STRIKTUR URETRA
KEPERAWATAN BEDAH
MAKALAH
oleh:
Kelompok 10
Ananda Syafira Rizqy F. NIM 162310101024
Dewi Negeri Atika Y. NIM 162310101030
Yntan Catur K. NIM 162310101031
Nadhifah Eriyanti NIM 162310101040
Danny Devita Sari NIM 162310101050
Zulaihah NIM 172310101226
Kelas A-2016
Dosen pembimbing: Murtaqib, S.Kp., M.Kep
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
STRIKTUR URETRA
KEPERAWATAN BEDAH
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Keperawatan Bedah (KPA
1420)
oleh:
Kelompok 10
Ananda Syafira Rizqy F. NIM 162310101024
Dewi Negeri Atika Y. NIM 162310101030
Yntan Catur K. NIM 162310101031
Nadhifah Eriyanti NIM 162310101040
Danny Devita Sari NIM 162310101050
Zulaihah NIM 172310101226
Kelas A-2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil dari jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada
Penyusun,
Mengetahui,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Striktur Uretra Mata Kuliah Keperawatan Bedah. Tujuan dari
penyusunan makalah ini diharapkan pembaca dapat menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan stricture uretra.
Selama pembuatan makalah ini banyak dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terimakasih kepada:
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen PJMK mata kuliah
Keperawatan Bedah
2. Murtaqib, S.Kp., M.Kep selaku dosen pembimbing kelompok 10 mata kuliah
Keperawatan Bedah kelas A 2016
3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
1.1 Definisi............................................................................................. 1
1.2 Epidemiologi.................................................................................... 1
v
2.4 Evaluasi Keperawatan................................................................... 17
5.1 Kesimpulan....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 54
vi
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi, atau karena fibrosis pada dindingnya dengan berbagai kedalaman, densitas,
dan panjang fibrosis tergantung pada etiologi, luas operasi endoskopik yang
dilakukan dan instrumentasi. Striktur uretra juga dapat disebabkan karena suatu
infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan seperti pada penggunaan kateter
dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan trauma yang dapat menyebabkan
striktur uretra yaitu trauma tumpul pada selangkangan yang akan menimbulkan
striktur uretra pars bulbosa, fraktur tulang pelvis dapat merusak uretra pars
membranasea sehingga dapat menyebabkan striktur uretra parsial atau komplit, dan
penggunaan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati. Kejadian
striktur uretra pada laki-laki lebih besar daripada pada perempuan dikarenakan uretra
laki-laki lebih panjang daripada uretra perempuan (Suddart, 2001; Wein dkk., 2007).
1.2 Epidemiologi
Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian
dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena
uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang
melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur
uretra, meskipun hal tersebut jarang terjadi.
Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam waktu yang
cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan retensi
urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%) dan trauma
(33%). Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter Folley.
2
Studi yang dilakukan di India menyebutkan penyebab dari striktur uretra meliputi
trauma pelvis (54%), post-kateterisasi (21,1%), infeksi (15,2%), dan post-instrument
(5,6%). Study ini menunjukkan kesimpulan bahwa etiologi diatas menentukan
prognosis dari penatalaksanaan striktur uretra. Studi yang dilakukan oleh Lumen,et all
juga mendapatkan hasil7 sebanyak 45,5% striktur uretra disebabkan iatrogenik yang
didalamnya termasuk reseksi transuretral, kateterisasi uretra, cystoscopy,
prostatectomy, brachytherapy, dan pembedahan hypospadia. Penelitian ini menjadi
penting mengingat prosedur pemasangan kateter uretra merupakan prosedur rutin
pada penanganan kasus retensi urin akut seperti benign prostat hiperplasia, adanya
bekuan darah, urethritis, kronik obstruksi yang menyebabkan hidronefrosis, dan
dekompresi kantung kemih akibat permasalahan saraf
Keteterisasi urin merupakan salah satu tindakan yang membantu eliminasi urin
maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Prosedur pemasangan kateter uretra
merupakan tindakan invasif. Pasien akan dipasangkan sejenis alat yang disebut
kateter Dower pada muara uretra. Dalam melakukan prosedur ini diperlukan
keprofesionalan. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri, dan tidak
nyaman pada saat dilakukan kataterisasi uretra. Hasil studi dari Mushhab, 2006
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama waktu terpasang kateter
dengan tingkat kecemasan pada pasien yang terpasang kateter uretra.
