Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

STRIKTUR URETRA

KEPERAWATAN BEDAH

MAKALAH

oleh:
Kelompok 10
Ananda Syafira Rizqy F. NIM 162310101024
Dewi Negeri Atika Y. NIM 162310101030
Yntan Catur K. NIM 162310101031
Nadhifah Eriyanti NIM 162310101040
Danny Devita Sari NIM 162310101050
Zulaihah NIM 172310101226
Kelas A-2016
Dosen pembimbing: Murtaqib, S.Kp., M.Kep

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2018

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
STRIKTUR URETRA
KEPERAWATAN BEDAH

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Keperawatan Bedah (KPA
1420)

oleh:
Kelompok 10
Ananda Syafira Rizqy F. NIM 162310101024
Dewi Negeri Atika Y. NIM 162310101030
Yntan Catur K. NIM 162310101031
Nadhifah Eriyanti NIM 162310101040
Danny Devita Sari NIM 162310101050
Zulaihah NIM 172310101226
Kelas A-2016

Dosen pembimbing: Murtaqib, S.Kp., M.Kep

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2018

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Terstruktur Keperawatan Bedah-Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan
STRIKTUR URETRA
yang disusun oleh:

Kelompok 10-Kelas A/2016

Ananda Syafira Rizqy F. NIM 162310101024


Dewi Negeri Atika Y. NIM 162310101030
Yntan Catur K. NIM 162310101031
Nadhifah Eriyanti NIM 162310101040
Danny Devita Sari NIM 162310101050
Zulaihah NIM 172310101226

telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada:

hari/tanggal: 29 November 2018

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil dari jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada

Penyusun,

Kelompok 10-Kelas A 2016

Mengetahui,

Penanggung jawab mata kuliah Dosen Pembimbing

Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB Murtaqib, S.Kp., M.Kep


NIP 198103192014041001 NIP 197408132001121002

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Striktur Uretra Mata Kuliah Keperawatan Bedah. Tujuan dari
penyusunan makalah ini diharapkan pembaca dapat menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan stricture uretra.

Selama pembuatan makalah ini banyak dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terimakasih kepada:

1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen PJMK mata kuliah
Keperawatan Bedah
2. Murtaqib, S.Kp., M.Kep selaku dosen pembimbing kelompok 10 mata kuliah
Keperawatan Bedah kelas A 2016
3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Jember, 24 Maret 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Definisi............................................................................................. 1

1.2 Epidemiologi.................................................................................... 1

1.3 Etiologi ............................................................................................ 3

1.4 Klasifikasi ....................................................................................... 4

1.5 Patofisiologi .................................................................................... 5

1.6 Manifestasi Klinis .......................................................................... 6

1.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 6

1.8 Penatalaksanaan ............................................................................ 7

BAB 2. PROSES KEPERAWATAN .................................................................... 8

2.1 Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang .................................... 8

2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................. 12

2.3 Intervensi Keperawatan................................................................. 14

v
2.4 Evaluasi Keperawatan................................................................... 17

BAB 3. POHON MASALAH ............................................................................... 19

BAB 4. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN ............................................... 24

4.1 Pengkajian ...................................................................................... 24

4.2 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 36

4.3 Analisa Data ................................................................................... 39

4.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................. 43

4.5 Intervensi Keperawatan ................................................................ 44

4.6 Implementasi Keperawatan .......................................................... 48

4.7 Evaluasi Keperawatan .................................................................. 50

BAB 5. PENUTUP ................................................................................................. 53

5.1 Kesimpulan....................................................................................... 53

5.2 Saran ................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 54

vi
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi, atau karena fibrosis pada dindingnya dengan berbagai kedalaman, densitas,
dan panjang fibrosis tergantung pada etiologi, luas operasi endoskopik yang
dilakukan dan instrumentasi. Striktur uretra juga dapat disebabkan karena suatu
infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan seperti pada penggunaan kateter
dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan trauma yang dapat menyebabkan
striktur uretra yaitu trauma tumpul pada selangkangan yang akan menimbulkan
striktur uretra pars bulbosa, fraktur tulang pelvis dapat merusak uretra pars
membranasea sehingga dapat menyebabkan striktur uretra parsial atau komplit, dan
penggunaan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati. Kejadian
striktur uretra pada laki-laki lebih besar daripada pada perempuan dikarenakan uretra
laki-laki lebih panjang daripada uretra perempuan (Suddart, 2001; Wein dkk., 2007).

1.2 Epidemiologi

Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian
dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena
uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang
melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur
uretra, meskipun hal tersebut jarang terjadi.

Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam waktu yang
cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan retensi
urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%) dan trauma
(33%). Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter Folley.
2

Studi yang dilakukan di India menyebutkan penyebab dari striktur uretra meliputi
trauma pelvis (54%), post-kateterisasi (21,1%), infeksi (15,2%), dan post-instrument
(5,6%). Study ini menunjukkan kesimpulan bahwa etiologi diatas menentukan
prognosis dari penatalaksanaan striktur uretra. Studi yang dilakukan oleh Lumen,et all
juga mendapatkan hasil7 sebanyak 45,5% striktur uretra disebabkan iatrogenik yang
didalamnya termasuk reseksi transuretral, kateterisasi uretra, cystoscopy,
prostatectomy, brachytherapy, dan pembedahan hypospadia. Penelitian ini menjadi
penting mengingat prosedur pemasangan kateter uretra merupakan prosedur rutin
pada penanganan kasus retensi urin akut seperti benign prostat hiperplasia, adanya
bekuan darah, urethritis, kronik obstruksi yang menyebabkan hidronefrosis, dan
dekompresi kantung kemih akibat permasalahan saraf

Keteterisasi urin merupakan salah satu tindakan yang membantu eliminasi urin
maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Prosedur pemasangan kateter uretra
merupakan tindakan invasif. Pasien akan dipasangkan sejenis alat yang disebut
kateter Dower pada muara uretra. Dalam melakukan prosedur ini diperlukan
keprofesionalan. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri, dan tidak
nyaman pada saat dilakukan kataterisasi uretra. Hasil studi dari Mushhab, 2006
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama waktu terpasang kateter
dengan tingkat kecemasan pada pasien yang terpasang kateter uretra.

Kejadian striktur uretra telah didokumentasikan sejak 600 tahun sebelum masehi.
Menurut pendapat para ahli, pada abad ke-19 sekitar 15-20% pria dewasapernah
mengalami striktur. Pada abad ke-21 ini diperkirakan di Inggris 16.000 pria dirawat di
rumah sakit karena striktur uretra dan lebih dari 12.000 dari mereka memerlukan
operasi dengan biaya 10 juta euro. Estimasi prevalensi di inggris sendiri adalah
10/100.000 pada masa dewasa awal dan meningkat 20/100.000 pada umur 55
sedangkan pada umur 65 tahun menjadi 40/100.000. Angka ini meningkat terus untuk
pasien tua sampai 100/100.000. Hal yang sama juga dilaporkan di Amerika Serikat.

Sebuah studi di Nigeria melaporkan pola striktur uretra. Dalam studi ini
menyebutkan delapan puluh empat pasien (83 laki-laki dan 1 perempuan) dengan
3

striktur uretra dilihat dalam sebuah periode dengan usia rata-rata 43,1 tahun. Trauma
bertanggung jawab untuk 60 (72,3%) kasus, dengan kecelakaan lalu lintas sebanyak
29 orang (34,9%), dengan trauma iatrogenik sebesar 17 (20,5%) dari semua kasus
striktur uretra. Pemasangan kateter uretra bertanggung jawab pada 13 pasien (76,5%)
dari kasus iatrogenik. Uretritis purulen bertanggung jawab untuk 22 (26,5%) kasus.
Lima puluh (60,2%) kasus terletak di uretra anterior sedangkan dua puluh tiga
(39,8%) berada di posterior. Lima puluh tujuh pasien dilakukan urethroplasty dengan
kekambuhan 14% dan 8 pasien mengalami dilatasi uretra dengan kekambuhan 50%
pada 1 tahun.

