Anda di halaman 1dari 36

1

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Pembuluh Darah Ekstremitas Inferior

A. Arteri dan Vena Femoralis


Arteri femoralis merupakan pembuluh nadi utama unfuk extremitas
inferior. Arteri ini berjalan ke bawah hampir vertikal ke arah tuberculum
adductorium femoris, dan berakhir di lubang yang pada musculus
adductor magnus (hiatus adductorius) dengan memasuki spatium
popliteum sebagai arteria poplitea. Arteria femoralis berjalan bersama
vena femoralis, yang terletak di sisi medialnya di ligamentum inguinale.
Vena femoralis terletak posterior terhadap arteria femoralis di puncak
2

trigonum femorale. Di hiatus adductorius, vena femoralis terletak pada


sisi lateral arteria femoralis, dengan demikian vena berubah mediolateral
hubungannya terhadap arteri, bergerak dari medial di lipat paha menjadi
lateral di bagian bawah femur.
B. Arteri Poplitea
Arteria poplitea letaknya dalam dan masuk ke fossa poplitea melalui
lubang yang ada di dalam musculus adductor magnus (hiatus saphenus),
sebagai lanjutan dari arteria femoralis. Pembuluh ini berakhir setinggi
pinggir bawah musculus popliteus dengan bercabang menjadi arteria
tibialis anterior dan posterior.
C. Arteri Tibialis Anterior
Arteria tibialis anterior merupakan cabang terminal arteria poplitea yarrg
lebih kecil. Arteria dicabangkan setinggi pinggir bawah musculus
popliteus dan berjalan ke depan ke dalam ruang fascia anterior tungkai
bawah melalui lubang pada bagian atas membrana interossea.
D. Arteri Dorsalis Pedis
Arteria dorsalis pedis berada di depan sendi pergelangan kaki sebagai
lanjutan dari arteria tibialis anterior. Pembuluh ini berakhir dengan
berjalan ke bawah ke telapak kaki di antara kedua caput musculuss
interosseus dorsalis I, tempat pembuluh ini bergabung dengan arteria
plantaris lateralis dan membentuk arcus plantaris.
E. Arteri Tibialis Posterior
Arteria tibialis posterior adalah salah satu cabang terminal arteria
poplitea. Pembuluh ini bermula dari setinggi pinggir bawah musculus
popliteus dan berjalan ke bawah profunda dari musculus gastrocnemius
dan soleus dan fascia transversa profunda tungkai bawah.
F. Arteri Plantaris Medialis
Arteria plantaris medialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari
arteria tibialis posterior. Arteria ini dicabangkan di bawah retinaculum
musculorum flexorum dan berialan ke depan di bawah musculus
abductor hallucis.Pembuluh ini berakhir dengan mendarahi sisi medial
3

ibu jari kaki. Dalam perjalanannya arteri ini memberi banyak cabang
muscular, cutaneus, dan articulare.
G. Arteri Plantaris Medialis
Arteria plantaris lateralis adalah cabang terminal yang lebih besar dari
arteria tibialis posterior. Arteri ini dicabangkan di bawah retinaculum
musculorum flexorum dan berjalan ke depan di bawah musculus
abductor hallucis dan musculus flexor digitorum brevis Sesampainya di
basis ossis metatarsi V, arteri ini melengkung ke medial membentuk
arcus plantaris, dan pada ujung proximal spatium intermetatarsale
pertama bergabung dengan arteria dorsalis pedis. Dalam perjalanannya,
arteria plantaris lateralis memberikan banyak cabang muscular, cutaneus,
dan articulare. Arcus plantaris memberikan cabang arteriae digitales
plantares ke jari-jari.

2. Definisi Trauma
Trauma merupakan suatu gangguan fisik yang menyebabkan terjadinya
jejas. Trauma dapat dibedakan menjadi trauma tumpul dan trauma tajam.

3. Jenis Trauma Vaskular


Secara klasik, mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul.
Trauma tumpul pada jaringan yang disebabkan oleh kompresi lokal atau
deselerasi dengan kecepatan tinggi. Luka jaringan pada trauma tajam
diakibatkan oleh kehancuran dan separasi jaringan.