Kejadian striktur uretra telah didokumentasikan sejak 600 tahun sebelum masehi.
Menurut pendapat para ahli, pada abad ke-19 sekitar 15-20% pria dewasapernah
mengalami striktur. Pada abad ke-21 ini diperkirakan di Inggris 16.000 pria dirawat di
rumah sakit karena striktur uretra dan lebih dari 12.000 dari mereka memerlukan
operasi dengan biaya 10 juta euro. Estimasi prevalensi di inggris sendiri adalah
10/100.000 pada masa dewasa awal dan meningkat 20/100.000 pada umur 55
sedangkan pada umur 65 tahun menjadi 40/100.000. Angka ini meningkat terus untuk
pasien tua sampai 100/100.000. Hal yang sama juga dilaporkan di Amerika Serikat.
Sebuah studi di Nigeria melaporkan pola striktur uretra. Dalam studi ini
menyebutkan delapan puluh empat pasien (83 laki-laki dan 1 perempuan) dengan
3
striktur uretra dilihat dalam sebuah periode dengan usia rata-rata 43,1 tahun. Trauma
bertanggung jawab untuk 60 (72,3%) kasus, dengan kecelakaan lalu lintas sebanyak
29 orang (34,9%), dengan trauma iatrogenik sebesar 17 (20,5%) dari semua kasus
striktur uretra. Pemasangan kateter uretra bertanggung jawab pada 13 pasien (76,5%)
dari kasus iatrogenik. Uretritis purulen bertanggung jawab untuk 22 (26,5%) kasus.
Lima puluh (60,2%) kasus terletak di uretra anterior sedangkan dua puluh tiga
(39,8%) berada di posterior. Lima puluh tujuh pasien dilakukan urethroplasty dengan
kekambuhan 14% dan 8 pasien mengalami dilatasi uretra dengan kekambuhan 50%
pada 1 tahun.
1.3 Etiologi
a. Infeksi
b. Trauma fraktur
Tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, atau trauma tumpul
pada selangkangan ( straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa,
dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal
sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma
4
c. Kongenital.
Striktur uretra juga dapat disebabkan oleh proses peradangan dinding saluran
atau adanya bekas luka pada jaringan dinding uretra. Bekas luka bisa
disebabkan oleh berbagai hal seperti pembedahan pada dinding uretra maupun
pada prostat, infeksi saluran kemih yang berulang dan tidak terobati dengan
baik, atau cedera akibat pemasangan kateter, implan penis dengan prosthetic
penile.
1.4 Klasifikasi
1.5 Patofisiologi
Pada striktur urethra kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat yang sesuai
dengan hukum Starling. Maka otot kalau diberi beban berkontraksi lebih kuat yang
kemudian akan melemah. Sehingga, pada saat striktura urethra otot buli-buli akan
menebal terjadi trabekulasi pada dase kompensasi, selanjutnya fase dekompensasi
akan timbul sakulasi dan divertikel. Sakulasi adalah penonjolan mukosa buli pada
sakulasi masih di dalam otot buli, sedangkan divertikel terjadi penonjolan di luar buli-
buli tanpa dinding otot.
Pada fase kompensasi otot buli-buli akan berkontraksi makin kuat dengan tidak
timbul residu. Pada dekompensasi akan timbul residu. Residu adalah suatu keaadaan
setelah kencing masih ada urine dalam kandung kemih, sehingga dikategorikan dalam
keadaan yang tidak normal.
Dampak dari adanya residu pada fase dekompensasi menyebabkan buli-buli akan
mudah terinfeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul
refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronikyang akan menyebabkan
timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
Dengan adanya sumbatan pada uretra dan tekanan intravesika meninggi akan
menyebabkan inhibisi urine keluar buli-buli atau urethra proximal dari striktur. Urine
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau urethra menyebabkan infiltrat urine,
selanjutnya menyebabkan abces jika tidak diobati. Pada saat abces pecah
menyebabkan fistel di supra pubis atau uretra proximal dari striktur.