1.3 Etiologi

Striktur urethra dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

a. Infeksi

Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra,


sepertiinfeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis
gonorrhoika atau nongonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun
sebelumnya namun sekarangsudah jarang akibat pemakaian antibiotik,
kebanyakan striktur ini terletak di parsmembranasea, walaupun juga terdapat
pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarangmerupakan penyebab utama tapi
dapat dicegah dengan menghindari kontak denganindividu yang terinfeksi
atau menggunakan kondom.

b. Trauma fraktur

Tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, atau trauma tumpul
pada selangkangan ( straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa,
dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal
sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma
4

langsung pada penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati


(iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.

c. Kongenital.

Beberapa bayi lahir dengan striktur urethra, misalnya meatus stenosis


congenital, klep urethra posterior.

d. Peradangan dan luka bakar

Striktur uretra juga dapat disebabkan oleh proses peradangan dinding saluran
atau adanya bekas luka pada jaringan dinding uretra. Bekas luka bisa
disebabkan oleh berbagai hal seperti pembedahan pada dinding uretra maupun
pada prostat, infeksi saluran kemih yang berulang dan tidak terobati dengan
baik, atau cedera akibat pemasangan kateter, implan penis dengan prosthetic
penile.

1.4 Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis:


a. Striktur urethra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan
parsmembranase, sifat striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul
terpisah atau bersamaan dengan anomalia sakuran kemih yang lain
b. Striktur urethra traumatic
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau
karenainstrumen, infeksi, spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan
oleh struktur sambungan atau oleh pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya
terjadi pada daerah kemaluan dapat menimbulkan ruftur urethra, Timbul
striktur traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma
lebih progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan
adanya hematuria gross.
5

a. Struktur akibat infeksi


Struktur ini biasanya di sebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya
lebih lambat daripada striktur traumatic.

1.5 Patofisiologi

Pada striktur urethra kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat yang sesuai
dengan hukum Starling. Maka otot kalau diberi beban berkontraksi lebih kuat yang
kemudian akan melemah. Sehingga, pada saat striktura urethra otot buli-buli akan
menebal terjadi trabekulasi pada dase kompensasi, selanjutnya fase dekompensasi
akan timbul sakulasi dan divertikel. Sakulasi adalah penonjolan mukosa buli pada
sakulasi masih di dalam otot buli, sedangkan divertikel terjadi penonjolan di luar buli-
buli tanpa dinding otot.

Pada fase kompensasi otot buli-buli akan berkontraksi makin kuat dengan tidak
timbul residu. Pada dekompensasi akan timbul residu. Residu adalah suatu keaadaan
setelah kencing masih ada urine dalam kandung kemih, sehingga dikategorikan dalam
keadaan yang tidak normal.

Pada striktura urethra terdapat tekanan intravesika yang meninggi yang


menyebabkan terjadinya refluks, yaitu keadaan urine dari buli-buli akan masuk
kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.

Dampak dari adanya residu pada fase dekompensasi menyebabkan buli-buli akan
mudah terinfeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul
refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronikyang akan menyebabkan
timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

Dengan adanya sumbatan pada uretra dan tekanan intravesika meninggi akan
menyebabkan inhibisi urine keluar buli-buli atau urethra proximal dari striktur. Urine
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau urethra menyebabkan infiltrat urine,
selanjutnya menyebabkan abces jika tidak diobati. Pada saat abces pecah
menyebabkan fistel di supra pubis atau uretra proximal dari striktur.
6

1.6 Manifestasi Klinis

Keluhan: kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil,


pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine.Pembengkakan dan getah /
nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana
dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh.

Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas
dan mungkin multiple.

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Selain pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang


ditimbulkan dari penyakit ini maka dilakukan juga pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :

a. Laboratorium

 Urine kultur untuk melihat adanya infeksi

 Ureum dan keratinin untuk melihat faal ginjal

b. Radiologi

 Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi

 Retrograde uretrografi untuk melihat urethra anterior

 Antegrade uretrograf untuk melihat urethra posterior

 Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan dari antegrade dan


retrograde uretrografi
7

 Selain dapat membuat diagnosa striktura urethra pemeriksaan ini juga


dapat digunakan untuk menentukan panjang striktura, hal ini penting
untuk perancanaan terapi atau operasi.

c. Uretroskopi

 Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara langsung adanya


striktura

d. Uroflometri

 Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah urine yang


dipancarkan per detik normal flow maksimum laki-laki adalah 15 ml/
detik sedangkan wanita 25 ml/ detik.

1.8 Penatalaksanaan

Penanganan dari stricture uretra bisa mencakup dilatasi secara bertahap di area
yang menyempit (menggunakan bougies atau logam yang kuat) atau bisa juga secara
bedah. Jika stricture menghambat pasase kateter, ahli urologi menggunakan beberapa
filiform bougies untuk membuka jalan dari pasase kateter. Saat salah satu bougies
mampu mencapai kandung kemih, lalu dilakukanlah fiksasi, dan urin akan didrainase
dari kandung kemih. Jalan yang telah terbuka itu kemudian didilatasi dengan
memasukkan sebuah alat pendilatasi yang akan mengikuti filiform sebagai petunjuk.
Setelah didilatasi, rendam duduk dengan menggunakan air panas dan diberikan
analgesik non-narkotik untuk mengendalikan nyeri. Medikasi dari antimikrobial
diresepkan untuk beberapa hari setelah dilatasi untuk mencegah infeksi. Uretroplasti
atau eksisi bedah mungkin diperlukan untuk kasus yang parah. Sistostomi suprapubis
diperlukan untuk beberapa pasien saja (Smeltzer, 2002).
8

BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang

A. Identitas Klien

Identitas klien terdiri dari nama klien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
alamat, nomer rekam medis, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), dan diagnosa medis. Rentan usia klien yaitu 20-80 tahun dengan jumlah
terbanyak klien yang terjangkit striktur uretra yaitu berada pada usia 30-40 tahun
sebanyak 44% dan 92% berada pada rentan usia 30-60 tahun. Dari 22 klien
perempuan, hanya 1 orang yang mengalami striktur uretra (5%). Sedangkan pada
klien laki-laki, 68 dari 103 klien mengalami striktur uretra (66%). Hal ini dikarenakan
uretra laki-laki lebih panjang daripada perempuan sehingga kemungkinan terjadinya
striktur uretra lebih besar. (Thami dkk., 2015; Mukhtar dkk., 2017; Spencer dkk.,
2017).

B. Pengkajian berdasarkan 11 pola fungsional Gordon

1) Pola persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan


Mengkaji persepsi klien tentang kesehatannya pada saat sebelum sakit dan
saat sakit serta bagaimana klien mengatasi masalahanya saat sakit dan
bagaimana riwayat kesehatannya
2) Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
Mengukur Antropometri / Indeks Massa Tubuh (IMT) klien sebelum dan
saat sakit, apakah menurun, tetap, atau bertambah. Selain itu, juga melihat
biomedical sign dan clinical sign dari klien. Dan juga mengkaji diet pattern
klien yang berupa intake makanan dan cairan saat sebelum MRS dan saat
berada di rumah sakit.
3) Pola eliminasi
9

Mengkaji frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi, berat jenis,


kemandirian klien saat BAB maupun BAK sebelum MRS dan saat di
rumah sakit, serta memantau balance cairan klien
4) Pola aktivitas dan latihan
Mengkaji aktivitas sehari-hari klien sebelum MRS dan saat sakit berupa
kemampuan untuk makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas di
tempat tidur, berpindah, dan melakukan ROM.
5) Pola tidur & istirahat
Mengkaji pola tidur klien sebelum MRS dan saat sakit berupa durasi tidur,
gangguan saat tidur, keadaan saat bangun tidur.
6) Pola kognitif & perseptual
Mengkaji fungsi kognitif, memori, serta keadaan indera klien.
7) Pola persepsi diri
Mengkaji gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri dan peran diri
dari klien
8) Pola seksual & reproduksi
Mengkaji permasalahan seksualitas pada klien
9) Pola peran & hubungan
Mengkaji fungsi peran dan hubungan klien saat sebelum MRS dan saat
sakit
10) Pola manajemen koping-stress
Mengkaji tingkat kecemasan klien terhadap kondisinya
11) Pola nilai-kepercayaan
Mengkaji pola keyakinan spiritual klien saat sebelum MRS dan saat sakit.

C. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


1) B1 Breathing
Mengecek apakah ada permasalahan dengan sistem pernafasan pasien atau
tidak. Menghitung RR, merasakan vokal fremitus dada, mendengarkan
suara paru
2) B2 Blood
Mengecek peredaran darah, mengukur TD dan nadi serta CRT.
3) B3 Brain
Mengkaji tingkat kesadaran, mengukur GCS, reflek klien
4) B4 Bladder
Mengkaji sistem perkemihan klien serta mengukur volume urin yang
dikeluarkan
5) B5 Bowel
Mengkaji respon BAB klien, dan memeriksa keadaan abdomen klien
6) B6 Bone
10

Mengkaji mobilitas klien, serta mengukur tingkat kekuatan otot klien

D. Pemeriksaan Fisik (IPPA)


1) Kepala
- Inspeksi : bentuk kepala, ada tidaknya benjolan, distribusi rambut, warna
rambut, kekuatan akar rambut, kebersihan kulit kepala, ada tidaknya lesi
pada kulit kepala, kesimetrisan wajah
- Palpasi : teraba atau tidaknya arteri temporalis, ada tidaknya nyeri tekan
pada daerah sinus maksilaris dan sinus frontalis
2) Mata
- Inspeksi : melihat kesimetrisan mata, respon pupil, klien menggunakan alat
bantu melihat atau tidak
- Palpasi : ada nyeri tekan di daerah mata atau tidak, teraba massa pada
daerah periorbita atau tidak
3) Telinga
- Inspeksi : melihat bentuk telinga simetris atau tidak, ada tidaknya jejas dan
serumen, mengecek fungsi pendengaran pada telinga kanan dan kiri
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada aurikel targus
4) Hidung
- Inspeksi : melihat kesimetrisan hidung, kebersihan rongga hidung, ada
tidaknya benjolan, jejas serta sekret, ada tidaknya pernafasan cuping
hidung
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada hidung, apakah teraba massa atau
tidak, nostril kembali saat ditekan atau tidak
5) Mulut
- Inspeksi : mengecek kebersihan, kelembaban mukosa bibir serta mengecek
sianosis, kondisi gigi dan lidah, ada tidaknya peradangan pada daerah
tonsil, mengecek saraf kranial XII (klien mampu menjulurkan lidah atau
tidak), kondisi palatum
6) Leher
- Inspeksi : mengecek kesimetrisan bentuk leher, kebersihan, ada atau
tidaknya jejas dan pembesaran kelenjar tiroid
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada leher, mengecek pulsasi nadi
karotis, ada tidaknya pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar tiroid
- Test ROM dan kekuatan otot
7) Dada
11

- Inspeksi : mengecek ada tidaknya lesi dan jejas, perkembangan dada kanan
dan kiri, kesimetrisan bentuk dada, terlihat atau tidaknya iktus kordis,
kesimetrisan ekspansi paru
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan, teraba atau tidaknya iktus kordis serta
vocal fremitus, ada tidaknya krepitasi
- Perkusi : mengecek suara jantung dan paru-paru
- Auskultasi : mendengarkan suara jantung dan paru-paru
8) Abdomen
- Inspeksi : melihat bentuk abdomen, kekerasan, kebersihan, ada tidaknya
jejas dan lesi
- Auskultasi : mengecek suara bising usus
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada abdomen, serta mengecek apakah
terjadi hepatomegali dan splenomegali atau tidak
- Perkusi : mengecek suara abdomen
9) Urogenital
Mengecek pola eliminasi klien, warna urin, volume urin
10) Ekstremitas
- Inspeksi : melihat kesimetrisan bentuk kuku, ada tidaknya jejas dan lesi
serta benjolan, kebersihan, ada tidaknya kelainan dan edema
- Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan, edema, dan krepitasi, mengecek CRT
11) Kulit & kuku
- Inspeksi : warna kulit, ada tidaknya jejas dan benjolan, ada tidaknya
kelainan pada bentuk tulang, kebersihan, kondisi kulit dan kuku
- Palpasi : mengecek turgor kulit, kelembaban kulit, CRT
12) Keadaan lokal

Menyimpulkan keadaan umum klien, tingkat kesadaran, serta nilai GCS.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan dibuat oleh perawat profesional yang


memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien baik aktual ataupun
potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian
yang dijadikan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan.

Dalam menuliskan pernyataan diagnosa harus jelas, singkat dan lugas mengenai
masalah kesehatan klien serta penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan
12

keperawatan. Diagnosis keperawatan berfungsi untuk mengidentifikasi,


memfokuskan dan memecahkan masalah keperawatan klien secara spesifik. Dalam
menentukan diagnosis harus benar akurat sebab akan dijadikan acuan dalam
melaksanakan tindakan keperawatan selanjutnya.

Pada striktur uretra disebabkan oleh infeksi kronik, sehingga inflamasi akan
menyebabkan hiperplasia pada lapisan uretra. Gejala utamanya adalah berkurangnya
deras urine yang keluar dan kesulitan dalam berkemih dikarenakan adanya sumbata.
Sedangkan sumbatan saluran kemih bawah pada buli-buli dan uretra menyebabkan
retensi urine. Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai
dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas
maksimal. Hal tersebut menjadi salah satu penegakkan diagnosa striktur uretra yang
didukung oleh pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.

Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala striktur uretra mirip retensi
urine tipe obstruktif lainnya. Diawali dengan sulit kencing atau pasien harus
mengejan untuk memulai kencing, namun urine hanya keluar sedikit-sedikit. Gejala
tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia overflow, yaitu keluarnya urine secara
menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan pasien. Gejala-gejala lain yang
harus ditanyakan ke pasien adalah adanya disuria, frekuensi kencing meningkat,
hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Pemeriksaan fisik
dilakukan lewat inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi kita perhatikan meatus uretra
eksterna, adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum, 7 perineum, dan
suprapubik. Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan laboratorium seperti urinalisis atau
cek 8 darah lengkap rutin dikerjakan untuk melihat perkembangan pasien dan
menyingkirkan diagnosis lain.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakan dalam kasus striktur uretra


preoperasi, sebagai berikut:
13

1. Retensi urin
2. Gangguan pola eliminasi urin
3. Nyeri kronis
4. Resiko infeksi
5. Perubahan pola seksualitas
6. Gangguan pola tidur

Sedangkan pada striktur uretra pra operasi, diantaranya sebagai berikut:

a. Nyeri akut
b. Gangguan pola eliminasi urin
c. Resiko infeksi

2.3 Intervensi Keperawatan

PRE OPERASI

A. Retensi Urin
1. Lakukan Monitor cairan pada klien
2. Lakukan tindakan Manajemen cairan pada klien
3. Lakukan Manajemen pengobatan untuk klien
4. Lakukan Bantuan perawatan diri pada klien
5. Kaji dan lakukan Perawatan retensi urin pada klien
B. Gangguan pola eliminasi urin
1. Lakukan Manajemen cairan
2. Lakukan Monitor cairan pada klien
3. Lakukian Manajemen pengobatan terkait dengan keluhan klien
4. Bantu pasien untuk memberikan bantuan berkemih
5. Lakukan tindakan yang dapat mengurangi kecemasan
C. Nyeri Akut
1. Ajarkan pada klien mengenai Terapi relaksasi
2. Lakukan Monitor tanda tanda vital pada klien
3. Berikan analgesik sesuai prosedur kepada klien
4. Bantu klien untuk Peningkatan koping
5. Bantu pasien untuk mengontrol pemberian analgesik
D. Resiko Infeksi
 Kontrol Infeksi

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien

2. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat


14

3. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat

4. Berikan terapi antibiotik yang sesuai

5. Anjurkn pasien untuk meminum antibiotik seperti yang diresepkan.

6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari


infeksi.