4. Derajat Kerusakan Arteri


Derajat I  rusak endotelnya; awal terbantuknya thrombus; tidak
berdarah; tidak mengancam jiwa
Derajat II  tunika media rusak; dinding dalam kasar; timbul
thrombus, tidak ada perdarahan, tidak mengancam jiwa
Derajat III  pembuluh darah hancur, perdarahan, thrombus ada,
iskemik distal ada, limb threatening, life treatening
4

Cedera pembuluh darah perifer dapat bersifat life threatening, limb


threatening maupun munculnya sequele lanjutan. Kejadian yang paling life
threatening adalah perdarahan massif. Perdarahan adalah kehilangan akut
volume darah.

5. Patofisiologi Trombus
Trombus adalah bekuan darah yang menempel di dinding vaskuler.
Trombus dapat terjadi baik di pembuluh darah arteri maupun vena (Abbas et
al., 2015). Selain itu, trombus memiliki definisi lain sebagai masa seluler
yang menjadi satu oleh jaringan fibrin. Trombus terbagi menjadi 3 macam
yaitu; trombus merah, trombus putih, dan trombus campuran. Trombus
merah terdiri dari sel trombosit dan lekosit yang tersebar rata dalam suatu
massa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin. Trombus putih terdiri atas fibrin
dan lapisan trombosit, lekosit, dan sedikit eritrosit (Rizal, 2012).
Terdapat tiga pengaruh utama yang mempengaruhi terjadinya trombus, tiga
hal tersebut disebut dengan trias Virchow, yaitu jejas endotel, statis atau
turbulensi aliran darah, dan hiperkoagulabilitas darah (Abbas et al., 2015).
Jejas endotel merupakan pengaruh yang menonjol dan dengan sendirinya
dapat menyebabkan trombosis. Pengaruh ini secara khusus penting dalam
pembentukan trombus pada sirkulasi jantung dan arteri, misalnya di dalam
rongga jantung bila telah terjadi jejas endokard (misalnya, infark miokard
dan valvulitis), di atas plak yang mengalami ulserasi pada arteri yang
mengalami aterosklerotik berat, atau pada lokasi terjadinya jejas vaskular
akibat trauma atau peradangan. Penting untuk diperhatikan bahwa endotel
tidak perlu dikikis atau dilukai secara fisik untuk menimbulkan trombosis;
setiap terjadi gangguan dalam keseimbangan efek protombosis dan
antithrombosis yang dinamis dapat mempengaruhi peristiwa pembekuan
total. Oleh karena itu, disfungsi endotel yang bermakna dapat terjadi karena
tekanan hemodinamis pada hipertensi, aliran turbulen pada katup yang
terdapat jaringan parut, atau endotoksin bakteri. Bahkan, pengaruh yang
lebih kecil, seperti hemosistinuria, hiperkolesterolemia, radiasi, atau produk
5