6
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas
dan mungkin multiple.
a. Laboratorium
b. Radiologi
c. Uretroskopi
d. Uroflometri
1.8 Penatalaksanaan
Penanganan dari stricture uretra bisa mencakup dilatasi secara bertahap di area
yang menyempit (menggunakan bougies atau logam yang kuat) atau bisa juga secara
bedah. Jika stricture menghambat pasase kateter, ahli urologi menggunakan beberapa
filiform bougies untuk membuka jalan dari pasase kateter. Saat salah satu bougies
mampu mencapai kandung kemih, lalu dilakukanlah fiksasi, dan urin akan didrainase
dari kandung kemih. Jalan yang telah terbuka itu kemudian didilatasi dengan
memasukkan sebuah alat pendilatasi yang akan mengikuti filiform sebagai petunjuk.
Setelah didilatasi, rendam duduk dengan menggunakan air panas dan diberikan
analgesik non-narkotik untuk mengendalikan nyeri. Medikasi dari antimikrobial
diresepkan untuk beberapa hari setelah dilatasi untuk mencegah infeksi. Uretroplasti
atau eksisi bedah mungkin diperlukan untuk kasus yang parah. Sistostomi suprapubis
diperlukan untuk beberapa pasien saja (Smeltzer, 2002).
8
A. Identitas Klien
Identitas klien terdiri dari nama klien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
alamat, nomer rekam medis, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), dan diagnosa medis. Rentan usia klien yaitu 20-80 tahun dengan jumlah
terbanyak klien yang terjangkit striktur uretra yaitu berada pada usia 30-40 tahun
sebanyak 44% dan 92% berada pada rentan usia 30-60 tahun. Dari 22 klien
perempuan, hanya 1 orang yang mengalami striktur uretra (5%). Sedangkan pada
klien laki-laki, 68 dari 103 klien mengalami striktur uretra (66%). Hal ini dikarenakan
uretra laki-laki lebih panjang daripada perempuan sehingga kemungkinan terjadinya
striktur uretra lebih besar. (Thami dkk., 2015; Mukhtar dkk., 2017; Spencer dkk.,
2017).
- Inspeksi : mengecek ada tidaknya lesi dan jejas, perkembangan dada kanan
dan kiri, kesimetrisan bentuk dada, terlihat atau tidaknya iktus kordis,
kesimetrisan ekspansi paru
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan, teraba atau tidaknya iktus kordis serta
vocal fremitus, ada tidaknya krepitasi
- Perkusi : mengecek suara jantung dan paru-paru
- Auskultasi : mendengarkan suara jantung dan paru-paru
8) Abdomen
- Inspeksi : melihat bentuk abdomen, kekerasan, kebersihan, ada tidaknya
jejas dan lesi
- Auskultasi : mengecek suara bising usus
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada abdomen, serta mengecek apakah
terjadi hepatomegali dan splenomegali atau tidak
- Perkusi : mengecek suara abdomen
9) Urogenital
Mengecek pola eliminasi klien, warna urin, volume urin
10) Ekstremitas
- Inspeksi : melihat kesimetrisan bentuk kuku, ada tidaknya jejas dan lesi
serta benjolan, kebersihan, ada tidaknya kelainan dan edema
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan, edema, dan krepitasi, mengecek CRT
11) Kulit & kuku
- Inspeksi : warna kulit, ada tidaknya jejas dan benjolan, ada tidaknya
kelainan pada bentuk tulang, kebersihan, kondisi kulit dan kuku
- Palpasi : mengecek turgor kulit, kelembaban kulit, CRT
12) Keadaan lokal
Dalam menuliskan pernyataan diagnosa harus jelas, singkat dan lugas mengenai
masalah kesehatan klien serta penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan
12
Pada striktur uretra disebabkan oleh infeksi kronik, sehingga inflamasi akan
menyebabkan hiperplasia pada lapisan uretra. Gejala utamanya adalah berkurangnya
deras urine yang keluar dan kesulitan dalam berkemih dikarenakan adanya sumbata.