 Perlindungan Infeksi

1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

2. Monitor kerentanan terhadap infeksi

3. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka

E. Ketidakfektifan Pola Seksualitas


1. Lakukan bimbingan antisipasif pada klien tgerkait pola seksualitas
2. Bantu pasien untuk melakukan pengurangan kecemasan
3. Bvantu pasien untuk peningkatan citra tubuh
4. Bantu pasien untuk peningkatan koping
5. Memberikan sistem dukungan kepada klien
F. Gangguan pola tidur
1. Ajarkan pada klien mengenai Terapi relaksasi
2. Kaji dan lakukian Manajemen lingkungan disekitar klien
3. Lakukan Terapi peningkatan hormon pada klien
4. Melakukan teknik Manajemen nyeri
5. Bantu pasien untuk melakukan Manajemen pengobatan

POST OPERASI

A. Nyeri Akut

1. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman


nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri

2. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri


15

3. Lakukan pengkajian komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,


onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor
pencetus

4. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien


( misalnya: tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa
kerja, dan tanggung jawab peran)

5. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama


nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.

6. Kurangi atau eleminasi faktor faktor yang dapat mencetuskan atau


meningkatkan nyeri (misalnya: ketakutan, kelelahan, keadaan monoton, dan
kurang pengetahuan)

7. Ajarkan teknik non farmakologi

B. Resiko Infeksi

 Kontrol Infeksi
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
2. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
3. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
4. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5. Anjurkn pasien untuk meminum antibiotik seperti yang diresepkan.
6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari
infeksi.
 Perlindungan Infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka

C. Gangguan pola eliminasi urin

1. Lakukan Manajemen cairan pada klien


2. Lakukan Monitor cairan pada klien
3. Bantu klien untuk melakukan Manajemen pengobatan
4. Memberikan Bantuan kepada klien untuk berkemih
5. Ajarkan teknik untuk Pengurangan kecemasan kepada klien.
16

2.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan perbandingan dari hasil-hasil yang diamati


dengan kriteria hasil yang dibuat pada intervensi keperawatan. Klien akan keluar dari
siklus proses keperawatan apabila kriteria hasil telah tercapai. Lalu klien akan masuk
kembali ke dalam siklus proses keperawatan jika kriteria hasil yang dibuat belum
tercapai.

Ada pula komponen dalam tahap evaluasi yakni:

1. Pencapaian dari kriteria hasil

2. Keefektifan dalam tahap-tahap proses keperawatan

3. Terminasi rencana asuhan keperawatan

Bagi klien dengan gangguan strikture uretra ada beberapa hal yang perlu
dievaluasi, meliputi:

Pre op:

1. Perubahan pola eliminasi urin


2. Kelebihan volume cairan
3. Disfungsi seksual
4. Nyeri akut
5. Perubahan pola tidur
6. Perubahan perfusi jaringan
7. Kurangnya pengetahuan

Post op:

1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
3. Ansietas
17
18

BAB 3. POHON MASALAH

Cedera akibat peregangan, cedera akibat kecelakaan,

uretritis gonoreal yang tidak ditangani, abnormalitas kongenital

Jaringan uretra diganti jaringan ikat

Mengkerut

Jaringan lumen uretra mengecil


(STRIKTUR URETRA)

Pre op Post op

Cystostomy

- Oliguri Libido menurun


- BB Terdapat luka post op - Ps tampak meringis
- Ps mengeluh nyeri pd
luka post op
19

- Pancaran miksi
kecil
Disfungsi
- Kelebihan Masuknya mikroorganisme sekunder Nyeri Akut
Seksual
Volume Cairan
Perubahan Pola
Eliminasi Urin Resiko Infeksi

Rasa sakit hingga ke Beban otot kandung


pinggang kemih
- Ps sering terbangun pd
malam hari
- Ps tampak meringis - Terdapat lingkar hitam di
- Ps mengeluh nyeri Kontraksi lebih kuat
bawah mata

Nyeri Akut Otot kandung kemih melemah


Perubahan
Pola Tidur

Otot buli-buli menebal


20

Fase Fase
dekompensasi kompensasi

Residu Trabekulasi
Diventikel

Tekanan kandung kemih tinggi

Refluks urine
ke ureter & ginjal

masuknya mikroorganisme sekunder


21

Pyelonefritis

Disfungsi ginjal ISK

Retensio urine

Retensi cairan & Na


Retensi elektrolit lainnya

- Tampak darah saat


Gangguan reabsorbsi Curah jantung & berkemih
tubulus tahanan periver - Nyeri saat berkemih
- BAK sedikit tapi
sering
Hiperkalemi di jantung
Hipertensi

Infeksi
22

Konduktivitas
jantung menurun
- Ps tampak gelisah
- Wajah tampak tegang
-
Kemampuan memompa jantung
menurun
Ansietas

Darah ke jaringan menurun

- Ps tampak sianosis
- Akral dingin

- Ps tampak bingung
- Ps bertanya-tanya ttg
penyakitnya Perubahan
Perfusi Jaringan

Kurang
Pengetahuan
23

BAB 4. APLIKASI KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

4.1.1 Identitas Klien

Nama : Tn. M No. RM : 003535


Umur : 45 th Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam Tanggal MRS : 25 Maret 2018
Pendidikan : Sekolah Dasar Tanggal : 10 April 2018
Pengkajian
Alamat : JL. Garahan Jati Nomor 16, Sumber Informasi : Klien, keluarga
Desa Sumberjati, Kecamatan dan rekam medis
Silo, Kabupaten Jember

Seorang laki-laki berinisial Tn. M berusia 45 tahun, beragama islam, dengan


pendidikan terakhir lulusan SD. Klien tiba di Rumah Sakit Jember Waras pada tanggal 25
Maret 2018. Klien bekerja sebagai petani dengan 1 istri dan 5 anak. Klien mengatakan
susah untuk BAK sejak 10 hari yang lalu dan BAKnya hanya menetes saja. Klien juga
mengeluhkan harus mengejan terlebih dahulu ketika BAK. Klien di diagnosa medis
Striktur Uretra dan dijadwalkan untuk operasi uretrotomi pada tanggal 8 April 2018.
Setelah dilakukan operasi, klien tampak meringis dan mengeluh nyeri pada daerah yang
di operasi dengan skala nyeri 4. Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg,
nadi 80 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36⁰C. Tampak terpasang infus dan dower kateter
pada klien. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien tampak cemas dan gelisah dikarenakan
takut tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya pada saat klien terbaring
di Rumah Sakit. Hal yang sangat dipikirkan oleh klien saat ini adalah klien ingin cepat
sembuh dari sakitnya sehingga membuat klien rajin beribadah dan berdoa.
24

4.1.2 Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama:
Klien tampak meringis dan mengeluh nyeri pada daerah yang dioperasi.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Klien tiba di Rumah Sakit Jember Waras pada tanggal 25 maret 2018. Klien
mengatakan susah untuk BAK sejak 10 hari yang lalu dan BAKnya hanya menetes
saja. Klien juga mengeluhkan harus mengejan terlebih dahulu ketika BAK. Klien di
diagnosa medis Striktur Uretra dan dijadwalkan untuk operasi uretroskopi pada
tanggal 8 April 2018. Setelah dilakukan operasi, klien tampak meringis dan
mengeluh nyeri pada daerah yang di operasi dengan skala nyeri 4. Observasi tanda-
tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 20 x/menit, suhu
36⁰C. Tampak terpasang infus dan dower kateter pada klien.

3. Riwayat kesehatan terdahulu:


a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit serius apapun sebelumnya. Klien
tidak pernah merasakan kesusahan untuk BAK sebelumnya
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan apapun, obat-obatan
maupun alat kesehatan seperti plester.
c. Imunisasi
Klien mengatakan mendapatkan imunisasi saat kecil dulu, namun tidak tahu
imunisasi apa.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style
Klien setiap harinya berangkat ke sawah jam 06.30 sampai jam 12.30 untuk
bertani. Tn. A mengatakan setelah bertani Tn. A mengurus hewan ternak sapi
dan kambing yang ada di sebelah rumahnya.
e. Obat-obat yang digunakan:
Klien tidak memberikan obat apapun ketika tidak bisa BAK. Klien mengatakan
jarang untuk memeriksakan kondisinya ke instansi pelayanan kesehatan
terdekat.
4. Riwayat penyakit keluarga:
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
yang sama seperti klien ataupun penyakit serius lainnya. Menurut keterangan dari
klien, keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat alergi terhadap apapun.
25

4.1.3 Pengkajian: Pola Gordon, NANDA

1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

Istri klien mengatakan bahwasannya jika ada anggota keluarganya yang sakit atau
mengeluhkan tidak enak badan, keluarga tidak langsung membawanya ke tempat
pelayanan kesehatan akan tetapi langsung dirawat di rumah saja dikarenakan
keadaan ekonomi keluarga yang sudah kurang hanya untuk membiayai kebutuhan
hidup setiap anggota keluarganya apalagi jika ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat.