yang diserap dari asap rokok dapat merupakan sumber terjadi jejas dan
disregulasi endotel. Tanpa memperhatikan penyebab, hilangnya endotel
secara fisik mengakibatkan pajanan kolagen subendotel (dan akitvator
trombosit lain), perlekatan trombosit, pelepasan faktor jaringan, dan deplesi
PGI􀬶 dan PA lokal. Endotel yang mengalami disfungsi akan menghasilkan
faktor prokoagulasi dalam jumlah yang lebih besar (misalnya molekul
adhesi untuk mengikat trombosit, faktor jaringan, PAI, dll) dan efektor
antikoagulan dalam jumlah yang lebih kecil (misalnya trombomodulin,
PGI􀬶 dan t-PA (Abbas et al., 2015).
Trias Virchow yang kedua adalah perubahan pada aliran darah normal.
Turbulensi turut berperan pada trombosis arteri dan trombosis kardiak
dengan menyebabkan cedera atau disfungsi endotel, serta membentuk aliran
kebalikan dan kantong stasis lokal; stasis merupakan faktor utama dalam
pembentukan trombus vena. Aliran darah normal adalah laminar
sedemikian rupa sehingga unsur trombosit mengalir pada bagian sentral dari
lumen pembuluh darah, yang terpisah dari endotel oleh suatu zona jernih
plasma yang bergerak lebih lambat. Oleh karena itu, stasis dan turbulensi
akan (1) mengganggu aliran laminar dan melekatkan trombosit pada
endotel. (2) mencegah pengenceran faktor pembekuan yang teraktivasi oleh
darah segar yang terus mengalir, (3) menunda aliran masuk inhibitor faktor
pembekuan dan memungkinkan pembentukan trombus, (4) meningkatkan
aktivitas sel endotel, mempengaruhi pembetukan trombosis lokal, perlekatan
leukosit, serta berbagai efek sel endotel lain (Abbas et al., 2015).
Trias Virchow yang ketiga adalah hiperkoagulabilitas. Pada umumnya
hiperkoagulabilitas kurang berperan pada keadaan trombosis, tetapi
merupakan komponen penting dan menarik dalam perimbangan tersebut.
Gangguan pada hiperkoagulabilitas dibagi menjadi dua, yaitu primer dan
sekunder. Gangguan primer (genetik) meliputi mutasi faktor V, mutasi
protrombin, defisiensi antitrombin III, dan defisiensi protein C dan S.
Sedangkan gangguan sekunder (didapat) yang menyebabkan resiko tinggi
trombosis meliputi tirah baring atau imobilisasi lama, infark miokard,
6

kerusakan jaringan (pembedahan,fraktur, luka bakar), kanker, katup jantung


protease, disseminated intravascular coagulation, dan antikoagulan lupus
(Abbas et al., 2015). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jejas endotel
merupakan satu-satunya faktor terpenting. Jejas pada sel endotel juga dapat
mengubah aliran darah lokal dan mempengaruhi koagulabilitas. Aliran
darah abnormal (statis dan turbulen) selanjutnya dapat menyebabkan jejas
endotel. Faktor tersebut dapat bekerja secara independen atau dapat
bergabung menyebabkan pembentukan trombus.

6. Manifestasi Klinis
Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada
daerah yang secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi
terutama pada kejadian luka tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan
trauma tumpul yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi. Keparahan
trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme, tipe,
dan lokasi trauma, serta durasi iskemia.
Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia,
hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok.
Gejala klinis paling sering pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia
akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus- menerus, parestesia, paralisis,
pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup
inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi
adanya tanda-tanda akut iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas
dapat diketahui denganmelihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda
dan gejala tersebut berupa hard sign dan soft sign.
7

7. Diagnosis Gangguan Arteri

8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada
perdarahan yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan
jiwa, tentunya pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan
sedangkan tindakan definitif dilakukan setelah perdarahan berhenti.
Perdarahan diatasi dengan penekanan di atas daerah perdarahan.
Pemasangan turniket tidak boleh dilakukan karena dapat merusak sistem
kolateral yang ikut terbendung.
8

Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia
yang jelas terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf
lebih tidak tahan terhadap adanya iskemia.

Penatalaksanaan Non Operatif


Penatalaksanaan cedera arteri minimal dan asimptomatik masih
kontroversial. Beberapa ahli bedah bersikeras bahwa semua cedera arteri
yang terdeteksi harus diperbaiki,sedangkan yang lain mengusulkan tindakan
non operatif bila terdapat kriteria klinis dan radiologis seperti low-velocity
injury, disrupsi dinding arteri yang minimal (< 5mm) pada kelainan intima
dan pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan sirkulasi distal masih
utuh. Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki kolateral
dan terutama pada orang muda. Bila pendekatan non operatif yang
digunakan, disarankan untuk melakukan pencitraan vaskular untuk
memantau penyembuhan atau stabilisasi.

Penatalaksanaan Endovascular
Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi
beberapa cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya
pada lokasi anatomis yang jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan
dan fistula arteriovenosa.
Pendekatan endovaskular lainnya pada cedera ekstremitas adalah dengan
penggunaan teknologi stent-graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti
stent dan graft, perbaikan endoluminal pada false aneurysm atau fistula
arteriovenosa besar dapat dimungkinkan.