Sedangkan sumbatan saluran kemih bawah pada buli-buli dan uretra menyebabkan
retensi urine. Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai
dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas
maksimal. Hal tersebut menjadi salah satu penegakkan diagnosa striktur uretra yang
didukung oleh pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
1. Retensi urin
2. Gangguan pola eliminasi urin
3. Nyeri kronis
4. Resiko infeksi
5. Perubahan pola seksualitas
6. Gangguan pola tidur
a. Nyeri akut
b. Gangguan pola eliminasi urin
c. Resiko infeksi
PRE OPERASI
A. Retensi Urin
1. Lakukan Monitor cairan pada klien
2. Lakukan tindakan Manajemen cairan pada klien
3. Lakukan Manajemen pengobatan untuk klien
4. Lakukan Bantuan perawatan diri pada klien
5. Kaji dan lakukan Perawatan retensi urin pada klien
B. Gangguan pola eliminasi urin
1. Lakukan Manajemen cairan
2. Lakukan Monitor cairan pada klien
3. Lakukian Manajemen pengobatan terkait dengan keluhan klien
4. Bantu pasien untuk memberikan bantuan berkemih
5. Lakukan tindakan yang dapat mengurangi kecemasan
C. Nyeri Akut
1. Ajarkan pada klien mengenai Terapi relaksasi
2. Lakukan Monitor tanda tanda vital pada klien
3. Berikan analgesik sesuai prosedur kepada klien
4. Bantu klien untuk Peningkatan koping
5. Bantu pasien untuk mengontrol pemberian analgesik
D. Resiko Infeksi
Kontrol Infeksi
Perlindungan Infeksi
POST OPERASI
A. Nyeri Akut
B. Resiko Infeksi
Kontrol Infeksi
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
2. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
3. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
4. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5. Anjurkn pasien untuk meminum antibiotik seperti yang diresepkan.
6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari
infeksi.
Perlindungan Infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
Bagi klien dengan gangguan strikture uretra ada beberapa hal yang perlu
dievaluasi, meliputi:
Pre op:
Post op:
1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
3. Ansietas
17
18
Mengkerut
Pre op Post op
Cystostomy
- Pancaran miksi
kecil
Disfungsi
- Kelebihan Masuknya mikroorganisme sekunder Nyeri Akut
Seksual
Volume Cairan
Perubahan Pola
Eliminasi Urin Resiko Infeksi
Fase Fase
dekompensasi kompensasi
Residu Trabekulasi
Diventikel
Refluks urine
ke ureter & ginjal
Pyelonefritis
Retensio urine
Infeksi
22
Konduktivitas
jantung menurun
- Ps tampak gelisah
- Wajah tampak tegang
-
Kemampuan memompa jantung
menurun
Ansietas
- Ps tampak sianosis
- Akral dingin
- Ps tampak bingung
- Ps bertanya-tanya ttg
penyakitnya Perubahan
Perfusi Jaringan
Kurang
Pengetahuan
23
4.1 Pengkajian
Istri klien mengatakan bahwasannya jika ada anggota keluarganya yang sakit atau
mengeluhkan tidak enak badan, keluarga tidak langsung membawanya ke tempat
pelayanan kesehatan akan tetapi langsung dirawat di rumah saja dikarenakan
keadaan ekonomi keluarga yang sudah kurang hanya untuk membiayai kebutuhan
hidup setiap anggota keluarganya apalagi jika ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat.
Interpretasi:
Persepsi klien dan keluarga mengenai kesehatan masih kurang. Klien dan keluarga
masih kurang mampu dan kurang pengetahuan untuk mencari bantuan kesehatan
ketika sakit. Klien dan keluarga dinilai belum mampu untuk meningkatkan
kemampuan pemeliharaan kesehatan secara mandiri.
2. Pola nutrisi/metabolik
Antropometri
Berdasarkan hasil perhitungan IMT, klien termasuk dalam kategori batas normal
yang berada pada rentang skor 18,50-24,49.
Biomedical Sign :
Interpretasi :
Clinical Sign :
Klien tampak merintih menahan rasa nyeri di sekitar daerah pembedahan, turgor
kulit elastis, mukosa lembab, keluarga klien mengatakan bahwa klien makan
dengan porsi yang cukup, klien tidak merasakan mual dan muntah.
Klien tidak mengalami gangguan pada pola makanan. Frekuensi makan klien 3
kali sehari. Nafsu makan baik. Minum air putih ± 3 gelas dalam sehari. Tidak
ada makanan yang tidak disukai oleh klien dan tidak ada makanan yang
membuat klien alergi. Tidak ada penggunaan alat bantu NGT
3. Pola Eliminasi
BAK:
Saat ini klien menggunakan alat bantu kateter ketika BAK. Jumlah urin yang
dikeluarkan ± 1800 cc dalam sehari, warna urin kuning jernih, bau khas urin,
karakter kuning jernih tidak berbusa. Klien mengeluhkan tidak dapat BAK secara
spontan.