Interpretasi:

Persepsi klien dan keluarga mengenai kesehatan masih kurang. Klien dan keluarga
masih kurang mampu dan kurang pengetahuan untuk mencari bantuan kesehatan
ketika sakit. Klien dan keluarga dinilai belum mampu untuk meningkatkan
kemampuan pemeliharaan kesehatan secara mandiri.

2. Pola nutrisi/metabolik

 Antropometri

Tinggi badan klien : 175 cm

Berat badan klien saat MRS : 57 kg

Indeks Massa Tubuh : 57/(1,75)2 = 18,61

Tabel 1. Kategori IMT (WHO, 2010)

Klasifikasi BMI (kg/m2)


Underweight <18,50
a. Severe thinness <16,00
b. Moderate thinness 16,00-16,99
c. Mild thinness 17,00-18,49
Normal 18,50-24,49
Overweight ≥25,00
a. Pre-Obesitas 25,00-29,99
b. Obesitas ≥30,00
c. Obesitas kelas I 30,00-34,99
d. Obesitas kelas II 35,00-39,99
26

e. Obesitas kelas III ≥40,00


Interpretasi :

Berdasarkan hasil perhitungan IMT, klien termasuk dalam kategori batas normal
yang berada pada rentang skor 18,50-24,49.

 Biomedical Sign :

Hb 15,2 g/dL, Leukosit: 11×104/mm3, Hematokrit 55%, Kreatinin serum 1,3


mg/dL, BUN 25 mg/dL, Ureum 39 mg/dL.

Interpretasi :

Klien mengalami peningkatan kadar leukosit.

 Clinical Sign :

Klien tampak merintih menahan rasa nyeri di sekitar daerah pembedahan, turgor
kulit elastis, mukosa lembab, keluarga klien mengatakan bahwa klien makan
dengan porsi yang cukup, klien tidak merasakan mual dan muntah.

 Diet Pattern (intake makanan dan cairan):

Klien tidak mengalami gangguan pada pola makanan. Frekuensi makan klien 3
kali sehari. Nafsu makan baik. Minum air putih ± 3 gelas dalam sehari. Tidak
ada makanan yang tidak disukai oleh klien dan tidak ada makanan yang
membuat klien alergi. Tidak ada penggunaan alat bantu NGT

3. Pola Eliminasi

BAK:

Saat ini klien menggunakan alat bantu kateter ketika BAK. Jumlah urin yang
dikeluarkan ± 1800 cc dalam sehari, warna urin kuning jernih, bau khas urin,
karakter kuning jernih tidak berbusa. Klien mengeluhkan tidak dapat BAK secara
spontan.

BAB:
27

Frekuensi BAB klien saat ini 1× setiap hari, jumlah banyak, konsistensi setengah
padat, dengan warna kuning kecoklatan, bau feses normal, saat BAB tidak disertai
dengan darah atau lendir, klien tidak menggunakan alat bantu ketika BAB

Balance cairan :
IWL: (15 × BB)/ 24 jam = (15 × 57 kg)/ 24 jam = 35,625/jam
IWL dalam 24 jam (hari) = 35,625 × 24 jam = 855 cc/24 jam

4. Pola aktivitas & latihan


Klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri akan tetapi klien mengatakan
bahwa dirinya merasa tidak nyaman melakukan aktivitas sehari-hari karena adanya
nyeri di daerah sekitar pembedahan.
C.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum v
Toileting v
Berpakaian v
Mobilitas di tempat tidur v
Berpindah v
Ambulasi / ROM v
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3: dibantu alat,
4: mandiri

 Status oksigenasi :

Klien mengatakan tidak sesak

RR: 20×/menit

 Fungsi kardiovaskuler

Fungsi kardiovaskuler masih berfungsi dengan baik

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 80×/menit

 Terapi oksigen :
28

Klien tidak menggunakan terapi oksigen

Interpretasi :

Kebutuhan ADL dalam hal toileting klien masih dibantu dengan alat kateter saat
BAK, untuk kebutuhan ADL lainnya kecuali toileting klien melakukannya secara
mandiri akan tetapi disertai dengan adanya rasa ketidaknyamanan.

5. Pola tidur & istirahat

Durasi tidur klien berkurang menjadi ± 4 jam dalam sehari semalam, klien sering
tebangun di malam hari dan klien mengatakan tidak nyaman ketika tidur karena
merasakan nyeri di daerah pembedahan. Terkadang klien merasa pusing setelah
bangun tidur

Interpretasi: terjadi gangguan pola tidur pada klien dimana kuantitas dan kualitas
tidur klien tidak baik.

6. Pola kognitif & perceptual

 Fungsi Kognitif dan Memori :


Pada saat pengkajian klien mampu menjawab pertanyaan dan mampu
beriorientasi dengan baik. Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat
ataupun ruang. Klien tidak mengalami kerusakan memori jangka pendek
maupun panjang.
 Fungsi dan keadaan indera :
Indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba berfungsi dengan baik.
Interpretasi: kondisi kognitif dan perceptual dari klien baik

7. Pola persepsi diri

 Gambaran diri :

Klien mengatakan saat ini sedang merasa cemas dengan pembiayaan untuk
berobat dan klien bingung dengan keadaan keluarganya sekarang ketika klien
masih di rumah sakit

 Identitas diri :
29

Klien adalah seorang ayah (kepala keluarga)

 Harga diri :

Klien merasa harus segera sembuh dari penyakitnya agar ia bisa mencari
nafkah untuk keluarganya kembali

 Ideal diri :

Klien adalah seorang ayah dan kepala keluarga yang baik untuk anak-anaknya
dan keluarganya

 Peran diri :

Klien merasa perannya sebagai ayah dan kepala keluarga dalam mencari
nafkah untuk keluarganya kini tidak berfungsi karena kondisi serta penyakit
yang sekarang ini dideritanya. Saat ini peran sebagai pencari nafkah dilakukan
oleh istrinya dan dibantu oleh anak-anaknya dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari

Interpretasi: pola persepsi diri dari klien terganggu karena kondisi dan penyakit
yang saat ini sedang diderita oleh klien

8. Pola seksualias & reproduksi :

Hubungan antar istri dan anak klien tampak harmonis yang dapat dilihat dengan
istri dan anak klien selalu menjaga klien semenjak sakit

Interpretasi: tidak terjadi adanya gangguan fungsi pola seksualitas & reproduksi

9. Pola peran & hubungan :

Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering cemas akibat penyakit yang
dideritanya dikarenakan tidak bisa melakukan perannya sebagai seorang ayah dan
suami untuk keluarganya. Hubungan keluarga klien tampak harmonis karena semua
anggota keluarga selalu memberikan dukungan yang baik kepada klien.

Interpretasi : pola peran klien terganggu akan tetapi hubungan klien baik

10. Pola manajemen koping-stress


30

Istrinya mengatakan bahwa akhir-akhir ini klien bersemangat untuk bisa segera
sembuh dari penyakitnya

Interpretasi : tidak adanya masalah pada pola manajemen koping-stress klien saat
ini

11. System nilai & keyakinan :

Keluarga dan klien mengatakan bahwa sakit yang diderita klien saat ini merupakan
ujian dari tuhan. Istri klien tak lupa untuk selalu mengingatkan klien agar selalu
berdzikir dan beristighfar dan klien menuruti hal tersebut.