Penatalaksanaan Operasi
Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan
seluruh ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau
bawah kontralateral yang sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi
apabila diperlukan autograft vena. Pada umumnya, insisi dilakukan secara
9

longitudinal langsung pada pembuluh darah yang cedera dan diekstensi ke


arah proksimal atau distal sesuai dengan kebutuhan.
Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan sebelum eksposur pada cedera.
Arteri proksimal dikontrol dengan benang kasar yang melingkari arteri
(seperti jerat) atau bila perlu dengan menggunakan klem vaskuler. Hal ini
juga dilakukan pada arteri distal.
Terkadang diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus
(thromboresistent plastic tube) untuk mencegah iskemia selama operasi.
Debridemen, fasiotomi, fiksasi fraktur, neurorhaphy, reparasi vena dapat
dilakukan kemudian tanpa harus terburu-buru. Pemakaian heparin secara
sistemik pada kasus trauma memang berbahaya, namun pemberian heparin
dosis kecil yang diberikan langsung terutama ke bagian distal dapat
mencegah terbentuknya trombus.
Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma.
Reparasi cedera pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture
patch angioplasty, end-to-end anastomosis, interposition graft, dan bypass
graft. Extra-anatomic bypass graft berguna pada pasien dengan cedera
jaringan lunak ekstensif atau sepsis.
Graft diperlukan untuk mencegah terjadinya penyempitan atau tegangan
pada anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5
cm.. Pada umumnya graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi
persoalan vaskuler. Autograft vena pertama kali dilakukan untuk
memperbaiki cedera arteri pada masa perang Korea. Perkembangan bahan
prostetik (ePTFE) memungkinkan penggunaan rutin bahan prostetik sebagai
pengganti autograft. Pengalaman membuktikan bahwa ePTFE lebih tahan
terhadap infeksi daripada bahan prostetik lainnya dan memiliki tingkat
patency yang lebih tinggi ketika digunakan pada posisi di atas lutut.
Pada trauma vaskular yang disertai dengan kerusakan vena, dapat dilakukan
rekonstruksi tersendiri atau bersamaan dengan kerusakan sistem arteri.
Sebaiknya dilakukan penyambungan vena lebih dahulu setelah
mengeluarkan thrombus yang terjadi terutama pada vena utama, sedangkan
10

vena yang kecil dapat diikat saja. Hal ini dapat menolong untuk mengurangi
edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada penderita trauma
vaskular dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat serta
membantu memperbaiki aliran arteri. Bila terjadi edema yang mengganggu
di daerah ekstremitas, maka sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan
fasiotomi. Dengan fasiotomi ini diharapkan terjadinya perbaikan sirkulasi
pada kapiler dan otot yang rusak kerena iskemia akibat oklusi total (ruptur
arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan fasiotomi, iskemia dapat
menimbulkan gangren. Pada oklusi parsial (robekan intima), bila sirkulasi
kolateral tidak adekuat maka perfusi yang tidak sempurna dan iskemia otot
menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.
Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan
batasan waktu 12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan
perbaikan arteri terlebih dahulu. Untuk menangani fraktur ini terlebih
dahulu dilakukan fiksasi eksterna, terutama pada fraktur ekstremitas bawah
karena pada ekstremitas bawah biasanya disertai kerusakan jaringan lunak.

9. Komplikasi
- Trombosis
- Infeksi
- Fistula arteri vena
- Stenosis
- Aneurisma palsu
- Sindrom kompartemen
11

BAB 2. LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. RH
Tanggal Lahir : 04 – 12 - 1997
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pesisir, Situbondo
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Status : Belum Menikah
No. Rekam Medis : 242872
Tanggal MRS : 24 – 01 – 2019
Tanggal KRS :
Tanggal Pemeriksaan : 25 – 01 – 2019 sampai 31 – 01 – 2019