BAB:
27
Frekuensi BAB klien saat ini 1× setiap hari, jumlah banyak, konsistensi setengah
padat, dengan warna kuning kecoklatan, bau feses normal, saat BAB tidak disertai
dengan darah atau lendir, klien tidak menggunakan alat bantu ketika BAB
Balance cairan :
IWL: (15 × BB)/ 24 jam = (15 × 57 kg)/ 24 jam = 35,625/jam
IWL dalam 24 jam (hari) = 35,625 × 24 jam = 855 cc/24 jam
Status oksigenasi :
RR: 20×/menit
Fungsi kardiovaskuler
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80×/menit
Terapi oksigen :
28
Interpretasi :
Kebutuhan ADL dalam hal toileting klien masih dibantu dengan alat kateter saat
BAK, untuk kebutuhan ADL lainnya kecuali toileting klien melakukannya secara
mandiri akan tetapi disertai dengan adanya rasa ketidaknyamanan.
Durasi tidur klien berkurang menjadi ± 4 jam dalam sehari semalam, klien sering
tebangun di malam hari dan klien mengatakan tidak nyaman ketika tidur karena
merasakan nyeri di daerah pembedahan. Terkadang klien merasa pusing setelah
bangun tidur
Interpretasi: terjadi gangguan pola tidur pada klien dimana kuantitas dan kualitas
tidur klien tidak baik.
Gambaran diri :
Klien mengatakan saat ini sedang merasa cemas dengan pembiayaan untuk
berobat dan klien bingung dengan keadaan keluarganya sekarang ketika klien
masih di rumah sakit
Identitas diri :
29
Harga diri :
Klien merasa harus segera sembuh dari penyakitnya agar ia bisa mencari
nafkah untuk keluarganya kembali
Ideal diri :
Klien adalah seorang ayah dan kepala keluarga yang baik untuk anak-anaknya
dan keluarganya
Peran diri :
Klien merasa perannya sebagai ayah dan kepala keluarga dalam mencari
nafkah untuk keluarganya kini tidak berfungsi karena kondisi serta penyakit
yang sekarang ini dideritanya. Saat ini peran sebagai pencari nafkah dilakukan
oleh istrinya dan dibantu oleh anak-anaknya dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari
Interpretasi: pola persepsi diri dari klien terganggu karena kondisi dan penyakit
yang saat ini sedang diderita oleh klien
Hubungan antar istri dan anak klien tampak harmonis yang dapat dilihat dengan
istri dan anak klien selalu menjaga klien semenjak sakit
Interpretasi: tidak terjadi adanya gangguan fungsi pola seksualitas & reproduksi
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering cemas akibat penyakit yang
dideritanya dikarenakan tidak bisa melakukan perannya sebagai seorang ayah dan
suami untuk keluarganya. Hubungan keluarga klien tampak harmonis karena semua
anggota keluarga selalu memberikan dukungan yang baik kepada klien.
Interpretasi : pola peran klien terganggu akan tetapi hubungan klien baik
Istrinya mengatakan bahwa akhir-akhir ini klien bersemangat untuk bisa segera
sembuh dari penyakitnya
Interpretasi : tidak adanya masalah pada pola manajemen koping-stress klien saat
ini
Keluarga dan klien mengatakan bahwa sakit yang diderita klien saat ini merupakan
ujian dari tuhan. Istri klien tak lupa untuk selalu mengingatkan klien agar selalu
berdzikir dan beristighfar dan klien menuruti hal tersebut.
Keadaan umum:
Pasien komposmetis
Tanda vital :
Nadi : 80×/menit
RR : 20×/menit
Suhu : 360C
Interpretasi :
1. B1 Breathing
31
Inspeksi: perkembangan dada simetris antara kanan dan kiri, klien tidak
tampak menggunakan otot bantu pernapasan, tidak ada jejas di sekitar dada,
irama nafas teratur, klien tidak merasakan berat saat bernafas, frekuensi
pernapasan klien 20×/menit
Palpasi: vokal fremitus teraba pada kedua lapang dada
Perkusi: suara ketukan sonor di lapang paru kanan dan kiri, ICS ke-1 hingga
ICS ke- 6 di seluruh lobus paru
Auskultasi: suara paru vesikuler pada kedua lapang paru
2. B2 Blood
Tidak terdapat sianosis, akral tangan hangat, akral kaki panas, merah, kering,
tidak terdapat distensi vena jugularis, konjungtiva anemis, jari-jari tampak pucat,
nadi 80x/menit, tekanan darah 120/70.
