ibu jari kaki. Dalam perjalanannya arteri ini memberi banyak cabang
muscular, cutaneus, dan articulare.
G. Arteri Plantaris Medialis
Arteria plantaris lateralis adalah cabang terminal yang lebih besar dari
arteria tibialis posterior. Arteri ini dicabangkan di bawah retinaculum
musculorum flexorum dan berjalan ke depan di bawah musculus
abductor hallucis dan musculus flexor digitorum brevis Sesampainya di
basis ossis metatarsi V, arteri ini melengkung ke medial membentuk
arcus plantaris, dan pada ujung proximal spatium intermetatarsale
pertama bergabung dengan arteria dorsalis pedis. Dalam perjalanannya,
arteria plantaris lateralis memberikan banyak cabang muscular, cutaneus,
dan articulare. Arcus plantaris memberikan cabang arteriae digitales
plantares ke jari-jari.
2. Definisi Trauma
Trauma merupakan suatu gangguan fisik yang menyebabkan terjadinya
jejas. Trauma dapat dibedakan menjadi trauma tumpul dan trauma tajam.
5. Patofisiologi Trombus
Trombus adalah bekuan darah yang menempel di dinding vaskuler.
Trombus dapat terjadi baik di pembuluh darah arteri maupun vena (Abbas et
al., 2015). Selain itu, trombus memiliki definisi lain sebagai masa seluler
yang menjadi satu oleh jaringan fibrin. Trombus terbagi menjadi 3 macam
yaitu; trombus merah, trombus putih, dan trombus campuran. Trombus
merah terdiri dari sel trombosit dan lekosit yang tersebar rata dalam suatu
massa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin. Trombus putih terdiri atas fibrin
dan lapisan trombosit, lekosit, dan sedikit eritrosit (Rizal, 2012).
Terdapat tiga pengaruh utama yang mempengaruhi terjadinya trombus, tiga
hal tersebut disebut dengan trias Virchow, yaitu jejas endotel, statis atau
turbulensi aliran darah, dan hiperkoagulabilitas darah (Abbas et al., 2015).
Jejas endotel merupakan pengaruh yang menonjol dan dengan sendirinya
dapat menyebabkan trombosis. Pengaruh ini secara khusus penting dalam
pembentukan trombus pada sirkulasi jantung dan arteri, misalnya di dalam
rongga jantung bila telah terjadi jejas endokard (misalnya, infark miokard
dan valvulitis), di atas plak yang mengalami ulserasi pada arteri yang
mengalami aterosklerotik berat, atau pada lokasi terjadinya jejas vaskular
akibat trauma atau peradangan. Penting untuk diperhatikan bahwa endotel
tidak perlu dikikis atau dilukai secara fisik untuk menimbulkan trombosis;
setiap terjadi gangguan dalam keseimbangan efek protombosis dan
antithrombosis yang dinamis dapat mempengaruhi peristiwa pembekuan
total. Oleh karena itu, disfungsi endotel yang bermakna dapat terjadi karena
tekanan hemodinamis pada hipertensi, aliran turbulen pada katup yang
terdapat jaringan parut, atau endotoksin bakteri. Bahkan, pengaruh yang
lebih kecil, seperti hemosistinuria, hiperkolesterolemia, radiasi, atau produk
5
yang diserap dari asap rokok dapat merupakan sumber terjadi jejas dan
disregulasi endotel. Tanpa memperhatikan penyebab, hilangnya endotel
secara fisik mengakibatkan pajanan kolagen subendotel (dan akitvator
trombosit lain), perlekatan trombosit, pelepasan faktor jaringan, dan deplesi
PGI dan PA lokal. Endotel yang mengalami disfungsi akan menghasilkan
faktor prokoagulasi dalam jumlah yang lebih besar (misalnya molekul
adhesi untuk mengikat trombosit, faktor jaringan, PAI, dll) dan efektor
antikoagulan dalam jumlah yang lebih kecil (misalnya trombomodulin,
PGI dan t-PA (Abbas et al., 2015).
Trias Virchow yang kedua adalah perubahan pada aliran darah normal.
Turbulensi turut berperan pada trombosis arteri dan trombosis kardiak
dengan menyebabkan cedera atau disfungsi endotel, serta membentuk aliran
kebalikan dan kantong stasis lokal; stasis merupakan faktor utama dalam
pembentukan trombus vena. Aliran darah normal adalah laminar
sedemikian rupa sehingga unsur trombosit mengalir pada bagian sentral dari
lumen pembuluh darah, yang terpisah dari endotel oleh suatu zona jernih
plasma yang bergerak lebih lambat. Oleh karena itu, stasis dan turbulensi
akan (1) mengganggu aliran laminar dan melekatkan trombosit pada
endotel. (2) mencegah pengenceran faktor pembekuan yang teraktivasi oleh
darah segar yang terus mengalir, (3) menunda aliran masuk inhibitor faktor
pembekuan dan memungkinkan pembentukan trombus, (4) meningkatkan
aktivitas sel endotel, mempengaruhi pembetukan trombosis lokal, perlekatan
leukosit, serta berbagai efek sel endotel lain (Abbas et al., 2015).
Trias Virchow yang ketiga adalah hiperkoagulabilitas. Pada umumnya
hiperkoagulabilitas kurang berperan pada keadaan trombosis, tetapi
merupakan komponen penting dan menarik dalam perimbangan tersebut.
Gangguan pada hiperkoagulabilitas dibagi menjadi dua, yaitu primer dan
sekunder. Gangguan primer (genetik) meliputi mutasi faktor V, mutasi
protrombin, defisiensi antitrombin III, dan defisiensi protein C dan S.
Sedangkan gangguan sekunder (didapat) yang menyebabkan resiko tinggi
trombosis meliputi tirah baring atau imobilisasi lama, infark miokard,
6
6. Manifestasi Klinis
Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada
daerah yang secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi
terutama pada kejadian luka tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan
trauma tumpul yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi. Keparahan
trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme, tipe,
dan lokasi trauma, serta durasi iskemia.
Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia,
hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok.
Gejala klinis paling sering pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia
akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus- menerus, parestesia, paralisis,
pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup
inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi
adanya tanda-tanda akut iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas
dapat diketahui denganmelihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda
dan gejala tersebut berupa hard sign dan soft sign.
7
8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada
perdarahan yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan
jiwa, tentunya pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan
sedangkan tindakan definitif dilakukan setelah perdarahan berhenti.
Perdarahan diatasi dengan penekanan di atas daerah perdarahan.
Pemasangan turniket tidak boleh dilakukan karena dapat merusak sistem
kolateral yang ikut terbendung.
8
Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia
yang jelas terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf
lebih tidak tahan terhadap adanya iskemia.
Penatalaksanaan Endovascular
Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi
beberapa cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya
pada lokasi anatomis yang jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan
dan fistula arteriovenosa.
Pendekatan endovaskular lainnya pada cedera ekstremitas adalah dengan
penggunaan teknologi stent-graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti
stent dan graft, perbaikan endoluminal pada false aneurysm atau fistula
arteriovenosa besar dapat dimungkinkan.
Penatalaksanaan Operasi
Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan
seluruh ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau
bawah kontralateral yang sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi
apabila diperlukan autograft vena. Pada umumnya, insisi dilakukan secara
9
vena yang kecil dapat diikat saja. Hal ini dapat menolong untuk mengurangi
edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada penderita trauma
vaskular dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat serta
membantu memperbaiki aliran arteri. Bila terjadi edema yang mengganggu
di daerah ekstremitas, maka sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan
fasiotomi. Dengan fasiotomi ini diharapkan terjadinya perbaikan sirkulasi
pada kapiler dan otot yang rusak kerena iskemia akibat oklusi total (ruptur
arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan fasiotomi, iskemia dapat
menimbulkan gangren. Pada oklusi parsial (robekan intima), bila sirkulasi
kolateral tidak adekuat maka perfusi yang tidak sempurna dan iskemia otot
menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.
Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan
batasan waktu 12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan
perbaikan arteri terlebih dahulu. Untuk menangani fraktur ini terlebih
dahulu dilakukan fiksasi eksterna, terutama pada fraktur ekstremitas bawah
karena pada ekstremitas bawah biasanya disertai kerusakan jaringan lunak.
9. Komplikasi
- Trombosis
- Infeksi
- Fistula arteri vena
- Stenosis
- Aneurisma palsu
- Sindrom kompartemen
11
1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. RH
Tanggal Lahir : 04 – 12 - 1997
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pesisir, Situbondo
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Status : Belum Menikah
No. Rekam Medis : 242872
Tanggal MRS : 24 – 01 – 2019
Tanggal KRS :
Tanggal Pemeriksaan : 25 – 01 – 2019 sampai 31 – 01 – 2019
2. Anamnesis
Keluhan utama : Pasien tidak bisa merasakan kakinya.
RPS : Pasien post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs truck 4
hari yang lalu, yaitu pada tanggal 20 – 01- 2019. Pasien menglami patah
tulang terbuka kaki kanan dan segera dibawa ke Rumah Sakit Besuki dan
dipasang papan pada kaki kanan. Kemudian pasien dibawa ke Rumah Sakit
Rizani Paiton untuk dioperasi pada tanggal 21 – 01 – 2019. Setelah itu,
pasien mengeluh kaki kanannya terasa kesemutan, kebas, disertai nyeri yang
memberat dan pasien tidak dapat merasakan sentuhan raba. Kaki pasien juga
tampak pucat. Akhirnya pasien dirujuk ke Soebandi dengan diagnosis post
ORIF, susp. Lesi vaskular dd compartemen syndrom, DVT.
RPD : HT (-), DM (-), Jantung (-)
RPO :
- Post ORIF cruris dextra H-3
- Inf. RD5 1500cc/2 jam
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
12
o Kepala
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflek
pupil +/+
Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)
Telinga : otorrhea (-)
Gigi : avulsi (-)
o Leher : Deviasi trakhea (-), benjolan (-), pembesaran KGB (-)
o Thorax
Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi dinding dada (+), iktus kordis tidak tampak
Perkusi : sonor/sonor
Batas Jantung :
Left Upper : ICS 2 PSL sinistra
Right Upper : ICS 2 PSL dextra
Left Lower : ICS 5 MCL sinistra
Right Lower : ICS 4 PSL dextra
Auskultasi :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
o Abdomen
Inspeksi : Flat, Distended (-), DC (-), DS (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 14x/menit (normal)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-) defans muskuler (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, pekak hepar
(+)
o Ekstremitas :
Akral dingin pada ekstremitas inferior dextra
Oedema pada ekstremitas inferior dextra
L : Edema (+) sampai regio genu, luka post op atau jahitan (+), tampak
biru kehitaman di sekitar jahitan, slough (+) darah (+), digiti pale (+).
F : Pain (+), Krepitasi (+), CRT>2 detik, panas pada lutut kanan, teraba
dingin pada pedis dextra, pulsasi dorsalis pedis menurun, pulsasi
tibialis posterior tidak teraba.
Motorik : tidak dapat menggerakkn jari-jari kaki, plantar fleksi (-),
dorsofleksi (-)
Sensorik : hipoastesi setinggi L1
M : ROM terbatas
4. Pemeriksaan Penunjang
A. Foto AP/lateral Cruris Dextra pre op ORIF cruris Dextra
C. Arteriografi
16
D. Laboratorium
Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal
Elektrolit
Hasil Pemeriksaan Normal
Koagulasi
Hasil Pemeriksaan Normal
PPT
10,2
PPT penderita
8,7 Beda dengan kontrol
PPT Kontrol
< 2 detik
APTT
18,6
APTT Penderita
25,1 Beda denga kotrol <
APTT Kontrol
7 detik
5. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Lesi vaskular A. Poplitea dekstra + trombosis a. Poplitea
dekstra + iskemik limb dekstra + sepsis + post ORIF tibia-fibula Dekstra H-
3
6. Planning
Cito Trombektomi a. Poplitea dekstra
Inj. Meropenem 3 x 1 gr
Inj. Antrain 2 x 1 amp
Heparin 600 unit
Dorner 3 x 1 tab
Cilostazol 2 x 100 mg
Drip Neurobion 500 1 x 1
Pentoxifiline 3 x 400 mg
19
FOLLOW UP
1. Jumat, 25 Januari 2019
S/ Nyeri bekas operasi (-), pusing, muntah 3 kali sejak sehabis operasi,
kesemutan (-), telapak kaki tidak terasa sama sekali.
O/
TD : 100/70mmHg RR : 18 x/menit
HR : 110 x/menit Suhu : 36,7
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.
F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra.
21
M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)
Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal
Koagulasi
Hasil Pemeriksaan Normal
PPT
10,1
PPT penderita
8,7 Beda dengan kontrol
PPT Kontrol
< 2 detik
APTT
148,2
APTT Penderita
22
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenem 3 x 1 gr (H2)
Inj. Antrain 3 x 1
Inj. Heparin 600 unit
Pletaal 2 x 100 mg
Dorner 3 x 1 tab
Pentoxyfilin 3 x 400 mg
Transfusi 2 kalf prc/ hari sampai dengan Hb>10
Cek DL post transfusi
O/
TD : 110/70mmHg RR : 18 x/menit
HR : 88x/menit Suhu : 36,8
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.
F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra.
M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)
Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000 mg (H3)
Inf. Metronidazol 3 x 500 mg (H1)
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Aspirin 1 x 1
Allupurinol 1 x 300 mg
Cilostazol 2 x 100 mg
Dorner 3 x 1 tab
Transfusi 2 kalf prc/ hari sampai dengan Hb>10
Cek DL post transfusi
Cek albumin
O/
TD : 120/80mmHg RR : 20 x/menit
HR : 120x/menit Suhu : 36,8
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 14x.menit
L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.
F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra.
M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)
26
Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal
3 3,4 – 4,8
Albumin
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000 mg (H4)
Inf. Metronidazol 3 x 500mg (H2)
Inj. Antrain 3 x 1
Aspirin 1 x 1
Cilostazol 2 x 100 mg
27
Dorner 3 x 1 tab
Allupurinol 1 x 300 mg
O/
TD : 130/80mmHg RR : 24 x/menit
HR : 120x/menit Suhu : 38,5
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 15x/menit
L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.
F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
lebih dingin dari cruris sinistra, CRT < 2 detik.
M : ROM terbatas
Dorsofleksi (-), plantarfleksi (-), fleksi jari-jari kaki (-)
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000mg (H5)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H3)
Inj. Antrain 3 x 1
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostazol 2 x 100mg
Pro hyperbaric treatment
29
O/
TD : 120/80mmHg RR : 24 x/menit
HR : 92x/menit Suhu : 36,9
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 12x/menit
L : dressing (+), rembesan darah (-), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.
F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
hangat, CRT < 2 detik
30
M : ROM terbatas
Dorsofleksi (+) lemah, plantarfleksi (+) lemah, fleksi jari-jari kaki (-)
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 500mg (H6)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H4)
Inj. Antrain 3 x 1
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostasol 2 x 100mg
Rawat luka setiap 2 hari + kanamisin
Pro Debridement + OREF (TS Orthopedi)
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 12x/menit
L : dressing (+), rembesan darah (+), rembesan pus (-), edema (+), warna
sama dengan warna kulit.
F : Nyeri tekan (-), hipestesia (+) pada bagian pedis dextra, pulsasi a. Dorsalis
pedis sde e.c oedema, pulsasi a. Tibialis posterior sde e.c. edema, pedis teraba
hangat, CRT < 2 detik
M : ROM terbatas
Dorsofleksi (+) lemah, plantarfleksi (+) lemah, fleksi jari-jari kaki (-)
Hematologi Lengkap
Hasil Pemeriksaan Normal
Koagulasi
Hasil Pemeriksaan Normal
PPT
12,9
PPT penderita
10,1 Beda dengan kontrol
PPT Kontrol
< 2 detik
APTT
35,4
APTT Penderita
27,6 Beda denga kotrol <
APTT Kontrol
7 detik
33
Elektrolit
Hasil Pemeriksaan Normal
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000mg (H7)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H5)
Inj. Antrain 3 x 1
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostazol 2 x 100mg
Rawat luka @2 hari + kanamisin
Hyperbaric treatment
O/
TD : 110/70mmHg RR : 20 x/menit
HR : 92x/menit Suhu : 36,6
34
Thorax :
C/ S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
P/ ves +/+, rh -/-, whe -/-
Abdomen :
Soepel, timpani, BU (+) 10x/menit
L : dressing (+), OREF (+), rembesan darah (+), rembesan pus (-), edema (+),
warna sama dengan warna kulit. Kebiruan pada jari (+)
F : nyeri tekan (+), hipestesia pada bagian dorsalis pedis dan plantar pedis
dextra, pulsasi a. Dorsalis pedis sde e.c. oedema, pulsasi a. Tibialis posterior
sde e.c oedema, CRT< 2dtk, teraba lebih dingin
M: dorsofleksi (+) lemah, plantar fleksi(+) lemah, fleksi jari-jari kaki (-)
Digiti 4 99%
Digiti 5 98%
P/
Inf. PZ 20 tpm
Inj. Meropenenem 3 x 1000mg (H8)
Inj. Metronidazol 3 x 500mg (H6)
Inj. Ketorolak 3 x 3gr
Inj. Heparin 1000 unit/jam
Inj. Ranitidin 2 x 50mg
P/o Aspirin 1 x 1
Dorner 3 x 1
Allupurinol 1 x 300mg
Cilostasol 2 x 100mg
Buka bebat elastic bandage
Rawat luka @2 hari + kanamisin
Hyperbaric treatment
36