2. Anamnesis
Keluhan utama : Pasien tidak bisa merasakan kakinya.
RPS : Pasien post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs truck 4
hari yang lalu, yaitu pada tanggal 20 – 01- 2019. Pasien menglami patah
tulang terbuka kaki kanan dan segera dibawa ke Rumah Sakit Besuki dan
dipasang papan pada kaki kanan. Kemudian pasien dibawa ke Rumah Sakit
Rizani Paiton untuk dioperasi pada tanggal 21 – 01 – 2019. Setelah itu,
pasien mengeluh kaki kanannya terasa kesemutan, kebas, disertai nyeri yang
memberat dan pasien tidak dapat merasakan sentuhan raba. Kaki pasien juga
tampak pucat. Akhirnya pasien dirujuk ke Soebandi dengan diagnosis post
ORIF, susp. Lesi vaskular dd compartemen syndrom, DVT.
RPD : HT (-), DM (-), Jantung (-)
RPO :
- Post ORIF cruris dextra H-3
- Inf. RD5 1500cc/2 jam
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
12

- Inj. Ketorolac 3 x 30mg


RPK : (-)
Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi : Pegawai koperasi

3. Pemeriksaan Fisik di IGD (24-09-2018)


Status Generalis
Keadaan umum Cukup
Kesadaran/GCS Alert/E4V5M6
Tekanan darah 117/78 mmHg
Heart rate 110x/menit
Respiration rate 20x/menit
Temperatur 36,9°C

Pemeriksaan Fisik Umum

o Kepala
 Kepala : Normocephali
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflek
pupil +/+
 Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)
 Telinga : otorrhea (-)
 Gigi : avulsi (-)
o Leher : Deviasi trakhea (-), benjolan (-), pembesaran KGB (-)
o Thorax
 Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi dinding dada (+), iktus kordis tidak tampak

 Palpasi : fremitus raba + +


+ +
+ +
13

 Perkusi : sonor/sonor
 Batas Jantung :
Left Upper : ICS 2 PSL sinistra
Right Upper : ICS 2 PSL dextra
Left Lower : ICS 5 MCL sinistra
Right Lower : ICS 4 PSL dextra
 Auskultasi :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
o Abdomen
 Inspeksi : Flat, Distended (-), DC (-), DS (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 14x/menit (normal)
 Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-) defans muskuler (-)
 Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, pekak hepar
(+)
o Ekstremitas :
Akral dingin pada ekstremitas inferior dextra
Oedema pada ekstremitas inferior dextra

Status Lokalis Cruris Dextra :


14

L : Edema (+) sampai regio genu, luka post op atau jahitan (+), tampak
biru kehitaman di sekitar jahitan, slough (+) darah (+), digiti pale (+).

F : Pain (+), Krepitasi (+), CRT>2 detik, panas pada lutut kanan, teraba
dingin pada pedis dextra, pulsasi dorsalis pedis menurun, pulsasi
tibialis posterior tidak teraba.
Motorik : tidak dapat menggerakkn jari-jari kaki, plantar fleksi (-),
dorsofleksi (-)
Sensorik : hipoastesi setinggi L1

M : ROM terbatas

Saturasi Digiti Pedis Dextra


1 = 68%
2 = 73%
3=-
4=-
5=-

4. Pemeriksaan Penunjang
A. Foto AP/lateral Cruris Dextra pre op ORIF cruris Dextra

Open fraktur Tibia – fibula Dextra 1/3 medial


15

B. Foto AP/lateral Cruris Dextra post op ORIF cruris Dextra

C. Arteriografi
16

Hasil Arteriografi Perifer Ekstremitas


Bifucartio a iliaka Dalam batas normal
A. Iliaka komunis Dalam batas normal
A. Iiiaka eksternal Dalam batas normal
A. Femoralis komunis Dalam batas normal
A. Femoralis superfisialis 1/3 Dalam batas normal
distal
A. Poplitea Run off di mid
A. Tibialis anterior Sde
A. Dorsalis Pedis Sde
A. Plantar acrh Sde
A. Interossea Sde
A. Tibialis Posterior Tampak aliran di kolateral
proksimal a. poplitea

Dilakukan arteriografi ekstremitas inferior dekstra.


A.Femoralis dekstra sampai dengan proksimal A. Poplitea terisi
kontras.
Tampak run off kontras di mid A. Poplitea dekstra.
17

D. Laboratorium
Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal

10,2 13,5 – 17,5


Hemoglobin
28 4,5 – 11
Leukosit
28,9 41 – 53
Hematokrit
355 150 – 450
Trombosit

Elektrolit
Hasil Pemeriksaan Normal

132,2 135 – 155


Natrium
3,79 3,5 – 5
Kalium
100,4 90 – 110
Chlorida
2,04 2,15 – 2,57
Kalsium
0,99 0,73 – 1,06
Magnesium
0,76 0,84 – 2,45
Fosfor
18

Koagulasi
Hasil Pemeriksaan Normal

PPT
10,2
PPT penderita
8,7 Beda dengan kontrol
PPT Kontrol
< 2 detik

APTT
18,6
APTT Penderita
25,1 Beda denga kotrol <
APTT Kontrol
7 detik

5. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Lesi vaskular A. Poplitea dekstra + trombosis a. Poplitea
dekstra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF tibia-fibula Dekstra H-
3
6. Planning
Cito Trombektomi a. Poplitea dekstra
Inj. Meropenem 3 x 1 gr
Inj. Antrain 2 x 1 amp
Heparin 600 unit
Dorner 3 x 1 tab
Cilostazol 2 x 100 mg
Drip Neurobion 500 1 x 1
Pentoxifiline 3 x 400 mg
19

LAPORAN OPERASI BTKV


Tanggal Operasi 25 – 01 - 2019
Diagnosis pre Op Trombosis arteri poplitea dekstra
Diagnosis post Op Post Trombektomi arteri poplitea dekstra e.c
trombosis arteri poplitea dekstra
Nama operasi Trombektomi
Jenis anestesi GA
Persiapan Inform concent
Posisi Supinasi
Disinfeksi Povidon iodin dan alkohol
Insisi dan pembukaan area Inguinsl dekstra
Operasi
Pendapatan eksplorasi Pulsasi arteri femoralis (+)
Trombus dengan ukuran panjang +- 2 cm dengan
diameter 8mm
Deskripsi Dilakukan trombektomi dengan cathether fogarty
4F via arteri femoralis ke distal sampai denga
areteri poplitea.
Setelah dilakukan trombektomi, back flow (+) >>
Nama operasi Trombektomi arteri poplitea
Penutupan lapangan operasi Arteri femoralis dijahit dengan benang probe 5.0
20

FOLLOW UP
1. Jumat, 25 Januari 2019
S/ Nyeri bekas operasi (-), pusing, muntah 3 kali sejak sehabis operasi,
kesemutan (-), telapak kaki tidak terasa sama sekali.

O/
TD : 100/70mmHg RR : 18 x/menit
HR : 110 x/menit Suhu : 36,7

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen : Soepel, timpani, BU (+) 14x/menit

Status lokalis regio cruris dextra

L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.

F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra.
21

M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)

Saturasi digiti pedis dextra


Digiti 1 -
Digiti 2 70%
Digiti 3 83%
Digiti 4 78%
Digiti 5 50%

Laboratorium tanggal 25 – 01 – 2019 (Post Op)

Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal

9,2 13,5 – 17,5


Hemoglobin
26,0 4,5 – 11
Leukosit
25,7 41 – 53
Hematokrit
367 150 – 450
Trombosit

Koagulasi
Hasil Pemeriksaan Normal

PPT
10,1
PPT penderita
8,7 Beda dengan kontrol
PPT Kontrol
< 2 detik

APTT
148,2
APTT Penderita
22

25,1 Beda denga kotrol <


APTT Kontrol
7 detik

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H0 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-4

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenem 3 x 1 gr (H2)
Inj. Antrain 3 x 1
Inj. Heparin 600 unit
Pletaal 2 x 100 mg
Dorner 3 x 1 tab
Pentoxyfilin 3 x 400 mg
Transfusi 2 kalf prc/ hari sampai dengan Hb>10
Cek DL post transfusi

2. Sabtu, 26 Januari 2019


S/ Nyeri bekas operasi (+), telapak kaki tidak terasa sama sekali, terutama
bila digerakkan, kesemutan (-).

O/
TD : 110/70mmHg RR : 18 x/menit
HR : 88x/menit Suhu : 36,8

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen : Soepel, timpani, BU (+) 12x/menit


23

Status lokalis regio cruris dextra

L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.

F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra.

M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)

Saturasi digiti pedis dextra


Digiti 1 -
Digiti 2 72%
Digiti 3 86%
Digiti 4 99%
Digiti 5 95%
24

Laboratorium Tanggal 26 – 01 – 2019 (Post Transfusi)

Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal

9,4 13,5 – 17,5


Hemoglobin
24,4 4,5 – 11
Leukosit
25,9 41 – 53
Hematokrit
503 150 – 450
Trombosit

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H1 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-5

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000 mg (H3)
Inf. Metronidazol 3 x 500 mg (H1)
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Aspirin 1 x 1
Allupurinol 1 x 300 mg
Cilostazol 2 x 100 mg
Dorner 3 x 1 tab
Transfusi 2 kalf prc/ hari sampai dengan Hb>10
Cek DL post transfusi
Cek albumin

3. Minggu, 27 Januari 2019


S/ pasien mengeluh sesak dan berdebar jika malam hari, telapak kaki tidak
terasa sama sekali. tidak bisa tidur, kesemutan (-)
25

O/
TD : 120/80mmHg RR : 20 x/menit
HR : 120x/menit Suhu : 36,8

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 14x.menit

Status lokalis regio cruris dextra

L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.

F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra.

M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)
26

Saturasi digiti pedis dextra


Digiti 1 -
Digiti 2 94%
Digiti 3 99%
Digiti 4 78%
Digiti 5 96%

Laboratorium Tanggal 27 – 01 – 2019 (Post Transfusi)

Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal

11,5 13,5 – 17,5


Hemoglobin
22,5 4,5 – 11
Leukosit
32,8 41 – 53
Hematokrit
419 150 – 450
Trombosit

3 3,4 – 4,8
Albumin

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H2 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-6

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000 mg (H4)
Inf. Metronidazol 3 x 500mg (H2)
Inj. Antrain 3 x 1
Aspirin 1 x 1
Cilostazol 2 x 100 mg
27

Dorner 3 x 1 tab
Allupurinol 1 x 300 mg

4. Senin, 28 Januari 2019


S/ Pasien mengeluh sesak dan berdebar. Telapak kaki tidak terasa sama
sekali.

O/
TD : 130/80mmHg RR : 24 x/menit
HR : 120x/menit Suhu : 38,5

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 15x/menit

Status lokalis regio cruris dextra


28

L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.

F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra, CRT < 2 detik.

M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)

Saturasi digiti pedis dextra


Digiti 1 83%
Digiti 2 98%
Digiti 3 95%
Digiti 4 99%
Digiti 5 93%

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H3 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-7

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000mg (H5)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H3)
Inj. Antrain 3 x 1
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostazol 2 x 100mg
Pro hyperbaric treatment
29

5. Selasa, 29 Januari 2019


S/ Telapak kaki tidak terasa sama sekali. Demam (-). BAB (-) 7 hari terakhir

O/
TD : 120/80mmHg RR : 24 x/menit
HR : 92x/menit Suhu : 36,9

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 12x/menit

Status lokalis regio cruris dextra

L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.

F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
hangat, CRT < 2 detik
30

M : ROM terbatas
Dorsofleksi (+) lemah, plantarfleksi (+) lemah, fleksi jari-jari kaki (-)

Saturasi digiti pedis dextra


Digiti 1 84%
Digiti 2 90%
Digiti 3 99%
Digiti 4 99%
Digiti 5 90%

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H4 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-8

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 500mg (H6)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H4)
Inj. Antrain 3 x 1
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostasol 2 x 100mg
Rawat luka setiap 2 hari + kanamisin
Pro Debridement + OREF (TS Orthopedi)

6. Rabu, 30 Januari 2019


S/ Telapak kaki tidak terasa sama sekali. Demam (-).
O/
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 92x/menit Suhu : 36,9
31

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 12x/menit

Status lokalis regio cruris dextra

L : dressing (+), rembesan darah (+), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.

F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
hangat, CRT < 2 detik

M : ROM terbatas
Dorsofleksi (+) lemah, plantarfleksi (+) lemah, fleksi jari-jari kaki (-)

Saturasi digiti pedis dextra (Pre Op)


Digiti 1 95%
Digiti 2 98%
Digiti 3 99%
Digiti 4 99%
Digiti 5 98%
32

Laboratorium Tanggal 30 – 01 – 2019 (Post Op)

Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal

11,3 13,5 – 17,5


Hemoglobin
31,1 4,5 – 11
Leukosit
32,4 41 – 53
Hematokrit
503 150 – 450
Trombosit

Koagulasi
Hasil Pemeriksaan Normal

PPT
12,9
PPT penderita
10,1 Beda dengan kontrol
PPT Kontrol
< 2 detik

APTT
35,4
APTT Penderita
27,6 Beda denga kotrol <
APTT Kontrol
7 detik
33

Elektrolit
Hasil Pemeriksaan Normal

135,8 135 – 155


Natrium
3,4 3,5 – 5
Kalium
100,7 90 – 110
Chlorida
1,83 2,15 – 2,57
Kalsium

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H5 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-9 + Post OREF Tibia Dekstra H0

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000mg (H7)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H5)
Inj. Antrain 3 x 1
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostazol 2 x 100mg
Rawat luka @2 hari + kanamisin
Hyperbaric treatment

7. Kamis, 31 Januari 2019


S/ Telapak kaki tidak terasa sama sekali. Demam (-).

O/
TD : 110/70mmHg RR : 20 x/menit
HR : 92x/menit Suhu : 36,6
34

Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-

Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 10x/menit

Status lokalis regio cruris dextra

L : dressing (+), OREF (+), rembesan darah (+), rembesan pus (-), edema (+),
warna sama dengan warna kulit. Kebiruan pada jari (+)

F : nyeri tekan (+), hipestesia pada bagian dorsalis pedis dan plantar pedis
dextra, pulsasi a. Dorsalis pedis sde e.c. oedema, pulsasi a. Tibialis posterior
sde e.c oedema, CRT< 2dtk, teraba lebih dingin

M: dorsofleksi (+) lemah, plantar fleksi(+) lemah, fleksi jari-jari kaki (-)

Saturasi digiti pedis dextra dini hari pukul 03.00


Digiti 1 84%
Digiti 2 98%
Digiti 3 99%
35

Digiti 4 99%
Digiti 5 98%

Saturasi digiti pedis dextra dini hari pukul 10.00


Digiti 1 -
Digiti 2 -
Digiti 3 -
Digiti 4 -
Digiti 5 -

A/ Post trombektomi a. Poplitea dextra H6 e.c. trombosis A. poplitea Dextra


+ lesi vaskular a. Poplitea dextra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF
tibia-fibula Dekstra H-10 + Post OREF Tibia Dekstra H1

P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000mg (H8)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H6)
Inj. Ketorolak 3 x 3gr
Inj. Heparin 1000 unit/jam
Inj. Ranitidin 2 x 50mg
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostasol 2 x 100mg
Buka bebat elastic bandage
Rawat luka @2 hari + kanamisin
Hyperbaric treatment
36

LAPORAN OPERASI ORTOPEDI

Tanggal Operasi 30 – 01 – 2019 (12.45 – 14.30)


Diagnosis pre Op Post ORIF + Post Trombektomi + Necrotic
Diagnosis post Op Infected post ORIF plating
Nama operasi Debridement
Remove Platting
OREF
Jenis anestesi GA
Persiapan Inform concent, meropenem 2 gr
Posisi Supinasi
Disinfeksi Povidon Iodine dan Alkohol
Insisi dan pembukaan area Incisi luka lama
Operasi
Pendapatan eksplorasi Didapatkan necrotic tissue muscle pada anterior
cruris dan lateral cruris dekstra
Deskripsi Dilakukan debridement
OREF tibia
Remove implan normal plate / 8 hole
Penutupan lapangan operasi Jahit incisi

FOTO KLINIS PRE OP OREF TANGGAL 30 – 01 - 2019

Anda mungkin juga menyukai