3. B3 Brain
Status kesadaran: compos mentis, GCS: 4E, 5V, 6M. Klien tidur sekitar ± 4 jam
sehari dan sering terbangun, klien mengatakan sedikit pusing setiap kali bangun
tidur, pupil isokor, reflek cahaya +/+
4. B4 Bladder
Klien terpasang kateter 20 fr, BAK (+), warna urine kuning jernih, total keluaran
urine ±1800cc/hari, bau khas urin, karakter kuning jernih tidak berbusa,
kebersihan alat kelamin baik.
5. B5 Bowel
Kebersihan mulut cukup baik, keadaan membran mukosa bibir lembab, klien
tidak mengalami nyeri telan, tidak adanya pembesaran tonsil pada saat palpasi,
nafsu makan klien normal. Selama di rumah sakit klien BAB 1x konsistensi
setengah padat dan warna kuning kecoklatan. Abdomen simetris, flat, teraba
supel, teraba tidak ada nampak kemerahan dan tanda infeksi.
6. B6 Bone
Klien mengalami imobilitas karena nyeri yang dirasakan pada area pembedahan,
turgor kulit elastis, tidak ada deformitas, edema (-). CRT=2 detik. Kekuatan otot :
D S
5555 5555
5555 5555
32
1. Kepala
Inspeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, distribusi rambut merata,
rambut berwarna hitam, rambut tidak mudah rontok, kulit kepala bersih, tidak
ada lesi pada kulit kepala, wajah simetris.
Palpasi: arteri temporalis teraba, tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus
maksilaris dan sinus frontalis.
2. Mata
Inspeksi: Bentuk mata simetris, bulat, pupil isokor, bulu mata hitam, dan rata,
mata kanan kiri simetris. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
saat melihat jauh, rangsang cahaya positif.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada daerah daerah mata dan periorbita, tidak
terdapat massa pada daerah periorbita.
3. Telinga
Inspeksi: bentuk telinga simetris, bersih tidak ada benjolan, tidak ada jejas,
tidak ada serumen, tidak terjadi penurunan fungsi pendengaran baik pad
telinga kanan maupun telinga kiri, dan tidak ada lesi.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada aurikel dan targus.
4. Hidung
Inspeksi: Hidung simetris, bersih, tidak ada benjolan, tidak ada jejas, tidak
ada pernafasan cuping hidung, tidak ada penumpukan sekret di hidung,
septum nasal tampak bersih tidak lesi.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak teraba massa, nostril
kembali saat ditekan.
5. Mulut
Inspeksi: bentuk simetris, mukosa bibir lembab dan tidak sianosis, gigi
bewarna putih, lidah bersih, tidak ada stomatis, tidak ada gigi yang berlubang,
tidak ada peradangan pada tonsil, pasien mampu menjulurkan lidah (syaraf
kranial XII normal)
6. Leher
Inspeksi: bentuk simetris, leher bersih, tidak ada jejas, tidak tampak
pembesaran kelenjar tiroid leher.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada leher, tidak ditemukan distensi vena
jugularis, dan palpasi nadi carotis berirama normal, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak teraba pembesaran tiroid.
33
Palpasi: -
Perkusi: -
Auskultasi: -
10. Ekstremitas
a. Ekstrimitas atas
Inspeksi: bentuk simestris, tidak ada benjolan, tidak ada jejas,
pergerakan ekstrimitas tidak terbatas. Terpasang infus pada tangan
kanan, kuku bersih, tidak ada kelainan bentuk jari, kuku nampak pucat,
clubbing finger (-)
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan krepitasi pada tangan, akral
hangat kering dan pucat, CRT=2 detik.
b. Ekstremitas bawah
Inspeksi: bentuk simestris, tidak ada benjolan, tidak terdapat jejas dan
lesi, tidak terdapat deformitas.
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan pada ekstermitas bawah, akral terasa
panas.
4. Radiologi
a. Foto polos AP pelvis dan uretra: normal
b. Buli-buli: kronik cystitis (+)
c. Retrograde Urethrogram atau RUG (26 Maret 2018)
Terdapat penyempitan atau pembuntuan uretra dan hasil foto iolar diketahui
panjang penyempitan sebesar 4 cm (lihat gambar 1.1 dan 1.2)
36
Gambar 1.1
Gambar 2.1
d. USG TUG (26 Maret 2018)
Menunjukkan: cystitis
Gambar 3.1
5. Uroflowmetri
b. Skala nyeri 4
DO:
DO:
a. Leukosit: 11x104/mm3
b. Terpasang infus
b. Keluarga klien
mengatakan bahwa klien
sering cemas akibat
penyakit yang di deritanya
dikarenakan tidak bisa
melakukan perannya
sebagai seorang ayah dan
suami di keluarganya
DO:-
4 DS: Ketidaknyamanan Insomnia
Fisik
a. Klien mengatakan tidak
nyaman ketika tidur
karena merasakan nyeri di
daerah pembedahan
DO:-
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agens cedera fisik (prosedur bedah) ditandai dengan
Klien mengeluh nyeri pada daerah yang di operasi Skala nyeri 4; Klien mengatakan
tidak nyaman melakukan aktivitas sehari-hari karena adanya nyeri di daerah sekitar
pembedahan; Klien tampak meringis kesakitan.
Post Operatif
keluarganya sekarang 3. Vital signs dalam batas normal 5. Identifikasi tingkat kecemasan
ketika klien berada di
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Instruksikan pasien untuk
rumah sakit; Keluarga
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menggunakan teknik relaksasi
klien mengatakan bahwa
menunjukkan pengurangan
klien sering cemas akibat
kecemasan.
penyakit yang di
deritanya dikarenakan
tidak bisa melakukan
perannya sebagai seorang
ayah dan suami di
keluarganya.
Nyeri Akut S: Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah berkurang dari
sebelumnya, namun masih nyeri pada daerah yang di operasi
O: Klien terlihat lebih tenang dan tersenyum ketika perawat sedang visitasi dan
Ns. Nanda
TTV pasien:
2. Resiko Infeksi S: Klien dan keluarga mengatakan sudah memahami cara mengatasi resiko
infeksi
Ns. Nadifah
O: Tidak terdapat tanda –tanda terjadinya infeksi pada klien
A: Masalah teratasi.
48
P: Hentikan intervensi
3. Ansietas S:Klien mengatakan bahwa dirinya saat ini sudah menerima apa yang
dialaminya saat ini dan rasa cemas klien berkurang
Ns. Tika
O: Klien terlihat lebih tenang
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
4. Insomnia S : Klien menyatakan bahwa saat ini sudah bisa tidur karena nyeri sudah
berkurang dari sebelumnya Ns. Yntan
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
49
50
4.1 Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut
dan kontraksi. Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam
waktu yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan
retensi urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%) dan
trauma (33%). Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter Folley.
Striktur urethra dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infeksi, trauma fraktur,
kongenital dan peradangan. Klasifikasi dari strikture uretra meliputi strikture uretra
kongenital, strikture uretra traumatik, strikture uretra akibat infeksi. Keluhan:
kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran bercabang
dan menetes sampai retensi urine. Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan
hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung
kemih seperti digambarkan pada hipertrofia prostat. Pemeriksaan penunjang yang
bisa dilakukan adalah tes laboratorium, radiologi, uretroskopi, uroflometri.
4.2 Saran
Kepada mahasiswa atau pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari
makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala dari strikture uretra maka kita
dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke
komplikasi yang lainnya.
51
DAFTAR PUSTAKA
Mangera, A., dan C. R. Chapple. 2014. Urethral Stricture Disease. Surgery 32:6.
Nording L., H. Liedberg, P. Ekman, et al. 1990. Influence of the Nervous System on
Experimentally induced urethral inflammation. Neuroscience Letters. 115(2-
3):183-188.
Riyadi, E. Mushab. 2011. Hubungan anttara lama waktu terpasang kateter dengan
tingkat kecemasan pada klien yng terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap
dewasa kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Ilmu-ilmu
Kesehatan Surya Medika. 7(1): 8-12.
Tijani K. H., A. A. Adesnya, C. N. Ogo. 2009. The New pattern of Urethral Stricture
Disease in Lagos, Nigeria. Niger Postgrad Med J. 16(2): 162-5.