Interpretasi : system nilai & keyakinan baik

4.1.4 Pemeriksaan Fisik B1-B6

Keadaan umum:

Pasien komposmetis

GCS: E4 V5 M6, keadaan umum cukup baik

Tanda vital :

 Tekanan darah : 120/70 mm/Hg

 Nadi : 80×/menit

 RR : 20×/menit

 Suhu : 360C

Interpretasi :

Tidak ada keabnormalan dari hasil pengukuran tanda-tanda vital

1. B1 Breathing
31

 Inspeksi: perkembangan dada simetris antara kanan dan kiri, klien tidak
tampak menggunakan otot bantu pernapasan, tidak ada jejas di sekitar dada,
irama nafas teratur, klien tidak merasakan berat saat bernafas, frekuensi
pernapasan klien 20×/menit
 Palpasi: vokal fremitus teraba pada kedua lapang dada
 Perkusi: suara ketukan sonor di lapang paru kanan dan kiri, ICS ke-1 hingga
ICS ke- 6 di seluruh lobus paru
 Auskultasi: suara paru vesikuler pada kedua lapang paru
2. B2 Blood
Tidak terdapat sianosis, akral tangan hangat, akral kaki panas, merah, kering,
tidak terdapat distensi vena jugularis, konjungtiva anemis, jari-jari tampak pucat,
nadi 80x/menit, tekanan darah 120/70.
3. B3 Brain
Status kesadaran: compos mentis, GCS: 4E, 5V, 6M. Klien tidur sekitar ± 4 jam
sehari dan sering terbangun, klien mengatakan sedikit pusing setiap kali bangun
tidur, pupil isokor, reflek cahaya +/+
4. B4 Bladder
Klien terpasang kateter 20 fr, BAK (+), warna urine kuning jernih, total keluaran
urine ±1800cc/hari, bau khas urin, karakter kuning jernih tidak berbusa,
kebersihan alat kelamin baik.
5. B5 Bowel
Kebersihan mulut cukup baik, keadaan membran mukosa bibir lembab, klien
tidak mengalami nyeri telan, tidak adanya pembesaran tonsil pada saat palpasi,
nafsu makan klien normal. Selama di rumah sakit klien BAB 1x konsistensi
setengah padat dan warna kuning kecoklatan. Abdomen simetris, flat, teraba
supel, teraba tidak ada nampak kemerahan dan tanda infeksi.
6. B6 Bone
Klien mengalami imobilitas karena nyeri yang dirasakan pada area pembedahan,
turgor kulit elastis, tidak ada deformitas, edema (-). CRT=2 detik. Kekuatan otot :

D S

5555 5555
5555 5555
32

4.1.5 Pengkajian Fisik Head to Toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

1. Kepala
 Inspeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, distribusi rambut merata,
rambut berwarna hitam, rambut tidak mudah rontok, kulit kepala bersih, tidak
ada lesi pada kulit kepala, wajah simetris.
 Palpasi: arteri temporalis teraba, tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus
maksilaris dan sinus frontalis.
2. Mata
 Inspeksi: Bentuk mata simetris, bulat, pupil isokor, bulu mata hitam, dan rata,
mata kanan kiri simetris. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
saat melihat jauh, rangsang cahaya positif.
 Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada daerah daerah mata dan periorbita, tidak
terdapat massa pada daerah periorbita.
3. Telinga
 Inspeksi: bentuk telinga simetris, bersih tidak ada benjolan, tidak ada jejas,
tidak ada serumen, tidak terjadi penurunan fungsi pendengaran baik pad
telinga kanan maupun telinga kiri, dan tidak ada lesi.
 Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada aurikel dan targus.
4. Hidung
 Inspeksi: Hidung simetris, bersih, tidak ada benjolan, tidak ada jejas, tidak
ada pernafasan cuping hidung, tidak ada penumpukan sekret di hidung,
septum nasal tampak bersih tidak lesi.
 Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak teraba massa, nostril
kembali saat ditekan.
5. Mulut
 Inspeksi: bentuk simetris, mukosa bibir lembab dan tidak sianosis, gigi
bewarna putih, lidah bersih, tidak ada stomatis, tidak ada gigi yang berlubang,
tidak ada peradangan pada tonsil, pasien mampu menjulurkan lidah (syaraf
kranial XII normal)
6. Leher
 Inspeksi: bentuk simetris, leher bersih, tidak ada jejas, tidak tampak
pembesaran kelenjar tiroid leher.
 Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada leher, tidak ditemukan distensi vena
jugularis, dan palpasi nadi carotis berirama normal, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak teraba pembesaran tiroid.
33

 Tes ROM dan kekuatan otot pasien mampu menundukkan kepala,


menengadah, menoleh kanan dan kiri, mengangkat pundak (saraf kranial XI
normal).
7. Dada
 Inspeksi dada: tidak tampak lesi dan jejas pada dada, perkembangan dada
simetris kanan kiri, tidak tampak kelainan bentuk dada
a. Jantung
 Inspeksi: bentuk datar dan simetris di kedua sisi, tidak terlihat adanya
ictus cordis
 Palpasi: tidak adanya pulsasi, teraba di ICS V ML selebar 1-2 cm (1
jari).
 Perkusi: pekak pada ics 4 hingga 6 daerah sinistra sternum.
 Auskultasi: irama dan frekuensi jantung reguler, S1 S2 tunggal, tidak
ada bising dan tidak ada gallop ritme.
b. Paru-paru
 Inspeksi: gerak napas simetris, bentuk dada simetris, tidak ada
kelainan bentuk dada, ekspansi paru simetris, tidak terjadi retraksi
interkostae dan tidak ada penggunaan otot napas.
 Palpasi: vocal fremitus teraba pada kedua lapang paru, tidak terdapat
krepitasi, gerakan dada simetris.
 Perkusi: batas atas fossa supraklavikularis kanan-kiri, batas bawah iga
6 MCL, iga 10 skapularis, iga 8 MAL, paru kiri lebih tinggi, sonor
sampai batas ICS 5
 Auskultasi: nada rendah ekspirasi dan inspirasi tidak terputus, bunyi
pernafasan vesikuler pada semua lapang paru dan tidak terdapat suara
paru tambahan pada kedua lapang paru.
8. Abdomen
 Inspeksi : abdomen berbentuk datar, simetris, tidak tegang, bersih, tidak
ada jejas.
 Auskultasi : bising usus terdengar 12 x/mnt, tidak ada gerakan air, tidak ada
bising aorta
 Palpasi : nyeri area epigastrik, tidak ada massa.
 Perkusi : didapatkan bunyi dullnes pada setiap region abdomen.
9. Urogenital
 Inspeksi : klien terpasang kateter, terdapat luka pasca-bedah di sekitar
genitalia, tidak adanya pembesaran pada daerah pinggang, integritas kulit
baik.
34

 Palpasi: -
 Perkusi: -
 Auskultasi: -
10. Ekstremitas
a. Ekstrimitas atas
 Inspeksi: bentuk simestris, tidak ada benjolan, tidak ada jejas,
pergerakan ekstrimitas tidak terbatas. Terpasang infus pada tangan
kanan, kuku bersih, tidak ada kelainan bentuk jari, kuku nampak pucat,
clubbing finger (-)
 Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan krepitasi pada tangan, akral
hangat kering dan pucat, CRT=2 detik.

b. Ekstremitas bawah

 Inspeksi: bentuk simestris, tidak ada benjolan, tidak terdapat jejas dan
lesi, tidak terdapat deformitas.

 Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan pada ekstermitas bawah, akral terasa
panas.

