaitan dengan
wanita membuat para intelektual membuat periodisasi hidupnya dengan kehidupan
percintaannya dengan wanita.

Saat belajar ilmu kedokteran di Muenchen, Ia pindah ke Berlin dan Jena untuk belajar
filsafat dan sosiologi hingga pada akhirnya di tahun 1893 Ia terpesona dengan Amelie
von Dewitz yang Delapan tahun lebih tua darinya dan telah bersuami. Scheler
akhirnya berhasil menikah dengan Amelie pada tahun 1989 setelah Amelie bercerai
dari suaminya. Setelah itu ia menjadi dosen di Jena dan bertemu dengan Edmund
Husserl yang merupakan bapak fenomenologis dan menginspirasinya untuk
menemukan metode fenomenologiisnya sendiri. Pernikahan pertama Scheler dan
pertemuannya dengan Husserl menandakan periode pertama dalam filsafatnya
dimulai.

Namun, karena skandal perselingkuhannya dengan seorang istri penerbit, Ia


meninggalkan Jena dan menjadi asisten dosen di Universitas Muenchen berkat
bantuan Husserl. Penyebab kepindahan lainnya adalah Amelie yang menceritakan
keburukan suaminya kemana-mana sebagai sarana balas dendam karena Scheler
telah selingkuh. Mereka bercerai secara resmi pada tahun 1912 walaupun sebenarnya
mereka telah berpisah dari tahun 1908. Sebelum resmi bercerai, Scheler pun sudah
jatuh cinta lagi dengan Marit Furtwangler yang merupakan adik dirigen terkenal.
Sayangnya, pada tahun 1910 Scheler berhenti dari universitas Muenchen dan tidak
berhak memberikan kuliah. Selanjutnya, Ia hanya memberikan kuliah di cafe dan
restoran untuk para mahasiswa yang mngagumi pemikiran Scheler.

Periode kedua dalam Hidupnya dimulai saat Ia akhirnya menikah dengan Marit
Furtwangler dan mulai tinggal di Berlin. Ia hanya hidup dari uang muka yang diterima
dari penerbit atas penulisan bukunya. Dalam periode ini, Ia berhasil menulis 3 buku
tentang sentimen yang berjudul Das Ressentimen im Aufbau der Moralen, edisi
pertama dari Wesen und Formen der Sympathie (Hakikat dan bentuk-bentuk Simpati)
dan terutama karya nya yang terkenal Der Formalismus in der Ethik die Matrealie Wer
Ethik dalam bidang etika.

Kehidupannya yang jauh dari gereja membuatnya merasa bahwa moment perang
dunia 1 pecah di tahun 1914 adalah saat yang tepat untuk kembali pada kehidupan
rohani yang telah lama ditinggalkannya. Ia mulai memberikan ceramah dan
pengabdiannya membuat ia mendapatkan kesempatan baru setelah Perang Dunia 1
berakhir. Setelah Walikota Koln, Konrad Adenauer membuka lagi universitas Koln,
Scheler diangkat menjadi profesor di Institut Ilmu-Ilmu sosial dan mengajar etika serta
teologi Keuskupan Agung Koln.

Ia berhasil membuat Karya a.l Die Wissensformen und die Gelllschaft (Bentuk-bentuk
Pengetahuan dan Masyarakat), Die Formen des Wissens und der Bildung (Bentuk-
bentuk Pengetahuna dan Masyarakat), Von Ewigen im Menschen (Tentang Abadi
dalam Manusia). 2 karya terakhir tersebut merupakan karya filosofis nya.

Pergolakan hidupnya dengan wanita kembali dimulai saat Ia mulai mencintai Maria
Scheu walau tetap mencintai Marit dengan pernikahan yang bahagia. Ini disebut
periodisasi ketiga dalam hidupnya. Ia terpaksa meninggalkan Marit saat Maria
mengancam akan meninggalkannya. Tidak hanya berpisah dari Marit ditahun 1924,
tapi Ia juga berpisah dari gereja tahun 1922. Dari pengalamannya itulah, Ia
mengungkapkan hal fenomenal “Wanita sempurna harus mengkombinasikan 4 sosok:
Ibu, kekasih, biarawati dan pelacur”.

Ia meningggalkan Koln dan pindah ke Frankfrut dan arus pemikirannya berubah


menjadi pantheisme. Ia berfikir bahwa ada dualisme antara roh yang mengerti tetapi
tidak berdaya dan dorongan ingstingtual buta yang menentukan kelakuan kita. Ia
meninggal pada 19 Mei 1928 karena serangan jantung dan dmakamkan di Koln dalam
sebuah upacara Katolik

2. Pemikiran Max Scheler

Seperti yang disebutkan diatas, pemikiran fenomonologis Scheler banyak


terpengaruh oleh gurunya Edmund Husserl. Menurut Husserl, filsafat jangan bertolak
dari segala macam teori, prinsip pengandaian, keyakinan dan sebagainya. Melainkan
harus memperhatikan apa yang nyata-nyata memperlihatkan diri dalam pemikiran
kita. Yang memperlihatkan diri adalah fenomen. Sang filosof senantiasa was-was
jangan sampai fenomen yang muncul menampakkan diri didistorsi oleh pikiran,
kepercayaan, prasangka dan prinsip-prinsipnya. Ia harus menghindari generalisasi
dan kesimpulan yang terlalu cepat. Yang perlu adalah mengumpulkan semua
kekhasan dan keunikan fenomen yang dihadapi.

Dengan itu, Scheler belajar untuk menghindari berfikir reduktif yang dengan gampang
mengembalian kenyataan yang satu pada kenyataan yang lain. Metode ini juga
disebut “Dogma” dalam filsafat bahwa intuisi harus sama dengan pengetahuan
indrawi. Namun, intuisi tidak diartikan menurut konsep apriori kita.

Scheler tidak murni mengikuti Husserl karena Ia mengembangkan metode


Fenomonologisnya sendiri. Beginya, pendekatan fenomonologis adalah
memperhatikan semua aneka sudut dan warna pada segala macam kenyataan.
Metode Schelen adalah enbelen yang bisa berarti penghayatan segar terhadap
pengalaman. Kebenaran bukanlah hasil pikiran atau pertimbangan, melainkan harus
dicari dengan membuka diri. Atas dasar keterbukaan terhadap kenyataan yang
menyatakan diri itu lalu sang filosof berefleksi dan mencoba untuk memahami lebih
dalam.

Etika filsafat Scheler adalah tentang manusia, persona, agama dan Tuhan yang
berakar dalam sebuah pengalaman dasar, pengalaman akan nilai. Buku tentang Etika
nya adalah Der Formalismus in der Ethik die Matrealie Wer Ethik (Formalisme dalam
Etika dan Etika Nilai Material. Percobaan baru Pendasaran Personalisme Etis) pada
tahun 1913. Ia adalah lawan pemikiran dari Kant dan Nietzhe.

Kant Berfikir bahwa moralitas seseorang bersifat Formalisme. Karena bergantung


pada situasi dan kondisi , tidak Mutlak. Sebuah perbuatan baru bernilai Moral kalau
tindakan itu adalah berbentuk murni karena merupakan kewajiban. Scheler
membantah hal tersebut karena menurutnya apa yang Kant pikirkan tersebut
bukanlah hakikat moralitas yang sebenarnya. Sebuah tindakan berbilai secara moral
karena merupakan kewajiban. Melainkan merupakan kewajiban karena bernilai
secara moral. Nilai mendahului kewajiban. Inti moralitas bukanlah kesediaan untuk
memenuhi kewajiban, melainkan kesediaan untuk merealisasikan apa yang bernilai.
Sehingga untuk dapat mengusahakan nilai-nilai moral, manusia tidak perlu
diperintahkan karena manusia dengan sendirinya tertarik oleh apa yang bernilai. Nilai
menjadi pusat moralitas.

Nilai itu sendiri adalah kualitas atau sifat yang membuat apa yang bersifat bernilai jadi
berniai. Nilai tidak sama dengan yang bernilai. Apa yang bernilai menjadi wahana
Nilai. Apa yang bernilai menjadi pembawa atau wahana nilai. Apa yang bernilai adalah
kenyataan dalam hhidup kita. Karena tindakan dan perbuatan itu bisa saja tidak ada.

Nilai merupakan tindakan apriori. Keberadaannya tidak bergantung pada apakah


perbuatannya ada atau tidak. Nilai kejujuran tidak bergantung dari adanya orang jujur.
Nilai itu sendiri mendahului segala pengalaman walau suatu tindakan tersebut bernilai.
Scheler menyebut etikanya sebagai Etika Nilai Material. Jujur, vital, enak, adil, indah,
kudus dan semua nilai yang kita langsung tau “apanya”. Sedangkan kalau kewajiban
akan jadi tidak dimenegerti karena kita tidak tahu apa yang wajib kita lakukan. Kant
tidak melihat bahwa Nilai mendahului segala pengalaman dan tidak tergantung dari
sebuah konteks dan bernilai apriori serta mutlak.
Pandangan Scheler juga berseberangan dengan Nietzhe yang berpandangan
relativisme pada etika. Nietzhe berfikir bahwa nilai tidak diciptakan, melainkan
ditemukan. Nilai memiliki objektivitas yang sama dengan hukum logika. Manusia bisa
saja buta nilai atau tidak menyadari sebuah nilai, tetapi nilai itu tetap “ada”.

Scheler menilai bahwa nilai itu tidak dapat dipikirkan, tetapi hanya dapat dirasakan.
Itu merupakan pendapat Scheler yang benar-benar baru. Filsafat barat jarang
membicarakan tentang rasa. Karena biasanya akan kalah antara pengetahuan rohani
dengan pengalaman indrawi. Merasa bukan merupakan hasil dari pengalaman
Indrawi, tapi merupakan suatu yang khas dimiliki manusia. Dengan itu Scheler
membuat sumber pengetahuan yang baru berupa apriori emosional. Objek Indrawi
ditangkap, konsep dipikirkan tetapi nilai dirasakan. Ia menilai bahwa perasaan sebagai
keadaan subyektif kita sendiri.

Max Scheler juga mengembangkan nilainya tentang persona dan cinta. Dengan
persona manusia berbeda dengan binatang karena binatang buta akan nilai. Manusia
yang juga merupakan makhluk ingstingtual akan menyadari betul arti dari nilai dan
mengetahui juga apa yang pantas diusahakan mana yang tidak. Ia tidak mengambil
sikap tentang dorongan-dorongan buta dan semakin terbuka oleh nilai-nilai rohani.
Roh membebaskan manusia dari penentuan dunia karena Ia menghubungkan dengan
alam ideal kebenaran dan nilai-nilai. Di belakang penghayatan nilai mesti ada persona
yang memungkinkan tatanan alam tentang nilai itum yang di tingkat kerohaniawan
menjamin kesatuan dunia dan membuat mungkin bahwa persona-persona saliang
memahami. Yaitu Allah.

Persona tidak dapat identik dengan sesuatu karena persona dapat diketahui dari luar.
Tetapi kita dapat masuk ke dalam hati persona itu membuka diri dalam cinta. Itulah
sebabnya hanya orang yang mencintai yang dapat mengerti orang lain karena hanya
dalam cinta masing-masing saling membuka. Hanya orang-orang yang betul-betul
mencintai kita seperti Ibu, kekasih, atau sahabat yang betul-betul mengenali kita.
Karena cinta membuka mata hati.

Bagi orang yang mencintai, alam nilai akan membuaka diri dan nilai menjadi tajam.
Cinta menyatukan tindakan manusia dengan nilai-nilai. Scheler memahami bahwa
persona sebagai makhluk yang berhasrat dan mampu untuk mencintai. Hasrat
terdalam manusia adalah masuk kedalam keselarasan dengan cinta persona asali.
Yaitu Allah. Ia menolak menyatakan bahwa cinta kasih adalah sublimasi nafsu. Cinta
bukan mau merebut melainjan mau memberikan. Cinta adalah gerakan naik dari nilai-
nilai rendah ke nilai-nilai tinggi yang semakin menyatakan diri.

Sentimen membuat kita buta terhadap tataran nilai yang sebenarnya. Ia menganalisis
bahwa sentimen sebagai peracunan dari jiwa. Apapun yang keluar dari hati orang
yang bersentimen menjadi bengkok dan negatif serta penilaiannya akan terkena
distorsi. Sentimen juga mengancam keutuhan batin seseorang. Manusia menjadi baik
apabila Ia memilih nilai yang tinggi. Namun kita seringkali memilih nilai yang rendah.
Jika kita bertindak bertentangan dengan hakikat kita sendiri, kita akan berdosa.

Pemulihan sikap terjadi pada penyesalan. Penyesalan adalah kekuatan yang dapat
membebaskan kita dari penentuan oleh masa lampau. Ia adalah rasa sakit atas
kejahatan yang kita lakukan. Tanpa penyesalan kita telah membuat diri kita menjadi
jahat. Penyesalan merupakan kekuatan alam moralitas yang paling revolusioner.

Scheler berpendapat bahwa nilai itu mendahului sebuah kebenaran. Sifat-sifat yang
mencerminkan keindahan dan kebenaran adalah sesuatu yang positiif, bukan akibat
dari pengalaman melainkan mendahului pengalaman. Orang yang tidak melihatnya
disebut Buta nilai. Begitupun dengan anti-nilai yang menunjukkan diri sebagai negatif.
Nilai yang muncul dalam kehidupan manusa tanpa melalui pengalaman itu disebut
apriori.

Ada 4 gugus nilai yang menjadi perhatian Scheler

1. Nilai yang menyangkut tentang Badani atau fisik yang menghasilkan rasa
nikmat dan sakit
2. Nilai yang menyangkut tentang kehidupan dan keutuhannya dan tidak
berkaitan dengan indrawi dan dirasakan juga oleh manusia dan hewan.
Contohnya adalah takut dan berani
3. Nilai yang menyangkut tentang nilai-nilai Ruhani, orang rela mengorbankan
nilai-nilai dimensi kehidupan. Sedangkan Nilai Rohani ada 3 Macam, Nilai
estetis, Nilai benar dan tidak benar dan nilai pengetahuan murni
4. Nilai tertinggi adalah nilai yang tinggi dan yang profan. Sikap yang menjawab
nilai-nilai kudus adalah “kepercayaan” dan “tidak mau percaya”. Nilai-nilai
lanjutan “yang kudus” adalah benda-benda suci dan bentuk-bentuk ibadat
yang terdapat yang terdapat dalam liturgi (Kult) dan sakramen-sakramen.

Sedangkan tinggi rendahnya nilai memiliki 5 kriteria, yaitu :

1. Makin lama nilai bertahan, makin tinggi kedudukannya


2. Makin tinggi nilai makin tidak dapat dibagi dan tidak perlu dibagi atau tidak
habis dibagi kalau disampaikan pada orang lain
3. Nilai makin tinggi Ia mendasari nilai-nilai lain dan sendiri tidak berdasarkan
nilai makin tinggi kedudukannya.
4. Makin dalam kepuasan yang dihasilkan oleh sebuah nilai makin tinggi
kedudukanya
5. Makin relatif sebuah nilai makin rendah kedudukannya, Makin mutlak makin
tinggi nilainya.

Sedangkan sosok nilai persona telah menghasilkan lima sosok, yaitu Orang Kudus,
jeni, pahlawan, tokoh pemikir dan seniman.

Selain itu Scheler juga menghayati dasar pembentukan komunitas yang khas. Scheler
membedakan sosok komunitas murni seperti komunitas keselamatan, komunitas
hukum, komunitas budaya dan komunitas hidup yang terbentuk berkat nilai yang
kudus dan rohani. Yang kedua adalah komunitas tidak murni, yaitu gugus nilai yang
dibentuk demi komunitas kepentingan dan komunitas sasaran.
Manusia mencapai hakikatnya apabila Ia mentransendensi dirinya sendiri.
Transendensi itu adalah sifat khas manusia dalam mencapai tujuannya dalam
membuka diri kepada Tuhan. Dalam keterbukaan manusia itulah ia menghayati
bahwa Tuhan juga akan membuka diri terhadap manusia. Bila manusia beriman,
maka secara hakiki Ia harus beribadat dengan agamanya.

Dalam alam semesta, ada 2 kekuatan yang berlawanan, roh dan energi, pikiran dan
naluri, keteraturan dan dinamika buta, cita-cita dan alam. Melalui rohnya manusia
terbuka pada alam kebenaran dan nilai-nilai. Tetapi apa yang dilakukan manusia tidak
ditentukan oleh kesadaran rohani melainkan oleh nalurinya. Hanya dengan seakan-
akan memanfaatkan kekuatan naluri dari dalam manusia dapat membawa nilai-nilai
kerohanian ke dalam realitas. Roh dan dorongan ingstingtual merupakan dua sifat
Yang Ilahi. Dalam perjuangan manusia untuk memenangkan cita-cita roh terhadap
dorongan insting, yang Ilahi bergulat mencari perpaduan dua kekuatan itu yang
harmonis.

Kritik terhadap Scheler disini adalah, Ia tidak menyebutkan bahwa sebenarnya cinta
juga dapat menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Bila seseorang sedang menaruh
kebencian pada orang lain, maka tidak ada yang terlihat selain keburukan. Sebaliknya,
jika seseorang menaruh rasa cinta ke seseorang, maka seseorang tersebut tidak
dapat melihathal lain selain keindahan sehingga baik cinta maupun benci memiliki
persamaan. Yaitu tidak dapat melihat sesuatu itu sebagaimana adanya,

Daftar Pustaka :

Magnis-Suseno,Franz. 2000, 12 Tokoh Etika Abad ke-20, Yogyakarta: Kanisius


http://plato.stanford.edu/entries/scheler/ Diakses tanggal 5 Maret 2012 Pukul 15.05
http://www.phenomenologyonline.com/scholars/scheler-max/ Diakses tanggal 15
Maret 2012 Pukul 15.10

Posted by Syahar Banu


Tags Diskusi, mahasiswa, philosophy
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Soal 29
. Definisi Nilai
Menurut Baier (Mulyana, 2004: 8) nilai sering kali dirumuskan dalam konsep yang berbeda-
beda, hal tersebut disebabkan oleh sudut pandangnya yang berbeda-beda pula. Contohnya
seorang sosiolog mendefinisikan nilai sebagai suatu keinginan, kebutuhan, dan kesenangan
seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang psikolog akan
menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala
psikologis, seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara
individual sampai pada tahap wujud tingkah lakunya yang unik. Sementara itu, seorang
antropolog melihat nilai sebagai “harga “ yang melekat pada pola budaya masyarakat seperti
dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan bentuk-bentuk organisasi sosial yang
dikembangkan manusia. Perbedaan pandangan mereka dalam memahami nilai telah
berimplikasi pada perumusan definisi nilai. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi nilai
yang masing-masing memiliki tekanan yang berbeda.
Allport (Mulyana, 2004: 9) mendefinisikan nilai sebagai sebuah keyakinan yang membuat
seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Sebagai seorang ahli psikologi kepribadian,
Allport menyatakan bahwa nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan.
Keyakinan merupakan wilayah psikologis tertinggi dari wilayah lainnya seperti hasrat, motif,
sikap, keinginan dan kebutuhan. Oleh karenanya, keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-
tidak indah pada wilayah ini merupakan hasil dari sebuah rentetan proses psikologis yang
kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai
pilihannya.
Kupperman (Mulyana, 2004: 9) menafsirkan nilai sebagai patokan normatif yang
mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
Ia memberi penekanan pada norma sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku
manusia. Sebagai seorang sosiolog, Kupperman memandang norma sebagai salah satu bagian
terpenting dari kehidupan sosial. Oleh karena itu, salah satu bagian terpenting dalam proses
pertimbangan nilai (value judgement) adalah pelibatan nilai-nilai normatif yang berlaku di
masyarakat.
Sedangkan Kluckhohn (Brameld, 1957) mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau
tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang
diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir
tindakan. Menurut Brameld, pandangan Kulchohn tersebut memiliki banyak implikasi
terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dan sesuatu itu dipandang bernilai apabila dipersepsi
sebagai sesuatu yang diinginkan. Makanan, uang, rumah, memiliki nilai karena memiliki
persepsi sebagai sesuatu yang baik dan keinginan untuk memperolehnya memiliki
mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang. Namun tidak hanya materi yang memiliki
nilai, gagasan dan konsep juga dapat menjadi nilai, seperti: kejujuran, kebenaran dan
keadilan. Kejujuran misalnya, akan menjadi sebuah nilai bagi seseorang apabila ia memiliki
komitmen yang dalam terhadap nilai itu yang tercermin dalam pola pikir, tingkah laku dan
sikap.
Sementara itu, Mulyana (2004: 11) menyederhanakan definisi nilai sebagai suatu rujukan dan
keyakinan dalam menentukan pilihan. Menurutnya, definisi ini dapat mewakili definisi-
definisi yang dipaparkan di atas, walaupun ciri-ciri spesifik seperti norma, keyakinan, cara,
tujuan, sifat dan ciri-ciri nilai tidak diungkapkan secara eksplisit.

B. Klasifikasi Nilai
Dalam teori nilai yang digagasnya, Spranger (Mulyana, 2004: 32) menjelaskan ada enam
orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dalam
pemunculannya, enam nilai tersebut cenderung menampilkan sosok yang khas terhadap
pribadi seseorang. Ke-enam nilai tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nilai teoretik: Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam
memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai teoretik memiliki kadar
benar-salah menurut pertimbangan akal. Oleh karena itu nilai erat dengan konsep,
aksioma, dalil, prinsip, teori dan generalisasi yang diperoleh dari sejumlah dan
pembuktian ilmiah. Komunitas manusia yang tertarik pada nilai ini adalah para filosof
dan ilmuwan.
2. Nilai ekonomis: Nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untung-
rugi. Objek yang ditimbangnya adalah “harga” dari suatu barang atau jasa. Karena itu,
nilai ini lebih mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Oleh karena
pertimbangan nilai ini relatif pragmatis, Spranger melihat bahwa dalam kehidupan
manusia seringkali terjadi konflik antara kebutuhan nilai ekonomis ini dengan nilai
lainnya. Kelompok manusia yang tertarik nilai ini adalah para pengusaha dan
ekonom.
3. Nilai estetik: Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan
keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik dari subyek yang memiliknya, maka akan
muncul kesan indah-tidak indah. Nilai estetik berbeda dengan nilai teoretik. Nilai
estetik lebih mengandalkan pada hasil penilaian pribadi seseorang yang bersifat
subyektif, sedangkan nilai teroretik lebih melibatkan penilaian obyektif yang diambil
dari kesimpulan atas sejumlah fakta kehidupan. Nilai estetik banyak dimiliki oleh para
seniman seperti musisi, pelukis, atau perancang model.
4. Nilai sosial: Nilai tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang di antara manusia.
Karena itu kadar nilai ini bergerak pada rentang kehidupan yang individualistik
dengan yang altruistik. Sikap yang tidak berpraduga jelek terhadap orang lain,
sosiabilitas, keramahan, serta perasaan simpati dan empati merupakan kunci
keberhasilan dalam meraih nilai sosial. Nilai sosial ini banyak dijadikan pegangan
hidup bagi orang yang senang bergaul, suka berderma, dan cinta sesama manusia.
5. Nilai politik: Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar
nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pengaruh yang
tinggi (otoriter). Kekuatan merupakan faktor penting yang berpengaruh pada diri
seseorang. Sebaliknya, kelemahan adalah bukti dari seseorang kurang tertarik pada
nilai ini. Dilihat dari kadar kepemilikannya nilai politik memang menjadi tujuan
utama orang-orang tertentu seperti para politisi dan penguasa.
6. Nilai agama: Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki dasar
kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini
bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai tertinggi yang
harus dicapai adalah kesatuan (unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua
unsur kehidupan, antara kehendak manusia dengan kehendak Tuhan, antara ucapan
dengan tindakan, antara i’tikad dengan perbuatan. Spranger melihat bahwa pada sisi
nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai. Di antara kelompok manusia yang
memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi, imam, atau orang-orang
sholeh.

C. Hirarki Nilai
Menurut Scheler (Mulyana, 2004: 38), nilai dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan
ada juga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lainnya. Oleh karena itu, nilai
menurut Scheler memiliki hierarki yang dapat dikelompokkan ke dalam empat tingkatan,
yaitu:

1. Nilai kenikmatan. Pada tingkatan ini terdapat sederet nilai yang menyenangkan atau
sebaliknya yang kemudian orang merasa bahagia atau menderita.
2. Nilai kehidupan. Pada tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan,
misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum dan lain-lain.
3. Nilai kejiwaan. Pada tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak
bergantung pada keadaan jasmani atau lingkungan. Nilai-nilai semacam ini adalah
keindahan, kebenaran dan pengetahuan murni yang dicapai melalui filsafat.
4. Nilai Kerohanian. Pada tingkatan ini terdapat nilai yang suci maupun tidak suci. Nilai-
nilai ini terutama lahir dari ketuhanan sebagai nilai tertinggi.

Hierarki nilai tersebut ditetapkan Scheler dengan menggunakan empat kriteria, yaitu:
semakin lama semakin tinggi tingkatannya; semakin dapat dibagikan tanpa mengurangi
maknanya, semakin tinggi nilainya; semakin tidak tergantung pada nilai-nilai lain, semakin
tinggi esensinya; semakin membahagiakan, semakin tinggi fungsinya.

D. Definisi Pendidikan Nilai


Kohlberg et al. (Djahiri, 1992: 27) menjelaskan bahwa Pendidikan Nilai adalah rekayasa ke
arah: (a) Pembinaan dan pengembangan struktur dan potensi/komponen pengalaman afektual
(affective component & experiences) atau “jati diri” atau hati nurani manusia (the consiense
of man) atau suara hati (al-qolb) manusia dengan perangkat tatanan nilai-moral-norma. (b)
pembinaan proses pelakonan (experiencing) dan atau transaksi/interaksi dunia afektif
seseorang sehingga terjadi proses klarifikasi niai-moral-norma, ajuan nilai-moral-norma
(moral judgment) atau penalaran nilai-moral-norma (moral reasoning) dan atau pengendalian
nilai-moral-norma (moral control).
Sedangkan menurut Winecoff (1987: 1-3), jika kita membahas tentang Pendidikan Nilai
maka minimalnya berhubungan dengan tiga dimensi, yakni: identification of a core of
personal & social values, philosopy and rational inquiry into the core, and decision making
related to the core based on inquiry and response. Ia juga mengungkapkan (hakam, 2005: 5)
bahwa Pendidikan Nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut
pandang moral yang meliputi etika dan norma-norma yang meliputi estetika, yaitu menilai
objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, serta etika yaitu menilai
benar/salahnya dalam hubungan antar pribadi.
Dahlan (2007:5) mengartikan Pendidikan Nilai sebagai suatu proses kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis untuk melahirkan manusia yang memiliki komitmen kognitif,
komitmen afektif dan komitmen pribadi yang berlandaskan nilai-nilai agama.
Sementara itu, Soelaeman (1987: 14) menambahkan bahwa Pendidikan Nilai adalah bentuk
kegiatan pengembangan ekspresi nilai-nilai yang ada melalui proses sistematis dan kritis
sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas kognitif dan afektif peserta
didik.
Senada dengan hal di atas, Hasan (1996: 250) memiliki persepsi bahwa Pendidikan Nilai
merupakan suatu konsep pendidikan yang memiliki konsep umum, atribut, fakta dan data
keterampilan antara suatu atribut dengan atribut yang lainnya serta memiliki label (nama diri)
yang dikembangkan berdasarkan prinsip pemahaman, penghargaan, identifikasi diri,
penerapan dalam perilaku, pembentukan wawasan dan kebiasaan terhadap nilai dan moral.
Adapun Sumantri (1993: 16) beliau memahami Pendidikan Nilai sebagai suatu aktivitas
pendidikan yang penting bagi orang dewasa dan remaja, baik di dalam sekolah maupun di
luar sekolah, karena “penentuan nilai” merupakan suatu aktivitas penting yang harus kita
pikirkan dengan cermat dan mendalam. Maka hal ini merupakan tugas pendidikan
(masyarakat didik) untuk berupaya meningkatkan nilai-moral individu dan masyarakat.

E. Tujuan Pendidikan Nilai


Dalam Living Values Education (2004: 1) dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah:
“to help individual think about and reflect on different values and the practical implications
of expressing them in relation to them selves, other, the community, and the world at large, to
inspire individuals to choose their own personal, social, moral and spiritual values and be
aware of practical methods for developing anf deepening them”.

Lorraine (1996: 9) pun berpendapat:


“in the teaching learning of value education should emphasizing on the establishing and
guiding student in internalizing and practing good habits and behaviour in their everyday life
as a citizen and as a member of society”.

Adapun tujuan Pendidikan Nilai menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184) adalah untuk
membantu peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis
sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas berfikir dan perasaannya.
Sementara itu, Hill (1991: 80) meyakini bahwa Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat
menghayati dan mengamalkan nilai sesuai dengan keyakinan agamanya, konsesus
masyarakatnya dan nilai moral universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter
pribadinya.
Secara sederhana, Suparno (2002: 75) melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah
menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000: 8) dan Mulyana (2004: 119)
menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami
dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam kehidupan mereka.
Dalam proses Pendidikan Nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan komite APEID
(Asia and The Pasific Programme of Education Innovation for Development), Pendidikan
Nilai secara khusus ditujukan untuk: (a) menerapkan pembentukan nilai kepada anak, (b)
menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, dan (c) membimbing
perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian tujuan Pendidikan Nilai
meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada
perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai (UNESCO, 1994).

F. Definisi Pendidikan Umum


Menurut Cohen & Arthur (1998) yang dimaksud dengan Pendidikan Umum adalah the
process of developing a framework on which to place knowledge stemming from various
souerce. Pendidikan Umum adalah proses pembangunan suatu kerangka kerja yang
tekanannya pada pengetahuan dari bermacam-macam sumber.
R. O. Hand & P. B. Bibna (1990: 76) menjelaskan bahwa:
“General Education is the making of: 1) complete man, 2) mental physical heart, 3) social
adjustment, understanding of other people, responsivenes to other need with is counterpart of
good manners, 4) personal adjustment, the individual understanding of himselves, his poises
and adequence in copying with real situation.”

Wolf & Klafki (1985: 321) mengatakan: “General Education is the development of human
power , the comprehensive education of man, the education of head, heart and hand, general
education for all.”
P. H. Phenix (1964: 7) pun memiliki definisi sendiri. Menurutnya Pendidikan Nilai adalah:
“General Education should develope in everyone, general education is the process of
engineering essential meaning, to lead to fulfillment of human live the entargement and
deeping of meaning.”
Sementara itu Draper, E. (1980: 25) menyebutkan: ”General Education is that every one must
have for satisfactory and efficient living, regardless of what one plans to make his life work”.
Dalam Ventura College (2004: 1) Pendidikan Umum diartikan sebagai berikut:
“General Education: A program of courses in the arts and sciences that provides students
with a broad educational experience. Courses typically are introductory in nature and
provide students with fundamental skills and knowledge in mathematics, English, arts,
humanities, and physical, biological, and social sciences. Transfer students often take these
classes while attending a community college. Completion of a general education program is
required for a baccalaureate degree.”
Dalam SK Mendiknas No.008-E/U/1975 disebutkan bahwa Pendidikan Umum ialah
pendidikan yang bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup program
Pendidikan Moral Pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.
Mulyana (1999: 121) mengatakan bahwa Pendidikan Umum merupakan pendidikan yang
harmonis yang mengembangkan aspek kogitif, afektif, dan psikomotorik. Namun penekannya
lebih besar pada aspek afektif (nilai, moral, sikap, dsb).
Faridah (1992: 55) menyatakan bahwa Pendidikan Umum adalah program pendidikan yang
membina kepribadian warga negara peserta didik menjadi manusia seutuhnya melalui
pembinaan nilai-nilai untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Hal ini sejalan
dengan tujuan dari Pendidikan Umum, yaitu membina manusia indonesia seutuhnya.
Sumaatmadja (2002: 93-94) mengungkapkan bahwa tujuan Pendidikan Umum di Indonesia
dalam ketetapan MPR II/MPR/1988 sangat rinci, yakni; aspek kognitif (kecerdasan, inovatif,
dan kreatif), aspek afektif (beriman, bertaqwa, berbudi pekerti, berkepribadian, disiplin,
tangguh, tanggung jawab, kesetiakawanan sosial dan percaya diri), dan aspek psikomotornya
(bekerja keras, tangguh, terampil, sehat jasmani dan rohani). Bila dikaitkan dengan bobot
nalarnya dapat disimpulkan bahwa tujuan yang hendak dicapai adalah nalar intelektual,
emosional, sosial dan spiritual.
Djahiri (2004: 1) mengatakan tujuan Pendidikan Umum sebagai pembelajaran adalah salah
satu kebutuhan dasar manusia, baik secara kodrati Ilahiyyah maupun sebagai insan sosial-
politik-ekonomi. Sebagai insan kodrati, Allah melengkapi potensi ragawi dan panca indera
manusia dengan akal pikiran dan hati nurani (al-Qalb) berikut fungsi dan perannya.
Sikun Pribadi (1981: 11) Pendidikan Umum itu mempunyai tujuan; (a) membiasakan siswa
berpikir obyektif, kritis, dan terbuka, (b) memberikan pandangan tentang berbagai jenis nilai
hidup, seperti kebenaran, keindahan, kebaikan; (c) menjadi manusia yang sadar akan dirinya,
sebagai makhluk, sebagai manusia, dan sebagai pria dan wanita, dan sebagai warga negara;
(d) mampu menghadapi tugasnya, bukan saja karena menguasai bidang profesinya, tetapi
karena mampu mengadakan bimbingan dan hubungan sosial yang baik dalam lingkungannya.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa makna pendidikan nilai dalam Pendidikan Umum
adalah suatu sistem pendidikan yang membantu peserta didik dalam mengembangkan nilai-
nilai kognitif dan afektif agar ia mampu menjadi manusia seutuhnya, manusia yang tidak
hanya cerdas akalnya, namun juga lembut hatinya dan terampil tangannya.

G. Filosofi Pendidikan Nilai


Secara filosofis, pendidikan adalah sebuah tindakan fundamental, yaitu perbuatan yang
menyentuh akar-akar hidup kita sehingga mengubah dan menentukan hidup manusia. Jadi,
mendidik adalah suatu perbuatan yang fundamental karena mendidik itu mengubah dan
menentukan hidup manusia. Pendidikan itu me-manusia-kan manusia (Driyarkara, 1991).
Pendidikan adalah untuk kehidupan, bukan untuk memenuhi ambisi-ambisi yang bersifat
pragmatis. Pendidikan bukan non vitae sed scholae discimus (belajar bukan untuk kehidupan
melainkan untuk sekolah). Pendidikan harus bercorak non scholae sed vitae discimus, kita
belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk kehidupan.
Dalam pendidikan untuk kehidupan, hal utama yang dilakukan adalah menenamkan nilai-
nilai. Pendidikan nilai bukan saja perlu karena dapat mengembalikan filosofi dasar
pendidikan yang seharusnya non scholae sed vitae discimus, namun juga perlu karena ciri
kehidupan yang baik terletak dalam komitmen terhadap nilai-nilai: nilai kebersamaan,
kejujuran, kesetiakawanan, kesopanan, kesusilaan, dan lain-lain.
Menurut Piet G.O, nilai adalah sifat yang berharga dari suatu hal, benda, atau pribadi yang
memenuhi kebutuhan elementer manusia yang memang serba butuh atau menyempurnakan
manusia yang memang tak kunjung selesai dalam pengembangan dirinya secara utuh,
menyeluruh, dan tuntas (Piet GO, 1990). Selaras dengan pemikiran-ini, Hans Jonas
mengatakan bahwa nilai adalah the addresse of a yes, nilai adalah sesuatu yang selalu kita
setujui (Adimassana, 2001). Jadi, pendidikan nilai adalah manifestasi dari non scholae sed
vitae discimus.
Nilai merupakan kebenaran atau realitas sejati yang akan terus dicari oleh setiap individu.
Sejak manusia lahir ia mulai melakukan pencarian. Ia ingin berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Ia sentuh benda-benda, memasukan benda ke dalam mulut, melemparkan dan
mengamati hasilnya. Ketika ia mulai dapat berbicara, banyak hal yang ia tanyakan: apa ini?
Apa itu? Ia terus berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya (Na-Ayudhya, 2008: 8-9
& Kneller, 19971: 2).
Apa sesungguhnya yang disebut dengan kebenaran sejati itu? Kebenaran sejati adalah sesuatu
yang tak berubah dan tidak tergantung pada ruang dan waktu serta bersifat universal. Jika
sesuatu benar di sini maka iapun harus benar di mana saja. Jika sesuatu benar hari ini maka ia
juga harus benar besok. Jika ia benar besok maka iapun harus benar lusa. Jika ia benar 100
tahun yang lalu maka iapun harus benar 1000 tahun kemudian dan seterusnya (Na-Ayudhya,
2008: 8-9).
Lalu, dimana sesungguhnya kebenaran sejati itu dapat ditemukan? Kebenaran sejati hanya
dapat ditemukan dengan memulai melakukan pencarian di dalam diri. Pencarian sesuatu
dalam diri merupakan awal dari pencarian kebenaran sejati. Inilah yang disebut dengan
pencarian pengetahuan diri sejati, self-knowledge, atau pengetahuan tentang diri atau
kesadaran jati diri, self-realization (Na-Ayudhya, 2008: 8-9). Man arafa nafsahu faqad arafa
rabbahu, siapa yang mengerti dirinya ia akan menemukan Tuhannya. Tuhan adalah sumber
dan sekaligus kebenaran sejati. Pencarian pengetahuan diri sejati atau pengembangan
kesadaran jati diri merupakan topik utama dalam wacana kajian filsafat pendidikan nilai.
Berpijak pada pola kandungan filsafat, maka Pendidikan Nilai juga mengandung tiga unsur
utama yaitu ontologis Pendidikan Nilai, epistemologis Pendidikan Nilai dan aksiologis
Pendidikan Nilai.

1. Dasar Ontologis Pendidikan Nilai


Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari Pendidikan Nilai. Adapun
aspek realitas yang dijangkau teori dan Pendidikan Nilai melalui pengalaman panca indera
adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil Pendidikan Nilai adalah
manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya. Objek formal
Pendidikan Nilai dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi
pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering kali berperilaku tidak utuh, hanya
menjadi mahluk berperilaku individual dan/atau mahluk sosial yang berperilaku kolektif.
Sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat
mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi
mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta
didik secara terhormat sebagai pribadi pula. Jika pendidik tidak bersikaf afektif utuh
demikian maka menurut Gordon (1975) akan menjadi mata rantai yang hilang (the missing
link) atas faktor hubungan peserta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu
pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, sedangkan
kualitas manusianya belum tentu utuh.
2. Dasar Epistemologis Pendidikan Nilai
Dasar epistemologis diperlukan oleh Pendidikan Nilai atau pakar Pendidikan Nilai demi
mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Pendidikan Nilai
memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi
kualitatif fenomenologis. Karena penelitian tidak hanya tertuju pada pemahaman dan
pengertian, melainkan untuk mencapai kearifan fenomena pendidikan.
Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek
formalnya, telaah Pendidikan Nilai tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan
menuju kepada telaah teori dan Pendidikan Nilai sebagai ilmu otonom yang mempunyai
objek formal sendiri atau problamatikanya sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan
pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian
uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespodensi, secara koheren dan
sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall & Buchler, 1942)
3. Dasar Aksilogis Pendidikan Nilai
Kemanfaatan teori Pendidikan Nilai tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga
diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses
pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai Pendidikan Nilai tidak hanya
bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik. Dan
ilmu digunakan untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui
kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam
pendidikan. Dengan demikian Pendidikan Nilai tidak bebas nilai, mengingat hanya terdapat
batas yang sangat tipis antar pekerjaan Pendidikan Nilai dan tugas pendidik sebagai pedagok.
Dalam hal ini, sangat relevan sekali untuk memperhatikan Pendidikan Nilai sebagai bidang
yang sarat nilai. Itulah sebabnya Pendidikan Nilai memerlukan teknologi pula, tetapi
pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa Pendidikan Nilai belum
jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku.
Soal 30
Nilai-nilai etis

Definisi Etika, Etis, Etik dan Etiket

A. Pengertian Etika

Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani ”Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata lain “Mos” yang dalam bentuk jamaknya
“Mores” yang berarti juga adat atau cara hidup (Zubair, 1987:13). Sedangkan Etika menurut
para ahli sebagai berikut (Abuddin, 2000: 88-89):

1. Ahmad Amin berpendapat, bahwa Etika merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik
dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
2. Soegarda Poerbakawatja mengartikan Etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang
baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengetahuan
tentang nilai-nilai itu sendiri.
3. Ki Hajar Dewantara mengartikan Etika merupakan ilmu yang mempelajari soal
kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semaunya, teristimewa yang
mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan
perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.

Adapun Perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘Etika’ yang terdapat
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953-mengutip dari Bertens,
2000), Etika mempunyai arti sebagai: “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”.
Sedangkan kata ‘Etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak);

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
lama hanya terdapat satu arti saja yaitu Etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa
Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah
kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis Etika merosot terus” maka kata ‘Etika’ di
sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut
tidak cocok karena maksud dari kata ‘Etika’ dalam kalimat tersebut bukan Etika sebagai ilmu
melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi
arti kata ‘Etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.

K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘Etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut
dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3
lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.

Misalnya, jika orang berbicara tentang Etika orang Jawa, Etika agama Budha, Etika Protestan
dan sebagainya, maka yang dimaksudkan Etika di sini bukan Etika sebagai ilmu melainkan
Etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun pada taraf sosial.

2. Kumpulan asas atau nilai moral.

Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik

3. ilmu tentang yang baik atau buruk.

Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang
yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering
kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika
di sini sama artinya dengan filsafat moral.

B. Pengertian Etis

Menurut Kamus Bahasa Indonesia

1. Berhubungan (sesuai) dengan Etika;

2. Sesuai dengan asas perilaku yang disepakati secara umum.

C. Pengertian Etik

Menurut Kamus Bahasa Indonesia

1. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

2. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

D. Pengertian Etiket

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :

1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang)
yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.

2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam
pergaulan agar hubungan selalu baik.

II
Soal 31 dan 32 dan 33, 34
ARTI DAN MAKNA DARI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

A. Arti Sila Ketuhanan yang Maha ESA

Sila pertama dari Pantja Sila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat
pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta ataupun bahasa
Pali. Banyak diantara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik
dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu. Jika kita
membahasnya dalam bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa
BUKANLAH bermakna satu.

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an.
Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu
dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran –andapat memberi makna
perubahan menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…bersifat.

Kata Ketuhanan yang beasal dari kata Tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an bermakna
memiliki sifat-sifat seperti Tuhan. Dengan kata lain Sila Ketuhanan berarti bahwa negeri
hendak mengembangkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan sifat-sifat
Tuhan dalam Dia menata dan mengatur alam semesta ini.

Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar( bukan
dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Maha berarti sesuatu yang diluar
dari dunia ini (beyond this world). Kata “Esa” juga berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali.
Kata “Esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “Esa” berasal dari kata “Etad”
yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata
“kesedemikianan” (thusness- Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam
bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila
pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”
bukan kata “Esa”.

Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan
Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu
individual yang kita sebut Tuhan atau nominalisasi Tuhan sebagai entitas yang terhitung
bilangan satu. Tetapi sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Demikian. Bagaimana
"demikian" itu? Artinya adalah demikian diluar campur tangan manusia. Manusia tidak
berhak merumuskannya menurut keterbatasan pikiran dan wawasannya sendiri.

Yang artinya sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan
pada sila pertama dari Pantja Sila ini adalah penerimaan sifat-sifat UNIVERSAL dari Tuhan.

B. Makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Makna sila ini adalah

1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Hormat dan menghormati serta menciptakan keharmonisan antar pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup dan
situasi kondusif untuk berbangsa-bernegara.

3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan


kepercayaan masing-masing.

4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

5) Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa BUKAN berarti warga Indonesia harus memiliki
agama monotheis namun frasa ini menekankan bahwa masing-masing manusia berhak
Bertuhan menurut Tuhannya masing-masing (ini rumusan Proklamator Ir.Soekarno). Artinya,
negara maupun tiap-tiap penduduknya tidak berhak mencampuri penghayatan orang lainnya
dalam penghayatan Ketuhanannya pribadi.

6) Mengandung makna bahwa negara mengakui bahwa adanya Causa Prima (sebab
pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

7) Menjamin penduduk untuk memeluk agama dan/atau kepercayaannya masing-masing


dan menjalankan ibadah menurutnya.

8) Negara memberi fasilitas dan ruang gerak bagi tumbuh kembangnya penghayatan
Ketuhanan tiap-tiap warga negara secara adil dan menjadi mediator ketika terjadi konflik
agama / kepercayaan.

9) Bertoleransi dalam pelaksanaan sila Ketuhanannya, dalam hal ini mengembangkan


toleransi kepada semua pihak untuk dapat beribadah menurut agama dan/atau
kepercayaannya masing-masing.

10) Negara tidak memberikan toleransi kepada pihak-pihak yang menghambat atau bertujuan
menghancurkan terlaksananya inter-toleransi dalam pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, serta mengambil sikap tegas untuk menjaga dan menjamin terlaksananya sila Ketuhanan
Yang Maha Esa ini sesuai dengan tujuannya yaitu melindungi hak azasi tiap warga negaranya
untuk menghayati dan menjalankan amal ibadahnya selama tidak bertentangan dengan sila-
sila yang lain dari Pantja Sila.

Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh
penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai hubungan dengan yang
diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan
menjauhi laranganNya. Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang berdasarkan
Pantja Sila, dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama/ kepercayaannya masing-
masing. Sehubungan dengan kepercayaan bahwa agama itu perintah dari Tuhan dan
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang diciptakan
oleh Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam Pantja Sila seperti kita
alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama / memeluk kepercayaan. Artinya, tiap
warga negara berhak menjalankan kepercayaannya secara bebas dan mandiri. Kebebasan ini
dilindungi oleh negara. Oleh karena itu dalam masyarakat Pantja Sila dengan sendirinya
agama/kepercayaan dijamin untuk berkembang dan tumbuh subur dan konsekuensinya
diwajibkan menciptakan suasana yang kondusif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri manusia dan
di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati (di atas / di luar yang
kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah dipahami oleh bangsa
Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah dikenal paham animisme,
dinamisme, lalu penghayatan spiritualitas lokal pada masing-masing daerah sesuai kulturnya.
Kekuatan ini terus saja berkembang di Nusantara sampai masuknya pengaruh Hindu,
Buddha, Islam, Nasrani ke Indonesia yang mewarnai berbagai kemelut intrik politik
Nusantara. Oleh karena itu tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa yang artinya adalah mengayomi keseluruhannya.

Definisi Tuhan adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas
timbulnya sebab-sebab yang lain dalam proses dumadinya semesta ini. Dengan demikian
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan yang
menciptakan alam semesta beserta isinya.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan
penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, seperti pengertiannya trkandung dalam:

1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga teks aslinya, yang antara lain berbunyi:

“Atas berkat rahmat TUHAN Yang Maha Kuasa….” (tetapi diubah menjadi "Atas berkat
rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa" pada lembaran berita negara) dari bunyi kalimat ini
membuktikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas
landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pantja Sila
atau negara Pantja Sila

2. Pasal 29 UUD 1945

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan/atau kepercayaannya. (Perhatikan :
tidak ada klausul negara boleh membatasi agama apa yang dipercayainya).

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan
Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan
kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas tidak
mengganggu kenyamanan dan ketertiban umum, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di
dalam kehidupan beragama .

Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:

Kerukunan hidup antar umat seagama


Kerukunan hidup antar umat beragama
Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah

Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa.
Di dalam memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama
senantiasa berperan untuk mendidik dan menganjurkan kepada pemeluk agama masing-
masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang selaras dengan tujuan
berbangsa dan bernegara seperti terumuskan dalam Konstitusi.

Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai
dengan Sila V.

C. Pokok-pokok Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan Yang Maha
Esa. Pernyataan ini mengandung arti bahwa terbentuknya NKRI saat ini tidak terlepas dari
kenyataan bermacamnya latar belakang penduduknya yang sarat dengan pergumulan
penghayatan Ketuhanan sepanjang proses kebersejarahannya. Yang oleh karena itu,
dirumuskan suatu bentuk negara kesatuan yang dilandaskan prinsip ketuhanan yang mampu
memayungi segenap elemen bangsa yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Baca dalam
Pembukaan UUD 1945 dimana perumusan Pantja Sila itu tertulis, tetapi dijabarkan lagi
dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut :

“ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ”

Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis constitutional
ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa Indonesia untuk
menuju pada apa yang benarm baik dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moril bagi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat

Menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).

Jaminan KEMERDEKAAN BERAGAMA yang secara yuridis constitutional ini membawa


konsekuensi pemerintah sebagai berikut:

Pemerintah wajib mengembangkan dan menciptakan ruang gerak kehidupan keagamaan


yang sehat dan harmonis.
Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha pendidikan agama,
baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk ataupun meninggalkan suatu agama.
Pemerintah melarang kebebasan-untuk-tidak-memilih-agama.

Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa Indonesia tidak bisa
dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu kehidupan beragama harus selaras
dengan prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sehingga dapat membawa persatuan dan
kesatuan bangsa, melalui sistem demokrasi kerakyatan yang selaras dengan nalar akal-budi
sehat / hikmat / hikmah/ kebijaksanaan / wisdom -- baik melalui demokrasi langsung maupun
perwalian, sehingga dapat membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan
dan kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila Ketuhanan merupakan
reason d'etre (alasan pondasional) mengapa kita mengada sebagai manusia pribadi dan secara
sosial dalam lingkup kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Dengan kata lain, Sila
Ketuhanan merupakan cahaya pemahaman dan inspirasi dalam pelaksanaan sila-sila yang
lain.

3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas kebebasan
memeluk agama dan/atau kepercayan ini harus diikuti dengan asas toleransi dan mutual-
understanding antar pemeluk agama yang selaras dengan bagian tak terpisahkan dari sila-sila
lain Pantja Sila.

4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan


duniawi/kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu system sebagaimana satunya jiwa dan
raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di dunia,
sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang baik. Kehidupan beragama tidak bias lepas
dari pembangunan masyarakat itu sendiri, bangsa dan Negara demi terwujudnya keadilan dan
kemakmuran materiil maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam
agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan bangsa dan Negara,
semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi
bangsa itu sendiri.

D. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaan
masing-masing.
Kita melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kita harus membina adanya saling menghormati antar pemeluk agama dan penganut
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kita harus membina adanya saling keharmonisan dan toleransi antara sesama pemeluk
agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kita mengakui bahwa hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai HAK
PRIBADI yang paling hakiki.
Kita mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu kenyamanan, ketertiban dan
gangguan keamanan.
Kita dilarang memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain.

-----------------------

Tulisan lain yang berhubungan :


1. Esa

2. Keesaan - Penyatuan - Unifikasi - Yichudim


Diposting 9th February 2016 oleh Danz Suchamda
Label: bung karno Eka esa indonesia kemerdekaan ketuhanan NKRI pancasila Pantja Sila
proklamasi satu soekarno tunggal UUD
0

Tambahkan komentar

Primordial Nature

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

Feb
28

Mahameru
http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

MAHAMERU

Melanjuti dari topik yang sebelumnya.

Sebenarnya saya mau menggambarkan garis lurus di atas itu masuk bagai untai menembus
kotak 3dimensi itu.

Kotak hitam (black box) yg mewakili keterbatasan manusia dalam kurungan fragmentasinya
yg mewujud dalam realitas ini...dengan 6 dinding sisi yg mewakili 6 realm samsara (surga /
alam dewata, alam asura, alam manusia, alam binatang, alam hantu, dan alam neraka).
1

Feb
27

Sangkan Paraning Dumadi

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

SANGKAN PARANING DUMADI

Artikel kali ini hendak memberikan diagram yang merangkum semesta realitas ini. Mungkin
kalau dijelaskan bisa menjadi satu buku tersendiri. Atau kuliah setara 12 sks. Oleh karena itu
tidak perlu saya jelaskan satu per-satu. Cukup yg berminat silakan pelajari sendiri di Google
karena istilah-istilahnya sudah saya berikan.

Feb
14

Fair Play

FAIR PLAY

Fair play artinya adalah bermain dengan adil, jujur, bersih.

Seperti misalnya dalam permainan sepak bola. Hal apakah yang terpenting dan pertama ada?
Apakah lapangannya, ataukah pemainnya, ataukah bolanya, ataukah gawangnya, ataukah
penemunya?

Silakan dipikir dulu sebentar sebelum melanjutkan membaca....

Sudah??

Apa jawaban anda?

Kalau bagi saya, yang pertama dan yang terpenting adalah idenya.
Feb
14

Apa yang Masuk ke Telingamu Menjadi Duniamu

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

APA YANG MASUK KE TELINGAMU MENJADI DUNIAMU

Ke dalam telingamu masuk kebenaran maka engkau hidup dalam kebenaran. Ke dalam
telingamu masuk kedustaan maka engkau hidup dalam kepalsuan.

Masih ingat gambar bocah gadis ini??

Ya, Malala Yousafzai...seorang gadis cilik Afghanistan. Sebuah negeri yang dikuasai rezim
garong.

Feb
14

Mencampur Adukkan Agama

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

MENCAMPUR ADUKKAN AGAMA

Saya dituduh mencampur-adukkan agama oleh bigot ingusan. Disini saya mau membuat
pledoi!

Yang saya lihat adalah mixed-up yang kemudian dikonflikisasi-kan. Oleh karena itu saya
merasa perlunya membahas berbagai macam agama dan aliran untuk MENUNJUKKAN
bahwa senyatanya dalam awal-muasalnya tidak berkonflik sama sekali, justru koheren
menuju satu pengertian yang sama.

Feb
13

Mencari Guru

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

MENCARI GURU

X: Malam paK Danz.

Salam keNal dr saya.


Bnyk hal dr paparan bapak yg sy ambil slama ini,

Saya suka mencari sosok pemberi pesan spritual.

Bahkan tak jarang sy ktemu ahli spritual yg modal modusan smata.

Ternyata tak mudah bahkan perlu kegigihan dlm mencari tempat yg empunya spritual
murni...

Yg memberi wejangan hidup tanpa berpikir bisa kasih mahar atw tdk dbg imbalan nya.

Jan
10

Mohon Bimbingannya Pak Dhe : Gimana Doanya?

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

MOHON BIMBINGANNYA PAK DHE : GIMANA DOANYA?

Melihat berbagai macam pendapat dalam dialog yg terjadi pada ketiga topik terakhir. Dan
memahami adanya beberapa pembaca yang menjadi bingung. Maka saya rasa akan lebih
mudah terpahami kalau dipadatkan dalam rumusan doa.

Hendaklah kalian berdoa seperti ini dengan cara masing-masing.

Jan
9

Percaya di dalam Nama Kebajikan

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

BELIEF IN THE NAME OF GOODNESS

Percaya di dalam nama kebaikan adalah keburukan yang terdalam.

Mengapa?

Anda menutupi realitas dengan self-serving attitude anda untuk merasa baik sendiri, selamat
sendiri,....dan manakala kondisi menguntungkan mulailah anda menghakimi liyan.

Jan
9

Iblis Memancing
http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

IBLIS MEMANCING

X : saya kadang takut kalau yang saya utarakan malah membuat orang tersesat / sakit hati..

kadang timbul kecemasan bila saya terjerumus permainan iblis.. maka yang saya utarakan
bukannya membantu namun malah semakin menjerumuskan..

Danz Suchamda :

Ketakutanmu itu sendiri dari iblis.

Dan itu langkah pertama dari kelanjutan ceritanya yg mewarnai sejarah bumi ini.

Jan
9

Mohon Bimbingannya Pak Dhe

http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/08/ringkasan-pesan.html

MOHON BIMBINGANNYA PAK DHE

Sederhana saja : mulai dari berbicara benar. Jangan berdusta, hoax, fitnah, menuduh,
menghasut, ngarang2 cerita, pura-pura, palson, ingkar janji. Jangan berusaha manipulatif
terhadap orang apalagi sudah diniati menipu, mengakali, membohongi, curang. Tapi bukan
berarti kaku, tidak kreatif atau tidak boleh bercanda. Bercanda sadar bercanda. Marah sadar
marah, dst.
soal 36
Untuk mengenal secara mendalam tentang nilai-nilai kemanusiaan yang universal, berlaku umum
dan mendunia maka sangat perlu kita terlebih dulu menjelajahi pemikiran filsafat kemanusiaan,
karena inti pokoknya adalah “MANUSIA DAN DUNIANYA”. Terdapat paling tidak 2 pemikiran filsafat
yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, yakni : EKSISTENSIALISME dan juga
HUMANISME. Pokok dan titik sentral filsafat eksistensialisme : -eksistensi (ke-ber-ada-an) manusia;
cara manusia berada, mengada-dirinya, dan keberadaan-nya di dunia. Manusia menjadi unsur
sangat penting di dunia, sehingga titik tolaknya adalah “ego-sentrisme”. Istilah definisi yang sering
dipakai : manusia ialah kebebasan. Artinya tidak ada kebebasan tanpa manusia, kebebasan menjadi
bermakna karena manusia dan kebebasan bisa dimengerti di dalam pengertian keberadaan
(eksistensi) manusia.

Filsuf tenar Perancis membuat diktum, “human is condemned to be free“, “manusia dikutuk untuk
bebas. Akibat kutukan kebebasan itulah manusia menjadi bebas berbuat. Manusia menciptakan
kondisi dan situasinya dunianya sendiri.Ada 2 cara manusia mengada: 1. etre en soi, being in itself
(berada dalam diri sendiri), 2. etre pour soi,being for itself (berada untuk dirinya sendiri). Filsuf
Denmark Soren Kierkegaard, sbg perintis filsafat eksistensialisme menyoroti kisah dosa Adam di
Taman Eden. Menurut Soren, ketakutan dan kecemasan ketika berhadapan dengan kebebasannya
sendiri menimbulkan “dosa asal”. Jadi ketakutan dan kecemasan selalu menghantui kebebasan
manusia. Kemudian dlm perkembangan eksistensialisme jadi 2 pokok pemikiran besar, yakni :

1. Eksistensialisme,menemukan makna keberadaan dirinya di dalam pelukan Tuhan. Keduanya tidak


dapat dipisahkan dan kehilangan makna jika dipisah. Para filsuf di sini adalah Kierkegaard, Karl
Jaspers, Martin Buber, Gabriel Marcel, Paul Tillich, dll. Inilah berkembang jadi POSTMODERNISME
POSITIF.

2. Eksistensialisme bermakna hanya untuk dirinya. Keberadaan “pihak lain” (baik Tuhan dan manusia
lain) dianggap mengancam kebebasan. Pemikiran ini melahirkan istilah “homo homini lupus”,
keberadaan orang lain jadi lawan dirinya, yang menjadi salah satu prinsip politik modern.

Di Perancis eksistensialisme juga dikenal sebagai “HUMANISME”, yang dikembangkan Erasmus Huis.
Puncak gerakan humanisme terjadi ketika Perancis memasuki revolusi, yang mengobarkan semangat
humanisme, yang mementingkan “kebebasan”, “kesetaraan”, “persaudaraan” (liberte, egalite, et
fraternite. Semangat eksistensialisme dan humanisme harus dimengerti pada “action” (perbuatan),
bukan pada “quietism” (kebungkaman), dengan landasannya: “I ought to commit myself and then
act my commitment”, “saya harus komit dan berbuat dalam komitmen”. Masalahnya manusia tidak
bisa menipu dirinya (self-deception) dari tanggung jawab yg terlibat (enggagement) di dalam dunia
sosio-politis. Makna kebebasan manusia harus diletakkan pada relasi maupun rivalitasnya di dunia;
mencari lawan atau mencari kawan. Di Inggris, negara pertama mencetuskan Hak Asasi Manusia,
tertuang di Magna Charta (disebut juga sbg “Libertatum Magna Charta) tahun 1215 membatasi
kewenangan Raja John, tdk semena-mena kn Tuhan juga tdk semena-mena, tdk ada diskriminasi
antara warga kehormatan dan budak. Bagian ini juga masuk dalam konstitusi Inggris, “Bill of Rights”
1689. Di Amerika Serikat Franklin Roosevelt pada 6 Januari 1941 menegaskan “Four Freedoms” yakni
:1. Freedom of speech and expression (bebas bicara dan ekspresi), 2.Freedom of worship (bebas
beribadah), 3.Freedom from want (bebas dari keinginan), 4.Freedom from fear (bebas dari takut).
Pandangan 4 Kebebasan tsb masuk dlm kata2 pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(The Universal Declaration of Human Rights) yang berbunyi, "Sedangkan mengabaikan dan
memandang rendah hak asasi manusia telah mengakibatkan tindakan biadab yang marah hati nurani
umat manusia, dan munculnya sebuah dunia di mana manusia akan mengecap kenikmatan
kebebasan berbicara dan beragama; kebebasan dari ketakutan dan kekurangan telah dinyatakan
aspirasi tertinggi dari rakyat biasa…”. Hak Asasi Manusia di Indonesia juga dijamin UUD 1945
mencakup :1.sama kedudukan di hukum dan pemerintah, 2.hak bekerja dan hidup layak,3.hak
membela negara,4.hak bebas berkumpul, berserikat, 5.hak bebas berpikir lisan dan tulisan, 6.hak
pendidikan,7. hak dipelihara negara jika miskin.

II. TEORI-TEORI SEPUTAR KEMANUSIAAN

A Theory of Justice by John Rawls : Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu Ia melihat tentang
Equal Right dan juga Economic Equality. Dalam Equal Right harus diatur different principles sbg
prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip perbedaan akan bekerja jika basic right tidak
ada yang dicabut (tidak ada HAM yg dilanggar) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang
beruntung. Basic Rights harus terpenuhi sbg jalan untuk menegakkan kesetaraan. Rasionalitas ada 2
bentuk yaitu Instrumental Rationality dimana akal budi yang menjadi instrument untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan pribadi dan kedua yaitu Reasonable, yaitu bukan fungsi dari akal budi
praktis dari orang per orang.

Menurut Rawls ada beberapa asumsi dasar yg bekerja di masyarakat, yakni :

1. anggota masyarakat tidak memandang tatanan sosial masyarakat tidak berubah. Masyarakat harus
menuju keadilan, sehingga masyarakat terbuka pada perubahan, terutama perubahan struktur
sosial.

2. kerjasama dibedakan dengan aktifitas yang terkoordinasi hal ini dapat dilihat dari :

A. Bentuk kerjasama selalu berpijak pada keadilan sedangkan coordinated activity berpijak pada
efektifitas/ efisiensi

B. Kerjasama (organizing principle) aturan dibuat untuk mengatur anggota-anggotanya (mengikat,


mengatur kepentingan-kepentingan anggota) sedangkan dalam coordinated activity aturan dibuat
untuk kepentingan yang membuat aturan.

C. Dalam kerjasama (organizing principle) harus sah secara publik (harus disepakati oleh partisipan)
sedangkan dalam coordinated activity tidak ada organisasi, aturan tidak harus sah secara publik.

Menurut Sosiologi Modern, Ulrich Beck, Masyarakat beresiko (The Risk Society), adalah bentuk
pergeseran baru dari masyarakat industrial. Ini merupakan bentuk masyarakat akibat refleksif
modernitas (reflexive modernity), yakni bagaimana resiko dihalangi, diminimalkan, atau disalurkan.
Resiko diproduksi dari sumber-sumber kesejahteraan di masyarakat modern dari berbagai aktivitas
kehidupan.Nilai universal: perlindungan manusia, termasuk harga diri manusia. Nonhegemonik:
pengakuan terhadap ‘sisi lain’ yang direpresentasikan oleh individu/ kelompok dari latar budaya
berbeda, masa depan, nature, obyek, alasan/cara berpikir diversifikasi (keragaman) aktor

Selain teori itu David Held dengan teori kritisnya: lemahnya demokrasi ketika hanya menjadi
sebuah kebijakan nasional. Seperti ijin untuk penebangan hutan hujan, yang mungkin akan
membahayakan pihak lain, secara formal tidak ada tanggung jawab dari negara pengambil
keputusan jika terjadi bencana di luar teritorinya. Pertumbuhan yang cepat dari interkoneksi dan
interrelasi antara negara dan masyarakat yang bersifat cenderung kompleks, muncul tantangan
terhadap demokrasi dalam batas-batas negara. Globalisasi merupakan fenomena multidimensional
yang meliputi domain aktivitas dan interaksi yang beraneka ragam, termasuk ekonomi, militer,
budaya, sosial, politik, lingkungan dan sebagainya.

Menurut teori Marta Nussbaum (1999) : Pandangan kosmopolitan, yang mengatakan, “Kenali
kemanusiaan di mana pun seseorang menghadapi hal itu, tidak terhalang oleh sifat yang aneh bagi
mereka dan menjadi bersemangat untuk memahami kemanusiaan di semua samaran yang aneh.
(Nussbaum, 1999). Pemikiran kosmopolitan saling menerima dan mengerti tidak berarti manusia
meninggalkan identitasnya seperti, agama, etnis, ras, budaya dan kenegaraan, namun ia
menekankan pentingnya melihat segalanya untuk kebaikan bersama seluruh penduduk bumi
sehingga menciptakan toleransi yang besar. Martha Nussbaum bersama peraih Nobel Ekonomi
Amartya Sen merumuskan pendekatan kapabilitas (capabilities approach), yakni suatu pendekatan
untuk mengukur tingkat kebebasan yang substantif, misalnya, kemampuan untuk hidup panjang,
terlibat dalam berbagai transaksi ekonomi dan partisipasi dalam aktivitas politik.

Catatan: tulisan ini merupakan slide dari perkuliahan yang diberikan penulis, yang diracik dari
berbagai sumber referensi, sebagaimana dapat dipahami dari tulisan ini.

Diposting oleh Melvin Simanjuntak di 12.19

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Melvin Simanjuntak

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

 ▼ 2014 (44)
o ► Desember (1)
o ► September (2)
o ► Agustus (6)
o ► Juni (2)
o ▼ Mei (28)
 FENOMENA POLITIK JOKO WIDODO
 DUEL CAPRES CAWAPRES GAYA INDONESIA
 KAMPANYE HITAM DAN KAMBING HITAM
 TEORI POLITIK TRADISIONAL DAN MODERN
 POLITIK PRETORIANISME
 DISORGANISASI SOSIAL
 PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN TENTANG ABORSI, KLONING...
 ANTARA ETIKA, ETIKET, ESTETIKA, & MORAL
 KEBUDAYAAN MENTALITAS & PEMBANGUNAN MENTALITAS
 NILAI KEMANUSIAAN UNIVERSAL
 KAMPANYE DAN PROPAGANDA POLITIK
 TEROMPET BUDAYA MALU- MALU
 KOALISI ODONG-ODONG ATAU KOALISI LONTONG
 CICAK DAN BUAYA
 PANGGIL, PANGGILAN, DAN PEMANGGILAN
 SINTUA, SANTO, DAN SANCTORUM
 Pemikiran Sesat dan Siasat Gereja
 KIPRAH KAUM MUDA DI GEREJA DAN MASYARAKAT
 “ PEMUDA & ORGANISASI ”
 “ PENYEDERHANAAN INTERPRETASI TEKS ALKITAB “
 NAPAS REFORMASI DAN TRANSFORMASI ATURAN DAN PERAT...
 MEMBANGUN SEMANGAT KEBERSAMAAN
 MARTUMPOL : ADAT ATAU KRISTEN ?
 CATATAN DEMOKRASI DI NEGARA INDONESIA
 PELAYAN TUHAN ATAU PEMIMPIN GEREJA ?
 TENTANG PEMILU DI INDONESIA
 SUARA POLITIK, SUARA RAKYAT, SUARA TUHAN
 RaNAH JARGON “UT OMNES UNUM SINT”
o ► April (5)

Diberdayakan oleh Blogger.


Soal 35

1. elaskan Hubungan Antar Sila dalam Pancasila ?

Walaupun Pancasila terbagi menjadi lima sila, bukan berarti mereka semua
berdiri sendiri. Lima sila itu memiliki hubungan erat yang tidak boleh
dipisahkan. Berikut ini akan dijelaskan semacam contoh relasi melalui
hubungan antar komponen.

1. Sila Pertama dan Sila Kedua


Ketuhanan yang Maha Esa mengatakan bahwa setiap negara harus memiliki
kepercayaan dan menghargai keyakinan masyarakat lainnya. Menghargai
keyakinan masyarakat lain juga akan terwujud jika kita sanggup melaksanakan
sikap adil bagi sesama kita yang memiliki perbedaan kepercayaan.

2. Sila Pertama dan Sila Ketiga


Ketuhanan yang Maha Esa juga memiliki nilai kesatuan atas perbedaan
agama-agama di Indonesia. Persatuan Indonesia juga merupakan wujud
adanya sikap saling menghargai keyakinan yang berbeda di tengah
masyarakat.

3. Sila Pertama dan Sila Keempat


Dalam pembuatan peraturan perundangan yang berlandaskan Ketuhanan,
pemerintah juga harus memperhatikan musyawarah sebagai cara mencapai
mufakat. Tidak boleh landasan atau etik agama apapun yang dilanggar dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan.

4. Sila Pertama dan Sila Kelima


Adanya kebebasan untuk beribadat menghasilkan keadilan yang akan
dirasakan bagi warga negaranya. Jika negara Indonesia memaksakan suatu
keyakinan, maka masyarakat akan mengeluhkan keadilan.

5. Sila Kedua dan Sila Ketiga


Masyarakat harus menjunjung sikap adil agar tercipta kesatuan antar warga
negaranya. Jika setiap masyarakat merasa diperlakukan adil oleh masyarakat
lainnya, maka akan tercipta suatu persatuan yang diinginkan

6. Sila Kedua dan Sila Keempat


Keadilan juga pastinya dibutuhkan dalam pelaksanaan musyawarah mufakat.
Tujuan utama musyawarah adalah tercapainya kesepakatan bersama yang
paling tidak memberikan keadilan bagi sebagian besar masyarakat. Dengan
mempertimbangkan keadilan itulah maka akan tercipta mufakat.

7. Sila Kedua dan Sila Kelima


Dalam dua sila ini, sama-sama disebutkan kata “adil” yang artinya terdapat
hubungan paling erat antara sila kedua dan kelima ini. Keadilan memang
sangat dibutuhkan oleh negara demokrasi.

8. Sila Ketiga dan Sila Keempat


Persatuan Indonesia adalah wujud atau cita-cita yang dapat dicapai melalui
pelaksanaan musyawarah mufakat. Dengan mempertimbangkan suara dari
semua kalangan, maka akan terbentuk kesepakatan yang menguntungkan
semua pihak – dan mewujudkan persatuan.

9. Sila Ketiga dan Sila Kelima


Masyarakat harus menjunjung sikap adil agar tercipta kesatuan antar warga
negaranya. Jika setiap masyarakat merasa diperlakukan adil oleh masyarakat
lainnya, maka akan tercipta suatu persatuan yang diinginkan.

10. Sila Keempat dan Sila Kelima


Dengan mencapai mufakat, maka akan terbentuk keadilan bagi setiap warga
negara. Bayangkan jika keputusan pemilihan pemimpin hanya berdasarkan
paham nepotisme, maka tidak akan terbentuk negara yang demokratis.

ads

gurumonica, Dec 20, 2015

#1

(You must log in or sign up to reply here.)


SOAL 37
egara Indonesia atau Negara kesatuan republic Indonesia (NKRI) bisa berdiri dengan kokohnya
karena memiliki fondasi yang kuat yaitu pancasila.serta memiliki tiang penyangga atau pilar untuk
menompang NKRI yaitu UUD 1945. Sedangkan Bhinneka Tunggal Ika adalah rakyat Indonesia yang
beraneka ragam suku, bahasa, agama dan adat-istiadat dan budaya.

Maka NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tungga Ika merupakan satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan. Semuanya saling kukuh-mengukuhkan. Tidak ada artinya NKRI kalau tidak ada
Pancasila sebagai fundamental dasar Indonesia, begitu pula sebaliknya.

NKRI dan Pancasila tidak akan bisa kukuh kalau tidak ada pilar yang menguatkan berdirinya
dan platform bersama yang menjadi pegangan seluruh rakyat Indonesia yaitu UUD 1945. Seterusnya
NKRI, Pancasila dan UUD 1945, hanya akan menjadi benda mati, jika tidak ada rakyat Indonesia yang
Bhinneka Tunggal Ika, yang bermacam-macam suku, bangsa, agama, kepercayaan, budaya dan adat-
istiadat.

Kelima sila dari Pancasila yang dipahami sebagai bagian dari ajaran agama, harus selalu
berusaha untuk dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila dari Sila ke-I samapi Sila ke – V di implementasikan
dalam kehidupan sehari – hari seperti :

 Sila pertama : KETUHANAN YANG MAHA ESA

Sila KeTuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai-nilai bahwa negara yang didirikan
merupakan sebagai perwujudan manusia sebagai mahkluk Tuhna Yang Masa Esa. Contoh dalam
kehidupan kita yaitu :

1. Melaksanakan ibadah kepada Allah seperti salat fardu, salat sunnah, puasa,zakat, dsbg.
2. Adanya matakuliah agama yang di jadikan mata kuliah wajib untuk mahasiswa.
3. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama yang di anutnya.
4. Hormat menghormati antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda,
sehingga terbina kerukunan hidup.
5. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayanya.
6. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain / memberikan kebebasan kepada
setiap orang untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan masing- masing.
7. Kita tidak boleh ribut ketika orang yang beragama lain melaksanakan ibadahnya .
8. Tidak boleh minum/menelan obat-obat terlarang, misalnya pil Ectasy,Nipam, Shabu-shabu dan lain
sebagainya termasuk di dalamnya.
9. Senantiasa berteman dengan pemeluk agama lain seperti berteman dengan orang yang seagama.

 Sila Kedua : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk yang beradab. Contoh dalam kehidupan kita
yaitu :

1. Membantu fakir miskin dan Membantu korban bencana alam


2. Pemberian kebebasan dalam memilih jurusan
3. menghargai dan tidak mencela hasil karya orang lain
4. mengikuti aksi donor darah bagi yang membutuhkan.
5. dalam penerimaan mahasiswa baru tidak adanya perbedaan antara yang mampu dan yang kurang
mampu
6. melaksanakan kewajiban untuk selalu masuk kuliah dan mengumpulkan tugas yang di berikan.
7. Adanya undang – undang perlindungan anak jika ada anak yang melakukan pelanggaran berat.
8. harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia terutama hak-hak
kordat sebagai hakl asasi.
9. menjenguk teman yang sakit dan tidak membedakan teman pergaulan
10. Mengakui persamaan derajat, antara hak dan kewajiban sebagai warga Negara yang baik
11. Saling mencintai sesama manusia dan mengembangkan sikap tenggang rasa
12. Tidak semena –mena terhadap orang lain dan menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan
13. Berani membela keadilan dan saling menghormati antar sesama bangsa lain
14. merawat lingkungan dengan menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan, tidak
membakar lahan yang membuat orang lain terganggu, merawat binatang dengan kasih sayang,
merawat hutan dan tidak menebangi sembarang, dll.

 Sila Ketiga : PERSATUAN INDONESIA

Sila persatuan Indonesia mengandung arti negara merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia
monodualis, yaitu sebagai mahkluk individu dan mahkluk sosail. Perbedaan bukannya untuk menjadi
konflik dan permusuhan malainkan diarahkan pada sesuatu yang saling menguntungkan, yaitu
persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama. Tanpa harus kita
mendengar adanya gereja dibomlah, tawuran antar agama di kehidupan kita. Contoh dalam
kehidupan kita yaitu :

1. Ikut melaksanakan upacara bendera


2. Mengikuti kegiatan bari berbaris.
3. Mengikuti kegiatan peringatan hari besar nasional seperti ikut lomba, atau pentas budaya
4. Menghargai pendapat teman saat berdiskusi suatu masalah dan tidak egois jika pendapatnya tidak di
terima.
5. Mengorbankan sebagian harta untuk pembangunan jalan, mengorbankan waktu untuk menjaga
kampung (Poskamling)
6. Ikut kerja bakti, mengikuti kegiatan karang taruna, ikut serta dalam kompetisi olahraga baik skala
nasional maupun internasional
7. Tidak saling bermusuhn antar sesame mahasiswa
8. Sikap kebersamaan dan menghargai antar masyarakat
9. Cinta tanah air dan bangga sebagai bangsa yang bertanah air.
10. Memberikan hak setiap orang untuk memperoleh informasi, kenyamanan dalam bertetangga, hak
untuk mendapat kesehatan dan hidup yang layak.
11. Saling menjaga keseimbangan dalam kehidupan. Seperti tidak membuat keributan dan kerusuhan kecil
yang mengakibatkan bencana besar.

 Sila Keempat : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM


PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaraan dan perwakilan
mengandung nilai-nilai bahwa hakikat negara sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai
mahkluk individu dan mahkluk sosial. Contoh dalam kehidupan kita yaitu :

1. Mengharagai pendapat orang lain,


2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
3. Mengutamakan Musyawarah / mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
dalam semangat kekeluargaan.
4. Jika ada masalah dalam kelompok belajar kita selesaikan dengan berunding atau bermusyawarah
5. Ikut dalam PEMILU jika sudah cukup umur baik tingkat Nasional maupun Lokal
6. Tidak marah atau sakit hati jika pendapat kita ditolak

 Sila Kelima : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA


Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung nilai-nilai yang merupakan tujuan
negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Contohnya dalam kehidupan kita yaitu :

1. Memberikan upah sesuai dengan kerja orang tersebut


2. Membayar pajak tanpa membedakan kaya atau miskin
3. Tidak merusak fasilitas umum seperti telepon umum dll
4. Tidak bertindak korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)
5. Gaya hidup hemat misalnya menggunakan listrik sehemat mungkin, mematikan lampu jika tidak
digunakan lagi.
6. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta bersikap adil
7. Suka member pertolongan kepada orang lain
8. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan umum.
9. Bekerja keras dan menghargai hasil karya orang lain
10. Bersama – sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social.

Sebenarnya kita telah melaksanakan dan mengamalkan pancasila dalam kehidupan sehari-hari
sesuai dengan kemampuan, dan bahkan kita menyadari manakala kita berbuat atau bertingkah laku
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila sehingga timbul rasa cemas, menyesal dan kecewa
karena yang kita lakukan dikeseharian sebenernya bertentangan dengan hati nurani kita.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berkepribadian luhur memiliki jiwa dan kepribadian
yang sesuai dengan nila-nilai pancasila yang telah dimiliki sejak jaman nenek moyang. Nilai-nilai yang
telah tertanam dalam jiwa, hati dan sanubari bangsa Indonesia yang dicerminkan dalam kehidupan
sehari-hari, yang hubungannya dangan Tuhan Yang Maha Esa maupun dengan sesamanya.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:
Posting Komentar
Inget Waktu Brooo...!!
Popular Posts

 Implementasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan

APLIKASI NILAI – NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI – HARI Negara Indonesia atau
Negara kesatuan republic Indonesia (NKRI) ...
 Implementasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan

APLIKASI NILAI – NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI – HARI Negara Indonesia atau
Negara kesatuan republic Indonesia (NKRI) ...

Kunci gitar JUDIKA - akulah yang tersakiti

http://uditsutri06.blogspot.com/kunci-gitar
https://www.youtube.com/watch?v=yowf_NpHAUs judika : akulah yang tersakiti In...

 TUGAS ISBD BAB 7 Manusia Sains Teknologi Dan Seni

TUGAS ISBD BAB 7 Manusia Sains Teknologi Dan Seni 1. jelaskan


perbedaan pengertian ant...

Cara benerin website :

Cara memperbaiki website yang terkena hack atau ter-deface: Download CMS (Drupal,
Joomla, Wordpress dll) ke PC, kemudian ex...

Rangkuman Bab.7 ISBD HUKUM

BAB 7 MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI A. HAKIKAT DAN MAKNA SAINS,
TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA ...

Cara Membuat Tulisan/Link Agar bisa di Klik

Cara Membuat Tulisan/Link Agar bisa di Klik - Bagi seseorang yang baru saja mengenal blog
mungkin merasa sangat sulit untuk membuat sua...

 Cerpen 4masi

“ R y n a ..? “ Awalnya kulihat dia sekilas di sekitar kampus.. Serupa tapi tak sama ,dia terlihat
seperti orang yang ku kenal. ...

My Profil

SI. HUKUM Fakultas Hukum Universitas Pancasila 2014 - Sekarang NPM : 3014215044 SI.
SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER...

Followers
Labels

 gitar
 kunci
 materi

Total Pageviews

58848

Translate
Diberdayakan oleh Terjemahan

Arsip Blog

 ▼ 2015 (8)
o ► Mei (1)
o ► April (2)
o ▼ Januari (5)
 Implementasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan
 Implementasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan
 Kunci gitar JUDIKA - akulah yang tersakiti
 Rangkuman Bab.7 ISBD HUKUM
 TUGAS ISBD BAB 7 Manusia Sains Teknologi Dan Seni...

 ► 2014 (1)

Ada kesalahan di dalam gadget ini


Label

 gitar
 kunci
 materi

About Metro UI Theme


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut
labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco
laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit...

Contact us
Phone: 8(802)234-5678, 8(803)234-5678

Fax: 8(800)234-5678

yudithssutri@ymail.com

yudithssutri06@gmail.com

Sign up for our newsletter


Enter your

 Blogger news

 Blogroll

 Blogroll

 About

Copyright © 201. Metro UI Theme. Designed by: Templateism


SOAL 38

erdapat hubungan timbal balik antara pengertian “kebebasan” dan “tanggung jawab”,
sehingga orang yang mengatakan “manusia itu bebas” maka dengan sendirinya menerima
“manusia itu bertanggungjawab”. Tidak mungkin kebebasan (dalam arti sesungguhnya) tanpa
tanggung jawab dan tidak mungkin tanggung jawab tanpa kebebasan. Cukup sering kita
mendengar orang berbicara tentang “kebebasan yang bertanggung jawab”, namun sebenarnya
ungkapan tersebut adalah tautologi, dimana pengertian yang satu sudah terkandung dalam
pengertian yang lainnya.

Dalam hidup setiap orang kebebasan adalah suatu unsur hakiki. Kesulitannya baru dimulai
bila kita ingin mengungkapkan pengalaman pada taraf refleksi. Seperti dalam renungannya
Augustinus, ia sendiri heran karena sebenarnya ia sudah tahu apa itu waktu, mengerti bila kita
berbicara tentang waktu, dan juga mengerti bila mendengar orang lain berbicara tentang
waktu. Tetapi sebenarnya apa itu waktu? Hal yang sama dapat dikatakan juga tentang
kebebasan. Kalau tidak ada orang yang bertanya apa arti kebebasan itu, kita yakin kita tahu,
karena kita sendiri mengalaminya. Tapi saat ditanya kita menjadi bingung dan tidak bisa
menjawab.

Maksud Augustinus adalah perbedaan antara pengetahuan yang dirumuskan secara eksplisit
dengan pengetahuan yang tinggal implisit saja berupa pengalaman. Pengalaman itu tidak
boleh dicampuradukkan dengan jenis lain, khususnya pengalaman yang menjadi titik tolak
dan fundamen ilmu pengetahuan empiris karena mengacu pada pengalaman lahiriah dan
besifat empiris (berdasarkan fakta yang tampak bagi semua orang). Dalam arti ini kebebasan
tidak pernah dapat ditentukan. Dari kenyataan itu, ilmuwan menyimpulkan bahwa tidak ada
kebebasan, karena mereka hanya melihat satu pengalaman dan mengabaikan yang lain seperti
pengalaman batin. Pengalaman batin hanya adalah apa yang saya alami tentang diri saya dan
tidak pernah terbuka lagi bagi orang lain.

Pengalaman batin itu menyatakan kebebasan saya. Sehingga seorang filsuf Perancis, Henri
Bergson, merumuskan bahwa fakta tidak mempunyai arti dalam ilmu empiris dan merupakan
data langsung dari pengalaman batin. Bergson mengatakan kebebasan adalah hubungan
antara “aku konkret” dan perbuatan yang dilakukannya. Tugas filsafatlah secara kritis
merefleksikan serta menjelaskan apa yang kita alami secara spontan. Kebebasan merupakan
unsur penting dalam pengalaman kita sebagai manusia, kebebasan merupakn suatu tema
abadi bagi filsafat, yang tidak akan pernah terbahas sampai habis. Salah satu usaha filsafat
yaitu membedakan serta menganalisis semua arti “bebas” dan menciptakan kejelasan.
Kebebasan mempunyai banyak aspek dan banyak karakteristik, suatu realitas yang amat
kompleks.

Pertama-tama kita perlu membedakan antara kebebasan sosial-politik dan kebebasan


individual. Subjek kebebasan sosial-politik adalah suatu bangsa atau rakyat. Sedangkan
subjek kebebasan individual adalah manusia perorangan. Kebebasan sosial-politik bukanlah
sesuatu yang sudah ada, melainkan produk perjuangan sepanjang sejarah.

Kebebasan Sosial-Politik:

1) Kebebasan Rakyat vs Kekuasaan Absolut


Sejarah Eropa dan dunia menjadi pelopor dalam mewujudkan kebebasan sosial-politik. Di
Inggris pembatasan absolutisme para raja berlangsung-langsung dalam waktu yang panjang.
Langkah pertama adalah Magna Charta (2015), piagam yang terpaksa dikeluarkan Raja John
untuk menganugrahkan kebebasan-kebebasan tertentu kepada para baron dan uskup Inggris.
Selanjutnya proses pembatasan kuasa absolut monarki berjalan dan dianggap selesai. The
Glorious Revolution (1688) menunjukkan peristiwa William III serta Mary Stuart naik tahta
di Inggris, sambil mengakui dan menerima The Bills of Rights (piagam berisikan perumusan
hak-hak parlemen terhadap monarki atau raja-raja yang autokrat).

Di Perancis absolutisme para raja dipatahkan dengan lebih mendadak dan lebih dramatis
melalui Revolusi Perancis (1789) yang mengakibatkan raja Louis XIV dipenggal kepalanya
dengan alat guillotine (1792) dan istrinya Marrie Antoinette. Perjuangan revolusi ini tidak
hanya membatasi dan menggulingkan kekuasaan para raja Perancis yang diberi nama “Rezim
Lama” (Ancien Regime) dengan semboyan “ Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan.” (Liberte,
Egalite, Franite). Kebebasan diartikan dalam kebebasan sosial-politik. Ide pokok revolusi ini
adalah kedaulatan rakyat (the sovereignty of the people). Dimana the sovereignty adalah
memegang kekuasaan tertinggi, yang berdaulat. Namun semakin lama semakin sadar bahwa
yang berdaulat seharusnya rakyat, kesadaran ini timbul akibat penderitaan atas penindasan
raja-raja absolut, hal tersebut meyakinkan rakyat bahwa kekuasaan tanpa batas dari monarki
absolut tidak bisa diterima. Rakyatlah yang berdaulat, maka kekuasaan absolut harus dibatasi.

Kebebasan politik menurut bentuk pertama ini adalah perwujudan kebebasan sosial-politik ini
terbatas pada kedua negara bersangkutan tapi relevansi universal. Inti dari bentuk pertama
adalah menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan tidak boleh berada pada
instansi lain, kebebasan rakyat tidak boleh dirampas oleh siapapun juga. Hal ini tercatat juga
pada UUD 1945 (lihat pasal 1). Gagasan yang melatarbelakangi kebebasan sosial-politik
dasarnya bersifat etis.

2) Kemerdekaan versus Kolonialisme

Kebebasan ini direalisasikan dalam bentuk yang kita sebut “kemerdekaan”. Amerika Serikat
adalah negara pertama yang melepaskan diri dari kekuasaan Inggris dengan The Declaration
of Independence (1776). Mereka mewujudkan ide kebebasan yang mulai mekar di negara
penjaajh. Revolusi Amerika memengaruhi Revolusi Perancis di Eropa dan negara lainnya
seperti Bolivia, bahkan sampai ke benua Asia serta Afrika. Hanya beberapa kawasan status
kemerdekaan masih dipersoalkan, karena alasan-alasan historis khusus.

Ide dibelakang proses dekolonisasi ini bersifat etis. Tidaklah pantas suatu bangsa dijajah oleh
bangsa lain, kare itu kolonialisme tidak pernah boleh terjadi lagi. Setelah berabad-abad
lamanya penjajahan dianggap lumrah, namun sekarang ditolak secara umum karena tidak
etis. Aspek etis dirumuskan dalam kalimat pertama UUD 1945L “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pada tahun
1960 negara-negara PBB menyepakati sebuah deklarasi yang berisi sama yaitu hak semua
negara dan bangsa yang dijajah untuk menentukan nasibnya sendiri.

B. Anatomi Kebebasan Individual

Kebebasan dalam arti sosial-politik berkaitan erat dengan etika. Sedangkan “etika politik”
(filsafat politik) adalah kebebasan individual.
1. Kesewenang-wenangan (Arbritase)

Orang disebut bebas jika ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Bebas disini
artinya terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan atau izin atau kesempatan untuk
berbuat semaunya.

Contohnya adalah seorang manajer bisa mengatakan babhwa jam sekian ia masih bebas,
maksudnya tidak terikat oleh janji atau komitmen lain. Contoh lainnya adalah seorang pelajar
bebas memilih apakah dia mau masuk sekolah atau bolos, bebas disini artinya lepas dari
kewajiban belajar dan mengisi waktu sekehendak hatinya. Saya bebas, jika melakukan apa
saja yang saya mau. Kesan spontan ini di bebaskan, karena orang mencampuradukkan
kebebasan dengan merasa bebas. Kalau kita berefleksi lebih mendalam, akan tampak bahwa
kebebasan tidak bisa disamakan dengan merasa bebas atau merasa dilepaskan dari segala
macam ikatan sosial dan moral.

Hal ini juga berlaku pada liberalisme, mereka berbicara tentang usaha bebas (free enterprise).
Semboyan liberalisme abad 19 adalah laissez faire, laissez passer. Artinya adalah biar saja,
jangan campur tangan. Namun kebebasan ini menyeleweng karena bebas penindasan bagi
banyak orang lain. Kebebasan semu hanya berlaku pada sebagian orang, mereka yang
memiliki modal dan menguasai seluruh ekonomi. Dengan menggalakan paham liberalisme
tentang kebebasan, artinya dengan menolak setiap bentuk regulasi dan campur tangan dari
pemerintah semua orang kecil itu dirugikan dan diperas tenaga kerjanya. Negara modern
menyadari bahwa pemerintah harus campur tangan dalam mekanisme ekonomi demi
kesejahteran umum.

Kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas disebut kebebasan,


karena disalah gunakan pengertiannya. Karena bebas artinya lebas dari segala keterikatan.
Kebebasan tidak bertentangan dengan keterikatan. Sebaliknya, kebebasan yang sejati
mengandaikan keterikatan oleh norma-norma. Norma-norma tidak menghambat adanya
kebebasan, tapi justru memungkinkan tingkah laku bebas.

2) Kebebasan Fisik

Kebebasan fisik artinya tidak ada paksaan atau rintangan dari luar. Orang beranggapan bahwa
orang bebas bergerak tanpa ada hambatan apa pun. Bisa saja orang tidak menikmati
kebebasan fisik, namun sungguh-sungguh bebas. Menurut Friedrich Schiller: Manusia
diciptakan bebas dan ia tetap bebas, sekalipun lahir terbelenggu. Biarpun kebebasan fisik
belum terwujud yag sebenarnya, namun kebebasan ini patut dinilai positif. Jika kebebasan
berarti kesewenang-wenangan harus ditolak sebagai penyalahgunaan kata “kebebasan”, maka
kebebasan fisik bisa kita hargai tanpa ragu-ragu. Kebebasan ini sangat bermanfaat dan sangat
dibutuhkan untuk menjadi orang yang bebas dalam arti sebenarnya.

3) Kebebasan Yuridis

Kebebasan ini berkaitan erat dengan hukum dan harus dijamin oleh hukum. Dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam dokumen hak-hak manusia berulang kali
dibicarakan tentang “hak-hak dan kebebasan-kebebasan”. Setiap hak mengandung
kemungkinan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dengan bebas dan tak
terganggu. Kebebasan dalam arti ini adalah syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu dipenuhi
agar kita dapat menjalankan kebebasan kita secara konkret.
Menandai situasi kita sebagai manusia. Kebebasan manusiawi tidak menciptakan (kebebasan
Tuhan). Kebebasan kita bersifat berhingga dan karena itu membutuhkan lingkup gerak di
mana ia bisa dijalankan. Kebebasan kita memperoleh nilai lebih besar, sejauh wilayahnya di
mana kita dapat mewujudkannya, lebih besar pula. Dasarnya biasa hukum kodrat atau hukum
positif. Karena itu kita membedakan kebebasan yuridis yang didasarkan pada hukum kodrat
dan kebebasan yuridis yang didasarkan pada hukum positif.

Kebebasan-kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat dimaksudkan semua


kemungkinan manusia untuk bertindak bebas yang terikat begitu erat dengan kodrat manusia,
sehingga tidak pernah boleh diambil dari anggota-anggota masyarakat. Kebebasan ini
berkaitan dengan martabat manusia itu sendiri dan karena itu tidak boleh dipisahkan
daripadanya. Kebebasan ini tidak diciptakan oleh negara, tapi seolah-olah menjadi milik
manusia sebelum ia masuk masyarakat. Tugas negara hanya sebagai penjamin dan penegak
kebebasan. Kebebasan melekat dalam diri manusia dan bukan karena ia seorang warga
negara. Secara konkret, kebebasan ini didasarkan pada hukum kodrat sama dengan hak asasi
manusia yang dirumuskan dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia. Kebebasan
di sini berarti kebebasan hati nurani, kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan
mengemukakan pendapat, kebebasan berkumpul, dan seterusnya sebagaimana dicantumkan
dalam UUD 1945.

Kebebasan-kebebasan yang didasarkan pada hukum positif diciptakan oleh negara.


Kebebasan ini merupakan buah hasil perundangan-perundangan. Seandainya tidak
dirumuskan, kebebasan-kebebasan ini tidak ada sama sekali. Kebebasan yang berdasarkan
hukum positif ini hanya merupakan penjabaran dan perincian kebebasan-kebebasan yang
didasarkan pada hukum kodrat. Kebebasan beberapa orang atau menurut aspek tertentu harus
dibatasi untuk mencapai kebebasan sebesar mungkin bagi semua orang.

4) Kebebasan Psikologis

Dengan kebebasan psikologis kita maksudkan kemampuan yang dimiliki manusia untuk
mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Kemampuan inin menyangkut kehendak,
bahkan merupakan ciri khasnya. Kebebasan psikologis adalah “kebebasan bebas” (free will).
Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan manusia adalah mahluk berasio. Ia bisa
berpikir sebelum bertindak. Ia tidak membabi-buta, melainkan berkelakuan dengan sadar dan
pertimbangan sebelumnya. Manusia bertindak bebas, maka dia tahu apa yang dia perbuat
dam apa sebab perbuatannya. Dari sini kita bisa tahu suatu makna kepada perbuatannya.

Orang adalah bebas, kalau juga tidak menolak atau mengatakan tidak. Dan memang benar,
berkat kebebasan ini tingkah laku manusia tidak berjalan otomatis saja. Kehendak bebas
meliputi kemampuan untuk memilih antara pelbagai alternatif. Jadi, kebebasan ini bahkan
memungkinkan saya untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Namun tidak berarti
bahwa kebebasan ini lebih besar sejauh kemungkinan untuk memilih lebih luas. Tapi tidak
berarti bahwa bahwa kebebasan sebatas saat itu saja atau bahwa peranannya paling penting
pada ketika itu. Tidak kalah penting adalah pelaksanaan. Kebebasan ini tidak saja mencakup
pemilihan, melainkan juga kesetiaan akan kemungkinan yang telah dipilih.

Walau kebebasan psikologis selalui disertai kemungkinan untuk memimilih dan tidak ada
kebebasan kalau tidak ada kemungkinan untuk memilih, namun pemilihan tidak merupakan
hakikat kebebasan psikologis. Hakikatnya adalah kemampuan manusia untuk menentukan
dirinya sendiri. Saya adalah bebas dalam arti ini, bila sayalah yang menentukannya diriku dan
bukan faktor-faktor dari luar ataupun dari dalam. Kebebasan psikologis adalah auto-
determinasi: “penentu aku oleh aku”, sebagaimana dikatakan filsuf Perancis Henri Bergson.
Disini “aku” adalah subjek dan objek sekaligus. Yang menentukan adalah saya dan yang
ditentukan adalah saya juga. Berbeda orang yang dihipnosis pun tidak menentukan dirinya,
tapi ditentukan oleh dorongan yang tidak bisa dilawan.

5) Kebebasan Moral

Kebebasan moral berkaitan erat dengan kebebasan psikologis, namun tidak boleh disamakan
dengannya. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis, sehingga tanpa kebebasan
psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Tapi kalau terdapat kebebasan
psikologis belum tentu terdapat kebebasan moral juga, walaupun dalam keadaan normal
kebebasan psikologis akan disertai kebebasan moral.

Misalnya seorang sandera dipaksa oleh teroris untuk menandatangani sepucuk surat
pernyataan. Dari sudut psikologis, perbuatan itu bebas. Sandera itu memilih untuk
membubuhkan tanda tangan pada surat pernyataan, perbuatan itu keluar dari kehedaknya: ia
menentukan dirinya. Ia membuatnya secara terpaksa. Bukan dalam arti paksaan fisik,
melainkan dalam arti paksaan moral. Ia menghadapi dilema: menandatangani atau dibunuh.
Dari dua hal yang jelek ia memilih hal yang kurang jelek: lebih baik menandatangani dan
bisa hidup daripada dibunuh.

Dari sudut psikologis, perbuatan itu bebas, tapi dari sudut moral tidak: karena ia
melakukannya secara terpaksa, karena tidak ada pilihan lain, kecuali maut. Perbuatan itu
dilakukan dengan bebas (kebebasan psikologis), tapi tidak dengan suka rela (tidak ada
kebebasan moral). Kebebasan psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan
kebebasan moral berarti suka rela (voluntary). Dalam arti tertentu, kebebasan moral adalah
kebebasan psikologis-plus. Terdapat kebebasan moral, bila orang tidak mengalami tekanan
atau paksaan moral dalam menentukan diri.

6) Kebebasan Eksistensial

Kebebasan menyeluruh menyangkit seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah
satu aspek saja. Kebebasan ini mencakup seluruh eksistensi manusia dan merupakan bentuk
kebebasan tertinggi. Orang yang bebas secara eksistensial seakan-akan “memiliki dirinya
sendiri”. Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas, kematangan rohani. Orang yang
sungguh-sungguh bebas dapat mewujudkan eksistensinya secara kreatif.

Orang yang sungguh-sungguh bebas itu terlapas dari segala alienasi atau keterasingan.
Dengan alienasi dimaksudkan di sini keadaan di mana manusia terasing dari dirinya dan
justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Hidup orang yang bebas dalam arti ini tidak
merupakan salinan hidup orang lain atau mengikuti saja.

Contoh pertama adalah seorang seniman dapat dianggap bebas dalam arti ini, bila ia
menciptakan lukisan, patung, atau barang seni lainnya secara otonom. Sesudah perjuangan
akhirnya ia mencapai taraf kemandirian. Ia tidak bergantung lagi pada guru. Ia mengaggumi
seniman-seniman besar di masa lampau, tapi ia tidak menjiplak karya mereka. Ia betul-betul
menguasai teknik dan materi itu. Ia menjadi seniman yang kreatif dan bebas.
Contoh kedua adalah cendekiawan yang telah mencapai taraf berpikir sendiri. Ia tidak
mengumandangkan saja apa yang sudah pernah dikatakan orang lain. Ia mempunyai pendapat
sendiri yang didasarkan pengertian sendiri. Ia hanya terkait pada kebenaran dan tidak akan
mundur karena alasan apa pun dalam mencari kebenaran. Ia sungguh-sungguh berpikir bebas
dan mandiri.

Orang yang sungguh-sungguh bebas sanggup memberikan suatu arah tetap kepada hidupnya.
Ia berbuat baik bukan karena hal itu dinantikan daripadanya (di mata orang lain), bukan
karena ia dapat mengelakkan banyak kesusahan (teguran, dendam, hukuman). Ia berbuat baik
karena suatu keterlibatan dari dalam, tidak mungkin ia akan berbuat jahat. Tapi
ketidakmungkinan tidak boleh ditafsirkan sebagai paksaan atau tanda ia tidak bebas.

Orang bebas secara eksistensial, berbuat baik karena hatinya melekat pada kebaikan. Ia
berbuat baik karena justru hal itu baik, bukan karena alasan-alasan yang letaknya di luar yang
baik. Dengan berbuat baik, ia mengikuti orientasinya saja, sebab ia sendiri seluruhnya
diresapi oleh yang baik. Berbuat baik sudah menjadi second nature (kodrat kedua). Orientasi
pada yang baik sudah menjadi sikapnya yang tetap, sudah mendarah daging dengannya.

Kebebasan eksistensial jarang sekali direalisasikan dengan sempurna. Kebebasan ini terutama
merupakan cita-cita atau suatu ideal yang dapat memberi arah dan makna pada kehidupan
manusia. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi jarang saja akan terealisasi dengan
sepenuhnya. Keterasingan-keterasingan tidak pernah teratasi sampai tuntas. Karena alasan itu
seseorang manusia baru dinyatakan suci atau sesudah meninggal. Selama hidupnya kesucian
atau kepahlawanan itu rapuh, dengan risiko bisa retak atau malah hancur sama sekali.
Akhirnya, kebebasan eksistensial barangkali lebih sulit tercapai daripada sebelumnya.
Kebudayaan yang sedang berkembang dan yang lambat laun merembes ke seluruh dunia
merupakan suatu mass culture (kebudayaan masa). Otentitas dan kemandirian semakin sulit
untuk diwujudkan, manusia biasanya cenderung untuk tenggelam dalam massa.

C. Beberapa Masalah Mengenai Kebebasan

1. Kebebasan positif dan negatif

Secara implisit tampak dua aspek: aspek negatif dan aspek positif. Ada baiknya sekarang kita
memandang dua aspek ini secara eksplisit. Kebebasan dapat dimengerti sebagai “kebebasan
dari…” (aspek negatif) dan “kebebasan untuk…” (aspek positif). Aspek negatif (bebas
dari…) paling mencolok mata karena secara spontan arti kebebasan adalah terlepas dari
tekenan atau paksaan seperti contoh dibawah ini

 Kebebasan fisik adalah orang yang terlepas dari paksaan fisik (tidak terbelenggu atau
jadi tahanan rumah).
 Kebebasan yuridis adalah orang yang tidak dirampas hak-haknya (tidak hidup dalam
negara kediktatoran dan tidak bisa mengemukakan pendapat, rapat, dll.
 Kebebasan psikologis adalah orang yang terlepas dari tekanan batin atau gangguan
psikis (tidak menderita kelainan jiwa).
 Kebebasan moral adalah orang yang terlepas dari paksaan moral (saat ditodong benda
tajam untuk menyerahkan harta bendanya).
 Kebebasan eksitensial adalah orang yang terlepas dari inotentisitas dan keterasingan
(kehidupan orang itu tidak dijalankan oleh orang atau instansi lain).
Karena itu kebebasan paling mudah dimengerti dengan cara negatif, “bebas” sebagai
“terlepas” seperti bebas tugas, bebas hambatan, dll. Jauh lebih sulit untuk menjelaskan
kebebasan dengan cara positif (bebas untuk…) karena harus diisi oleh manusia sendiri dan
kesulitan ini tidak terbatas pada kebebasan individual saja tapi kebebasan sosial politik juga
susah diterangkan secara positif.

D. Batas-batas Kebebasan

Jean-Paul Sartre, ia menganut aliran eksistensialisme yang terkenal karena menonjolkan


kebebasan. Sartre menjadi seorang eksistensialisme yang paling ekstrem dalam mendewa-
dewakan kebebasan. Sartre mengatakan: we are condemned to be free, “kita dihukum untuk
hidup bebas” atau “kita ditakdirkan untuk bertindak bebas.” Kita tidak bebas untuk bertindak
bebas atau tidak. Kebebasan merupakan nasib kita yang tidak bisa dihindarkan. Mau tidak
mau, kita hidup sebagai manusia bebas. Kebebasan merupakan suatu komponen kehidupan
setiap manusia, justru karena kita manusia. Dalam optimismenya tentang kebebasan, Sartre
berpendapat juga bahwa tidak ada batas lain untuk kebebasan daripada batas-batas yang
ditentukan oleh manusia sendiri.

1. Faktor-faktor dari dalam

Kita dibatasi oleh faktor dari dalam, baik psikis dan fisik. Akan ada suatu struktur badani
tertentu yang sangat membatasi kemungkinan-kemungkinan seseorang, contohnya tidak
semua orang bebas jadi juara bulutangkis All-England. Juga ada suatu struktur psikis tertentu
seperti watak setiap orang, intensitas hawa nafsu, dll yang kita warisi dari gen-gen kita,
contohnya semua orang tidak bebas untuk jadi profesor di universitas. Kesimpulannya
dibatasi oleh nature-nurture: nature (kodrat dan alami kita miliki) nurture (pendidikan,
asuhan, lingkungan, dll)

2. Lingkungan

Kebebasan juga dibatasi lingkungan, alamiah dan sosial. Contohnya Indonesia tidak jadi
pusat olahraga ski karena tropis, anak yang dididik keluarga pencuri tidak berkembang jadi
orang jujur.

3. Kebebasan orang lain

Kebebasan seseorang dibatas oleh kebebasan orang lain. Pembatasan ini dengan konsekuensi
paling besar bagi etika, inilah alasan utama mengapa diperlukan tatanan moral diantara
manusia. Mengakui kebebasan orang lain berarti menghormati hak-haknya.

4. Generasi-generasi mendatang

Kebebasan dibatasi oleh masa depan umat manusia atau generasi sesudah kita. Kebebasan
yang dimaksud adalah kebebasan menguasai dan mengeksploitasi alam harus dibatasi untuk
dasar hidup generasi mendatang atau sustainable development

E. Kebebasan dan Determinisme

Determinisme adalah suatu kejadian dalam alam berkaitan satu sama lain, dengan kata
lainkejadian satu menyebabkan kejadian lain. “Kalau A, maka B”. Kalau suhu rendah, maka
airmenjadi es. Kalau suhu panas, maka air mendidih. Determinisme alam itu sebagai
syaratmutlak supaya bisa dirumuskan hukum-hukum alam. Ilmu pengetahuan alam hanya
mungkinkarena determinisme alam. Menurut literatur bahasa Inggris: tidak menunjukan suatu
ciri alammelainkan suatu ajaran seperti halnya istilah berakhiran -isme.

Menurut tradisi Anglo-Amerika:pandangan bahwa semua kejadian pada alam semesta


(termasuk perilaku manusia) ditentukanoleh anteseden-anteseden (faktor-faktor yang
mempengaruhi), sehingga mau tidak mau segalasesuatu berlangsung seperti apa adanya.
Artinya determinisme tidak ada kebebasan.Contohnya adalah Hukum Boyle, “Untuk
sejumlah massa gas tertentu, bila temperaturnya tetapmaka tekanan berbanding terbalik
dengan volume.” Berlaku untuk setiap gas dan dimanamana, asal faktor-faktor yang terlibat
sama juga Karena itu eksperimen di alam meskipundilakukan berulang-ulang selalu sama
hasilnya. Determinisme alam dapat pula dibuat ramalan,suatu aspek yang sesungguhnya dari
ilmu alam yang memungkinkan teknik. Contoh: Lemaries, pesawat televisi, kalkulator
elektronis, pesawat terbang, dan alat teknis lainnya.

Lalu Apakah manusia ditandai determinisme? Bukan sekedar menyangkut tubuhnya,


melainkanperbuatan-perbuatan yang diperintahkan oleh kehendaknya. Contoh: Apabila saya
berterimakasih pada teman yang telah membantu saya, apakah perbuatan tersebut ditentukan
olehanteseden-anteseden tertentu? Sama seperti air yang menjadi es. Apabila seperti itu
makatidak ada kebebasan, Seandainya demikian tingkah laku manusia dapat diramal, asal
diketahuisemua faktor di dalamnya.Ilmu-ilmu manusia menetapkan hukum-hukum mengenai
tingkah laku manusia supaya sungguh-sungguh ilmiah, mereka ingin membuat ramalan sama
seperti ilmu alam, maka seringmengingkari kebebasan. Dalam batas-batas tertentu ilmu
kemanusiaan bisa merumuskanhukum-hukum dan akibatnya juga membuat ramalan. Contoh:
hukum ekonomi yaitu, suku bunga dinaikkan, inflasi akan bertambah.

3 Alasan Kemungkinan Hukum Dihasilkan oleh Ilmu-Ilmu Manusia:

1. Kebebasan manusia terbatas.Ada faktor yang membatasi: eksternal (lingkungan,


pendidikan) dan internal (bakat, watak,sikap) Contoh: Hanya sedikit sekali anak dari
golongan berpenghasilan rendah masukperguruan tinggi.

2. Manusia seringkali tidak menggunakan kebebasannya. Manusia merasa lebih senang


atau lebih aman untuk berperilaku sesuai kebiasaan atau adat istiadat. Ini
menyebabkan perilaku tip individu selalu sama.
3. Kebebasan tidak berarti bahwa perbuatan manusia tidak ditentukan.Kebebasan adalah
autodeterminasi; kehendak yang menentukan dirinya sendiri, dimana ia mempunyai
suatu maksud atau tujuan.

Motif: alasan yang diterima manusia untuk menentukandirinya Penyebab: alasan terjadinya
sesuatu di luar kemauan manusia Manusia mempunyaimotif-motif. Maka perlu dibedakan
dengan jelas antara motif dan penyebab. Dalam alam hanyaterdapat penyebab-penyebab, tapi
dalam tingkah laku manusia disamping penyebab-penyebabterdapat juga motif-
motif.Penyebab tidak tergantung kemampuan, sedangkan motif hanya menjadi motif bila
diterimaoleh kemauan. Penyebab ditentukan oleh konteks determinisme, sedangkan motif
berperandalam konteks kebebasan. Manusia adalah mahluk berasio dan akibatnya akan
bertindakmenurut motif-motif, sering kali tingkah lakunya memperlihatkan pola-pola yang
tetap.Contohnya adalah saya berjanji pada hari Kamis akan berkunjung ke A dan tidak
lamasebelumnya saya jatuh sakit, maka ada penyebab yang memaksa saya untuk
membatalkanjanji saya. Tapi bila saya mengadakan janji yang sama dan kemudian ada acara
lebih menarikbagi saya, maka saya membatalkan janji karena suatu motif.

F. Empat ahap Kemungkinan Mengadakan Ramalan Tentang Perilaku Manusia (E.F.


Schumacher)

1. Alam di luar manusia pada prinsipnya terdapat kemungkinan sepenuhnya untuk


mengadakanramalan. Kemungkinan itu hanya dibatasi oleh keterbatasan pengetahuan
dan teknik manusia.
2. Kemungkinan untuk meramal adalah relatif > dalam kaitan dengan pola-pola tingkah
laku kelompok besar manusia yang melakukan hal-hal normal. Di sini manusia
mengikuti motif-motif yang berlaku bagi masyarakat kebanyakan, seperti membeli
barang dengan harga semurah mungkin.
3. Kemungkinan hampir sepenuhnya untuk meramalkan ditemukan pada perbuatan-
perbuatan manusia yang dijalankan menurut suatu rencana.
4. Keputusan yang diambil manusia perorangan pada prinsipnya tidak bisa diramalkan,
terutama kalau keputusan itu menyangkut suatu hal penting. Contoh: sulit untuk
diramalkan apakah politikus akan mencalonkan diri sebagai calon presiden dalam
pemilu selanjutnya.Hanya kita dapat turut mempertimbangkan motif-motif yang
sedang dipertimbangkan oleh orangitu.

G. Tanggung Jawab

“Tanggung jawab” ada kaitannya dengan “jawab”. Bertanggung jawab berarti dapat
menjawab,bila ditanyai tentang perbuatan – perbuatan yang dilakukan. Orang yang
bertanggung jawabharus dapat memberikan jawaban penjelasan kepada dirinya sendiri,
masyarakat luas dan Tuhan.

1. Tanggung jawab dan kebebasan

“Tanggung jawab” terkandung pengertian “penyebab”. Orang bertanggung jawab atas


sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi penyebab dari suatu akibat tidak
bertanggung jawab juga. Kebebasan adalah syarat mutlak bertanggung jawab. Manusia
sebagai makhluk rasional bisa bertanggung jawab dan ia hanya bertanggung jawab sejauh ia
bebas.

Tanggung jawab dibagi menjadi dua: Tanggung jawab langsung dan tidak langsung.
Tanggung jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas
perbuatannya. Contohnya, kalau anjing saya merusakkan barang milik orang lain, bukanlah
anjing yang bertanggung jawab, melainkan saya pemilik anjing itu. Selain dengan perbedaan
yang dikemukakan sebelumnya dalam konteks hati nurani, di sini pun bisa dibedakan antara
tanggung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif.

Tanggung jawab retrospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung
dan segala konsekuensinya. Contoh: bila seorang apoteker telah memberi obat yang salah
karena kurang teliti membaca resep dokter, maka ia bertanggung jawab. Dan seandainya
kekeliruannya ternyata mempunyai akibat negatif, seperti misalnya penyakit pasien
bertambah. Tanggung jawab prospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang akan
datang. Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak mengalami tanggung jawab
retrospektif, karena biasanya tanggung jawab baru dirasakan betul-betul, bila kita berhadapan
dengan konsekuensinya.

“Harus memberi jawaban”, sebelum perbuatan dilakukan, pelaku bersangkutan tentu sudah
bertanggung jawab (dalam arti prospektif), tapi saat itu tanggung jawabnya masih terpendam
dalam hatinya dan belum berhadapan dengan orang lain. Baik untuk tanggung jawab
retrospektif maupun untuk tanggung jawab prospektif berlaku bahwa tidk ada tanggung
jawab, jika tidak ada kebebasan.

2. Tingkat-tingkat tanggung jawab

Contoh kasus: Semua contoh menyangkut kasus pencurian. Yang terjadi pada kasus ini
adalah bahwa seseorang mengambil tas milik orang lain berisikan Rp 1.000.000 tanpa izin
pemiliknya dengan kondisi :

1. Ali mencuri, tapi ia tidak tahu bahwa ia mencuri


2. Budi mencuri, karena dia seorang kleptoman
3. Cipluk mencuri, karena dalam hal ini ia sangka ia boleh mencuri
4. Darso mencuri, karena orang lain memaksa dia dengan mengancam nyawanya
5. Eko mencuri, karena ia tidak bisa mengendalikan nafsunya

Menentukan bertanggung jawab atau tidaknya seseorang dan menentukan tingkatan tanggung
jawabnya terhadap orang yang bersangkutan. Pada kasus nomor 2 karena budi adalah seorang
kleptoman maka ia mengalami paksaan batin untuk mencuri, ia bertanggung jawab juga
biarpun barangkali bobot tanggung jawabnya kurang dibanding orang yang normal. Pada
kasus nomor 3, perbuatannya dilakukan secara bebas dan karena itu ia bertanggung jawab
penuh atas perbuatannya. Tapi dipandang dari sudur etika, ia tidak bersalah. Pada kasus
nomor 4, Darso tidak bebas (kebebasan moral) dan ia tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya.

3.Masalah Tanggung Jawab Kolektif

Tanggung jawab kolektif merupakan tanggung jawab yang dilakukan sebagai kelompok atau
keseluruhan, tidak secara pribadi. Contoh tanggung jawab kolektif yaitu peristiwa
perkelahian massal antara suporter sepak bola Inggris dengan Italia dalam rangka
pertandingan Piala Champions bulan Mei 1985 yang menelan 39 korban jiwa warga negara
Italia. Pemerintah London merasa bersalah dan menawarkan ganti rugi. Tanggung jawab
bangsa Inggris disebut sebagai tanggung jawab kolektif karena Inggris menerima tanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukan beberapa warganya.

Sulit untuk menerima tanggung jawab moral yang kolektif karena seseorang belum tentu
bersedia bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak dilakukannya. Bagaimana pun juga,
tidak masuk akal suatu bangsa bertanggung jawab sebagai bangsa, tanggung jawab selalu
berkaitan dengan kebebasan pribadi. Rasa tanggung jawab kolektif ada karena alasan
psikologis seperti suatu kelompok terikat atas faktor-faktor afektif (famili atau bangsa yang
sama), solidaritas dan faktor sejarah maupun tradisi. Karena alasan-alasan ini lah suatu
kelompok bisa merasa bertanggung jawab walaupun bukan dirinya yang melakukan
melainkan beberapa anggotanya.
Rasa tanggung jawab kolektif sangatlah baik dan terpuji. Seperti pada contoh diatas tadi,
tidak bisa diharapkan pemberian ganti rugi dari pelakunya sebab tidak dapat dipastikan secara
spesifik siapa pelakunya dan apa yang dilakukan, hanya diketahui pasti suporter Inggris. Oleh
karena itu Inggris memberi ganti rugi untuk menjaga nama baik bangsanya. Tanggung jawab
kolektif juga dapat di salah gunakan oleh pelaku sebenarnya untuk melarikan diri dari
kewajiban bertanggung jawab.

G. Sejauh manakah materi mengenai kebebasan dan tanggung jawab cocok atau dapat
digunakan dalam memecahkan kasus biomedis?

Kasus malpraktik memang bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Maraknya berita mengenai kasus malpraktik yang dilakukan oleh dokter telah menjadi isu
hangat yang menggemparkan berita tanah air akhir – akhir ini. Namun, apa yang sebenarnya
disebut sebagai malpraktik dan apa yang dapat menjadi faktor – faktor tersebut? Sebagaimana
yang telah dikutip dari The American Heritage® Science Dictionary (ref: malpractice. (n.d.),
malpraktik dalam konteks kedokteran merupakan sebuah penanganan yang lalai terhadap
pasien sehingga dokter mengakibatkan cedera, kerusakan atau kerugian pada pasien.[1]

Definisi mengenai malpraktik pada umumnya disebabkan oleh salah satu unsur berikut:
pertama, dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang
sudah berlaku umum di kalangan profesi kedokteran; kedua, dokter memberikan pelayanan
medis yang berada dibawah standar; ketiga, dokter melakukan kelalaian berat seperti kurang
berhati-hati, melakukan tindakan yang tidak sesuai standar operasional dan sebagainya;
keempat, melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hukum. Dari segi praktik,
masalah malpraktik yang sering terjadi yaitu diagnosa pasien yang salah, terlambat
menangani pasien, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman, kegagalan komunikasi
dokter-pasien, sampai pada kesalahan teknis pada saat melaksanakan tindakan operasi.

Salah satu kasus malpraktik yang terjadi di bidang medis adalah kasus malpraktik yang
terjadi pada Raihan. Kronologis kasusnya yaitu Raihan dibawa ke IGD rumah sakit medika
permata hijau karena keluhan sakit. Hasil pemeriksaan Raihan oleh dokter spesialis anak,
menyatakan bahwa Raihan menderita usus buntu. Kemudian, ibu Raihan berkonsultasi
dengan dokter bedah umum mengenai penyakit yang diderita oleh Raihan. Dokter bedah
umum mendesak agar raihan dapat dioperasi dengan segera, tanpa adanya pemeriksaan usg
terlebih dahulu. Akhirnya operasi dilakukan oleh dokter bedah dan dokter anastesi. Setelah
operasi selesai, Raihan sudah berada pada kondisi yang kritis.

Dalam kasus ini, dokter bedah umum sangat persisten dengan keyakinannya atas
diagnosisnya terhadap Raihan. Dokter bahkan tidak mengecek USG dan menolak permintaan
keluarga untuk meminta pertimbangan dari dokter lain. Dalam hal ini, perilaku dokter tentu
saja tidak dapat dibenarkan karena bertindak secara sewenang – wenang, tidak adil dan
menentang aturan yang ada sehingga dokter tersebut dapat dinyatakan sebagai dokter yang
melakukan tindakan malpraktik, bukan dokter yang paternalistik. Dokter yang paternalistik
memang sering kali tidak menanyakan pendapat pasien terhadap tindakan yang akan
dilakukan, tetapi dokter akan tetap menjawab segala pertanyaan pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan serta pentingnya tindakan ini. Menurut Dworkin, dokter yang paternalistik itu
adalah dokter yang mengambil keputusan untuk pasien atas dasar keselamatan, kebahagiaan
dan kebutuhan pasien. Sedangkan dalam kasus ini, sang dokter secara terus menerus
memaksa pasien untuk melakukan operasi usus buntu tanpa bukti USG yang jelas dan hanya
berdasarkan keyakinannya saja serta sang dokter tidak melakukan tanggung jawabnya
sebagai seorang dokter untuk menyelamatkan nyawa pasien saat kondisi keadaannya kritis

Kebebasan kesewenang- wenangan dokter

Setiap orang tanpa terkecuali pasti memiliki anatomi kebebasan individual. Namun,
kebebasan ini seringkali disalahgunakan dan salah diasumsikan oleh kebanyakan orang.
Mereka cenderung untuk berbuat secara sewenang – wenang (arbitrariness) terhadap
kebebasan mereka. Padahal sebenarnya, pemikiran terhadap kebebasan yang seperti itu
adalah suatu hal yang salah karena hal tersebut dapat merugikan banyak pihak dan orang lain.
Maka dari itu, arti kebebasan yang sebenarnya adalah bukan melepaskan diri dari segala
keterikatan, namun, kebebasan yang sejati mengandaikan keterikatan oleh norma – norma di
bidang yang bersangkutan.

Dalam kasus ini, sang dokter merasa bahwa ia harus memosisikan diri sebagai yang maha
kuasa dan menganggap bahwa pasien hanya semata – mata sebagai entitas fisik
saja.(Foucault) Sang dokter menggunakan kebebasannya dengan sewenang – wenang dengan
tidak mengindahkan permintaan pasien karena ia merasa bahwa ia yang paling benar tanpa
bukti yang jelas sebagai pendukung asumsinya sehingga menyebabkan kerugian banyak
pihak seperti kematian pada pasien yang juga merugikan bagi keluarga pasien.

Hal ini tentu saja merupakan sebuah pandangan mengenai kebebasan yang salah kaprah.
Setiap individu memiliki anatomi kebebasan individu yang bertujuan untuk mendorongnya
kepada hal yang baik dan positif dengan mengikuti norma – norma yang berlaku.
Keberhasilan seseorang hanya bisa terjadi jika ia memiliki kebebasan untuk bertingkah laku
baik. Jika seorang dokter memiliki pandangan seperti ini, dokter tersebut pasti akan
melakukan tindakan yang bermanfaat dan sebaik – baiknya bagi pasien dalam hal
keberhasilan dalam kesembuhan pasien.

Kebebasan psikologis dokter

Kasus malpraktik yang dialami Raihan dapat diatasi juga dengan kebebasan psikologis.
Dengan kebebasan psikologis, seorang dokter harus melakukan suatu tindakan harus
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan karena dokter jugalah makhluk berasio, ia bisa
berpikir sebelum bertindak.[1] Dalam kasus Raihan jelas sekali bahwa dokter tersebut
melakukan tindakan tidak berdasarkan pertimbangan terlebih dahulu, baik pertimbangan
dengan dokter lain maupun keluarga Raihan. Dapat dilihat pada kutipan yang di ambil dari
Liputan 6 “Karena menurut pengalamannya, hal ini umum terjadi dan sudah 99 persen usus
buntu akut.”[2] Dokter bedah umum ini lebih menggunakan pengalaman sebagai dasar dari
pertimbangan. Tetapi perlu kita ketahui bahwa walaupun penyakitnya sama, pengobatannya
sama, hasil reaksinya bisa saja berbeda. Dokter boleh menggunakan pengalamannya tetapi
bukan untuk menjadi dasar dari suatu pertimbangan.

Ayah dan Ibu Raihan juga minta untuk dilakukan pemeriksaan USG terlebih dahulu tetapi
dokter berkata tidak perlu dilakukan pemeriksaan. Dokter harus mempertimbangkan
pemeriksaan pada pasien sebelum dilakukan operasi agar tidak terjadi kesalahan saat operasi
yang dapat menyebabkan malpraktik. Akhirnya pun si Raihan mengalami kelumpuhan total.
“…operasi yang akan dilakukan Raihan adalah operasi kecil dan biasa dilakukan oleh dokter
tersebut.”[3] Pertimbangan ini tidak dapat dibenarkan karena operasi besar maupun operasi
kecil keduanya menentukan kehidupan pasien kedepannya, kemungkin sembuh, kemungkin
cacat, kemungkin sakit, bahkan ada kemungkinan meninggal. Semua tindakan yang
dilakukan beresiko maka dari itu harus didasarkan oleh petimbangan-pertimbangan yang
akurat dan ada bukti pemeriksaan yang menjelaskan keadaan Raihan sebenarnya.

Kebebasan moral pasien

Nilai moral sebagai nilai tertinggi yang mengatur perilaku manusia memang berperan besar
dalam kehidupan manusia. Setiap orang memiliki hak dan tanggung jawab yang berhubungan
dengan nilai moral pada dirinya sendiri. Nilai – nilai moral ini yang menentukan apakah
seseorang bersalah atau tidak bersalah dan apakah perbuatan tersebut harus
dipertanggungjawabkan atau tidak. Hal ini terlihat sangat jelas dan konkret ketika manusia
sebagai sumber nilai moral memiliki inisiatif yang bebas untuk menentukan pilihannya dalam
melakukan tingkah laku yang baik atau yang buruk.

Kebebasan moral juga dapat memecahkan kasus Raihan. Kebebasan moral berarti tidak ada
paksaan moral atau tekanan dalam menentukan diri.[1] Dalam kasus Raihan, dokter bedah
umum telah melakukan pemaksaan walau tidak secara langsung atau dengan fisik. Tetapi
dokter tersebut memaksa agar Raihan segera dioperasi. Ayah Raihan telah meminta agar di
rawat inap dan diobservasi dahulu tetapi dokter memaksa untuk melakukan operasi sore pada
hari itu juga dengan berkata bahwa Raihan menderita usus buntu akut. Begitu pun juga
dengan Ibunda Raihan yang meminta untuk di-USG terlebih dahulu tetapi ditanggap tidak
perlu oleh dokter. Hal ini juga berarti memaksa Raihan untuk dilakukan operasi secepatnya.
Dalam etika biomedis pemaksaan ini telah melanggar prinsip otonomi pasien, yaitu pasien
menentukan apa yang akan dilakukan pada dirinya. Seharusnya dokter tidak boleh memaksa
pasien dalam hal memilih, disinilah pasien bisa mendapatkan kebebasan moral.

Kebebasan yuridis pasien

Terlepas dari kebebasan yang harus dimiliki oleh seorang dokter, seorang pasien juga harus
memiliki kebebasan seperti kebebasan yuridis agar ia mendapatkan pelayanan kesehatan yang
baik dan tidak menyimpang seperti tindakan malpraktik oleh dokter. Kebebasan yuridis
merupakan sebuah aspek dari hal – hak manusia yang berkaitan dengan hukum dan harus
dijamin oleh hukum.

Dalam kasus ini, seorang pasien dapat mendapatkan kebebasannya secara konkret karena
kebebasan – kebebasan yang ada dalam kebebasan yuridis didasarkan pada hukum kodrat
dimana semua manusia harus bertindak bebas sesuai dengan kodrat manusia. Kebebasan ini
juga melindungi harkat dan martabat manusia sehingga seorang pasien harus mendapatkan
kebebasannya, hak – hak serta harkat dan martabat mereka. Dokter dan pasien harus memiliki
komunikasi yang berlandaskan empati serta itikad baik antara kedua belah pihak untuk saling
tidak merugikan satu sama lain sehingga fraud atau kerugian dan tindakan malpraktik tidak
akan terjadi.

Selain dari kebebasan – kebebasan yang dimiliki dari hukum kodrat, kebebasan yuridis juga
mengandung kebebasan – kebebasan yang didasarkan pada hukum positif yang diciptakan
oleh negara. Kebebasan ini berbeda dengan hukum kodrat karena kebebasan – kebebasan ini
merupakan hasil dari perundang – undangan dan tertulis sedangkan kebebasan yang
berdasarkan hukum kodrat tidak tertulis. Hal ini menjadi sangat penting karena seorang
pasien memiliki jaminan hukum perundang – undangan tertulis jika ia mendapatkan
pelayanan kesehatan yang tidak sesuai ataupun cenderung ke arah tindakan malpraktik.
Pasien dapat melaporkan dan memperkarai suatu kasus dimana ia tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik dan cenderung ke arah malpraktik yang sudah melayangkan
nyawa orang lain.

Negara juga harus menjamin dan menegakkan kebebasan – kebebasan ini dengan baik dan
kuat sehingga setiap individu dapat melindungi hak – hak, harkat dan martabat serta kodrat
manusia sendiri sebagaimana yang telah dicantumkan dalam UUD 1945 dan Deklarasi
Universal tentang Hak – hak Asasi Manusia.

Menurut teori etika mengenai kebebasan dan tanggung jawab, jika seseorang yang melakukan
tindakan yang bebas dari adanya aturan, standar atau norma tertentu yang berlaku, maka
individu yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas tindakan bebas yang dilakukannya.
Dalam kasus malpraktik Raihan, kami akan menelaah permasalahan ini dari dua sisi yaitu
dari sisi dokter dan sisi pasien. Aspek kebebasan yang terlibat dalam kasus ini, mencakup
tentang kesewenang-wenangan, kebebasan moral, kebebasan yuridis maupun kebebasan
psikologis.

Dengan adanya kebebasan, maka timbullah tanggung jawab. Dalam kasus malpraktik pada
Raihan, dokter yang menangani Raihan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
karena apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Dokter yang
bersangkutan juga harus menerima risiko digugat oleh keluarga pasien, karena secara hukum,
pertanggungjawaban atas kasus malpraktik dihitung sebagai hukum perdata dan diatur dalam
pasal 11b, UU no. 63 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan. Dokter dalam konteks ini juga
memiliki tanggung jawab yang lebih besar yaitu tanggung jawab kepada nilai-nilai
kemanusiaan dan tanggung jawab kepada Tuhan, sang pencipta. itu adalah tanggung jawab
individual yang harus di tanggung oleh dokter yang menangani raihan.

Tanggung jawab individual dokter dapat menjadi tanggung jawab kolektif bagi rumah sakit.
Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan dimana tempat tenaga kesehatan untuk melaksanakan
tugasnya, pasti akan menanggapi permasalahan ini dengan serius. Hal ini dikarenakan nama
dan reputasi rumah sakit tersebut akan menjadi taruhannya. Akibat yang ditimbulkan adalah
kepercayaan pasien terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan
akan berkurang. Untuk itu, permasalahan malpraktik yang dilakukan dokter secara individu
menjadi tanggung jawab kolektif rumah sakit.

Berdasarkan dengan teori kebebasan dan tanggung jawab, keluarga Raihan tidak bertanggung
jawab karena mereka secara terpaksa menyetujui tindakan operasi usus buntu Raihan, berarti
bahwa mereka tidak bebas dalam menentukan pilihan. Keluarga pasien juga dapat meminta
pertanggungjawaban kepada dokter dan rumah sakit atas tindakan bebas yang dilakukan.
Apabila kasus ini mau dilanjutkan ke ranah hukum, keluarga pasien berhak melakukan hal
tersebut karena memiliki kebebasan yuridis.

Apabila keluarga pasien mengambil langkah untuk menggunakan kebebasan yuridisnya,


maka mereka memiliki tanggung jawab untuk menerima segala hasil yang menjadi keputusan
hukum, baik hasilnya sesuai keadilan ataupun tidak. Kasus ini juga dapat diselesaikan antara
pihak rumah sakit, dokter dan pasien maupun keluarganya secara damai melalui mediasi.

C) Apa kritik utama terhadap teori etika kebebasan dan tanggung jawab?
Kebebasan yang dijabarkan pada teori etika merupakan suatu pencerahan terhadap keinginan
individu untuk bisa melakukan segala sesuatu dengan ”bebas”. Dengan adanya prinsip
kebebasan, individu dibiarkan memiliki apa yang hendak dia lakukan sesuai dengan
keinginannya. Hal ini juga didukung bahwa sesungguhnya kebebasan juga termasuk dalam
teori etika secara umum. Namun ternyata, baik secara teori maupun apilkasi dari prinsip ini
menimbulkan beberapa kontroversi yang perlu mendapat perhatian untuk dikritisi oleh
khalayak masyarakat.

Dalam teori etika, kebebasan memiliki banyak sekali pengertian. Ada yang berdasarkan
sosial-politik dan individual (terbagi lagi dalam kesewang-wenangan, kebebasan fisik,
kebebasan yuridis, kebebasan psikologis kebebasan moral dan kebebasan eksistensial).
Berdasarkan dari banyaknya pengertian mengenai kebebasan, sebenarnya dapat
memunculkan satu kritik, yakni apa sebenarnya pengertian yang dimaksudkan dari teori etika
mengenai kebebasan. Banyaknya pengertian mengenai kebebasan memicu kontroversi,
apakah kebebasan itu bersifat absolut atau relatif? Jika bersifat absolut, mengapa kebebasan
itu memiliki banyak interpretasi, dan karenanya justru akan sangat sulit mengaplikasikan
prinsip kebebasan ini dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa
kebebasan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor fisik dan psikis,
lingkungan, orang lain, bahkan sampai ke generasi yang akan mendatang sehingga semakin
sulit untuk bisa menerima prinsip ini dalam melakukan kegiatan sosial mengingat banyak
sekali faktor yang bisa membuat kebebasan itu sendiri justru menjadi kebebasan yang “semu”
yakni kebebasan yang sebenarnya masih dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga
sesungguhnya tidak bisa dikatakan bahwa itu bebas secara menyeluruh.

Selain itu, kebebasan berdasarkan filsafat diartikan sebagai kemampuan manusia untuk
menentukan dirinya sendiri. Jika memang benar demikian, individu yang ingin melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku pun dapat dikatakan benar secara
prinsip kebebasan tersebut. Padahal, jika kita sebagai manusia yang memiliki pendidikan atau
sekedar memiliki wawasan mengenai norma yang berlaku, kita dapat mengatakan bahwa
perbuatan yang dilakukan individu tersebut salah atau melanggar. Hal tersebut memicu
kembali kontroversi yang sebelumnya dibahas pada paragraf sebelumnya, yakni bagaimana
sebenarnya prinsip kebebasan yang dimaksudkan. Mengapa dengan seseorang melakukan
sesuai dengan kebebasan individu tersebut justru dapat memunculkan berbagai respon
berbeda baik respon positif ataupun negatif dari kalangan masyarakat. Berdasarkan hal
tersebut kebebasan yang dimaksudkan menurut teori etika belumlah mampu digunakan
sebagai landasan yang tepat dalam menjalankan hidup sebagai manusia yang secara kodrat
merupakan makhluk sosial yang secara langsung maupun tidak langsung akan selalu
berhadapan dengan situasi – situasi yang sudah disebutkan di atas.

Pengertian mengenai tanggungjawab dapat dimengerti dengan baik. Namun pada pelaksanaan
dan penerapannya masih sulit untuk dimengerti mengingat akan tingkatan tanggungjawab
yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam memberikan sanksi ataupun
keputusan yang tepat jika tidak menganalisa masalah dengan baik.

 Aplikasi Prinsip Kebebasan dan Tanggungjawab dalam Kasus Malpraktik

Malpraktik didefinisikan sebagai suatu jenis kelalaian dalam standar professional yang
berlaku umum dan pelanggaran atas tugasnya sehingga menyebabkan kerugian pada orang
lain. Ada beberapa penyebab malapraktik, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Terlepas dari penyebab malapraktik tersebut prinsip kebebasan dan tanggungjawab
sebenarnya dapat digunakan dalam mengatasi kasus tersebut. Misalnya seorang dokter dalam
memberikan resep dapat secara bebas menentukan obat jenis apa yang akan digunakannya
asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam tata laksana penyakit yang berkaitan. Dan
oleh karenanya apabila terdapat kesalahan ataupun malapraktik, dokter yang berkaitan dapat
memberikan penjelasan bahwa dokter tersebut memberikan resep berdasarkan keinginannya
sendiri dan oleh sebab itu akan menjadi tanggungjawabnya jika sampai terjadi kesalahan atau
malapraktik, serta jika dokter tersebut ternyata memberikan resep sesuai dengan aturan yang
berlaku meskipun pada akhirnya nyawa pasien tidak terselamatkan dokter tersebut dapat
bebas dari sanksi karena dia memberikan resep sesuai dengan standar yang berlaku.

Namun, untuk jenis kasus lain yang seringkali tidak dapat diduga kejadiannya, misalnya
dengan kasus kematian akibat praktik chiropratic, meskipun dikatakan bahwa seseorang
bebas menentukan untuk dirinya sendiri, nyatanya pada kasus ini akibat dari penyalahgunaan
prinsip kebebasan, nyawa seseorang pun menjadi akibatnya dan berlanjut hingga saat ini
dalam penyelesaian kasus tersebut. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa hanya
dengan prinsip kebebasan dan tanggungjawab masih memungkinkan terjadinya
penyalahgunaan, dan oleh sebab itu dalam penerapan kasus-kasus seperti ini, diperlukan
penerapan lebih dari satu prinsip etika. Misalnya dengan menerapkan prinsip deontology, hati
nurani, dan lainnya.

Saran untuk kasus malpraktik

Tentu saja tidak ada manusia yang sempurna sehingga kasus malpraktik pun dapat terjadi di
mana saja dan oleh siapa saja. Tetapi kita sebagai manusia yang tak sempurna, bisa mencegah
supaya tidak terjadi kasus malpraktik.

 Sebagai orang yang bekerja pada bidang pelayanan kesehatan, kita dapat membekali
diri kita dengan pengetahuan dan keterampilan sebelum terjun ke masyarakat. Kita
bisa selalu meng-update informasi – informasi yang baru.
 Jangan sombong terhadap diri sendiri karena sudah terbiasa melakukan sesuatu
(misalnya menyuntik) sehingga meremehkan atau ceroboh lalu terjadi malpraktik.
 Dalam memberikan pelayanan kesehatan, kita harus melakukannya menurut dengan
kode etik yang ada sehingga dapat mengurangi terjadinya malpraktik.

Daftar Pustaka

1. Bl W, M A, Y F, A H, Y G. Analysis of medical malpractice clams and measures


proposed by the Health Professionals Ethics Federal Committee of Ethiopia: review
of the three years proceedings. Ethiop Med J. 2015 Jan;53 Suppl 1:1–6.

2. Vest MT. Ethics of the malpractice system. Chest. 2013 Jun 1;143:1835–1835.
3. Krisma Agus Trimitha K, Ariawan IGK. HAMBATAN PELAKSANAAN
PENYELESAIAN MALPRAKTIK MEDIK ANTARA HEALTH CARE
PROVIDER DENGAN HEALTH CARE RECEIVER MELALUI MEKANISME
MEDIASI DI RUMAH SAKIT PURI KAWAN SEJAHTERA DI DENPASAR.
Kertha Semaya. 2014;2.

5. Ilyas A. Malpraktik. 2014.


6. McKinstry B. Paternalism and the doctor-patient relationship in general practice. Br J
Gen Pract. 1992 Aug;42:340–2.
7. Bertens K. Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius;2013
8. Bertens K. Etika biomedis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius;2011.
9. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1999.
10. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Panduan bantuan hukum di Indonesia:
pedoman anda dalam memahami dan menyelesaikan masalah hukum. Jakarta:
YLBHI;2007.
11. Malpractice. Dictionary.com. The American Heritage® Science Dictionary.
Houghton Mifflin Company.http://dictionary.reference.com/browse/malpractice
(accessed: January 27, 2016).
Soal 39
A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai

hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat manusia itu sebagai manusia.

Universal artinya hak-hak itu dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok

manusia, tidak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usia, latar belakang kultural,

ataupun agamanya.1[20]

Sementara itu dikatakan melekat karena hak-hak itu dimiliki oleh siapapun, berkat

kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian, maka hak-hak tersebut

tidak boleh dirampas ataupun dicabut oleh siapapun, termasuk oleh pemegang kekuasaan.2[21]

Karena Hak Asasi Manusia sudah melekat pada diri manusia sejak dilahirkan, maka

pemenuhan hak tersebut menjadi kewajiban negara. Berdasarkan kesepakatan internasional,

negara merupakan pihak yang berkewajiban dalam menjamin dan menegakkan HAM. Tugas

negara terhadap HAM adalah untuk menghormati, menghargai, memajukan dan melindungi

Hak Asasi Manusia tersebut.3[22]

Sebagaimana kita ketahui, hak asasi manusia (droits de’l homme) telah menjadi moral

rujukan (moral appeal) secara praktis baik di tingkatan global maupun nasional. Konsepsi hak

asasi manusia (HAM) yang kemudian dioperasionalkan menjadi instrumen-instrumen legal

(internasional) telah diadopsi oleh berbagai negara di dunia, serta dicantumkan sebagai bagian

konstitusi nasional, perundang-undangan, atau ke dalam tata sistem hukumnya. Indonesia pun
melakukan pengadopsian HAM ke dalam berbagai produk hukumnya. Pada tingkatan tertinggi

sektor legislasi, nilai dan norma HAM dinyatakan dalam amandemen kedua konstitusi UUD

1945.4[23]

Pandangan umum menyatakan bahwa nilai dan norma HAM baru “lahir” pada tanggal

10 Desember 1948, saat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dinyatakan oleh para

pemimpin pemerintahan berdaulat di dunia saat itu. Yang secara universal makna dari hak asasi

manusia adalah pengakuan bahwa : “semua yang dilahirkan secara merdeka dan mempunyai

martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya

bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas hak dan

kebebasan-kebebasan tanpa perkecualian apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,

bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, ataupun kedudukan lain” (Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia 1948, Pasal 1 dan 2)

Sedangkan menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999, hak asasi manusia adalah

seperangkat hak yang melekat pada hakikat manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa

dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh

negara hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia (Pasal 1 butir 1). Pengertian tersebut juga tercantum dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Seterusnya pada Pasal 1 butir 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak

memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Dengan kata lain, kewajiban asasi

adalah kewajiban untuk memproteksi, mempromosikan, melaksanakan, dan menegakkan hak


asasi orang lain. Lebih singkat lagi, kewajiban asasi adalah kewajiban untuk melindungi hak

asasi orang lain.5[24]

Lalu, Undang-Undang Dasar 1945 pun mengatur kebutuhan tentang Hak Asasi

Manusia yang sifatnya prinsipil atau mendasar bagi manusia seperti hak atas hidup, hak untuk

berpendapat, hak untuk berkeyakinan, hak untuk beragama, hak untuk beribadah, hak

persamaan di muka hukum, hak untuk mendapat pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan, dan

lain sebagainya6[25]. Maka, secara konstitusional, negara memiliki kewajiban untuk

menghormati, memajukan, dan melindungi Hak Asasi Manusia.

Di luar dari pada itu terdapat beberapa pengertian konsep-konsep hak asasi manusia

dari para pemikir HAM antara lain sebagai berikut.

II.A.1. Pemikiran HAM menurut Tokoh-tokoh Dunia

 Franklin D. Roosevelt7[26] merumuskan empat kebebasan dasar, yang lazim disebut The Four

Freedoms, yaitu

1. Kebebasan berbicara dan melahirkan pemikiran (freedom of speech and expression)

2. Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion)

3. Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear)

4. Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want)


 John Locke dan Jan Jaques Rousseau berteori bahwa manusia sejak dalam kehidupan alamiah

(status naturalis) telah mempunyai hak asasi, yaitu hak-hak yang dimiliki secara pribadi. Hak

manusia meliputi hak hidup, hak kebebasan dan kemerdekaan, serta hak milik (hak memiliki

sesuatu).8[27]

 Thomas Jefferson mengatakan bahwa semua manusia diciptakan sama; sang pencipta telah

menganugerahi manusia hak untuk hidup, memiliki kebebasan, dan mengejar

kebahagiaan.9[28]

 Hugo Grotius menjelaskan bahwa semua manusia mempunyai kodrat yang sama dan

kecendrungan-kecendrungan kodrat yang sama. Maka setiap manusia berhubungan satu sama

lain dan cendrung untuk hidup bermasyarakat, yang disebutnya appetites societatis.

Masyarakat yang terbentuk dengan cara demikian disebut oleh Grotius societas humana

(masyarakat manusia), mengikuti aliran Stoa.10[29]

II.A.2. Pemikiran HAM menurut Tokoh-tokoh Nasional

 Arief Budiman berpendapat bahwa Hak asasi manusia adalah hak kodrati manusia, begitu

manusia dilahirkan, langsung hak asasi itu melekat pada dirinya sebagai manusia, dalam hal

ini hak asasi manusia berdiri di luar undang-undang yang ada, jadi harus dipisahkan hak warga

negara dan hak asasi manusia11[30].


 Pendapat Franz Magnis-Suseno mengenai HAM menghasilkan keyakinan akan hak

kebebasan, hak atas jaminan hukum, hak kesamaan di hadapan hukum dan pengadilan,

larangan penangkapan sewenang-wenang (habeas corpus), dan hak untuk menolak hukuman

yang kejam12[31].

 Sejalan dengan hal tersebut, Ramdlom Naning seorang pengacara, menyatakan bahwa: Hak

Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada martabat manusia, yang meleka padanya sebagai

insan ciptaan Allah Yang Maha Esa atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugrah Ilahi.

Berarti Hak asasi Manusia merupakan hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang

tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, karena itu Hak Asasi Manusia bersifat luhur dan

suci.13[32]

II.A.3. Prinsip-prinsip Dasar Hak Asasi Manusia

Berdasarkan berbagai pendapat dan konsep HAM dari para pemikir tadi, dapat ditarik

beberapa prinsip HAM, yang pada dasarnya aplikasi Hak Asasi Manusia harus merujuk pada

3 (tiga) prinsip dasar, yaitu: prinsip universal dan tidak dapat dibagi; saling bergantung dan

terkait; dan non-diskriminasi.14[33] Prinsip universal dan tidak dapat dibagi maksudnya

adalah bahwa hak asasi manusia itu berlaku secara menyeluruh atau dengan kata lain hak asasi

manusia itu harus tetap dilindungi dan dimajukan di setiap negara tanpa memandang sistem

politik, ekonomi, budaya, kekhususan nasional dan regional.


Oleh karena itu pandangan bahwa hak asasi manusia adalah produk Barat atau negara-

negara kapitalisme atau bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran adalah salah. HAM juga

merupakan produk Indonesia sebagaimana ditegaskan oleh UUD 1945 Amandemen II Pasal

28A-28J, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan juga berbagai undang-

undang lain yang mengesahkan instrument-instrumen HAM internasional sebagai Hukum

Positif Indonesia, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang

Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak, UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi

Anti Penyiksaan, UU No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi Rasial, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-hak

Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-

hak Sipil dan Politik.15[34]

Prinsip saling terkait dan bergantung mensyaratkan bahwa pemenuhan dan

perlindungan HAM hanya bisa tercapai bila setiap jenis HAM diperlakukan sama penting

karena mereka memang saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain. Secara umum

terdapat kategori besar hak asasi manusia; hak sipil-politik dan ekonomi, sosial, dan budaya.

Kedua kategori besar hak ini saling berkorelasi dan bergantung satu sama lain. Sebagai contoh,

untuk bisa menentukan hak politik secara baik dalam pemilihan umum, seseorang

membutuhkan hak atas pendidikan agar pilihannya memang benar-benar mencerminkan

pilihan pribadinya dan bukan merupakan hasutan atau manipulasi dari pihak lain.16[35]
Prinsip setara dan non-diskriminasi menegaskan bahwa hak asasi manusia itu adalah

hak setiap orang, tanpa memandang latar belakang ras, suku, agama, bahasa, budaya, jenis

kelamin, warna kulit, dan afiliasi politik.17[36]

II.B. Sejarah Hak Asasi Manusia

Pandangan dan pemikiran mengenai HAM tidak tiba-tiba muncul begitu saja. Hal ini

lahir dan mengalami perkembangannya dalam proses ratusan tahun lamanya, setelah umat

manusia mulai belajar terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dan menimpa dirinya.

Meskipun beberapa pakar menyatakan dapat merunut konsep hak asasi manusia yang

sederhana sampai kepada filsafat Stoika di zaman kuno lewat yurisprudensi hukum kodrat

(natural law) Grotius dan ius natural dari Undang-undang Romawi, tampak jelas bahwa asal

usul konsep hak asasi manusia yang modern dapat dijumpai dalam revolusi Inggris, Amerika

Serikat dan Prancis pada abad ke-17 dan ke-1818[37], hingga akhirnya masuk ke dalam konsep

Negara Indonesia.

II.B.1. Sejarah Hak Asasi Manusia di Dunia

Ide awal bermula dari konsepsi Yunani Kuno yang intinya alam semesta, dan diberi

gambaran yang cukup lengkap oleh Stoa yang dikemukakan Zeno (336-264 SM) mengenai

hukum alam19[38]. Melalu beberapa tahapan hingga Aristoteles mengungkapkan keadilan


alam yang bersumber pada norma-norma hukum alam dalam budi manusia. Pada saat itu juga

Warga negara Yunani kuno telah memiliki hak yang disebut isogaria (hak bicara) dan isonomia

(persamaan di muka hukum)20[39]

Pada masa kerajaan, Ide dan konsep tentang Hak Asasi Manusia ini mulai marak

menjadi pembicaraan ketika para pemikir-pemikir di Eropa mulai mempertanyakan keabsahan

dari kekuasaaan para raja yang absolut berikut wawasan tradisionalnya yang sangat

diskriminatif dan memperbudak. Ketika gagasan-gagasan baru itu mulai berpengaruh secara

meluas dan massif, gerakan revolusioner untuk merealisasi kebebasan dan semangat

egaliterianisme mulai terbentuk.21[40]

Di Inggris, Magna Carta (1215) sering keliru dianggap cikal bakal kebebasan

warganegaranya, Piagam ini sesungguhnya hanyalah kompromi pembagian kekuasaan antara

Raja John dan para bangsawannya, dan baru belakangan kata-kata dalam piagam ini

memproleh makna yang lebih luas seperti sekarang ini, sebenarnya baru dalam Bill of Rights

(1689) muncul ketentuan-ketentuan untuk melindungi hak-hak atau kebebasan individu.22[41]

Komunitas-komunitas warga sebangsa, diorganisasi dalam wujud institusi politik baru

yang memproklamasikan diri sebagai negara republik yang demokratik, lahir secara berturut-

turut negara federal Amerika Serikat pada tahun 1776, dan negara Republik Prancis pada 1789.

Inilah dua revolusi yang menjadikan ide demokrasi sejak itu menjadi ide yang lebih terpilih

dan populer. Inilah revolusi yang dimaksudkan untuk membangun komunitas-komunitas


politik nasional yang modern, dengan para warganya yang memperoleh jaminan untuk

dilindungi hak-haknya yang asasi sebagai warganegara.23[42]

Pada saat itu juga timbul pemahaman bahwa pada dasarnya semua manusia itu sama,

sama sebagai manusia dan sama sebagai warga negara.

Selain dari pada itu muncul pandangan bahwa setiap kekuasaan di muka bumi ini harus dibatasi

dan dikontrol langsung oleh rakyat.

Ide tentang Hak Asasi Manusia yang mulai berlaku saat itu merupakan senyawa yang

dimasak setelah meletusnya Perang Dunia I dan pada saat di kancah Perang Dunia II. Selama

perang tersebut, dipandang dari segi apa pun akan terlihat bahwa satu aspek berbahaya dari

pemerintahan Hitler adalah tiadanya perhatian terhadap kehidupan dan kebebasan manusia.

Karenanya, melawan kekuatan Poros dibela dengan mudah dari Perlindungan Hak Asasi

Manusia dan Kebebasan yang mendasar.24[43]

Negara sekutu menyatakan dalam “Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa”

(Declaration by United Nations) yang terbit pada 1 Januari 1941, bahwa kemenangan adalah

“penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta

untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan” Dalam pesan berikutnya yang

ditunjukan kepada kongres, Presiden Franklin D.Roosevelt mengidentifikasikan empat

kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan

berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan

kebebasan dari ketakutan akan perang.25[44] Keempat amanat Roosevelt ini lah yang menjadi
stimulan bagi lahirnya Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia pada 10 Desember 1948.

Juga diikuti oleh Indonesia dalam menandatangani deklarasi ini.

Setelah itu muncul berbagai konvensi dan kovenan yang berkaitan tentang Hak Asasi

Manusia, seperti: kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (International Covenant on

Civil and Political Right) dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Right), keduanya diterima

Majelis Umum PBB pada hari yang sama, 16 Desember 1966.26[45]

II.B.2. Sejarah Masuknya HAM di Indonesia

UUD 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal

18 Agustus 1945, dalam penyusunannya mengalami suatu proses yang melibatkan berbagai

pemikiran yang didasarkan pada ideologi-ideologi tertentu. Perdebatan itu mencakup dasar

negara, sistematika UUD, materi muatan, dan lain-lain. Salah satu masalah yang diperdebatkan

adalah mengenai perlu tidaknya pencantuman HAM dalam Rancangan UUD dengan membaca

diskusi-diskusi yang terjadi di BPUPKI.27[46]

Berbagai tulisan yang menyoroti perdebatan masalah HAM dalam Sidang BPUPKI

kemudian menyimpulkan bahwa pemuatan HAM dalam UUD 1945 merupakan hasil

kompromi antara pemikiran yang memandang tidak tepat memuat ketentuan HAM dalam UUD

dan pemikiran yang berpendapat bahwa sudah sewajarnya UUD memuat ketentuan mengenai
HAM. Pandangan pertama diwakili oleh Soekarno dan Supomo, sedangkan pandangan kedua

diwakili oleh Hatta dan Yamin.28[47]

Sesungguhnya kesimpulan mengenai adanya dua pandangan yang saling berhadapat

tersebut tidak sesuai dengan pembicaraan yang berlangsung pada waktu itu (BPUPKI).29[48]

Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada Sidang tanggal 13 Juli telah dibahas Naskah UUD

1945 yang dihasilkan oleh Panitian Kecil yang diketuai oleh Supomo, yang telah memuat

pasal-pasal tentang HAM.30[49] Materi HAM yang diatur antara lain persamaan kedudukan

di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama

dan kepercayaan, serta mencakup hak sipil dan politik.

Pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia ini, dalam konteks perdebatan tentang

perlu atau tidaknya HAM dimasukkan dalam UUD 1945, terjadi silang selisih pendapat di

antara tokoh pendiri negara Republik Indonesia. Yaitu;

1) Ir. Soekarno menentang HAM dimasukkan dalam UUD 1945 karena konsep HAM

berdasarkan individualisme dalam ideologi liberalisme sehingga harus dikikis habis dari muka

bumi Indonesia.31[50]

2) Soepomo berpendapat bahwa HAM bersifat individualistis sehingga bertentangan dengan

paham negara kekeluargaan (negara integralistik) yang sedang dibangun32[51].


3) Muhammad Hatta berpendapat bahwa HAM perlu dimasukkan dalam UUD 1945 untuk

menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara terhadap warga negara manakala suatu

saat negara hukum (rechtsstaat) berubah menjadi negara kekuasaan (machtsstaat)33[52].

4) Mohammad Yamin berpendapat bahwa HAM perlu dimasukkan dalam UUD 1945 sebagai

perlindung kemerdekaan terhadap warga negara yang harus diakui oleh UUD.34[53]

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran HAM yang terefleksi dalam

perdebatan Sidang BPUPKI lebih menampakkan keluasan dengan menampilkan pemahaman

bahwa HAM bersifat universal, tanpa membedakan paham-paham atau ideologi tertentu, yakni

apakah liberal, individual maupun kekeluargaan. Hal ini tercermin dari usulan Hatta mengenai

pencantuman hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat35[54].

II.B.2.1. Sejarah Penegakan HAM Pada Masa Orde Baru

Pergantian tampuk pimpinan nasional ini diikuti oleh suasana pengharapan yang tinggi

akan munculnya supremasi hukum dan penghormatan terhadap HAM di Indonesia. Didahului

oleh Seminar tentang HAM pada sekitar tahun 1967 yang diadakan oleh berbagai kalangan

masyarakat, antara lain Seminar Nasional Hukum II tahun 1968 yang mengeluarkan beberapa

rekomendasi penting. Rekomendasi-rekomendasi itu antara lain berwujud perlunya praktek


hak uji materil (judicial review) untuk dilakukan guna melindungi HAM itu sendiri, dan

gagasan mengenai perlunya pembentukan pengadilan HAM mulai dikemukakan.36[55]

Dalam kenyataan, harapan itu tidak senantiasa terwujud seiring dengan pergantian

kekuasaan. Masa-masa setelah tahun 1970, masyarakat Indonesia kembali diharapkan pada

situasi dan keadaan dimana HAM tidak dihormati, tidak dilindungi bahkan tidak ditegakkan.

Hal ini disebabkan oleh pemikiran para elite kekuasaan terhadap HAM. Pada umumnya era ini

ditandai oleh pemikiran bahwa HAM adalah produk Barat dan bersifat individualis. Pada saat

itu, Indonesia sedang memacu pembangunan ekonomi dengan mengunakan slogan

“pembangunan”, sehingga segala upaya pemajuan dan perlindungan HAM dianggap sebagai

penghambat pembangunan.37[56]

Lalu, dalam rangka melaksanakan ketetapan MPRS No. XVI/MPRS/1966, MPRS

melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang dituangkan dalam bentuk piagam

tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warganegara.38[57] Pada

Sidang Umum MPRS tahun 1968, rancangan itu tidak dibahas dengan maksud agar rancangan

tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu. Dalam beberapa kali sidang MPR pada era Orde Baru,

tidak pernah diadakan pembahasan mengenai rancangan tersebut. Akhirnya, atas desakan dan

tuntutan berbagai lapisan masyarakat, pada Sidang Istimewa MPR bulan November 1998

dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang kemudian diikuti dengan

dibuatnya beberapa peraturan perundang-undangan mengenai HAM. Hal ini dipandang sebagai
kemajuan dalam upaya penegakan HAM di Indonesia di tengah keprihatinan atas terjadinya

berbagai macam pelanggaran HAM.39[58]

Pada tahun 1970-an, Pemerintah Orde Baru menggunakan klaim stabilitas politik

sebagai alat untuk meredam kegiatan politik. Hal itu dilakukan dalam rangka membersihkan

masyarakat dari pengaruh komunisme. Dasar hukum yang digunakan oleh negara dalam

membersihkan anasir itu adalah UU anti subversif (Undang-undang No. 5 Tahun 1969). Atas

dasar itu dibentuklah BAIS (Badan Intelejen Strategis), Bakin (Badan Koordinasi Intelejen),

dan Kopkamtib (Komando Keamanan dan Ketertiban). Ketiga lembaga ini menjadi alat

pemerintahan Orde Baru dalam merepresi masyarakatnya sendiri. Kebijakan itu memakan

banyak korban dan pelanggaran HAM, hal yang bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945, dan Pancasila.40[59]

Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasarkan Keputusan Presiden

No. 50 tahun 1993, yang bertujuan untuk membantu mengembangkan kondisi yang kondusif

bagi pelaksanaan HAM dan meningkatkan perlindungan HAM guna mendukung tujuan

pembangunan nasional. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga independen yang memiliki

kedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian,

penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang

dibentuk itu dinyatakan bersifat mandiri karena para anggotanya diangkat secara langsung oleh

presiden, besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan bangsa dan negara

serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang otoriter dan represif,
pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu berarti karena pelanggaran HAM masih

terjadi di mana-mana.41[60]

Namun, berkat sikap independen para anggotanya Komnas HAM menjadi salah satu

lembaga tempat rakyat mengadukan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi, bahkan lembaga

ini seringkali berseberangan sikap dengan pemerintah. Dalam menyelidiki kasus-kasus

pelanggaran HAM dan membuat rekomendasi-rekomendasi, Komnas HAM sering kali

menggunakan acuan norma-norma HAM Internasional. Beberapa rekomendsinya bahkan

mengusulkan agar Indonesia secepatnya meratifikasi konvensi-konvensi internasional HAM

yang penting.42[61]

Di luar dari pada itu, Komisi ini mempunyai arti yang lebih strategis, yakni dapat

memberikan keyakinan kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia bersungguh-

sungguh dalam pelaksanaan HAM, serta Komnas HAM berfungsi pula sebagai media untuk

berkomunikasi dengan masyarakat internasional.43[62]

Perubahan perilaku dan retorika Pemerintahan dalam bidang HAM mulai tampak

terlihat. Hal ini ditandai dengan sikap yang lebih kooperatif dan mulai diterimanya standar

HAM internasional dalam berbagai konperensi internasional HAM yang diikuti oleh Indonesia.

Di akhir masa pemerintahan Orde Baru, konsep pemikiran HAM tampaknya mulai bergeser

dari partikularisme ke arah universalisme44[63].


II.B.2.2. Sejarah Penegakan HAM Pada Era Reformasi

Pergantian rezim pemerintahan membawa dampak yang sangat penting bagi pemajuan

dan perlindungan HAM. Pengkajian ulang terhadap kebijakan-kebijakan serta peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM mulai dilakukan. Demikian pula kajian

terhadap instrumen-instrumen internasional HAM ditingkatkan. Hasilnya, banyak norma-

norma hukum HAM internasional diadopsi dalam peraturan perundang-undangan nasional.

Masa ini tampaknya menandai era diterimanya konsep universalisme HAM.45[64]

Sejak runtuhnya rezim otoriter dan represif Orde Baru, gerakan penghormatan dan

penegakan HAM, yang sebelumnya merupakan gerakan arus bawah, muncul ke permukaan

dan bergerak secara terbuka. Gerakan ini memperoleh impetus dengan diterimanya Tap MPR

No. XVII/MPR/1998 tentang HAM pada 13 November 1998. Dalam TAP MPR ini

dilampirkan Piagam HAM, yang menegaskan makna HAM. TAP MPR ini kemudian

diteruskan dengan pembentukan UU No.39 Tahun 1999 yang menegaskan tentang perlunya

jaminan atas HAM. Masih berkaitan dengan jaminan HAM, akhirnya dibentuk pula UU No.26

Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.46[65]

Pada tahap ini Pemerintahan telah menerima norma-norma internasional, baik melalui

ratifikasi maupun institusionalisasi norma-norma HAM internasional ke dalam sistem hukum

nasional. Beberapa kemajuan di bidang perundang-undangan tentang HAM dapat dilihat dari

dikeluarkannya peraturan perundang-undangan sebagai berikut :47[66]


1. UU No. 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau

Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.

2. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3. UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.

4. UU No. 11 Tahun 1998 Tentang Amandemen terhadap UU No. 25 Tahun 1997 Tentang

Hubungan Perburuhan.

5. UU No. 19 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan

Pekerja Secara Paksa.

6. UU No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tentang Usia Minimum

Bagi Pekerja.

7. UU No. 21 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi ILO No. 11 Tentang Diskriminasi dalam

Pekerjaan.

8. UU No. 26 Tahun 1999 Tentang Pencabutan UU No. 11 Tahun 1963 Tentang Tindak Pidana

Subversi.

9. UU. No. 29 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi.

10. UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU ini dimuat norma-norma

HAM Internasional secara lengkap baik dari instrumen-instrumen HAM yang telah dan belum

diratifikasi. Secara tegas pula, dalam salah satu pasal UU tersebut dinyatakan bahwa norma

hukum HAM internasional yang telah diterima Indonesia merupakan hukum nasional. Selain

itu, kedudukan, kewenangan, fungsi dan peranan KOMNAS HAM diperkuat oleh UU ini.

11. UU. No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

12. Perpu No. 1 Tahun 1999 Tentang Pengadilan HAM


13. UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, yang memasukan norma-norma dari

Konvensi Genosida 1948 dan Kejahatan Pidana Internasional yang sekaligus berfungsi juga

untuk perespon tuntutan pelanggaran HAM di Timor-Timur Pasca jajak-Pendapat.

14. KEPRES No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM 1998-2003 (RANHAM)

tertanggal 25 Juni 1998, yang berisikan rincian tentang rencana pemajuan dan perlindungan

HAM sejak tahun 1998 samapi dengan tahun 2003.

15. KEPRES No. 181 Tahun 1998 Tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan

Terhadap Wanita.

16. UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-

undang ini mengatur bahwa kekerasan domestik, atau kekerasan dalam rumah tangga

merupakan pelanggaran HAM dan pelakunya merupakan kriminal yang harus diselesaikan

secara publik dan bukan secara kekeluargaan48[67].

II.C. Pengertian Human Rights Defenders

Babak era HAM (the age of rights) pasca Perang Dingin ditandai salah satunya oleh

perkembangan progresif akan standard setting HAM, lewat proliferasi instrumen-instrumen

hukum internasional, baik yang bersifat mengikat secara hukum (legally binding) maupun yang

tidak (non-legally binding). Kemajuan dalam standard setting ini termasuk juga perhatian

terhadap mereka yang didefinisikan sebagai ‘Pembela HAM’ (human rights defenders).

Pengertian ‘Pembela HAM’ (human rights defenders) mulai diperkenalkan secara baku pada 9

Desember 1998 –bertepatan dengan peringatan 50 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia- lewat suatu Resolusi Majelis Umum PBB, dengan judul Declaration on the Right

and Responsibility of Individual, Groups and Organs of Society to Promote and Protect
Universally Recognized Human Rights and Fundamental Freedoms49[68] (Deklarasi Hak dan

Tanggung Jawab dari Para Individu, Kelompok, dan Organ Masyarakat untuk Memajukan dan

Melindungi Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental yang Diakuai secara Universal),

yang sering disingkat sebagai Deklarasi Pembela HAM. Deklarasi Pembela HAM ini

merupakan instrumen yang tidak mengikat secara hukum dan yang secara eksplisit mengakui

peranan aktor-aktor non-negara (non-state actors) dalam kegiatan pemajuan dan perlindungan

HAM.50[69]

“Pembela Hak Asasi Manusia” (Human Rights Defenders) adalah istilah yang

digunakan untuk mendefinisikan orang-orang yang secara individu ataupun bersama orang

lain, mengambil tindakan untuk mempromosikan atau melindungi hak asasi manusia. Pembela

HAM (Human Rights Defenders) dikenal dari apa yang mereka lakukan, karena itu istilah

tersebut paling tepat dijelaskan dengan menjabarkan tindakan-tindakan dan konteks pekerjaan

mereka.51[70]

Pasal 1 dari Deklarasi Pembela HAM ini berbunyi:

Setiap orang mempunyai hak, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan yang lain,
untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar di tingkat nasional dan internasional.

Menurut Deklarasi ini, Pembela HAM digambarkan sebagai mereka yang secara

individual atau bersama-sama (kelompok) dengan yang lain bekerja atau melakukan sesuatu

untuk pemajuan atau perlindungan hak asasi manusia.52[71] Namun demikian, menurut
Deklarasi ini tindakan yang dilakukan oleh Pembela HAM untuk pemajuan atau perlindungan

HAM tersebut haruslah berupa tindakan yang bersifat damai53[72] dan tidak bisa disalah

gunakan untuk membenarkan suatu tindakan kekerasan.54[73]

Hal ini dapat dilihat pada Pasal 12 (1) dari Deklarasi Pembela HAM :

Setiap orang memuliki hak, secara sendiri-sendiri dan dengan berorganisasi bersama-sama
dengan yang lain, untuk berpartisipasi dalam aktivitas damai melawan pelanggaran HAM dan
kebebasan dasar.

Seseorang bisa disebut sebagai Pembela HAM juga apabila ia mengakui universalitas

hak-hak asasi manusia.55[74] Seseorang tidak bisa disebut sebagai Pembela HAM bila ia

mengakui atau memperjuangkan hanya segelintir hak asasi, sementara menolak atau tidak

mengakui hak-hak asasi lainnya. Tentu saja kategori ini merupakan hal yang ideal di mana hak

asasi manusia di zaman ini sudah diatur sedemikian sistematis lewat berbagai instrumen legal

maupun mekanisme institusi internasional. Kategori terakhir ini secara praktis sulit

teridentifikasi, sebagaimana nanti terlihat dalam beberapa hal di bawah ini.

Sebelum Deklarasi Pembela HAM diadopsi, kata Pembela HAM sering dipertukarkan

dan digunakan secara bergantian dengan ‘aktivis HAM’, ‘pekerja HAM’, atau ‘pejuang HAM’.

Definisi Pembela HAM ini kemudian diperkuat oleh instrumen serupa yang dibuat oleh Uni

Eropa (European Union) yang menyatakan bahwa Pembela HAM adalah:

“…mereka yang merupakan individu-individu, kelompok, dan bagian dari masyarakat yang
melakukan promosi dan perlindungan hak-hak asasi dan kebebasan dasar yang diakui secara
universal. Pembela HAM berupaya mempromosikan dan melindungi hak-hak sipil-politik dan
juga promosi, perlindungan, dan realisasi hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pembela
HAM juga mempromosikan dan melindungi hak-hak anggota suatu kelompok seperti
komunitas masyarakat adat (indigenous people). Definisi ini tidak mencakup mereka, individu-
individu atau kelompok, yang melakukan atau mempropagandakan kekerasan.”56[75]

Pernyataan EU Guidelines tersebut, didefinisi Pembela HAM lebih lanjut lewat jenis

aktivitas yang dilakukannya, yaitu: mendokumentasikan pelanggaran HAM, mencari

pemulihan (remedy) bagi para korban pelanggaran HAM lewat upaya hukum, psikologis,

medik, atau bentuk lainnya, dan melawan budaya impunitas yang berperan sebagai upaya

menutup-nutupi pelanggaran HAM dan kebebasan dasar yang sistematis dan berulang.57[76]

Selain mendefinisikan peran Pembela HAM, juga terdapat upaya untuk

mengidentifikasi persoalan-persoalan pokok yang dihadapi para Pembela HAM di tingkat

global. Hal ini penting dilakukan karena perlakuan terhadap suatu Pembela HAM dianggap

menjadi salah satu parameter penilaian penting atas komitmen negara terhadap promosi dan

perlindungan HAM yang lebih luas.58[77]

II.C.1. Hak-Hak Pembela HAM (Human Rights Defenders)

Keberadaan hak-hak pembela HAM tercermin dengan keluarnya instrumen pokok yang

spesifik tentang pembela HAM. Lahirnya Deklarasi Pembela HAM menjadi langkah awal bagi

keseriusan komunitas internasional untuk mengakui kerja-kerja pembela HAM yang disadari

cukup rentan dalam melibatkan dirinya dalam penegakan HAM. Satu aturan pokok yang cukup

dekat dikenal oleh pembela HAM adalah Deklarasi Pembela HAM yang diadopsi oleh PBB
pada 9 Desember 1998. Munculnya deklarasi tersebut sebagai tanda pencapaian sejarah dalam

memperjuangkan perlindungan HAM yang lebih efektif yang dialami oleh aktivis HAM.

Diakui bahwa keberadaan pembela HAM adalah sebagai penjaga garis depan dalam melakukan

publikasi terhadap kasus-kasus HAM dan kegagalan sistem pemerintahan, sehingga tidak

heran jika pembela HAM kemudian sangat rentan akan resikonya kedepan.59[78]

Seiring dengan diadopsinya Deklarasi Pembela HAM ini, keseriusan untuk

memberikan pengakuan dan perlindungan untuk pembela HAM dilanjutkan dengan

disahkannya panduan pembela HAM Uni Eropa. Paska lahirnya deklarasi, resiko dan seruan-

seruan yang ditujukan kepada Uni Eropa perihal pembela HAM, mendesak Uni Eropa untuk

menempatkan isu pembela HAM menjadi isu yang lebih serius untuk direspons dalam

kebijakan luarnya dibidang HAM, khususnya dukungan perlindungan terhadap pembela

HAM.60[79]

Kebijakan tersebut memandang bahwa pembela HAM adalah kunci penting dalam

perubahan masyarakat dan usaha-usaha yang dilakukan dalam penegakan HAM dan

demokrasi, dimana pembela HAM yang melakukan kerja-kerjanya dengan cara damai

seringkali memperoleh resiko dalam melakukan pembelaan terhadap kebebasan yang sangat

mendasar bagi warga negara. Bentuk nyata yang dilakukan oleh Uni Eropa dalam memberikan

perhatiannya untuk pembela HAM, Dewan Uni Eropa kemudian mengadopsi panduan Uni

Eropa tentang pembela HAM tahun 2004 dengan maksud mensinergikan dengan aksi-aksi yang

dilakukan oleh Uni Eropa.61[80]


Maksud dan tujuan dengan adanya aturan khusus tentang pembela HAM dalam

deklarasi atau panduan Uni Eropa ini tidak terlepas dengan adanya kebutuhan penting

mengenai mekanisme perlindungan bagi pembela HAM itu sendiri, hal ini harus dikedepankan

mengingat aktivis pembela HAM yang mempunyai kerentanan terhadap tindakan ancaman,

terror dan intimidasi ataupun kriminalisasi dalam melakukan pengungkapan fakta-fakta

berkaitan dengan HAM dan kebebasan dasar.

Beranjak dari kekhususan atas keberadaan aturan tentang pembela HAM tersebut, maka

sudah tentu pembela HAM memiliki hak-hak yang khusus dan berbeda dengan masyarakat

umum yang dapat menunjang aktifitasnya. Kovenan hak sipil politik misalnya, peraturan yang

dominan mengatur banyak hak-hak untuk masyarakat umum sebagai bagian dari warga negara

yang ada di wilayah negaranya. Sementara Deklarasi dan Panduan Pembela HAM Uni Eropa

mengambil beberapa hak yang juga menjadi bagian dari masyarakat umum yang kemudian

dikhususkan sehingga posisi hak bagi pembela HAM sangat dituntut tingkat operatifnya bagi

menunjang efektifitas kerja-kerjanya. Aturan dalam Deklarasi dan Panduan Uni Eropa

misalnya menunjukkan banyak unsur-unsur yang operatif bagi kerja pembela HAM,

dibandingkan dengan yang disampaikan dalam kovenan hak sipil politik.62[81]

Berangkat dari penjelasan diatas perihal kekhususan yang dimiliki oleh pembela HAM,

maka terdapat beberapa hak-hak khusus yang melekat pada Pembela HAM yang dibagi dalam

10 (sepuluh) kategori63[82], jaminan perlindungan dalam instrumen nasional dapat dilihat

dalam konstitusi, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.


10 (sepuluh) hak bagi Pembela HAM tersebut adalah sebagai berikut :64[83]

1. Hak atas informasi

2. Hak atas publikasi

3. Hak atas berpendapat

4. Hak atas gagasan/ide baru

5. Hak atas berserikat atau berorganisasi

6. Hak atas berkumpul

7. Hak atas pemulihan

8. Hak atas turut serta dalam sistem pemerintahan

9. Hak atas pengakuan sebagai pembela HAM

10. Hak atas sumber daya

II.C.2. Korban Sebagai Pembela HAM (Human Rights Defenders)

Kedua panduan (PBB dan Uni Eropa) tersebut tidak secara eksplisit menegaskan

bahwa korban pelanggaran HAM secara alamiah masuk dalam kategori Pembela HAM, karena

seorang korban pelanggaran HAM bisa secara aktif memperjuangkan hak-hak asasinya

(sebagai korban) dan sebaliknya bisa bersikap pasif dan pasrah terhadap situasi yang

dihadapinya. Namun, kedua instrumen di atas membuka peluang interpretasi terhadap suatu

definisi Pembela HAM berbasis korban (victim-centered definition). Selain itu ditingkat global,

terdapat pengakuan bahwa salah satu persoalan utama agenda global tentang Pembela HAM

adalah proyek mengakhiri praktek impunitas terhadap suatu serangan atau kekerasan yang

ditujukan kepada para Pembela HAM. Di sini implisit diakui adanya agenda khusus bagi para
Pembela HAM yang berasal dari kalangan korban pelanggaran HAM dan masih

memperjuangkan agenda kebenaran dan keadilan bagi dirinya (victims’ rights).65[84]

Menurut kedua instrumen di atas, seorang Pembela HAM didefinisikan oleh apa yang

ia perbuat dan bukan dari status pribadinya. Hal ini menegaskan bahwa Pembela HAM adalah

suatu peran (fungsi) sosial - dalam proyek pemajuan dan perlindungan HAM - dan bukan

merupakan suatu status sosial atau profesi. Seorang Pembela HAM bisa merupakan seorang

pekerja profesional yang digaji atau seseorang yang bekerja secara suka rela (voulunteer) tanpa

dibayar.66[85]

Seorang Pembela HAM bukan hanya mencakup mereka yang menjadi aktivis atau

advokat HAM yang bekerja di suatu NGO HAM, tetapi juga mencakup siapa pun yang

bertujuan melakukan pemajuan atau perlindungan HAM. Pembela HAM bisa juga mencakup

para aparat negara (pejabat pemerintahan, anggota polisi, atau militer)67[86], dan warga sipil

biasa seperti mahasiswa atau dosen yang bekerja demi tujuan tersebut.

Pembela HAM juga bisa berupa mereka yang pernah menjadi korban pelanggaran

HAM dan terus memperjuangkan hak-hak asasinya. Gagasan Pembela HAM berbasis korban

ini kemudian dikembangkan lagi oleh dua NGO internasional, OMCT (World Organisation

Against Torture) dan FIDH (International Federation for Human Rights), dengan memberikan

‘definisi operasional’, yaitu:

“Semua individu korban atau yang beresiko menjadi korban pembalasan, pelecehan, atau
kekerasan, karena tindakannya, baik secara individual maupun bersama-sama dengan yang
lain, mengacu pada instrumen internasional perlindungan HAM, yang diakui oleh Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dan dijamin oleh berbagai instrumen internasional”68[87]

Ini menunjukan adanya perhatian khusus terhadap para korban pelanggaran HAM yang

kemudian menjadi Pembela HAM. Hal ini sangat wajar mengingat posisi korban dan hak

korban diberbagai instrumen HAM internasional ditempatkan dalam posisi yang tinggi, yang

dikenal sebagi hak atas effective remedy. Hampir di semua human rights treaty terdapat

ketentuan akan hak (korban) atas pemulihan (effective remedy), yang dijabarkan sebagai hak

untuk tahu (right to know), hak atas keadilan (right to justice), dan hak atas reparasi (right to

reparation).69[88]

Korban (pelanggaran HAM) sendiri dalam instrumen HAM internasional didefinisikan

sebagai :

”Mereka, yang secara langsung maupun tidak langsung, baik secara individual maupun
kolektif, yang mengalami penderitaan -baik secara fisik, mental, ekonomi atau bentuk lainnya-
dan hak-hak asasi dasarnya dilanggar, baik lewat suatu tindakan langsung (by act) atau
pembiaran (by omissions). Pengertian korban juga mencakup mereka yang menjadi keluarga
dekat atau yang menjadi tanggungan dari sang korban langsung, atau juga mencakup orang-
orang yang mengalami kerugian serupa karena mereka membantu para korban atau mencegah
suatu ‘viktimisasi’ (victimization).

Cakupan luas definisi ‘korban’ ini juga diakui oleh Komite HAM yang merupakan

treaty body untuk Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik, untuk konteks tertentu,

khususnya bagi keluarga korban dari praktek penghilangan paksa atau mereka yang sudah

meninggal akibat suatu pelanggaran HAM.70[89]


II.C.3. Bentuk-bentuk Serangan terhadap Human Rights Defenders

Terlalu banyak kasus yang menimpa para aktivis HAM (Human Rights Defenders)

dalam melakukan segala aktivitas dan agenda kerjanya yang tidak disikapi secara serius,

menunjukkan bahwa Pemerintah menggunakan isu perlindungan terhadap HRD hanya sebagai

lip service untuk menaikkan reputasinya di mata internasional, hal ini dapat dilihat bahwa masi

banyak tindak kekerasan yang dialami oleh HRD sendiri, dibawah ini adalah berbagai macam

bentuk serangan terhadap HRD:

a) Intimidas, pelaku melakukan intimidasi dan terror melalui sarana telepon, surat, e-mail dan

tidak melakukan tindakan langsung berhadapan dengan HRD. Tindakan diawasi, dimata-matai,

disadap, dsb masuk dalam kategori ini.

b) Serangan fisik, psikis, harta benda yang dilakukan oleh para pelaku secara langsung kepada

HRD. Pelaku lapangan mayoritas OTK atau menggunakan kekuatan kelompok massa

(preman). Pola serangan dengan menggunakan low explosive material juga digunakan. Aktor

pelaku mayoritas berasal dari institusi Polisi. Tramtib, TNI, dan kelompok massa terorganisir

(FPI, kelompok Hercules, dsb)

c) Penggunaan Hukum sebagai alat represi, dilaporkan sebagai Tersangka tindak pidana dan

digugat di Pengadilan Negeri.71[90]

II.C.4. Motif Serangan terhadap Human Rights Defenders


Motif serangan terhadap Pembela HAM atau HRD (Human Rights Defenders) adalah

karena aktivitas HRD mefokuskan pada isu-isu sebagai berikut :

a) Advokasi di daerah konflik, seperti Aceh, Papua, Sulawesi Tengah (Palu dan Poso)
b) Upaya mengungkapkan kasus kecurangan Pilkada.
c) Upaya mengungkap kasus kejahatan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah.
d) Upaya mengungkap kasus korupsi
e) Upaya mengungkap kasus kejahatan terhadap lingkungan.
f) Isu pluralisme agama, meminta hak-hak sebagai warganegara diakui, dan
g) Upaya menuntut hak atas tanah.72[91]

II.D. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara (State Responsibility)

terhadap Pelaksanaan Hak Asasi Manusia

Setiap hak asasi yang melekat pada individu mengandaikan adanya pihak lain yang

memiliki tugas dan kewajiban (duty-bearer) untuk memenuhu dan melindunginya, dalam hal

ini adalah negara (state). Jadi di satu pihak individu adalah pemegang hak (right-holder) yang

bisa menikmati segala kategori hak asasi yang tercantum dalam instrumen-instrumen HAM, di

lain pihak negara (state) memiliki kewajiban dan tugas (duty-bearer) untuk menghormati (to

respect), melindungi (to protect), dan memenuhinya (to fulfil) bagi setiap individu dibawah

juridiksinya.73[92] Dalam konteks Indonesia, prinsip di atas juga diakui lewat Konstitusi UUD

1945 Amandemen II Pasal 28I ayat (4) yang menyatakan:

“Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung

jawab negara, terutama pemerintah.”


Tabel : Kewajiban Negara Terhadap Pelaksanaan Hak Asasi Manusia74[93]

KEWAJIBAN KETERANGAN

NEGARA

“Menghormati Kewajiban ini mengharuskan negara untuk mendisiplinkan seluruh organ atau

atau to aparatusnya untuk tidak melakukan pelanggaran HAM secara langsung.

respect”

“Melindungi Kewajiban untuk melindungi termasuk pula kewajiban negara untuk

atau to melakukan investigasi, penuntutan/penghukuman terhadap pelaku, dan

protect” pemulihan bagi korban setelah terjadinya suatu tindak pidana (human rights

abuse) atau pelanggaran HAM (human rights violation).

Kegagalan negara untuk mengungkap suatu kebenaran (right to know),

penuntutan dan penghukuman terhadap pelaku (right to justice), dan

pemulihan bagi korban (right to reparation) merupakan suatu pelanggaran

HAM yang baru, yang sering disebut sebagai impunitas (impunity).

“Memenuhi Untuk kewajiban ini negara harus mengambil tindakan-tindakan legislatif,

atau to fulfil” administratif, peradilan dan langkah lain yang diperlukan untuk memastikan

bahwa para pejabat negara ataupun pihak ketiga untuk melaksanakan

penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.

Setiap negara mempunyai kewajiban untuk memberikan pemulihan dalam hal terjadi

suatu pelanggaran terhadap kewajiban dibawah hukum internasional untuk menghormati dan

memastikan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, termasuk kewajibannya untuk

mencegah pelanggaran, kewajiban untuk menyelidiki pelanggaran kewajiban untuk

mengambil tindakan yang layak terhadap para pelanggar dan kewajiban untuk memberikan

penanganan hukum kepada para korban. Negara harus memastikan bahwa tidak ada orang yang
mungkin bertanggungjawab atas pelanggaran HAM akan mempunyai kekebalan dari tanggung

jawab atas perbuatan mereka.75[94]

Selain pemenuhan hak-hak korban, negara juga bertanggungjawab untuk menjamin,

memajukan dan menegakkan HAM melalui mekanisme formal dan informal yang adil bagi

korban. Tanggung jawab negara atas proses hukum dan administrasi bagi korban harus

dilakukan dengan cara:76[95]

1) Memberikan informasi pada korban mengenai kewenangan mekanisme yang sedang berjalan,
jangka waktu, dan keseluruhan proses penanganan kasusnya.
2) Apabila bersinggungan dengan kepentingan korban dalam tahap-tahap tertentu dari proses
penanganan kasus, Negara harus mengijinkan korban hadir dan mewakili kepentingannya.
3) Menyediakan bantuan yang diperlukan korban selama proses hukum berlangsung.
4) Meminimalisir ketidaknyamanan dan jaminan keselamatan korban dan keluarganya, termasuk
juga para saksi dari intimidasi dan ancaman.
5) Mencegah penundaan pemeriksaan kasus dan pelaksanaan vonis serta memerintahkan
pemenuhan hak korban.

Seluruh negara di dunia paling tidak telah meratifikasi paling sedikit dua instrumen

HAM pokok internasional dengan konsekuensi mereka mengakui adanya kewajiban untuk

melakukan promosi dan perlindungan HAM bagi warganya. Sayangnya, berbagai studi

menunjukan bahwa lebih banyak negara yang melakukan pelanggaran HAM dan kebebasan

sipil warganya secara rutin ketimbang negara yang melindungi hak-hak tersebut secara

efektif.77[96]
Maka, perhatian khusus seharusnya diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya

pelanggaran HAM tersebut, dan dalam upaya-upaya menuntaskan kasus pelanggaran HAM,

serta kewajiban untuk mengadili dan menghukum para pelaku dibawah aturan yang berlaku.

Kewajiban Negara dalam HAM adalah memenuhi, mempromosikan, melindungi dan

menghormati.78[97] Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,

diatur tentang kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam penegakan HAM di Indonesia:

Pasal 71
Pemerintah wajib bertanggung jawab, menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan
hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, dan hukum internasional tentang hak
asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

Pasal 72
Kewajiban dan tanggungjawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, meliputi
langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

Secara nyata, kewajiban negara untuk menghormati dan memastikan penghormatan

terhadap HAM meliputi:79[98]

1) Mencegah terjadinya pelanggaran HAM


2) Melakukan penyelidikan
3) Mengambil langkah yang perlu terhadap para pelaku
4) Mengupayakan penyelesaian dan pemulihan bagi korban

Deklarasi PBB bagi Pembela HAM menekankan bahwa pemerintah bertanggung jawab

secara penuh untuk melindungi para Pembela HAM, Deklarasi ini juga mengakui “pentingnya

pekerjaan seseorang, kelompok dan perkumpulan dalam upaya membantu menghapus seluruh

macam kekerasan terhadap kebebasan dasar dan Hak Asasi Manusia” serta “hubungan antara
keselamatan dan perdamaian internasional dengan terlaksananya kebebasan dasar dan Hak

Asasi Manusia”.80[99]

Selain itu, Negara pun memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan dan menghormati

semua ketentuan dalam Deklarasi Human Rights Defenders (HRD). Kewajiban ini adalah

bagian dari kewajiban untuk melindungi dan memajukan HAM secara keseluruhan sebagai

komitmen yang dituangkan dalam DUHAM. Kewajiban ini secara nasional ditegaskan pada

pasal 28I (4) UUD 1945. Kewajiban tersebut dilaksanakan melalui langkah-langkah

implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan

keamanan negara, dan bidang lain sebagaimana diatur pada pasal 71 juncto Pasal 72 Undang-

undang HAM. Secara khusus Pasal 2, 9, 12, 14, dan 15 Deklarasi HAM menegaskan peran

negara, sekaligus menyatakan sebagai tanggung jawab dan tugas negara untuk :81[100]

1. Melindungi, memajukan dan melaksanakan HAM secara menyeluruh.

2. Menjamin bahwa semua orang dalam yurisdiksinya dapat menikmati semua hak-hak sosial,

ekonomi, politik serta hak-hak dan kebebasan-kebebasan lainnya.

3. Mengadopsi dalam lingkup legislatif, administratif, dan tahapan lain yang dibutuhkan untuk

menjamin pelaksanaan yang efektif dari hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut.

4. Menyediakan penggantian yang efektif kepada korban pelanggaran HAM.

5. Melakukan investigasi yang cepat dan tepat serta imparsial terhadap pelanggaran HAM yang

terjadi.

6. Melakukan semua langkah yang diperlukan untuk menjamin perlindungan terhadap setiap

orang dari segala pelanggaran, ancaman, pembalasan, tindakan diskriminasi, tekanan, atau
tindakan sewenang-wenang lainnya sebagai konsekuensi dari kegiatan yang sah menurut

Deklarasi HRD ini.

7. Memajukan pemahaman publik tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

8. Menjamin dan mendukung pembuatan dan pengembangan institusi nasional independen untuk

memajukan dan melindungi HAM, seperti ombudsman atau komisi HAM.

9. Memajukan dan memfasilitasi pendidikan HAM pada semua level baik pendidikan formal

maupun non-formal.

II.E. Mekanisme Perlindungan Pembela HAM

Konteks Pembela HAM dalam penegakan prinsip hak asasi manusia menjadi satu

kebutuhan realistis, mengingat kerja-kerja riil mereka sebagai bagian dari sistem otokritik dari

pemerintah dan minimnya sistem perlindungan yang diberikan oleh negara.82[101] Dibawah

ini terdapat beberapa mekanisme perlindungan pembela HAM, di antaranya adalah:

II.E.1. Mekanisme Perlindungan di Level Negara

Transisi kehidupan berdemokrasi di Indonesia, membutuhkan satu bentuk pemantauan

dan pelaporan HAM yang harus dilakukan secara simultan, imparsial dan kredibel. Persoalan

klasik yang masih sering dijumpai adalah rendahnya kemauan politik (Political will) dari aparat

penegak hukum dan pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan tersebut. Padahal

Pembela HAM adalah simpul utama dari proses penegakan HAM. Pembela HAM juga menjadi

pihak pertama yang akan membela saksi dan korban dari sebuah kasus pelanggaran HAM. Jika

posisi itu masih dipandang dengan sebelah mata karena tidak ada aturan yang bisa
melindunginya, sudah bisa dipastikan Pembela HAM rentan dengan berbagai ancaman dan

kekerasan di masa yang akan datang.83[102]

Bicara tentang mekanisme perlindungan di level negara, tentu saja beberapa institusi di

negara ini pada dasarnya memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap

pembela HAM, sebut saja Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK (Lembaga Perlindungan

Saksi Korban) serta kepolisian.84[103]

a) Komnas HAM

Komnas HAM sebagai institusi yang memiliki peluang untuk menerima pengaduan atas

terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, memiliki potensi sebagai lembaga yang memberikan

perlindungan terhadap keamanan setiap pelapor. Hal ini seperti diamanatkan dalam Pasal 90

ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap orang yang hak

asasinya terlanggar, dapat mengajukan pengaduan atau laporan kepada Komnas HAM.

Terhadap pengaduan dan pelaporan tersebut, Komnas HAM merahasiakan dengan maksud

untuk melindungi pengadu atau pelapor (Pasal 92 ayat 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia).

b) Komnas Perempuan

Pembentukan Komnas Perempuan berawal dari adanya kebutuhan untuk menaggapi dan

menaggani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Persoalan kekerasan terhadap

perempuan mengemuka ketika peristiwa kekerasan terhadap perempuan sangat kental


dirasakan pada kelompok ethnis Tionghoa pada kerusuhan Mei 1998.85[104] Melihat kondisi

yang prihatin terhadap pejuang hak perempuan, maka Komnas Perempuan muncul sebagai

sebuah komisi independen yang memiliki mandat menghapus kekerasan terhadap perempuan

serta penegakan HAM perempuan.86[105]

Sebagai sebuah Komisi independen, Komnas Perempuan dibentuk dengan landasan hukum

Keputusan Presiden (Keppres) No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional anti kekerasan

terhadap perempuan yang didalamnya tidak secara eksplisit memiliki mandat dalam hal

perlindungan. Secara eksplisit “perlindungan” memang disebutkan dalam praturan tersebut

yaitu Pasal 4 huruf c yang berbunyi:

“peningkatan upaya pencegahan dan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan

perlindungan hak asasi perempuan”.

c) Kepolisian RI

Kepolisian RI menjadi salah satu institusi yang memiliki mandat secara eksplisit memberikan

perlindungan kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana fungsinya seperti termaksud dalam

Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI yang berbunyi: “Fungsi kepolisian adalah

salah satu fungsi pemerintah negara dibidang pemeliharaan, keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.

Selanjutnya, kepolisian dapat dipastikan memiliki kewajiban terselenggaranya perlindungan


sebagai bagian dari upaya mewujudkan keamanan dalam negri (pasal 4 UU yang

sama).87[106]

d) LPSK

Tujuan dan tugas dibentuknya LPSK seperti diketahui berada dibawah UU No. 13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Mandat yang diemban oleh lembaga ini sangatlah

komprehensif melihat adanya penanganan secara khusus terhadap kasus pelanggaran HAM

berat yaitu bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko-sosial (Pasal 6 UU No. 13 Tahun

2006). Namun, keberadaan LPSK yang tebilang masih baru, belum bisa diimplementasikan

kerja-kerjanya. LPSK yang proses pembentukannya cukup memakan waktu dari sejak

pemilihan para anggotanya hingga saat ini yang masih menyusun infrastruktur, belum dapat

menjalankan sistem oprasionalnya dengan baik. Sehingga, para kelompok korban masa lalu

pun, sudah tentu belum dapat berinisiatif mengajukan perlindungan ataupun bentuk dukungan

lainnya.88[107]

II.E.2. Mekanisme Perlindungan di Level Internasioal

Peran PBB sebagai satu-satunya organisasi internasional yang beranggotakan hampir

seluruh negara di seluruh dunia, juga harus didorong untuk tidak sekedar menciptakan berbagai

deklarasi dan kovenan internasional, namun lebih lanjut PBB bisa mewujudkan wacana

perdamaian di dunia. Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Masalah Pembela HAM,
diharapkan bisa bekerja secara optimal dalam melaporkan berbagai kasus kekerasan dan

ancaman yang dialami oleh Pembela HAM.89[108]

Pentingnya pemerintah Indonesia untuk merespon hasil temuan Perwakilan Khusus

Sekjen PBB untuk Masalah Pembela HAM ketika melakukan kunjungan ke Indonesia (country

visit) menjadi sebuah kebutuhan yang efektif untuk menyediakan sarana perlindungan kepada

Pembela HAM.90[109]

Kepedulian PBB dalam urusan penegakan dan pemajuan HAM, tidak hanya bisa dilihat

dari banyaknya rangkaian konvensi maupun deklarasi yang dihasilkan, namun lebih jauh dari

pada itu, mengimplementasikan wujud perdamaian dunia dalam bentuk Mekanisme Pelapor

Khusus Sekretaris Jenderal untuk Masalah Pembela HAM (Special Rapporteur Mandate on

Human Rights Defenders). Perwakilan khusus ini akan bekerja untuk membantu tugas Sekjen

PBB dalam memantau kondisi Pembela HAM/keluarga Pembela HAM, dan selanjutnya

pelapor khusus ini akan membuat laporan tentang kondisi penegakan dan perlindungan bagi

Pembela HAM di suatu negara.91[110]


BAB III

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM PENYELESAIAN

KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP HUMAN

RIGHTS DEFENDERS (KASUS PERISTIWA MUNIR)

III.A. Tan
SOAL 40

Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau
antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi menghindarkan
terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda
dalam suatu kelompok masyarakat. Contoh sikap toleransi secara umum antara lain:
menghargai pendapat dan/atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita serta saling
tolong-menolong untuk kemanusiaan tanpa memandang suku/ras/agama/kepercayaannya.

Istilah toleransi mencakup banyak bidang. Salah satunya adalah agama. Toleransi Beragama
merupakan sikap saling menghormati dan menghargai penganut agama lain. Diantaranya
adalah: a. Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita; b. Tidak
mencela/menghina agama lain dengan alasan apapun; serta c. Tidak melarang ataupun
mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/kepercayaannya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, tumbuhnya sikap toleransi menimbulkan hidup yang damai
saling berdampingan serta menghindarkan permusuhan.
Soal 41

Dari itu semua kita juga tahu bahwa Indonesia kaya akan alam yang indah yang tidak ada di
negara lain. Multikulral adalah budaya yang banyak dan berbeda-beda, mulai dari masyarakat
sosialnya, sukunya, budayanya, dan adatnya pun berbeda. Dari hal ini lah kita perlu
menamkan sikap toleransi dari berbagai aspek baik agama maupun sosial budaya. Tak jarang
kita temui banyak terjadi konflik antar agama maupun budaya dan apa penyebabnya?
Penyebabnya yaitu tidak ada rasa kasing sayang dan empati. Bila sudah timbul rasa kasih
sayang maka akan tumbul sikap menghargai dan sikap toleransi di antara berbedanya suku,
budaya dan agama yang ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia sangat unik dengan
keberagamannya, karakter warga masyarakatnya juga berbeda dan unik sesuai dengan
perkembangan wilayahnya dan budayanya masing-masing. Dalam beberapa kasus yang dulu-
dulu pernah terjadi, kita sudah bahwa sudah banyak terjadi perang maupun konflik antar
budaya maupun suku yang sudah terjadi di Indonesia. Ini juga menjadi keresahan masyarakat
Indonesia, jangan-jangan nanti akan terjadi di wilayah tempat kita tinggal? Ya semua orang
pasti juga akan merasakan hal yang sama. Dimana perang yang terjadi ini sebenarnya terjadi
karena tidak adanya rasa saling mengerti dan percaya, dan juga tidak ada rasa menghargai
satu sama lain. Masing-masing menganggap bahwa budaya sendirilah yang paling bagus atau
yang paling benar atau paling bermartabat dari budaya yang lain. Tidak adanya jalinan atau
hubungan silaturahmi juga merupakan faktor terjadinya konflik yang tidak bisa di prediksi.
Artinya konflik-konflik yang terjadi bisa saja terjadi begitu saja, lantaran ada salah satu pihak
yang merasa terpancing amarahnya aau merasa dilecehkan dan direndahkan bahwa
budayanya itu rendah atau tidak berguna sama sekali. Kepahaman akan multikulturalisme
juga salah satunya. Apabila kita mengetahui apa itu multikultural, maka kita juga akan
memahami multilkulturalisme. Multikulturalisme yaitu suatu paham yang meyakini dan
menerima bahwa kebudayaan itu beraneka ragam dan tidak hanya ada budaya sendiri.
Apabila sudah memahmi konsep ini maka masyarakt kita akan mudah untuk saling
menerima, menghargai, toleransi. Budaya juga merupakan hasil cipta rasa dan karya manusia.
Sekarang berapa jumlah manusia di Indonesia? Ini yang sering tidak kita pahami, bahwa
perbedaan itu sebenarnya indah dan unik. Kalau tidak ada perbedaan maka kita tidak akan
saling kenal karena kita tahu bahwa mereka juga sama dengan kita. Dengan adanya
perbedaan kita akan selalu penasaran seperti apa kebudayaan yang lain dari kebudayaan kita?
Seperti apa bahasa lokal daerah ini daerah itu. Apabila kita sudah memahami konsep
kebudayaan ini dan bahwa budaya itu berbeda maka akan timbul rasa toleransi sedikit demi
sedikit. Toleransi ini juga merupakan dasar bagi kita untuk bisa menciptakan kehidupan yang
damai dan harmonis. Itu sudah menjadi keinginan semua manusia untuk hidup damai dan
sejahtera tanpa adanya konflik. Konflik ini menyebabkan banyak sekali kerugian bahkan
merenggut nyawa hanya karena konflik ini. Untuk itulah mari kita sama-sama untuk
memahami betapa pentingnya multikultural, karena Indonesia masyarakatnya multikultural
dan mempunyai keunikan tersendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa kita juga harus menerima
Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural. Alan Tobari /alantobari Saya
Mahasiswa FKIP Unram Selengkapnya... IKUTI Share Share 0 0 JADIKAN FAVORIT
KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG, SETIAP ARTIKEL MENJADI
TANGGUNGJAWAB PENULIS. LABEL sosbud humaniora TANGGAPI DENGAN
ARTIKEL RESPONS : 0 NILAI : 0 Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini? Aktual
Bermanfaat Inspiratif Menarik Menghibur Tidak Menarik Unik Daftarkan email Anda untuk
mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana Featured Article [LIVE REPORT
ARTICLE] Ikuti Keseruan Indonesia Community Day 2017 di Sini! Kompasiana News 13
Mei Headline 1 VoB (Voice of Baceprot), Reinkarnasi Metallica ala Hijaber Asgar Dizzman
07 Juni 2017 2 Apa Saja yang Harus Dipersiapkan Jelang Ramadan? Kompasiana News 07
Juni 2017 3 Informasi PPDB Online DKI Jakarta Tahun Ajaran 2017/2018 Ryan M. 05 Juni
2017 4 Jose Mourinho Ramaikan Ruangan Kelas di Inggris Gordi 07 Juni 2017 5 Korupsi
dan Budaya Malu Syahirul Alim 07 Juni 2017 Nilai Tertinggi Kompasiana Meluncur dengan
Tenaga dan Tampilan Baru! Kompasiana 07 Juni Ada BIN di Belakang Ahok? Rahman
Hakim 07 Juni Mungkinkah Dibentuk Semacam ASIO untuk Cegah Koruptor Lari Keluar
Negeri? TJIPTADINATA EFFENDI 07 Juni Es Jaipong Dwi Yana, Kesegaran Hakiki di
Kota Yogyakarta Hendra Wardhana 07 Juni Asam Lambung Naik? Atasi dengan Bahan
Alami Ini! Dr. Sunnarleo 07 Juni Terpopuler Ada BIN di Belakang Ahok? Rahman Hakim 07
Juni Di Arab Saudi, Rizieq Shihab Dianggap sebagai Buronan Politik Kompas.com 07 Juni
Kompasiana Meluncur dengan Tenaga dan Tampilan Baru! Kompasiana 07 Juni Kasus
Hukum Rizieq dan Amien Rais Memengaruhi Dukungan ke Jokowi? Afifuddin lubis 07 Juni
4 Kompasianer Ini Meraih "Kompasiana Monthly Reward" Bulan Mei Ini Kompasiana 07
Juni Tren di Google 16 Lekukan Tubuh Firza dalam Balada Cinta Rizieq Wisnu AJ 17 Mei
2017 Update Status Facebook dengan Background Gambar Arief Rachman 07 Juni 2017
[Misteri Malam Jumat] Ingin Kaya Raya Instan dengan Ritual Jual Sate Burung Gagak Mas
Wahyu 13 Agustus 2015 Teks Asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Perpustakaan
Kementerian Keuangan 18 Agustus 2014 Cerita Dewasa ; Malam Pertama Pengantin Baru
Pakde Kartono 22 Oktober 2013 Gres Mengubah Mindset, Butuhkah Kontemplasi? Soleech
el-Thorsy 04 Juni Poncokusumo, Sebuah Desa Agrowisata di Kabupaten Malang Stefani
Ivana 03 Juni NU, Benteng Pancasila dan NKRI Soleech el-Thorsy 03 Juni SOCIAL
STREAM Beyond Blogging Berhijab dan mementaskan musik metal. Mereka pun sempat
dihujat oleh orang banyak karena pilihan musik tersebut. Tapi ketiganya membuktikan
kiprahnya hingga di-review oleh artis metal papan... #Headline Tas yang bisa dijadikan alat
investasi tentunya bukan sembarang tas. #Headline Kesalahan konsep pendidikan terjadi di
sekolah? #Headline Satu sisi ada positifnya, sisi lainnya ada negatifnya. Kompasianer, Apa
saja persiapan mudik Lebaran tahun ini? Yuk ceritakan persiapan atau antisipasi mudik aman
saat lebaran melalui Kompasiana Blog Competition! Kompetisi ini diadakan oleh... Sudah
dapat THR, Kompasianer? Ayo berbagi THR-mu di Kompasiana! Apa itu THR? Kompasiana
menghadirkan "microsite" THR (Tebar Hikmah Ramadan) sebagai himpunan artikel-artikel
Kompasianer... Tentang Kompasiana Syarat & Ketentuan Bantuan

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/alantobari/pentingnya-sikap-toleransi-dalam-
multikultural-bangsa-indonesia_5535a7426ea8348216da42e8
SOAL 42
SOAL43
SOAL 44

Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah
pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua
orang. Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau
lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan
yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia.
Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan
namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara
benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan
siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang
(people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan
dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi
adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak.

Demokrasi Adalah Alat Untuk Mencapa Tujuan Negara

Setiap Negara mempunyai tujuan yaitu tujuan bangsa itu sendiri dalam hidup bernegara.
Tujuan Negara berbeda-beda sesuai dengan pandangan masyarakat pada bangsa tersebut serta
pandangan hidup yang melandasinya. Pada umumnya, tujuan Negara ditetapkan dalam
konstitusi atau hukum dasar Negara yang bersangkutan.

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai tujuan Negara yakni:

a. Menurut Roger H Soltau, tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya


berkembang serta mengembangkan daya cipta sebebas mungkin.

b. Menurut Harold J Laski, tujuan Negara adalah menciptakan keadaan yang baik
agar rakyatya dapat mencapai keinginan secara maksimal.

c. Menurut Rouuseau, tujuan Negara adalah menciptakan persamaan dan kebebasan


bagi warganya.

Untuk mencapai tujuan-tujuan Negara tersebut di atas diperlukan suatu alat, dalam hal ini salah
satunya dapat di gunakan sistem pemerintahan demokrasi. Jika demokrasi tidak bisa dipakai
untuk mencapai tujuan Negara, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur, dapat juga
digunakan sistem pemerintahan yang lain, yang penting tujuan Negara bisa terwujud dengan
cepat.

Hampir semua negara di dunia mengaku sebagai negara demokrasi, di balik kepopuleran ini,
demokrasi juga memiliki kelemahan-kelemahan. Menurut S.N. Dubey ada beberapa sisi buruk
sistem pemerintahan demokrasi:

1. prinsip persamaan hak yang tak waras


Demokrasi berbasis terhadap anggapan bahwa manusia semua sama atau sederajat, karena
mereka akrab dan memiliki hal serupa didalam mental, spiritual dan kwalitas moral. Akan
tetapi para pengkritik demokrasi membantah bahwa anggapan tersebut mustahil. Manusia
tampak sangat luas berbeda didalam figure jasmani, stamina moral, dan kapasitas untuk belajar
dengan berlatih dan pengalaman. Demokrasi adalah sebuah ide yang tidak mungkin dan juga
tidak logis, Untuk memberikan hak setiap individu dalam memilih merupakan hal yang
merusak perhatian masyarakat.

2. pemujaan atas ketidak mampuan

Kritikan ini menggambarkan pemujaan atas ketidak mampuan. Pemerintahan oleh mayoritas
merupakan peraturan yang dipegang oleh manusia biasa, dimana secara umum tidak intelligent,
memiliki opini yang tak terkontrol dan bertindak secara emosi tampa alasan, pengetahuan yang
terbatas, kurangnya waktu luang yang diperlukan untuk perolehan dalam memahami informasi,
dan curiga atas kecakapan yang dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, demokrasi adalah
lemah didalam kwalitas. Tiada nilai politik yang tinggi tampa anggota yang unggul
didalamnya.

3. mobokrasi
Didalam demokrasi yang memerintah adalah publik; sedangkan publik atau kelompok
seringkali beraksi dengan cara menyolok yang sangat berbeda, dari cara normal individu yang
menyusun kelompok. Setiap kelompok kehilangan perasaan untuk bertanggung jawab,
personalitas individu dan kesadaran mereka merupakan pilihan. Aksinya bersifat menurutkan
kata hati dan menghasilkan dengan mudah, pengaruh atas saran dan pengaruh buruk perasaan
dari kelompok lainnya. Oleh karena itu, Jenis kelompok apapun beraksi dibawah stimuli
sementara; mereka bergerak dengan menyetir masyarakat primitip. publik seringkali
berkelakuan zalim, bahkan merupakan orang yang sangat lalim. Hal yang tidak indah dimana
pemimpin politik memamfaatkan psikologis rakyat banyak dan membangunkan nafsu
masyarakat dalam aba- aba untuk memenangkan dukungan mereka.

4. oligarchy yang terburuk


Beberapa kritikan menegaskan bahwa demokrasi adalah pelatihan memimpin untuk menuju
oligarchy yang terburuk. Telleyrand mengambarkan demokrasi adalah sebuah aristokrasi orang
yang jahat. Hal lazim pada setiap manusia adalah cemburu atas keunggulan orang lain. Oleh
karena itu, mereka jarang memilih orang yang mampu untuk memimpin mereka. Mereka sering
memilih orang yang rendah kwalitasnya, dimana sering tidak mengindahkan dan secara luar
biasa cakap dalam mengatur diri mereka sendiri dengan sentiment yang tinggi. Orang yang
jujur dan mampu jarang terpilih didalam demokrasi. Kekuatan demokrasi berada ditangan
perusak dan koruptor. Carlyle mengapkirkan bahwa demokrasi pemerintahan tukang bual atau
tukang obat.

5. pemerintahan para kapitalist


Marxist mengkritik demokrasi yang menggolongkan demokrasi kaum borjuis. Mereka
memperdebatkan doktrin kedaulatan yang menjadi dasar didalam demokrasi adalah sebuah
dongeng. Padahal demokrasi dalam hak suara orang dewasa melahirkan dendam, dan berada
dibawah analisa pemerintahan kapitalist, yang mana bisa dikatakan dari kapitalist untuk
kapitalist. Uang adalah pemimpin dan peraturan didalam pemerintahan demokrasi, seperti
bentuk pemerintahan yang lain. Bisnis dan finansial adalah tokoh terkemuka yang
mengeluarkan dana milyaran dalam pemilihan, dan ini semua untuk menarik pengikut agar
bersatu dan memilihnya sebagai wakil mereka. Mereka membiayai partai- partai politik dan
membeli para politikus. Maka dari inilah Negara diperintah oleh kelompok yang menarik
perhatian.

6. pemerintahan oleh sekelompok kecil


Disini menegaskan demokrasi atas nama tidak tersokong. Setiap Negara yang memiliki
populasi terbesar tidak pernah melatih vote mereka. Lagipula, dalam demokrasi dikebanyakan
Negara yang melewati angka pemilihan keluar sebagai juara. Dibawah sistem ini sering terjadi
atas minoritas partai mendapatkan vote meraih kembali kekuatan. Sedangkan partai yang tidak
meraih suara yang memadai, maka akan menjadi sebagai partai oposisi atau sayap kiri. Jadi
demokrasi adalah pemerintahan yang berhenti untuk menjadi pemerintahan mayoritas.

7. sistem partai yang korupt dan melemahkan bangsa.


Demokrasi berbasis atas sistem partai. Partai- partai dipandang sangat diperlukan untuk
kesuksesan demokrasi. Akan tetapi sistem partai telah merusak demokrasi dimana- mana.
Partai- partai meletakkan perhatian utama mereka sendiri daripada bangsa mereka. Semua
perlengkapan institusional dan ideological orang – orang yang berhak memilih dalam
pemilihan adalah korup. Mereka menganjurkan ketidak tulusan, mengacaukan persatuan
bangsa, menyebarkan dusta, dan merendahkan standar moral rakyat. Mesin partai dengan baik
bekerja atas setiap individu warganegara, siapa saja yang berkeinginan menggunakan sedikit
pendapat atau tiada kebebasan. Faktanya sistem fasilitas daripada partai menghalangi operasi
peraturan lalim. Sistem partai menciptakan kelompok politik professional, yang mana
kebanyakan dari mereka tidak mampu bekerja secara serius dan membangun.
Mereka tumbuh berkembang diatas kesilapan masyarakat, yang berhasil mereka tipu dan
dimamfaatkan. Mereka selalu menciptakan kepalsuan pokok persoalan, untuk menjaga bisnis
yang berjalan. Para politikus tidak hanya memonopoli kekuatan, akan tetapi menguasai juga
wibawa sosial. Hasilnya, rakyat sibuk dalam profesi yang beragam dan lapangan kerja yang
timbul berjenis dalam kondisi yang rumit dan terlelap didalam pekerjaan mereka masing-
masing.

8. menghalangi perkembangan sosial


Menurut Faguet demokrasi adalah sebuah benda yang aneh sekali bentuknya dalam biologis;
ia tidak sebaris dengan proses perkembangan. Hukum perkembangan adalah mendakinya kita
dalam derajat perkembangan sentralisasi yang baik; perbedaan bagian tubuh memberikan
kelainan pada fungsi. Otak mengontrol semua bagian organisme. Demokrasi adalah anti
perkembangan. Ia tidak memiliki sistem sentral yang ditakuti. Tidak ada satu badan bagian
politik, yang bisa berpikir dan merancang semua organismenya; ia mengira bahwa otak bisa
dialokasikan dimana- mana dalam organisme.

9. menghalangi perkembangan intelektual


Kritikan terhadap demokrasi adalah menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan, kesenian
dan kesusastraan. Rakyat jelata menjadi bodoh dan kolot dalam segi pandang, dimana
bermusuhan terhadap aktifitas serius intelektual. Seniman dan penulis memulai untuk
memenuhi vulgar dan memilki selera rendah bahkan menjadi parhatian bagi rakyat jelata. Hasil
dari seni dan sastra sama dengan merendahkan derajat. Didalam perkataan Burn; peradaban
yang dihasilkan demokrasi bisa dikatakan biasa, cukupan dan tumpul.

10. demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang mahal


Propaganda partai dan sering mengunjungi pemilihan membutuhkan pengeluaran yang besar.
sebagai contoh di India, milyaran rupees tersalurkan untuk setiap lima tahun pemilihan. Jumlah
uang yang sangat besar ini dikeluarkan sebagai gaji dan upah para legislator. Dana yang
seharusnya dipakai untuk tujuan produktif, dihabiskan dengan sia- sia atas dasar berkampanye
dan jumlah ilmu perawatan.
Lord Bryce adalah pakar yang mempelajari secara luas, dan membuat catatan demokrasi dari
berbagai Negara, menyatakan beberapa keburukan didalam demokrasi modern sebagai berikut:

1. uang adalah kekuatan yang menyesatkan administrasi dan perundang- undangan.


2. kecenderungan untuk membuat demokrasi sebagai profesi yang menguntungkan.
3. keroyalan didalam administrasi.
4. penyalahgunaan doktrin persamaan hak dan gagal untuk menghargai nilai keahlian
administrasi.
5. kekuatan organisasi partai yang tidak pantas.
6. kecenderungan para legislator dan pejabat untuk bermain atas vote, didalam melewati
hukum dan tahan terhadap pelanggaran perintah.

PENUTUP

Di Indonesia di era reformasi ini memutuskan sebagai Negara demokrasi, tetapi kenyataannya
tujuan Negara terutama untuk mencapai kesejahteraan sulit/lambat dapat terwujud. Masalah-
masalah publik yang seharusnya dapat diselesaikan dengan cepat dari pemerintah, karena
pemerintah ingin menunjukkan pemerintahan yang demokratis, akhirnya penyelesaian
masalah publik tersebut lama dan berlarut-larut. Seharusnya pemerintah boleh saja bertindak
sedikit otoriter, yang penting tujuan Negara dapat cepat tecapai. Kita sering memandang
demokrasi sebagai tujuan, padahal demokrasi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan
Negara.

Rujukan

William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 1998, Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politk, 2000, Jakarta, Balai Aksara.

*Penulis adalah Dosen Ilmu Administrasi Fisipol Universitas Warmadewa,


Sedang Menempuh Program Pascasarsana Ilmu Administrasi
Di Universitas Negeri Jember
SOAL 45
ndonesia yang katanya menggunakan sistem demokrasi pancasila, tampak belum sepenuhnya
mengaplikasikan demokrasi pancasila yang diharapkan. Pada nyatanya, masih banyak
kejadian-kejadian maupun pelaksanaan-pelaksanaan sistem domokrasi yang tidak
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Dikatakan bahwa prinsip-prinsip dasar demokrasi
pancasila diantaranya ialah seperti penjelasan berikut ini: 1) persamaan bagi seluruh rakyat
indonesia, namun pada kenyataannya masih banyak rakyat yang merasa dikesampingkan dan
tidak mendapat perlakuan yang sama dihadapan golongan masyarakat lain yang dinilai lebih
mempunyai otoritas atau kekuasaan. 2) keseimbangan antara hak dan kewajiban, seperti kita
tau, yang kini terjadi justru tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, seringkali
antara hak dan kewajiban tidak ada hubungan yang saling timbal balik dan justru lebih
cenderung adanya ketimpangan, ketimpangan tersebut baik dari segi hak maupun kewajiban
antara negara dan warga negaranya. 3) pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain. Hal tersebut sudah
jelas bahwa kita dapat berbuat sesuai dengan kebebasan yang kita miliki. Namun, kita harus
bisa mempertanggungjawabkan perbuatan kita secara moral dihadapan Tuhan, diri sendiri
dan orang lain. Namun sekarang sudah banyak orang yang melakukan perbuatan dengan
sewenang-wenang tanpa adanya pertanggungjawaban yang berkelanjutan. 4) mewujudkan
rasa keadilan sosial. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan negara Indonesia, tetapi
rasanya hingga saat ini negara Indonesia belum bisa dikatakan mempunyai rasa keadilan
sosial, karena pada kenyataannya masih terlalu banyak rakyat yang diperlakukan tidak adil
oleh seorang yang dianggap mempunyai kekuasaan lebih. 5) pengambilan keputusan dengan
musyawarah. Sistem musyawarah mufakat adalah salah satu ciri-ciri kepribadian masyarakat
Indonesia sejak dahulu, jadi diharapkan musyawarah mufakat ini dapat terus menjadi
pedoman dalam mengambil keputusan sehingga dapat membantu mewujudkan demokrasi
pancasila yang diidam-idamkan bangsa Indonesia sejak dahulu. 6) mengutamakan persatuan
nasional dan kekeluargaan. Masyarakat Indonesia dikenal dengan bangsa yang terdiri dari
banyak keanekaragaman baik budaya, tradisi dan keanekaragaman yang lain. Dari banyaknya
keanekaragaman tersebut, Indonesia seharusnya mengutamakan persatuan nasional dan
kekeluargaan agar dapat mewujudkan demokrasi pancasila. 7) menjunjung tinggi tujuan dan
cita-cita nasional. Tujuan dan cita-cita nasional bangsa Indonesia sudah sangat baik dan
diharapkan hal-hal tersebut dapat terwujud dan selalu dijunjung tinggi agar apa yang menjadi
keinginan bangsa Indonesia sejak dahulu dapat secepatnya terwujud, terutama dalam
mewujudkan demokrasi pancasila. Untuk mewujudkan demokrasi pancasila juga dapat dilihat
melalui beberapa karakter warga negara yang demokratis dalam perspektif demokrasi
pancasila, yang beberapa diantaranya ialah religius, memiliki toleransi, adil dalam arti tidak
diskriminatif atau humanistis, anti imperialisme dan kolonialisme, memiliki komitmen untuk
mewujudkan kemakmuran bersama, dan memiliki solidaritas serta kesetiakawanan yang
tinggi sebagai sesama anak bangsa. Lailatul Hikmah /lailatulhikmah Selengkapnya... IKUTI
Share Share 0 0 JADIKAN FAVORIT KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG,
SETIAP ARTIKEL MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS. LABEL politik
TANGGAPI DENGAN ARTIKEL RESPONS : 0 NILAI : 0 Bagaimana reaksi Anda tentang
artikel ini? Aktual Bermanfaat Inspiratif Menarik Menghibur Tidak Menarik Unik Daftarkan
email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana Featured Article
[LIVE REPORT ARTICLE] Ikuti Keseruan Indonesia Community Day 2017 di Sini!
Kompasiana News 13 Mei Headline 1 VoB (Voice of Baceprot), Reinkarnasi Metallica ala
Hijaber Asgar Dizzman 07 Juni 2017 2 Apa Saja yang Harus Dipersiapkan Jelang Ramadan?
Kompasiana News 07 Juni 2017 3 Informasi PPDB Online DKI Jakarta Tahun Ajaran
2017/2018 Ryan M. 05 Juni 2017 4 Jose Mourinho Ramaikan Ruangan Kelas di Inggris
Gordi 07 Juni 2017 5 Korupsi dan Budaya Malu Syahirul Alim 07 Juni 2017 Nilai Tertinggi
Kompasiana Meluncur dengan Tenaga dan Tampilan Baru! Kompasiana 07 Juni Ada BIN di
Belakang Ahok? Rahman Hakim 07 Juni Mungkinkah Dibentuk Semacam ASIO untuk
Cegah Koruptor Lari Keluar Negeri? TJIPTADINATA EFFENDI 07 Juni Es Jaipong Dwi
Yana, Kesegaran Hakiki di Kota Yogyakarta Hendra Wardhana 07 Juni Asam Lambung
Naik? Atasi dengan Bahan Alami Ini! Dr. Sunnarleo 07 Juni Terpopuler Ada BIN di
Belakang Ahok? Rahman Hakim 07 Juni Di Arab Saudi, Rizieq Shihab Dianggap sebagai
Buronan Politik Kompas.com 07 Juni Kompasiana Meluncur dengan Tenaga dan Tampilan
Baru! Kompasiana 07 Juni Kasus Hukum Rizieq dan Amien Rais Memengaruhi Dukungan
ke Jokowi? Afifuddin lubis 07 Juni 4 Kompasianer Ini Meraih "Kompasiana Monthly
Reward" Bulan Mei Ini Kompasiana 07 Juni Tren di Google 16 Lekukan Tubuh Firza dalam
Balada Cinta Rizieq Wisnu AJ 17 Mei 2017 Update Status Facebook dengan Background
Gambar Arief Rachman 07 Juni 2017 [Misteri Malam Jumat] Ingin Kaya Raya Instan dengan
Ritual Jual Sate Burung Gagak Mas Wahyu 13 Agustus 2015 Teks Asli Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia Perpustakaan Kementerian Keuangan 18 Agustus 2014 Cerita
Dewasa ; Malam Pertama Pengantin Baru Pakde Kartono 22 Oktober 2013 Gres Mengubah
Mindset, Butuhkah Kontemplasi? Soleech el-Thorsy 04 Juni Poncokusumo, Sebuah Desa
Agrowisata di Kabupaten Malang Stefani Ivana 03 Juni NU, Benteng Pancasila dan NKRI
Soleech el-Thorsy 03 Juni SOCIAL STREAM Beyond Blogging Berhijab dan mementaskan
musik metal. Mereka pun sempat dihujat oleh orang banyak karena pilihan musik tersebut.
Tapi ketiganya membuktikan kiprahnya hingga di-review oleh artis metal papan... #Headline
Tas yang bisa dijadikan alat investasi tentunya bukan sembarang tas. #Headline Kesalahan
konsep pendidikan terjadi di sekolah? #Headline Satu sisi ada positifnya, sisi lainnya ada
negatifnya. Kompasianer, Apa saja persiapan mudik Lebaran tahun ini? Yuk ceritakan
persiapan atau antisipasi mudik aman saat lebaran melalui Kompasiana Blog Competition!
Kompetisi ini diadakan oleh... Sudah dapat THR, Kompasianer? Ayo berbagi THR-mu di
Kompasiana! Apa itu THR? Kompasiana menghadirkan "microsite" THR (Tebar Hikmah
Ramadan) sebagai himpunan artikel-artikel Kompasianer... Tentang Kompasiana Syarat &
Ketentuan Bantuan

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/lailatulhikmah/mewujudkan-demokrasi-
pancasila_55546ab073977333149054bb
SOAL 46

SOAL
SOAL 49

Keadilan adalah memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan
terletak pada keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Socrates
mengatakan bahwa keadilan tercapai apabila pemerintah mempraktekkan ketentuan hukum
atau melaksanakan tugasnya dan rakyat merasakannya.

Plato menilai tercapainya keadilan apabila setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat
dasar yang dianggap cocok bagi orang tersebut, sedangkan tindakan manusia dipandang layak
apabila pihak yang sama mendapatkan bagian sama (Aristoteles) Hak merupakan wewenang
untuk memiliki, meninggalkan, atau menuntut sesuatu. Materi hak menyangkut individu,
namun hak bukan milik perseorangan. Hak seseorang terkait dengan hak orang lain.

Disamping hak, seorang individu juga memiliki berbagai kewajiban, yakni kewajiban
terhadap Allah, masyarakat dan diri sendiri. Kewajiban terhadap Allah diwujudkan dalam
bentuk memuja dan mengabdi, kewajiban terhadap masyarakat dengan menolong orang lain,
sedangkan kewajiban terhadap diri sendiri diwujudkan dengan melakukan perbuatan yang
baik.

Ada berbagai macam bentuk keadilan, diantaranya adalah keadilan moral, keadilan
distributif, keadilan komutatif dan keadilan sosial. Penjelasannya kurang lebih sebagai
berikut :

1. Keadilan moral terwujud bila setiap orang melakukan fungsi menurut kemampuannya.
Keadilan tercipta apabila seorang tentara menjalankan fungsinya sebagai petugas
pertahanan, bukan sebagai pebisnis.
2. Keadilan distributif terlaksana apabila hal-hal sama diperlakukan secara sama. Keadilan
distributif dapat digambarkanketika memberikan hadiah kepada karyawan. Karyawan yang
bekerja 10 tahun akan diberikan hadiah sebesar Rp 4.000.000,- sedangkan bagi yang bekerja
5 tahun hanya sebesar Rp 2.000.000,-
3. Keadilan komutatif merupakan keadilan yang bertujuan memelihara ketertiban atau
kesejahteraan. Seorang pekerja yang bekerja giat dan berprestasi sudah sepantasnya diberi
penghargaan, sebaliknya pekerja yang banyak melakukan pelanggaran diberikan hukuman
yang setimpal.
4. Keadilan sosial tercipta apabila setiap orang mendapat perlakuan yang adil di bidang hukum,
politik, ekonomi dan budaya serta kemakmuran dapat dinikmati secara merata.

Setiap manusia berhak diperlakukan adil dan berlaku adil dengan menyeimbangkan antara
hak dan kewajiban. Orang yang menuntut hak, tapi lupa kewajiban, tindakannya pasti akan
mengarah pada pemerasan, sebaliknya orang yang menjalankan kewajiban, tetapi lupa
menuntut hak akan mudah diperbudak oleh orang lain

Keadilan merupakan budaya bangsa Indonesia. Sejak dahulu, manusia meminta keadilan
kepada Allah dengan cara berdoa. Pada jaman kerajaan jawa tempo dulu ada budaya “pepe”
yang dilakukan oleh rakyat yang meminta keadilan.
Keadilan diekspresikan dengan berbagai cara, misalnya membuat pepatah yang menunjukan
adanya tuntutan terhadap perlakuan adil, misalnya pepatah “Raja adil raja disembah, raja
lalim raja disanggah” Ada yang membuat karya seni yang menyuarakan keadilan, seperti seni
musik, prosa dan puisi. Ada yang pula yang menuntut keadilan dengan cara berpuasa sampai
mati atau sampai tuntutan keadilannya terpenuhi, menjahit mulut, membakar diri dan
sebagainya. *

Iklan

Filed under 04 Keadilan and tagged Makna dan hakekat keadilan | Tinggalkan komentar

About mulyo wiharto


Silahkan memberi komentar pada topik yang sesuai, jangan di menu utama, terima kasih (please,
provide comments on appropriate topic, not in the main menu, thank you)

View all posts by mulyo wiharto »

Navigasi pos

Previous Post Next Post

Tinggalkan Balasan
SOAL 50
Macam-Macam Keadilan| Tahukah teman-teman tentang keadilan ?.. Dalam pengertian
keadilan dan macam-macam atau jenis-jenis keadilan yang kami akan kenalkan keadilan yang
sebenarnya. Ada banyak keadilan yang salah arti dalam mendefinisikan pengertian keadilan,
karna menempatkan kata keadilan pada tempat yang salah hal ini kurang memahami materi
tentang macam-macam atau jenis-jenis keadilan. Pertama-tama mari kita bahas Pengertian
Keadilan Secara Umum. Pengertian Keadilan adalah hal-hal yang berkenaan pada sikap dan
tindakan dalam hubungan antar manusia yang berisi sebuah tuntutan agar sesamanya dapat
memperlakukan sesuai hak dan kewajibannya. Dalam bahasa inggris keadilan adalah
justice. Makna justice terbagi atas dua yaitu makna justice secara atribut dan makna justice
secara tindakan. Makna justice secara atribut adalah suatu kuasalitas yang fair atau adil.
Sedangkan makna justice secara tindakan adalah tindakan menjalankan dan menentukan hak
atau hukuman.

Keadilan berasal dari istilah adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah,
adapun pengertian adil adalah memberikan apa saja sesuai dengan haknya. Keadilan berarti
tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu ditengah-tengah, tidak memihak, berpihak kepada
yang benar, tidak sewenang-wenang. Keadilan juga memiliki pengertian lain yaitu suatu
keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi
haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya. Sedangkan Pengertian Keadilan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu hal yang tidak berat sebelah atau
tidak memihak serta tidak sewenang-wenang. Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
kata adil berasal dari kata adil, adil mempunyai arti yaitu kejujuran, kelurusan, dan keikhlasan
yang tidak berat sebelah.

Pengertian Keadilan Menurut Definisi Para Ahli - Pengertian keadilan menurut Aristoteles
yang mengatakan bahwa keadilan adalah tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu
banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai
dengan apa yang menjadi haknya. Pengertian keadilan menurut Frans Magnis Suseno yang
mengatakan pendapatnya tentang pengertian keadilan adalah keadaan antarmanusia yang
diperlakukan dengan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Pengertian
keadilan menurut Notonegoro yang berpendapat bahwa keadilan adalah suatu keadaan
dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengertian keadilan menurut
Thomas Hubbes yang mengatakan bahwa pengertian keadilan adalah sesuatu perbuatan
dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati. Pengertian
keadilan menurut Plato yang menyatakan bahwa pengertian keadilan adalah diluar
kemampuan manusia biasa dimana keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-
undangan yang dibuat oleh para ahli yang khususnya memikirkan hal itu. Pengertian keadilan
menurut W.J.S Poerwadarminto yang mengatakan bahwa pengertian keadilan adalah tidak
berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang. Pengertian keadilan menurut definisi Imam
Al-Khasim adalah mengambil hak dari orang yang wajib memberikannya dan memberikannya
kepada orang yang berhak menerimanya.
"Pengertian Keadilan dan Macam-Macam Keadilan"
Macam-Macam Keadilan dan Contohnya
1. Macam-macam atau jenis-jenis keadilan menurut Teori Aristoteles adalah sebagai berikut...
Advertisement

Apotek sejak lama menyembunyikan obat Cara mudah singkirkan lemak perut 56 kg
manjur pembasmi parasit dari tubuh manusia 2 minggu. Sebelum tidur, ambil 1 sdt...

 Keadilan Komunikatif : Pengertian keadilan komunikatif adalah perlakuan kepada


seseorang tampa dengan melihat jasa-jasanya. Contohnya keadilan komunikatif
adalah seseorang yang diberikan sanksi akibat pelanggaran yang dibuatnya tampa
melihat jasa dan kedudukannya.
 Keadilan Distributif : Pengertian keadilan distributif adalah perlakuan kepada
seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dilakukan. Contoh keadilan distributif
adalah seorang pekerja bangunan yang diberi gaji sesuai atas hasil yang telah
dikerjakan.
 Keadilan Kodrat Alam : Pengertian keadilan kodrat alam adalah perlakukan kepada
seseorang yang sesuai dengan hukum alam. Contoh keadilan kodrat alam adalah
seseorang akan membalas dengan baik apabila seseorang tersebut melakukan hal yang
baik pula kepadanya.
 Keadilan Konvensional : Pengertian keadilan konvensional adalah keadilan yang
terjadi dimana seseorang telah mematuhi peraturan perundang-undangan. Contoh
keadilan konvensional adalah seluruh warga negara wajib mematuhi segala peraturan
yang berlaku di negara tersebut.
 Keadilan Perbaikan : Pengertian keadilan perbaikan adalah keadilan yang terjadi
dimana seseorang telah mencemarkan nama baik orang lain. Contoh keadilan
perbaikan adalah seseorang meminta maaf kepada media karna telah mencemarkan
nama baik orang lain.

2. Macam-macam atau jenis-jenis keadilan menurut Teori Plato adalah sebagai berikut...
 Keadilan Moral : Pengertian keadilan moral adalah keadilan yang terjadi apabila
mampu memberikan perlakukan seimbang antara hak dan kewajibannya.
 Keadilan Prosedural : Pengertian keadilan prosedural adalah keadilan yang terjadi
apabila seseorang melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara yang diharapkan

3. Macam-macam Keadilan Secara Umum adalah sebagai berikut...

 Keadilan Komunikatif (Iustitia Communicativa) : Pengertian keadilan komunikatif


adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang terhadap apa yang
menjadi bagiannya dengan berdasarkan hak seseorang pada suatu objek tertentu.
Contoh keadilan komunikatif adalah Iwan membeli tas andri yang harganya 100 ribu
maka iwan membayar 100 ribu juga seperti yang telah disepakati.
 Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva) : Pengertian keadilan distributif adalah
keadilan yang memberikan kepada masing-masing terhadap apa yang menjadi hak
pada suatu subjek hak yaitu individu. Keadilan distributif adalah keadilan yang
menilai dari proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan jasa, kebutuhan, dan
kecakapan. Contoh keadilan distributif adalah karyawan yang telah bekerja selama 30
tahun, maka ia pantas mendapatkan kenaikan jabatan atau pangkat.
 Keadilan Legal (Iustitia Legalis) : Pengertian keadilan legal adalah keadilan
menurut undang-undang dimana objeknya adalah masyarakat yang dilindungi UU
untuk kebaikan bersama atau banum commune. Contoh keadilan legal adalah Semua
pengendara wajib menaati rambu-rambu lalu lintas.
 Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa) : Pengertian keadilan vindikatif adalah
keadilan yang memberikan hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau
kejatahannya. Contoh keadilan vindikatif adalah pengedar narkoba pantas dihukum
dengan seberat-beratnya.
 Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa) : Pengertian keadilan kreatif adalah keadilan
yang memberikan masing-masing orang berdasarkan bagiannya yang berupa
kebebasan untuk menciptakan kreativitas yang dimilikinya pada berbagai bidang
kehidupan. Contoh keadilan kreatif adalah penyair diberikan kebebasan dalam
menulis, bersyair tanpa interfensi atau tekanan apapun.
 Keadilan Protektif (Iustitia Protektiva) : Pengertian keadilan protektif adalah
keadilan dengan memberikan penjagaan atau perlindungan kepada pribadi-pribadi
dari tindak sewenang-wenang oleh pihak lain. Contoh keadilan protektif adalah Polisi
wajib menjaga masyarakat dari para penjahat.

Demikianlah materi seputar keadilan dengan point-point seperti pengertian keadilan secara
umum, pengertian keadilan menurut definisi para ahli, macam-macam keadilan menurut
aristoteles dan contohnya, macam-macam keadilan menurut plato, semoga teman-teman
menerima materi Pengertian Keadilan dan Macam-Macam Keadilan dan juga dapat
bermanfaat. "Pesan kami buat teman-teman semoga hal ini memberikan teman-teman untuk
selalu bersikap adil baik itu kepada diri sendiri dan orang lain, serta ilmu yang telah
didapatkan, dapat teman-teman bagikan". Sekian dan terima kasih. "Salam Berbagi Teman-
Teman".
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
SOAL 51

ohn Rawls (1921-2002) adalah seorang pemikir yang memiliki pengaruh sangat besar di
bidang filsafat politik dan filsafat moral. Melalui gagasan-gagasan yang dituangkan di dalam
A Theory of Justice (1971), Rawls menjadikan dirinya pijakan utama bagi perdebatan filsafat
politik dan filsafat moral kontemporer. Para pemikir setelah Rawls hanya punya dua pilihan:
Menyetujui atau tidak menyetujui Rawls. Tidak ada pilihan untuk mengabaikan Rawls sama
sekali. Hal ini dikarenakan jangkauan pemikiran Rawls yang sangat luas dan dalam, yakni:
Upaya untuk melampaui paham utilitarianisme yang sangat dominan di era sebelum Rawls
serta merekonstruksi warisan teori kontrak sosial dari Hobbes, Locke dan Kant sebagai titik
tolak untuk merumuskan sebuah teori keadilan yang menyeluruh dan sistematis (Daniels:
1971).

Sebagai ilustrasi atas pengaruh besar Rawls dalam bidang filsafat politik dan filsafat moral
tersebut, ada baiknya bila kata-kata dari Robert Nozick, seorang filsuf politik sezaman dan
sekaligus kritikus paling utama bagi pikiran-pikiran Rawls, dikemukakan di sini:

A Theory of Justice adalah sebuah karya filsafat politik dan filsafat moral yang kuat,
mendalam, subtil, luas, sistematik, yang tidak pernah terlihat lagi semenjak karya-karya John
Stuart Mill, atau sebelumnya. Buku ini merupakan sumber mata air ide-ide, terintegrasi
bersama dalam satu kesatuan yang bagus. Para pemikir filsafat politik sekarang harus bekerja
di dalam teori Rawls, atau harus menjelaskan mengapa tidak (Nozick: 1974, h. 183).

Tanggapan-tanggapan atas pemikiran Rawls dalam A Theory of Justice tersebut datang dari
berbagai kalangan, terutama dari para pemikir yang berada di barisan libertarian, feminis,
pembela utilitarianisme, dan komunitarianisme neo-Aristotelian. Debat antara Rawls dan
pendukungnya di satu sisi, serta pengkritiknya dari kalangan komunitarian neo-Aristotelian di
lain sisi bahkan kemudian menjadi sangat terkenal sebagai “debat liberal-komunitarian”
dalam percaturan filsafat kontemporer. Beberapa di antara filsuf terkenal yang melibatkan
diri di dalam perdebatan ini adalah Rawls sendiri, Jurgen Habermas, Charles Taylor, Michael
Sandel, dan Michael Walzer (Rasuanto: 2005, h. 26; Magnis-Susseno: 2005, h. 198-216).

Pertanyaannya adalah gagasan apa sebenarnya yang terkandung di dalam A Theory of Justice
sehingga buku ini disebut-sebut sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh di dalam
filsafat politik dan filsafat moral kontemporer? Apa sebenarnya yang dimaksud Rawls dalam
bukunya itu sebagai teori keadilan? Argumen-argumen apa yang Rawls pakai untuk
mendukung teori keadilannya itu?

Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk itu, Pada bagian
“Keadilan sebagai Fairness” dijelaskan tujuan utama Rawls merumuskan teori keadilannya.
Selanjutnya, pada bagian “Posisi Asali” dijelaskan argumen-argumen Rawls untuk
mendukung prinsip-prinsip keadilannya. Bagian “Prinsip-prinsip Keadilan” menjelaskan
gagasan substantif Rawls tentang prinsip-prinsip untuk menata masyarakat modern yang
tertata secara baik berdasarkan konsepsinya mengenai keadilan sebagai fairness. Kemudian,
pada bagian “Tanggapan”, saya mencoba membuat refleksi kritis atas gagasan-gagasan
Rawls. Tulisan ini diakhiri dengan sebuah catatan penutup yang berisi kesimpulan-
kesimpulan.

KEADILAN SEBAGAI FAIRNESS


Apa yang memungkinkan anggota-anggota dari suatu masyarakat secara bersama-sama
menerima dan mematuhi ketentuan-ketentuan sosial yang mengatur pembagian hak dan
kewajiban di antara mereka? Apa yang bisa mendorong anggota-anggota masyarakat tersebut
untuk terlibat secara sukarela dalam berbagai kerja sama sosial? Tentu saja, dalam suatu
tatanan sosial yang totaliter, anggota-anggota dari masyarakatnya bisa saja secara terpaksa
menerima dan mematuhi ketentuan-ketentuan sosial yang ditetapkan oleh rezim totaliter
tersebut, karena mereka mungkin merasa takut. Akan tetapi, untuk kedua kalinya
dikemukakan di sini, pertanyaannya adalah apa yang memungkinkan munculnya
kesukarelaan dari segenap anggota masyarakat untuk menerima dan mematuhi ketentuan-
ketentuan sosial yang ada?

Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, Rawls mengemukakan bahwa kesukarelaan segenap


anggota masyarakat untuk menerima dan mematuhi ketentuan-ketentuan sosial yang ada
hanya dimungkinkan jika masyarakatnya tertata baik di mana keadilan sebagai fariness
menjadi dasar bagi prinsip-prinsip pengaturan institusi-institusi yang ada di dalamnya
(Rawls: 1971, h. 4-5). Sampai di sini, pertanyaan belum sepenuhnya terjawab. Lantas, apa
yang Rawls maksudkan dengan keadilan sebagai fairness? Mengapa fairness itu sedemikian
penting dalam rumusan keadilan Rawls? Apa yang memungkinkan suatu keadilan sebagai
fairness bisa muncul?

Ketika berbicara tentang ketentutan-ketentuan sosial yang mengatur kehidupan bersama,


Rawls sebenarnya sedang menekankan upaya untuk merumuskan prinsip-prinsip yang
mengatur distribusi hak dan kewajiban di antara segenap anggota suatu masyarakat.
Penekanan terhadap masalah hak dan kewajiban, yang didasarkan pada suatu konsep keadilan
bagi suatu kerja sama sosial, menunjukan bahwa teori keadilan Rawls memusatkan perhatian
pada bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang di dalam masyarakat
sehingga setiap orang berpeluang memperoleh manfaat darinya dan secara nyata, serta
menanggung beban yang sama. Karenanya, agar menjamin distribusi hak dan kewajiban yang
berimbang tersebut, Rawls juga menekankan pentingnya kesepakatan yang fair di antara
semua anggota masyarakat. Hanya kesepakatan fair yang mampu mendorong kerja sama
sosial (Rawls: 1971, h. 4-5).

Demikian, kesepakatan yang fair adalah kunci untuk memahami rumusan keadilan Rawls.
Masalahnya, bagaimana kesepakatan yang fair itu bisa diperoleh? Rawls memandang bahwa
kesepakatan yang fair hanya bisa dicapai dengan adanya prosedur yang tidak memihak.
Hanya dengan suatu prosedur yang tidak memihak, prinsip-prinsip keadilan bisa dianggap
fair. Karenanya, bagi Rawls, keadilan sebagai fairness adalah “keadilan prosedural murni”
(Ujan: 2001, h. 42). Dalam hal ini, apa yang dibutuhkan oleh mereka yang terlibat dalam
proses perumusan konsep keadilan hanyalah suatu prosedur yang fair (tidak memihak) untuk
menjamin hasil akhir yang adil pula (Rawls: 1971, h. 4-5).

POSISI ASALI

Di atas, Rawls menekankan posisi penting suatu prosedur yang fair demi lahirnya keputusan-
keputusan yang oleh setiap orang dapat diterima sebagai hal yang adil. Adapun prosedur yang
fair ini hanya bisa terpenuhi apabila terdapat iklim musyawarah yang memungkinkan
lahirnya keputusan yang mampu menjamin distribusi yang fair atas hak dan kewajiban.
Rawls menegaskan pentingnya semua pihak, yang terlibat dalam proses musyawarah untuk
memilih prinsip-prinsip keadilan, berada dalam suatu kondisi awal yang disebutnya “posisi
asali” (the original position).
Rawls memunculkan gagasan tentang posisi asali dengan sejumlah catatan: Pertama, adalah
penting untuk menegaskan terlebih dahulu bahwa Rawls melihat posisi asali sebagai suatu
prasyarat yang niscaya bagi terjaminnya kadilan sebagai fairness. Namun, Rawls tidak
pernah memandang posisi asali sebagai suatu yang riil, melainkan merupakan sebuah kondisi
awal yang bersifat imajiner. Menurutnya, kondisi awal imajiner ini harus diandaikan dan
diterima, karena hanya dengan cara ini tercapainya keadilan sebagai prosedural murni bisa
dibayangkan. Hanya saja, kendati bersifat imajiner, bagi Rawls, posisi asali sudah merupakan
syarat yang memadai untuk melahirkan sebuah konsep keadilan yang bertujuan pada
terjaminnya kepentingan semua pihak secara fair (Rawls: 1971, h. 120).

Kedua, setiap orang yang berpartisipasi di dalam proses perumusan prinsip-prinsip keadilan
ini harus benar-benar masuk dalam situasi ideal tersebut. Hanya saja, Rawls percaya bahwa
tidak semua orang dapat masuk ke dalam posisi asali. Hanya orang-orang tertentu yang dapat
masuk ke dalam situasi hipotesis ini, yakni mereka yang memiliki kemampuan bernalar
sesuai dengan standar formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Ketentuan-ketentuan ilmiah ini
membuka peluang bagi semua orang untuk masuk ke dalam proses musyawarah yang fair
(Rawls: 1971, h. 130-135).

Rawls menegaskan bahwa semua pihak yang berada dalam posisi asali harus juga berada
dalam keadaan “tanpa pengetahuan.” Melalui gagasan tentang “keadaan-tanpa-pengetahuan”
tersebut, Rawls ingin menegaskan bahwa semua pihak yang ada dalam posisi asali tidak
memiliki pengetahuan mengenai berbagai alternatif yang dapat mempengaruhi mereka dalam
proses perumusan dan pemilihan prinsip-prinsip pertama keadilan. Keadaan ketidaktahuan
akan hal-hal partikular memang menjadi syarat penting untuk menjamin fairness. Oleh
karena itu, semua pihak yang terlibat dalam proses pemilihan tersebut harus mampu
melakukan penilaian atas prinsip-prinsip keadilan yang senantiasa dipandu oleh
pertimbangan-pertimbangan yang umum sifatnya (Rawls: 1971, h. 136-142).

Rawls juga menggambarkan bahwa dalam posisi asali tersebut semua pihak juga diandaikan
bersikap saling-tidak-peduli dengan kepentingan pihak lain. Di sini dimaksudkan bahwa
semua pihak berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan apa yang dianggap paling
baik bagi dirinya. Pada saat yang sama, mereka juga dianggap tidak saling mengetahui apa
yang dapat diperoleh pihak lain bagi dirinya sendiri. Gambaran ini secara sekilas menunjukan
karikatur orang-orang yang justru bertolak belakang dengan semangat kerja sama yang
menjadi inti konsep keadilan sebagai fairness. Namun demikian, penggambaran Rawls
tentang sikap saling-tidak-peduli di antara orang-orang yang ada dalam posisi asali tersebut
sebenarnya lebih sebagai sebuah pengandaian agar semua pihak dalam posisi asali mampu
membebaskan diri dari rasa iri terhadap apa yang mungkin didapatkan oleh orang lain. Untuk
itu, semua orang harus berkonsentrasi hanya pada apa yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Pertanyaan yang muncul adalah: Bagaimana setiap pihak yang berusaha mengejar
kepentingannya sendiri (rasional) di dalam posisi asali dan berada dalam keadaan “tanpa-
pengetahuan” itu pada akhirnya dapat memilih prinsip-prinsip pertama keadilan yang mampu
menjamin kepentingan semua pihak? Menurut Rawls, dalam situasi tersebut, maka orang-
orang atau para pihak akan memastikan bahwa prinsip keadilan yang akan dirumuskan bisa
menjamin distribusi “nilai-nilai primer” (primary goods) yang fair. Dalam hal ini, “nilai-nilai
primer” adalah satu-satunya motivasi yang mendorong dan membimbing semua pihak dalam
usahanya memilih prinsip-prinsip pertama keadilan. Dengan nilai-nilai primer, Rawls
memaksudkan semua nilai sosial dasar yang pasti diinginkan dan dikejar oleh semua
manusia. Artinya, pelbagai manfaat yang dilihat dan dihayati sebagai nilai-nilai sosial yang
harus dimiliki oleh seseorang agar layak disebut manusia.

Gagasan Rawls tentang posisi asali tersebut sebenarnya merupakan refleksi dari konsep
moral tentang person: setiap manusia diakui dan diperlakukan sebagai person yang rasional,
bebas, dan setara (memiliki hak yang sama). Dalam pandangan Rawls, manusia sebagai
person moral pada dasarnya memiliki dua kemampuan moral, yakni: 1) kemampuan untuk
mengerti dan bertindak berdasarkan rasa keadilan dan dengan itu juga didorong untuk
mengusahakan suatu kerja sama sosial; dan 2) kemampuan untuk membentuk, merevisi, dan
secara rasional mengusahakan terwujudnya konsep yang baik. Rawls menyebut kedua
kemampuan ini sebagai a sense of justice dan a sense of the good. Kemampuan-kemampuan
moral itu memberikan kemungkinan bagi manusia sebagai person moral untuk bertindak
secara rasional dan otonom dalam menetapkan cara-cara dan tujuan-tujuan yang dianggap
baik bagi dirinya di satu sisi, serta bertindak berdasarkan prinsip-prinsip keadilan di lain sisi
(Rawls: 1987, h. 1-88).

DUA PRINSIP KEADILAN

Dalam kondisi awal (posisi asali) sebagaimana dijelaskan di atas, Rawls percaya bahwa
semua pihak akan bersikap rasional; dan sebagai person yang rasional, semua pihak akan
lebih suka memilih prinsip keadilan yang ditawarkannya daripada prinsip manfaat
(utilitarianisme). Prinsip itu adalah:

Semua nilai-nilai sosial—kebebasan dan kesempatan, pendapatan dan kekayaan, dan basis
harga diri—harus didistribusikan secara sama. Suatu distribusi yang tidak sama atas nilai-
nilai sosial tersebut hanya diperbolehkan apabila hal itu memang menguntungkan orang-
orang yang paling tidak beruntung (Rawls: 1971, h. 62).

Bertolak dari prinsip umum di atas, Rawls merumuskan kedua prinsip keadilan sebagai
berikut: 1. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas,
seluas kebebasan yang sama bagi semua orang; 2. Ketidaksamaan sosial ekonomi harus
diatur sedemikian rupa sehingga (a) diharapkan memberi keuntungan bagi bagi orang-oang
yang paling tidak beruntung, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang
(Rawls: 1971, h. 60).

Dengan demikian, untuk terjaminnya efektivitas dari kedua prinsip keadilan itu, Rawls
menegaskan bahwa keduanya harus diatur dalam suatu tatanan yang disebutnya serial order
atau lexical order (Rawls: 1971, h. 63-64). Dengan pengaturan seperti ini, Rawls menegaskan
bahwa hak-hak serta kebebasan-kebebasan dasar tidak bisa ditukar dengan keuntungan-
keuntungan sosial dan ekonomi. Hal ini berarti bahwa prinsip keadilan kedua hanya bisa
mendapat tempat dan diterapkan apabila prinsip keadilan pertama telah terpenuhi. Dengan
kata lain, penerapan dan pelaksanaan prinsip keadilan yang kedua tidak boleh bertentangan
dengan prinsip keadilan yang pertama. Oleh karena itu, hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar dalam konsep keadilan khusus ini memiliki prioritas utama atas keuntungan-
keuntungan sosial dan ekonomi (Rawls: 1971, h. 250).

Bagi Rawls, pembatasan terhadap hak dan kebebasan hanya diperbolehkan sejauh hal itu
dilakukan demi melindungi dan mengamankan pelaksanaan kebebasan itu sendiri. Itu berarti,
perlu diterima suatu pengaturan secara kelembagaan atas praktek-praktek kebebasan agar
pelaksanaan kebebasan tidak membahayakan kebebasan yang memang menjadi hak setiap
orang (Ujan: 2001, h. 74).

Prinsip keadilan yang kedua menuntut bahwa ketidaksamaan dalam pencapaian nilai-nilai
sosial dan ekonomi diperbolehkan apabila tetap membuka peluang bagi pihak lain untuk
mendapatkan manfaat dalam hal yang sama. Oleh karena itu, ketidaksamaan dalam perolehan
nilai sosial dan ekononomi tidak harus selalu dimengerti sebagai ketidakadilan. Inti dari
prinsip keadilan yang kedua justru terletak pada sisi ini.

Bagi Rawls, prinsip “perbedaan” dimaksudkan untuk menjamin berlangsungnya suatu


masyarakat yang ideal di mana keterbukaan peluang yang sama (dijamin melalui prinsip
kesempatan yang adil) tidak akan menguntungkan sekelompok orang dan pada saat yang
sama merugikan kelompok orang lainnya. Oleh karena itu, adanya prinsip “perbedaan”
merupakan pengakuan dan sekaligus jaminan atas hak dari kelompok yang lebih beruntung
(the better off) untuk menikmati prospek hidup yang lebih baik pula. Akan tetapi, dalam
kombinasi dengan prinsip kesempatan yang sama dan adil, prinsip itu juga menegaskan
bahwa “kelebihan” berupa prospek yang lebih baik itu hanya dapat dibenarkan apabila
membawa dampak berupa peningkatan prospek hidup bagi mereka yang kurang beruntung
atau paling tidak beruntung (Rawls: 1971, h. 75).

KEADILAN DALAM PENATAAN INSTITUSI-INSTITUSI POLITIK DAN


EKONOMI

Konsepsi keadilan Rawls memperlihatkan dukungan dan pengakuan yang kuat akan hak dan
kewajiban manusia, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang ekonomi. Secara
khusus, konsepsi keadilan tersebut menuntut hak pastisipasi yang sama bagi semua warga
masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan politik dan ekonomi. Dengan
demikian, diharapkan bahwa seluruh struktur sosial dasar sungguh-sungguh mampu
menjamin kepentingan semua pihak.

Dari sudut politik, konsepsi keadilan Rawls diformulasikan ke dalam tiga sendi utama: (1)
hak atas partisipasi politik yang sama; (2) hak warga untuk tidak patuh; dan (3) hak warga
untuk menolak berdasarkan hati nurani. Ketiga hal ini menjadi manifestasi kelembagaan dari
prinsip keadilan pertama dalam teori kedilan Rawls.

Rawls memandang hak atas partisipasi politik yang sama tersebut bisa terakomodasi dalam
sebuah sistem politik yang tidak saja bersifat demokratis, tapi juga konstitusional. Sistem
politik demokrasi konstitusional di sini dicirikan oleh dua hal utama: pertama, adanya suatu
badan perwakilan yang dipilih melalui suatu pemilihan yang fair dan bertanggung jawab
kepada pemilihnya, yang berfungsi sebagai badan legislatif untuk merumuskan peraturan-
peraturan dan kebijakan-kebijakan sosial; dan kedua, adanya perlindungan konstitusional
terhadap kebebasan-kebebasan sipil dan politik, seperti kebebasan berpikir dan berbicara,
kebebasan berkumpul dan membentuk organisasi politik (Rawls: 1971, h. 222).

Bagi Rawls, sistem politik demokrasi konstitusional harus memberikan ruang bagi hak untuk
tidak patuh (pada Negara), karena hak ini adalah konsekuensi logis dari demokrasi. Rawls
memaksudkan hak untuk tidak patuh ini sebagai ‘suatu tindakan publik, tanpa kekerasan,
berdasarkan suara hati tetapi bersifat politis, bertentangan dengan hukum karena biasanya
dilakukan dengan tujuan menghasilkan perubahan hukum atau kebijakan pemerintah’ (Rawls:
1971, h. 364). Dalam hal ini, Rawls memandang bahwa ada ruang di mana hukum yang
ditetapkan tidak bersifat adil sehingga warga Negara boleh melakukan tindakan politik untuk
menentang dan mengubahnya melalui cara-cara yang tidak menggunakan kekerasan.

Jika hak untuk tidak patuh dimaksudkan sebagai tindakan politik untuk memperbaiki hukum
yang tidak adil, maka hak untuk menolak berdasarkan hati nurani lebih dimaksudkan sebagai
ruang yang diberikan kepada seseorang untuk tidak mematuhi hukum jika hal itu dipandang
bertentangan dengan hati nuraninya sendiri. Misalnya, jika terdapat sebuah hukum yang
meminta warganya untuk berperang sementara terdapat seorang warga yang memiliki
keyakinan bahwa membunuh bertentangan dengan prinsip keadilan yang dipegangnya, maka
dia berhak untuk menolak untuk ikut berperang (Rawls: 1971, h. 370-380).

Dari sudut penataan ekonomi, konsepsi keadilan Rawls menuntut suatu basis ekonomi yang
fair melalui sistem perpajakan yang proporsional (dan bahkan pajak progresif jika
diperlukan) serta sistem menabung yang adil sehingga memungkinkan terwujudnya distribusi
yang adil pula atas semua nilai dan sumber daya sosial. Di sini perlu ditegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak untuk menikmati nilai-nilai dan sumber daya sosial dalam jumlah yang
sama, tetapi juga memiliki kewajiban untuk menciptakan kemungkinan yang membawa
kemaslahatan bagi masyarakat secara keseluruhan. Prinsip ini tidak hanya berlaku bagi
anggota masyarakat dalam generasi yang sama, tetapi juga bagi generasi yang satu dengan
generasi yang lainnya. Bagi Rawls, kekayaan dan kelebihan-kelebihan bakat alamiah
seseorang harus digunakan untuk meningkatkan prospek orang-orang yang paling tidak
beruntung di dalam masyarakat (Rawls: 1971, h. 260-285).

TANGGAPAN KRITIS

Dari gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Rawls tentang teori keadilan, saya
menemukan setidak-tidaknya empat hal yang perlu ditanggapi secara kritis; 1) pandangan
Rawls tentang subjek sebagaimana direfleksikan dalam konsepsi orang-orang yang ada dalam
posisi asali; 2) metode Rawls dalam merumuskan prinsip-prinsip keadilan yang cenderung
terjebak dalam monologi di mana prinsip keadilan bisa dikonstruksi secara rasional oleh
seorang atau sekelompok orang ahli sembari mengabaikan ruang-ruang dialogis yang bersifat
deliberatif; 3) pandangan Rawls tentang perbedaan sosio-ekonomi yang diperbolehkan sejauh
menguntungkan kelompok yang paling tidak beruntung; dan 4) peluang untuk menerapkan
pajak progresif dalam teori keadilan Rawls telah menjadikan kelompok yang beruntung di
dalam masyarakat sebagai alat untuk kepentingan orang-orang yang tidak beruntung.

Pertama, pandangan Rawls tentang subjek sebagaimana direfleksikan dalam konsepsi orang-
orang yang ada dalam posisi asali. Melalui konsep posisi asali di mana para pihak yang
terlibat berada di dalamnya berada di balik cadar ketidaktahuan, Rawls telah mengabikan
posisi penting kondisi-kondisi kemanusiaan aktual dalam merumuskan konsep keadilannya.
Teori keadilan Rawlsian dibangun di atas konsep person moral yang mengabaikan identitas-
identitas konkret yang ada dalam kehidupan nyata. Padahal, persoalan kerja sama sosial tidak
saja terkait dengan masalah-masalah kepentingan manusiawi yang bersifat universal, tapi
juga konstalasi-konstalasi partikular terkait identitas yang bersifat spesifik.

Dalam hal ini, teori keadilan Rawls semata-mata menyoroti masalah-masalah “politik
redistribusi”, yakni bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang, tapi di
saat yang sama teori keadilan tersebut mengabaikan masalah-masalah “politik rekognisi”,
yakni bagaimana menata relasi-relasi sosio-kultural berbasis identitas. Ketika Rawls
berbicara tentang struktur dasar masyarakat sebagai basis bagi teori keadilannya, apakah hal
itu berarti Negara atau apa? Jika itu adalah Negara, maka apakah di dalamnya dimungkinkan
pembicaraan tentang Negara multi-bangsa atau Negara poli-etnis sebagaimana diwacanakan
oleh kalangan multikulturalis?

Kedua, metode Rawls dalam merumuskan prinsip-prinsip keadilan yang cenderung terjebak
dalam monologi di mana prinsip keadilan bisa dikonstruksi secara rasional oleh seorang atau
sekelompok orang ahli sembari mengabaikan ruang-ruang dialogis yang bersifat deliberatif.
Metode yang dirumuskan oleh Rawls ini tidak memberikan jalan bagi munculnya konsensus
aktual yang dihasilkan dalam percakapan-percakapan sosial yang bebas dominasi. Padahal,
dalam situasi konkret, kerja sama sosial seringkali terkendala oleh hambatan-hambatan
struktural dan kultural yang bersifat dominatif sehingga tidak ada ruang bagi terciptanya
konsensus tentang bagaimana kebijakan publik sejatinya dirumuskan.

Ketiga, pandangan Rawls tentang perbedaan sosio-ekonomi yang diperbolehkan sejauh


menguntungkan kelompok yang paling tidak beruntung. Dalam hal ini, Rawls tidak
memberikan batasan-batasan tentang perbedaan yang ditoleransi. Jika batasannya semata-
mata “sejauh menguntungkan kelompok yang paling tidak beruntung”, maka hal itu menjadi
sangat relatif. Selain itu, Rawls juga tidak bicara tentang siapa itu kelompok yang paling
tidak beruntung; apakah ketidakberuntungan mereka itu diakibatkan oleh sesuatu yang
bersifat arbiter atau akibat dari pilihan-pilihan orang-orang yang bersangkutan. Misalnya, jika
ada sekelompok orang yang menjadi miskin karena berjudi, apakah mereka juga berhak
untuk dapat bagian dalam proses redistribusi nikmat-nikmat sosial?

Keempat, peluang untuk menerapkan pajak progresif dalam teori keadilan Rawls telah
menjadikan kelompok yang beruntung di dalam masyarakat sebagai alat untuk kepentingan
orang-orang yang tidak beruntung. Padahal, jika kita berbicara tentang martabat manusia,
sejatinya tidak diperkenankan ada manusia yang diposisikan sebagai alat. Sebab,
penghargaan atas martabat manusia diandaikan agar kita senantiasa menjadikan seluruh
manusia sebagai tujuan pada dirinya, dan tidak pernah menjadikan alat untuk kepentingan-
kepentingan di luar dirinya.

PENUTUP

Kesimpulan-kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan tentang teori keadilan Rawls
ini adalah sebagai berikut.

Pertama, Rawls mengemukakan bahwa kesukarelaan segenap anggota masyarakat untuk


menerima dan mematuhi ketentuan-ketentuan sosial yang ada hanya dimungkinkan jika
masyarakatnya tertata baik di mana keadilan sebagai fariness menjadi dasar bagi prinsip-
prinsip pengaturan institusi-institusi yang ada di dalamnya. Titik-tolak Rawls dalam
merancang teori keadilannya adalah konsepsinya tentang person moral yang pada dasarnya
memiliki dua kemampuan moral, yakni: 1) kemampuan untuk mengerti dan bertindak
berdasarkan rasa keadilan dan dengan itu juga didorong untuk mengusahakan suatu kerja
sama sosial; dan 2) kemampuan untuk membentuk, merevisi, dan secara rasional
mengusahakan terwujudnya konsep yang baik. Rawls menyebut kedua kemampuan ini
sebagai a sense of justice dan a sense of the good.

Kedua, Rawls memandang bahwa kesepakatan yang fair hanya bisa dicapai dengan adanya
prosedur yang tidak memihak. Hanya dengan suatu prosedur yang tidak memihak, prinsip-
prinsip keadilan bisa dianggap fair. Karenanya, bagi Rawls, keadilan sebagai fairness adalah
“keadilan prosedural murni”. Dalam hal ini, apa yang dibutuhkan oleh mereka yang terlibat
dalam proses perumusan konsep keadilan hanyalah suatu prosedur yang fair (tidak memihak)
untuk menjamin hasil akhir yang adil pula.

Ketiga, Rawls menekankan posisi penting suatu prosedur yang fair demi lahirnya keputusan-
keputusan yang oleh setiap orang dapat diterima sebagai hal yang adil. Adapun prosedur yang
fair ini hanya bisa terpenuhi apabila terdapat iklim kontrak yang memungkinkan lahirnya
keputusan dengan kemampuan menjamin distribusi yang fair atas hak dan kewajiban. Rawls
menegaskan pentingnya semua pihak, yang terlibat dalam proses pemilihan prinsip-prinsip
keadilan, berada dalam suatu kondisi awal yang disebutnya “posisi asali” (the original
position). Di sini, posisi asali merupakan suatu tuntutan agar keadilan dalam arti fairness bisa
didapatkan. Posisi asali ini juga berfungsi sebagai penghubung antara konsep person moral di
satu pihak, dengan prinsip-prinsip keadilan di lain pihak.

Keempat, Rawls yakin bahwa person-person moral yang melakukan musyawarah dalam
posisi asali pasti akan memilih prinsip-prinsip keadilan yang dirumuskannya sebagai berikut:
1. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas
kebebasan yang sama bagi semua orang; 2. Ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur
sedemikian rupa sehingga (a) diharapkan member keuntungan bagi setiap orang, dan (b)
semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang.

Namun demikian, dari gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Rawls tentang teori
keadilan, setidak-tidaknya terdapat empat hal yang perlu ditanggapi secara kritis; 1)
pandangan Rawls tentang subjek yang bersifat abstrak dan atomistik; 2) metode Rawls dalam
merumuskan prinsip-prinsip keadilan yang cenderung terjebak dalam monologi di mana
prinsip keadilan bisa dikonstruksi secara rasional oleh seorang atau sekelompok orang ahli
sembari mengabaikan ruang-ruang dialogis yang bersifat deliberatif; 3) pandangan Rawls
tentang perbedaan sosio-ekonomi yang diperbolehkan sejauh menguntungkan kelompok yang
paling tidak beruntung; dan 4), peluang untuk menerapkan pajak progresif dalam teori
keadilan Rawls telah menjadikan kelompok yang beruntung di dalam masyarakat sebagai alat
untuk kepentingan orang-orang yang tidak beruntung.

Bahan Bacaan

Daniels, Norman, (Ed.), Reading Rawls: Critical Studies on Rawls’ A Theory of Justice
(Oxford: Basil Blackwell, 1975).

Magnis-Susseno, Franz, “Moralitas dan Nilai-nilai Komunitas: Debat Komunitarisme dan


Universalisme Etis” dalam Franz Magnis-Susseno, Pijar-pijar Filsafat: Dari Gatholoco ke
Filsafat Perempuan, dari Adam Muller ke Postmodernisme (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2005).

Nozick, Robert, Anarchy, State, and Utopia (Oxford: Blackwell, 1974).

Rawls, John, A Theory of Justice (London: Oxford University Press, 1971).


__________, “Basic Liberties and Their Priority” dalam M. McMurrin (ed.), Liberty,
Equality, and Law (Cambrige: Cambridge University Press, 1987).

Rasuanto, Bur, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas; Dua Teori
Filsafat Politik Modern (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005).

Ujan, Andre Ata, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls (Yogyakarta:
Kanisius, 2001).

Iklan

Terkait

Teori Keadilan Menurut John Rawls:Telaah atas Buku A Theory of Justicedalam "Article"

Neo-Kantianisme dalam Pemikiran M. Dawam Rahardjodalam "Article"

Kritik dan Utopia: Telaah atas Gagasan M. Dawam Rahardjo dalam "Mengkaji Ulang
Muhammadiyah sebagai Organisasi Islam Berorientasi Pembaruan"dalam "Article"

This entry was posted on Juni 27, 2014 pada 10:35 am and is filed under Article. Dengan
kaitkata: filsafat politik, john rawls, keadilan, rawls, teori keadilan. You can follow any
responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, atau trackback
from your own site.

3 Tanggapan to “TEORI KEADILAN: TELAAH ATAS PEMIKIRAN


JOHN RAWLS”

1.

Taufiq Rahman said


Juli 22, 2016 pada 12:21 pm

Bagus artikelnya Mas Iqbal. Saya juga ada artikel tentang John Rawls di
http://www.anakadam.com/2016/07/rule-of-law-menurut-john-rawls/ Terimakasih.
Salam ke kawan-kawan di Jakarta.

Balas

iqbalhasanuddin said
Juli 22, 2016 pada 2:42 pm

Hatur nuhun.
Balas

2.

wardoyo said
Agustus 28, 2016 pada 4:37 pm

Reblogged this on My Journey and commented:


Masalah hak dan kewajiban di masyarakBalas
SOAL 52
SOAL

Anda mungkin juga menyukai