11. Kulit dan kuku


 Inspeksi: kulit warna sawo matang, tampak lembab, tekstur kulit tegang dan
elastis, terdapat luka pasca-bedah di sekitar genitalia, tidak ada benjolan,
kuku sedikit panjang, bersih, tidak terdapat clubbing finger.
 Palpasi: turgor kulit lembab (<4 detik), CRT=2 detik, kulit kuku pucat
12. Keadaan lokal

Terdapat area luka pasca-bedah di sekitar genitalia. Compos Mentis. GCS


E4V5M6

4.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin (26 Maret 2018)


Hb : 12,2 g/dl (L: 14-18 g/dl)
Ht : 36 vol% (L: 40-48 vol %)
Leukosit : 10.900/ (L: 5000-10.000/ )
Trombosit : 308.000/ (200.000-500.000/ )
35

Glukosa darah : 107 mg%


Hitung jenis : 0/8/0/68/20/4

2. Urinalis (26 Maret 2018)


Hasil tes urin pasien menunjukkan:
Warna urin : kuning
Penampilan : urin keruh
Ph : 7,2 °C
Sel epitil : positif (+ )
Leukosit : 4-6/LPB
Protein : +1
Eritrosit : 8-10/LPB
Silinder bakteri : ++
(Terdapat bakteria)

3. Kimia klinik (26 Maret 2018)


BSS : 97 mg/dl
Ureum : 35 mg/dl (15-39 mg/dl)
Kreatinin : 1,2 mg/dl (L: 0,9-1,3 mg/dl P: 0,6-1,0 mg/dl)
Natrium : 136 mmol/l (135-155)
Kalium : 3,6 mmol/l (3,5-5,5)
Asam urat: 6,9 mg%

4. Radiologi
a. Foto polos AP pelvis dan uretra: normal
b. Buli-buli: kronik cystitis (+)
c. Retrograde Urethrogram atau RUG (26 Maret 2018)
Terdapat penyempitan atau pembuntuan uretra dan hasil foto iolar diketahui
panjang penyempitan sebesar 4 cm (lihat gambar 1.1 dan 1.2)
36

Gambar 1.1

Gambar 2.1
d. USG TUG (26 Maret 2018)
Menunjukkan: cystitis

Gambar 3.1
5. Uroflowmetri

Menunjukkan frekuensi deras pancaran saat miksi adalah 13 ml/ detik.

4.3 Analisa Data

4.3.1 Klasifikasi Data Pengkajian

Data Subjektif Data Objektif


37

a. Klien mengeluh nyeri pada daerah a. Klien tampak meringis


yang di operasi kesakitan

b. Skala nyeri 4 b. TD: 120/70 mmHg

c. Klien mengeluhkan tidak dapat c. Nadi: 80x/menit


BAK secara spontan
d. RR: 20x/menit
d. Klien mengatakan tidak nyaman
e. Suhu: 36oC
melakukan aktivitas sehari-hari
karena adanya nyeri di daerah f. Leukosit: 11x104/mm3

sekitar pembedahan g. Terpasang infus

e. Klien mengatakan tidak nyaman h. Terpasang dower kateter


ketika tidur karena merasakan
nyeri di daerah pembedahan

f. Klien mengatakan sering


terbangun di malam hari dan durasi
tidur berkurang menjadi ±4 jam
dalam sehari semalam

g. Klien mengatakan saat ini sedang


merasa cemas dengan pembiayaan
untuk berobat dan klien bingung
dengan keadaan keluarganya
sekarang ketika klien berada di
rumah sakit

h. Keluarga klien mengatakan bahwa


klien sering cemas akibat penyakit
yang di deritanya dikarenakan
tidak bisa melakukan perannya
sebagai seorang ayah dan suami di
keluarganya
38

4.3.2 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1 DS: Agens cedera fisik Nyeri Akut
(prosedur bedah)
a. Klien mengeluh nyeri
pada daerah yang di
operasi

b. Skala nyeri 4

c. Klien mengatakan tidak


nyaman melakukan
aktivitas sehari-hari
karena adanya nyeri di
daerah sekitar
pembedahan

DO:

a. Klien tampak meringis


kesakitan
2 DS:- Prosedur Invasif Resiko Infeksi

DO:

a. Leukosit: 11x104/mm3

b. Terpasang infus

c. Terpasang dower kateter


3 DS: Perubahan Besar Ansietas
(Status kesehatan,
a. Klien mengatakan saat ini
fungsi peran,
sedang merasa cemas
status peran)
dengan pembiayaan untuk
39

berobat dan klien bingung


dengan keadaan
keluarganya sekarang
ketika klien berada di
rumah sakit

b. Keluarga klien
mengatakan bahwa klien
sering cemas akibat
penyakit yang di deritanya
dikarenakan tidak bisa
melakukan perannya
sebagai seorang ayah dan
suami di keluarganya

DO:-
4 DS: Ketidaknyamanan Insomnia
Fisik
a. Klien mengatakan tidak
nyaman ketika tidur
karena merasakan nyeri di
daerah pembedahan

b. Klien mengatakan sering


terbangun di malam hari
dan durasi tidur berkurang
menjadi ±4 jam dalam
sehari semalam

DO:-

4.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan


40

1. Nyeri akut berhubungan dengan Agens cedera fisik (prosedur bedah) ditandai dengan
Klien mengeluh nyeri pada daerah yang di operasi Skala nyeri 4; Klien mengatakan
tidak nyaman melakukan aktivitas sehari-hari karena adanya nyeri di daerah sekitar
pembedahan; Klien tampak meringis kesakitan.

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive ditandai dengan Leukosit:


11x104/mm3; Terpasang infus; Terpasang dower kateter

3. Ansietas berhubungan dengan Perubahan Besar (Status kesehatan, fungsi peran,


status peran) ditandai dengan Klien mengatakan saat ini sedang merasa cemas
dengan pembiayaan untuk berobat dan klien bingung dengan keadaan keluarganya
sekarang ketika klien berada di rumah sakit; Keluarga klien mengatakan bahwa klien
sering cemas akibat penyakit yang di deritanya dikarenakan tidak bisa melakukan
perannya sebagai seorang ayah dan suami di keluarganya.

4. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik ditandai dengan klien


mengatakan tidak nyaman ketika tidur karena merasakan nyeri di daerah
pembedahan; Klien mengatakan sering terbangun dimalam hari dan durasi tidur
berkurang menjadi ±4 jam dalam sehari semalam.
41

4.5 Intervensi Keperawatan

Post Operatif

No Hari Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD


Tanggal
1 10 April Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1400 Manajemen Nyeri
2018 dengan Agens cedera keperawatan selama 8 jam diharapkan
1. Gunakan strategi komunikasi
fisik (prosedur bedah) nyeri yang dilaporkan dapat berkurang
terapeutik untuk mengetahui
ditandai dengan Klien atau hilang dengan kriteria hasil : 2102
pengalaman nyeri dan
mengeluh nyeri pada Tingkat Nyeri
sampaikan penerimaan pasien
daerah yang di operasi
1. Nyeri yang dilaporkan terhadap nyeri
Skala nyeri 4; Klien
dipertahankan pada skala 1 (berat)
mengatakan tidak 2. Pertimbangkan pengaruh budaya
ditingkatkan ke 5 (tidak ada)
nyaman melakukan terhadap respon nyeri

aktivitas sehari-hari 2. Panjangnya episode nyeri


3. Lakukan pengkajian
karena adanya nyeri di dipertahankan pada skala 2 (cukup
komprehensif yang meliputi
daerah sekitar berat) ditingkatkan ke 5 (tidak
lokasi, karakteristik,
pembedahan; Klien ada)
onset/durasi, frekuensi, kualitas,
tampak meringis 3. Klien mengerang dan menangis intensitas atau beratnya nyeri
kesakitan. dipertahankan pada skala 2 (cukup
42

berat) ditingkatkan ke 5 (tidak dan factor pencetus


ada)
4. Tentukan akibat dari pengalaman
4. Ekspresi nyeri wajah nyeri terhadap kualitas hidup
dipertahankan pada skala 2 (cukup pasien ( misalnya: tidur, nafsu
berat) ditingkatkan ke 5 (tidak makan, pengertian, perasaan,
ada). hubungan, performa kerja, dan
tanggung jawab peran)
2. Mengerinyit dipertahankan pada
skala 2 (cukup berat) ditingkatkan 5. Berikan informasi mengenai
ke skala 5 (tidak ada deviasi dari nyeri, seperti penyebab nyeri,
kisaran normal berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur.

6. Kurangi atau eleminasi


factorfaktor yang dapat
mencetuskan atau meningkatkan
nyeri (misalnya: ketakutan,
kelelahan, keadaan monoton,
43

dan kurang pengetahuan)

7. Ajarkan teknik non farmakologi


2 10 April Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 6540 Kontrol Infeksi
2018 berhubungan dengan keperawatan selama 8 jam risiko
1. Cuci tangan sebelum dan
prosedur invasive infeksi klien tidak terjadi dengan
sesudah kegiatan perawatan
ditandai dengan kriteria hasil:
pasien
Leukosit: 11x104/mm3; 3100 Manajemen diri penyakit akut
Terpasang infus; 1. Monitor tanda gejala akut 2. Pastikan teknik perawatan luka

Terpasang dower kateter dipertahankan pada skala 3 yang tepat

(kadang-kadang menunjukkan) 3. Tingkatkan intake nutrisi yang


dinaikkan pada skala 1 (tidak tepat
pernah menunjukkan)
4. Berikan terapi antibiotik yang
2. Monitor tanda gejala komplikasi
sesuai
dipertahankan pada skala 4 (sering
menunjukkan) dinaikkan pada 5. Anjurkn pasien untuk meminum
skala 1 (tidak pernah antibiotik seperti yang
menunjukkan) diresepkan.

6. Ajarkan pasien dan anggota


1902 Kontrol resiko
keluarga mengenai bagaimana
44

1. Mengidentifikasi factor resiko menghindari infeksi.


dipertahankan pada skala 4 (sering
6550 Perlindungan Infeksi
menunjukkan) dinaikkan pada
skala 1 (tidak pernah 7. Monitor adanya tanda dan gejala

menunjukkan) infeksi sistemik dan lokal

2. Mengenali factor resiko individu 8. Monitor kerentanan terhadap


dipertahankan pada skala 4 (sering infeksi
menunjukkan) dinaikkan pada
9. Periksa kondisi setiap sayatan
skala 1 (tidak pernah
bedah atau luka
menunjukkan)
3 10 April Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
2018 dengan Perubahan Besar keperawatan selama 8 jam diharapkan
1. Gunakan pendekatan yang
(Status kesehatan, fungsi kecemasan klien berkurang atau
menenangkan
peran, status peran) teratasi dengan kriteria hasil:
ditandai dengan Klien 2. Nyatakan dengan jelas harapan
1. Klien mampu mengidentifikasi dan
mengatakan saat ini terhadap pelaku pasien
mengungkapkan gejala cemas
sedang merasa cemas 3. Pahami perspektif pasien terhadap
dengan pembiayaan 2. Mengidentifikasi, menunjukkan
situasi stress
untuk berobat dan klien dan mengungkapkan teknik untuk
mengontrol cemas. 4. Dorong keluarga untuk menemani
bingung dengan keadaan
45

keluarganya sekarang 3. Vital signs dalam batas normal 5. Identifikasi tingkat kecemasan
ketika klien berada di
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Instruksikan pasien untuk
rumah sakit; Keluarga
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menggunakan teknik relaksasi
klien mengatakan bahwa
menunjukkan pengurangan
klien sering cemas akibat
kecemasan.
penyakit yang di
deritanya dikarenakan
tidak bisa melakukan
perannya sebagai seorang
ayah dan suami di
keluarganya.

4.6 Implementasi Keperawatan


46
No No. Hari dan Implementasi Paraf
Dx Tanggal
1. 1 10 April 2018 Manajemen Nyeri (1400)
1. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
2. Mempertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Ns. Nanda
3. Melakukan pengkajian komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor
pencetus
4. Menentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien
(misalnya: tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa
kerja, dan tanggung jawab peran)
5. Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
6. Mengurangi atau mengeleminasi faktorfaktor yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri (misalnya: ketakutan, kelelahan, keadaan monoton, dan
kurang pengetahuan)
7. Mengajarkan teknik non farmakologi.
2. 2 10 April 2018 Kontrol Infeksi (6540)
8. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
9. Memastikan teknik perawatan luka yang tepat
10. Meningkatkan intake nutrisi yang tepat Ns. Nadifah
11. Memberikan terapi antibiotik yang sesuai
12. Menganjurkan pasien untuk meminum antibiotik seperti yang diresepkan.
13. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi.
Perlindungan Infeksi (6550)
14. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
15. Memonitor kerentanan terhadap infeksi
16. Memeriksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
47

4.7 Evaluasi Keperawatan

No. Diagnosa Evaluasi Nama dan


Dx Tanda Tangan
Perawat

Nyeri Akut S: Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah berkurang dari
sebelumnya, namun masih nyeri pada daerah yang di operasi

O: Klien terlihat lebih tenang dan tersenyum ketika perawat sedang visitasi dan
Ns. Nanda
TTV pasien:

a. Tekanan darah: 120/70 mmhg


b. Suhu: 360C
c. RR: 20x/menit
A: Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

2. Resiko Infeksi S: Klien dan keluarga mengatakan sudah memahami cara mengatasi resiko
infeksi
Ns. Nadifah
O: Tidak terdapat tanda –tanda terjadinya infeksi pada klien

A: Masalah teratasi.
48

P: Hentikan intervensi

3. Ansietas S:Klien mengatakan bahwa dirinya saat ini sudah menerima apa yang
dialaminya saat ini dan rasa cemas klien berkurang
Ns. Tika
O: Klien terlihat lebih tenang

A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

4. Insomnia S : Klien menyatakan bahwa saat ini sudah bisa tidur karena nyeri sudah
berkurang dari sebelumnya Ns. Yntan

O : Klien terlihat lebih segar

A : Masalah teratasi

P : Lanjutkan Intervensi
49
50

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut
dan kontraksi. Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam
waktu yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan
retensi urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%) dan
trauma (33%). Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter Folley.
Striktur urethra dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infeksi, trauma fraktur,
kongenital dan peradangan. Klasifikasi dari strikture uretra meliputi strikture uretra
kongenital, strikture uretra traumatik, strikture uretra akibat infeksi. Keluhan:
kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran bercabang
dan menetes sampai retensi urine. Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan
hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung
kemih seperti digambarkan pada hipertrofia prostat. Pemeriksaan penunjang yang
bisa dilakukan adalah tes laboratorium, radiologi, uretroskopi, uroflometri.

4.2 Saran
Kepada mahasiswa atau pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari
makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala dari strikture uretra maka kita
dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke
komplikasi yang lainnya.
51

DAFTAR PUSTAKA

Allen, C. V. 1998. Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan.


Jakarta: EGC.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Baradero, M. 2009. Klien Gangguan Ginjal : Seri Asuhan Keperawatan. Edisi I.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Dinarti dan M. Yuli. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Dokumentasi Keperawatan.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Lumen, N., P Hoebeke, P. Willemsen, et al. 2009. Etiology of Urethral Stricture


Disease in the 21st Century. The journal of Uroogy. 182(3): 983-7.

Mangera, A., dan C. R. Chapple. 2014. Urethral Stricture Disease. Surgery 32:6.

Mukhtar, B., M. Spilotros, M. Pakzad, R. Hamid, J. Ockrim, dan T. Greenwell. 2017.


Pd26-04 medium term outcomes of ventral-onlay buccal mucosa graft
substitution urethroplasty for urethral stricture in females. Journal of Urology.
197(4):e507.

Mundy A. R., dan D. E. Andrich. 2011. Urethral Strictures. BJU International.


107(1):6-26.

Nording L., H. Liedberg, P. Ekman, et al. 1990. Influence of the Nervous System on
Experimentally induced urethral inflammation. Neuroscience Letters. 115(2-
3):183-188.

Riyadi, E. Mushab. 2011. Hubungan anttara lama waktu terpasang kateter dengan
tingkat kecemasan pada klien yng terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap
dewasa kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Ilmu-ilmu
Kesehatan Surya Medika. 7(1): 8-12.

Smeltzer, C. S. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Spencer, J., M. Daughtery, S. Blakely, D. Nikolavsky, dan T. Byler. 2017. Mp36-04


low testosterone is common in patients with anterior urethral stricture: risk-
factor or coincidence? Journal of Urology. 197(4):e467–e468.

Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Kumpulan Kuliah


Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara.
52

Sugandi, Suwandi. Pola Penyakit Striktur Uretra dan Penanganannya di Rumah


Sakit Hasan Sadikin Bandung. 35(2).

Thami, G., D. Kaur, D. Singla, M. Sangwan, R. Kansal, dan N. Agrawal. 2015.


Original article a clinical and radiological study of etiology and site of stricture
urethra. 4(74):12904–12907.

Tijani K. H., A. A. Adesnya, C. N. Ogo. 2009. The New pattern of Urethral Stricture
Disease in Lagos, Nigeria. Niger Postgrad Med J. 16(2): 162-5.

Wein, A. J., W. S. McDougal, dan L. R. Kavoussi. 2007. Campbell-Walsh Urology.


Edisi 9. Philadelphia: Saunders/Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai