Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fungi (jamur) adalah organisme eukariotik yang bersel tunggal atau banyak
yang tidak memiliki klorofil dan memiliki dinding sel yang tersusun atas zat kitin.
Jamur tidak memiliki klorofil, oleh karena itu dia termasuk kedalam makhluk hidup
heterorof (memperoleh makanan dari organisme lain). Umumnya jamur hidup
secara saprofit (hidup dengan menguai sampah oganik seperti bangkai menjadi
bahan anorganik). Ada juga jamur yang hidup secara parasit (memperoleh bahan
organik dari inangnya), adapula yang hidup dengan simbiosis mutualisme (yaitu
hidup dengan organisme lain agar sama-sama mendapatkan untung) 1.

Peranan jamur atau fungi dalam kehidupan sangatlah luas. Banyak jamur
yang sudah dikenal peranannya, misalnya jamur yang tumbuh di roti, buah, keju,
ragi dalam pembuatan bir, dan jamur yang merusak tekstil karena lembab, serta
beberapa jenis jamur juga dibudidayakan. Beberapa jenis jamur bahkan
memproduksi antibiotik yaitu penisilin, yang dapat dihasilkan oleh Penicillium
notatum dan P. chrysogenum (Tortora et al., 2001). Selain itu, jamur berperan
dalam keseimbangan lingkungan yaitu sebagai dekomposer. Sebagai
dekomposer, jamur menguraikan sisa-sisa organisme yang telah mati sehingga
bisa dimanfaatkan oleh organisme lain 2.

Jamur Penicillium chrysogenum merupakan salah satu jamur yang termasuk


kedalam divisi Ascomycota Kingdom Fungi. Penicillium sp. hidup secara saprofit
pada makanan dan roti busuk.

Penicillium sp. adalah jamur yang berkembang biak secara aseksual dengan
membentuk konidium yang berada di ujung hifa. Setiap konidium akan tumbuh
menjadi jamur baru. Konidium berwarna kehijauan dan dapat hidup di makanan,
roti, buah-buahan busuk, kain, atau kulit.

Salah satu spesies dari Penicillium sp yaitu Penicillium chrysogenum.


Penicillium chrysogenum adalah spesies fungi dalam famili Trichocomaceae.
Spesies ini umumnya hidup di daerah beriklim subtropis dan sedang, dapat
ditemukan pada produk makanan asin. Tetapi sebagian besar ditemukan di
lingkungan dalam ruangan, terutama di gedung-gedung basah atau air yang

1
rusak. P. chrysogenum sebelumnya dikenal sebagai Penicillium
notatum. Spesies ini jarang dilaporkan sebagai penyebab penyakit manusia 2.

2.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui kolonisasi jamur Penicillium chrysogenum

2. Untuk mengetahui uji laboratorium dengan LPCB pada jamur Penicillium


chryogenum

2.3 Manfaat

1. Dapat mengetahui kolonisasi jamur Penicillium chrysogenum

2. Dapat mengetahui uji laboratorium dengan LPCB pada jamur Penicillium


chrysogenum

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penicillium sp. Adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Ascomycota..
Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut
konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki selubung
pelindung seperti sporangium 3.

Salah satu spesies dari Penicillium sp. adalah Pencillium chrysogenum.


Sebelumnya dikenal sebagai Penicillium notatum, Penicillium Chrysogenum adalah
spesies Penicillium yang dipelajari secara luas yang paling terkenal sebagai sumber
penisilin dan beberapa antibiotik lainnya. P. chrysogenum paling sering ditemukan di
lingkungan dalam ruangan, terutama pada mereka yang kelembabannya tinggi,
lembab, atau kerusakan air sebelumnya.

Koloni P. chrysogenum berwarna biru kehijauan dengan pigmen kekuningan yang


sering muncul juga. Namun, mengidentifikasi P. chrysogenum berdasarkan warna
saja tidak dimungkinkan.

P. chrysogenum terkenal baik sebagai alergen maupun sebagai patogen,


meskipun jarang dilaporkan sebagai penyebab penyakit manusia. Namun, telah
diketahui menyebabkan berbagai infeksi oportunistik, sebagian besar pada orang
yang sistem kekebalannya melemah karena sudah menderita penyakit lain.

Gambar 2.1 Penicillium chrysogenum

2.1 Penicillium chrysogenum

Penicillium chrysogenum adalah jamur luas yang umum di daerah beriklim


sedang dan subtropis. Ini dapat ditemukan di tanah dan tumbuh-tumbuhan, dan
juga dapat tumbuh pada makanan yang disimpan dan bahan bangunan lembab,

3
menjadikannya jamur dalam ruangan umum. Spesies Penicillium ini dikaitkan
dengan penemuan penisilin oleh Sir Alexander Fleming pada tahun 1928 4.

Gambar 2.2 P. chrysogenum dibawah mikrsokop

Penisilin adalah salah satu antibiotik spektrum luas tertua yang digunakan
untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri. Meskipun metode produksi telah
meningkat pesat sejak penemuan awal, strain komersial P. chrysogenum masih
merupakan sumber utama penisilin dan beberapa antibiotik β-laktam lainnya 5.

Nama genus Penicillium berasal dari struktur penghasil spora, juga dikenal
sebagai konidiofor. Setelah mengamati struktur-struktur ini, ahli mikologi awal
menamai kelompok ini jamur Penicillium, yang berarti 'sikat pelukis' dalam bahasa
Latin 5.

Penicillium chrysogenum dapat ditemukan di berbagai tempat termasuk


tanah, udara, buah-buahan yang membusuk, sayuran dan sumber makanan
lainnya. Namun, banyak strain P. chrysogenum dengan produksi penisilin tinggi
tersedia secara komersial dan digunakan dalam fasilitas produksi penisilin
canggih di seluruh dunia.

2.1.1 Taksonomi Penicillium chrysogenum

Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Bangsa : Eurotiales
Suku : Trichocomaceae
Marga : Penicillium

4
Spesies : Penicillium chrysogenum

2.1.2 Karakteristik Penicillium chrysogenum

Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum


Askomycota. Penicilliumsp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk
badan spora yang disebut konidium. Konidium berbeda dengan
sporangim, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti
sporangium. Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang
dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki cabang-cabang
yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Lapisan
dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan
spora disebut sterigma. Beberapa jenis Penicilliumsp. yang terkenal
antara lain P. notatum yang digunakan sebagai produsen antibiotik
dan P. camembertii yang digunakan untuk membuat keju biru 6.

Ciri-ciri spesifik Penicillium chrysogenum adalah hifa bersekat atau


bersepta, miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, konidiofora
bersekat dan muncul di atas permukaan, berasal dari hifa di bawah
permukaan, bercabang atau tidak bercabang, kepala yang membawa
spora berbentuk seperti sapu dengan sterigmata muncul di dalam
kelompok, konidium membetuk rantai karena muncul satu per satu dari
sterigmata. Konidium pada waktu masih muda berwarna hijau, kemudian
berubah menjadi kebiruan atau kecoklatan (Fardiaz, 1992). Morfologi sel
dari Penicillium crhysogenum dapat dilihat pada gambar dibawah ini 6.

K
Keterangan:
1. Konidium
2. Sterigmata
3. Metulla
4. Cabang (penisilus)
5. Konidiofor

Gambar 2.3 Morfologi Penicillium chrysogenum

Koloni Penicillium chrysogenum tumbuh baik pada medium


Czapek’s Dox, berdiameter sekitar 4 cm dalam waktu 10 hari pada suhu

5
25oC, memiliki permukaan seperti kapas, dan berwarna hijau kekuningan
atau hijau agak biru pucat, jika telah tua akan berwarna semakin gelap.
Koloni Penicillium chrysogenum tumbuh cepat di atas medium standar
pada suhu 25oC, sedangkan pada medium Czapek’s Yeast Agar (CYA)
menghasilkan blue-green konidium. Penicillium chrysogenum bersifat
mesofilik, tumbuh pada suhu yang minimum pada suhu 4oC, optimum
pada suhu 23oC, dan maksimum pada suhu 37oC. Derajat keasaman
(pH) optimum untuk pertumbuhan Penicillium chrysogenum antara 4-6 7.

Hal terbaik tentang Penicillium adalah ia tumbuh dengan baik dalam


berbagai kondisi. Tumbuh baik di lingkungan dalam ruangan, dan area
bangunan yang rusak atau basah karena air dianggap sebagai
lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan jamur ini. P.
chrysogenium juga dapat berkembang pada buah-buahan dan sayuran,
biji-bijian sereal, produk daging sembuh, margarin, keju dan produk susu
lainnya yang memiliki kecenderungan untuk membusuk dan membusuk
setelah jangka waktu tertentu. Di luar rumah sebagian besar ditemukan
di tanah dan pada vegetasi yang membusuk.

2.1.3 Peran Penicillium chrysogenum dalam Kesehatan

Dengan hanya sedikit laporan tentang efek samping dan penyakit,


spesies Penicillium umumnya dianggap aman. Terlepas dari kenyataan
ini, P. chrysogenum telah diketahui menyebabkan berbagai infeksi
oportunistik.

Selain dari kondisi yang relatif jinak seperti ruam kulit dan infeksi
telinga (otomycosis), jamur ini telah diketahui menyebabkan sinusitis,
endophthalmitis pasca-trauma, nekrotikan esofagitis pada pasien AIDS,
pneumonia nekrotikan, invasi usus dan penyakit yang disebarluaskan.

Seperti semua jamur lain, P. chrysogenum mereproduksi dengan


memproduksi spora, yang dikenal sebagai alergen manusia. Spora ini
ada di mana-mana di udara di sekitar kita dan dihirup dalam jumlah besar
setiap hari. Meskipun ini tidak berpengaruh pada kebanyakan orang,
individu yang sensitif dapat mengalami reaksi yang merugikan. Mereka
bisa menderita masalah pernapasan terkait, alergi kulit, bersin
terus-menerus dan mata merah / berair 8.

6
Jenis alergi lain yang terkait dengan P. chrysogenum jelas adalah
alergi terhadap penisilin yang didokumentasikan dengan baik yang
terjadi pada beberapa individu. Meskipun sekitar 10% orang dilabeli
sebagai alergi terhadap penisilin, sebagian besar dari mereka
sebenarnya negatif terhadap alergi penisilin dan dapat mentoleransi
penisilin. Bahkan mereka dengan alergi sejati akan kehilangan
kecenderungan ini selama 10 tahun. Alergi penisilin sering didiagnosis
selama masa kanak-kanak, di mana infeksi pada masa kanak-kanak
dapat berkontribusi atau dikacaukan dengan alergi 8.

Namun, reaksi alergi dapat terjadi bahkan pada orang yang


sebelumnya menggunakan penisilin tanpa masalah. Gejala umum
termasuk mual, muntah, diare, ruam / gatal-gatal, dan pembengkakan
pada wajah atau ekstremitas. Dalam kasus yang jarang terjadi, reaksi
anafilaksis serius dapat terjadi, dengan pembengkakan lidah,
tenggorokan, dan bibir, bersama dengan gejala pernapasan dan
kehilangan kesadaran.

2.2 Uji Pengecatan LPCB

Pengecatan jamur Penicillium sp. adalah dengan menggunakan teknik


pengecatan LPCB (Lactopenol Conten Blue). Dengan teknik ini, maka jamur yang
diamati akan tampak berwarna hijau kebiru-biruan. Hal ini dikarenakan spora
secara sederhana bisa dilihat sebagai badan intraseluler pada suspensi. Sel yang
tidak diwarnai sebagai area tidak berwarna dalam sel yang diwarnai dengan
metode konvensional. Dinding spora relative impermeable tetapi zat pewarna
dapat dibuat menembusnya dengan pemanasan preparat. Sifat impermeable ini
juga bisa menghambat dekolorisasi spora pada tahap pemberian alkohol yang
biasanya cukup untuk dekolorisasi sel vegetative. Bentuk dan warna spora ini
dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jamur 9.

Penggunaan Lactophenol Biru Stain dalam memberi warna pada jamur dan
memungkinkan spesimen untuk dapat dengan mudah divisualisasikan dengan
mikroskop. Lactophenol Cotton Blue (LPCB) adalah metode yang paling banyak
digunakan dalam pewarnaan dan mengamati jamur. Komposisi dari Lactophenol
Cotton Blue yaitu kristal, cotton blue 0,075 gr berfungsi untuk memberi warna
pada sel kapang, asam laktat 20 ml yang berfungsi untuk menjernihkan latar
belakang dan mempertajam struktur kapang, gliserol 40 ml berfungsi menjaga

7
fisiologi sel dan menjaga sel terhadap kekeringan, kristal fenol dan air panas 70oC
untuk membunuh jamur, serta air suling 40 ml 9.

Pengecatan LPCB dilakukan dengan menempatkan alkohol 70% pada objek


glass. Merendam spesimen / bahan dalam alkohol. Menambahkan satu atau
paling banyak dua tetes mountant lactophenol sebelum alkohol menguap.
Memegang coverslip antara jari telunjuk dan ibu jari, menyentuh pada satu sisi
dari setetes mountant dengan tepi coverslip dan bawah dengan lembut,
menghindari gelembung udara 10. Sediaan sekarang siap untuk diperiksa.

2.3 Kultur Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)

Sabouraud (diucapkan sah-bu-Ro ') medium agar dikembangkan oleh dokter


kulit Perancis, Raymond JA Sabouraud pada akhir 1800 untuk mendukung
pertumbuhan jamur yang menyebabkan infeksi kulit, rambut, atau kuku, secara
kolektif disebut sebagai dermatofit. Investigasi medis Sabouraud berfokus pada
bakteri dan jamur yang menyebabkan lesi kulit, dan ia mengembangkan banyak
agar dan teknik untuk cetakan patogen budaya dan ragi, seperti dermatofita dan
Malassezia. Media ini sangat diharapkan bahwa semua mycologists detil
formulasi mereka tepat media, suhu dan waktu inkubasi spesimen, dalam rangka
standarisasi observasi lapangan dan dengan demikian mengurangi perbedaan
dalam penampilan sebagai kemungkinan sumber kesalahan dalam identifikasi.
Secara historis, Sabouraud agar dikembangkan untuk mendukung studi
dermatofit, yang membutuhkan masa inkubasi yang lama (minggu). Ada dua
kekuatan pendorong di belakang pengembangan Sabouraud tentang media ini:
kebutuhan untuk menghindari kontaminasi bakteri sementara dermatofit kultur
dan jamur lainnya, dan kebutuhan untuk menyediakan media yang akan
menghasilkan hasil yang dapat diandalkan untuk identifikasi jamur di
laboratorium 11.

8
Gambar 2.4 Media SDA

2.3.1 Jenis Media

a. Menurut konsistensinya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan


media berbentuk padat (solid).
b. Menurut fungsinya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan media
selektif untuk pertumbuhan jamur dan menghambat pertumbuhan
bakteri.
c. Menurut bahan penyusunnya: media Sabouraud Dextrose Agar tersusun
dari bahan sintetis.
d. Menurut wadahnya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan media
yang disimpan dalam plate (cawan petri).

2.3.2 Fungsi Media

Adapun fungsi media secara umum yaitu:


a. Isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni,
b. Memanipulasi komposisi media pertumbuhannya,
c. Menumbuhkan mikroorganisne,
d. Memperbanyak jumlah,
e. Menguji sifat-sifat fisiologisnya
f. Menghitung jumlah mikroba.

9
g. Media SDA banyak di gunakan untuk media jamur khususnya banyak ke
jamur Aspargilus, di media ini pertumbuhan jamur akaan optimal di suhu
25 - 30 drajat celcius.

2.3.3 Komposisi Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar)


a. Mycological peptone 10 g
b. Glucose 40 g
c. Agar 15 g

2.3.4 Fungsi dari komponen dalam SDA


a. Mycological peptone: menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang
diperlukan untuk pertumbuhan organisme dalam Sabouraud Dextrose
Agar.
b. Glucose: dalam konsentrasi yang tinggi dimasukkan sebagai sumber
energi
c. Agar: berperan sebagai bahan pemadat

2.3.5 Digunakan pada mikrobiologi

a. Untuk budidaya jamur patogen & komensal dan ragi


b. Baik untuk isolasi terutama dermatofit
c. Digunakan untuk menentukan kandungan mikroba dalam kosmetik
d. Digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, dan secara klinis
membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.

2.3.6 Prosedur Pembuatan Media

a. Semua APD digunakan dengan baik, benar dan lengkap.


b. Disiapkan semua alat- alat dan bahan- bahan yang akan digunakan.
c. Dipastikan semua alat dan bahan dalam keadaan siap digunakan.
d. Ditimbang serbuk media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) sebanyak
1,560 gram.

10
e. Dipindahkan serbuk media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) ke beaker
glass, lalu ditambahkan aquades sebanyak 24 ml, dipindahkan ke
dalam erlenmeyer.
f. Dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanasan dan pengadukan.
g. Pelarutan tidak boleh sampai mendidih(pelarutan harus sempurna
sehingga tidak ada kristal yang tersisa).
h. Dicek pH larutan sesuai petunjuk media (pH = 5,6 ±0,2) pada suhu 25°C
i. Diperhatikan pengecekan suhu larutan saat pengecekan pH media.
j. Ditambahkan NaOH 0,01N jika pH larutan kurang basa dan ditambahkan
HCl 0,01N jika pH larutan kurang asam.
k. Disterilisasi ±121°C (1 atm) selama ±15 menit.
l. Dikeluarkan larutan dari autoklaf , saat suhu rendah (200C) dan tekanan
telah turun (dilihat indikator autoklaf).
m. Dibiarkan larutan hingga suhu ±500C lalu ditambahkan antibiotik
amoxicilyne 500 mg (sebelumnya antibiotik amoxicilyne 500 mg telah
dilarutkan dengan 10 ml aquades, dan tiap 100 ml SDA = 1 ml suspensi
amoxicilyne).
n. Dihomogenkan larutan yang telah ditambahkan antibiotik
amoxicilyne(dapat dibantu pemanasan, suhu ≤ 70°C).
o. Dituangkan ke petri disk steril yang telah disediakan.
p. Dibiarkan media pada petri disk membeku dengan sempurna.
q. Dimasukkan media ke inkubator (± 37°C) ,selama ± 24 jam untuk uji
kualitas media, dengan posisi petri disk terbalik.
r. Disimpan pada suhu 4°C- 8°C untuk menyimpan media.

2.3.7 Uji Kualitas Media


Agar media mempunyai kualitas seperti yang diharapkan perlu dilakukan
uji kualitas,seperti uji sterilitas dan uji spesifitas. Uji sterilisasi dilakukan untuk
mengetahui apakah bahan atau sediaan yang harus steril, sudah memenuhi
syarat atau tidak. Uji isterilitas dapat dilakukan dengan menginkubasi media
selama sehari dalam inkubator. Pada media idealnya tidak boleh ditemukan
pertumbuhan bakteri. Akan tetapi koloni yang tumbuh kurang dari 2 dapat
diterima. Sedangkan uji spesifitas dilakukan dengan menggunakan bakteri
kontrol yang sesuai dengan jenis dan fungsi media yang dibuat. Hal ini
bermanfaat untuk membantu mengetahui kelompok dan jenis serta fungsi

11
media yang dibutuhkan. Uji kualitas media mencakup aspek yang luas, baik
media buatan sendiri maupun media jadi. Oleh karena itu, penyiapan media
harus mendapat perhatian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyiapan
media 12.

Ada bermacam-macam cara untuk menguji mutu media yang telah


dibuat, yaitu:
1) Secara Visual
Yaitu dengan memperhatikan atau melihat warna, kekeruhan dan
lain-lain. Bila warna media tidak sesuai dengan warna standar maka
harus dicurigai adanya perbedaan pH, untuk dapat diperiksa dengan
kertas pH atau pH meter. Bila pH media berbeda ± 0,2 satuan, dapat
ditambahkan asam atau basa atau membuat media yang baru. Warna
media SDA adalah kuning sedikit kecoklatan

2) Uji Sterilitas
Uji sterilitas merupakan suatu keharusan terutama pada media yang
diperkaya dengan bahan-bahan tertentu seperti agar darah atau agar
coklat. Cara untuk menguji sterilitas media adalah dengan:
 Mengambil sejumlah 5 %volume dari tiap wadah media yang dibuat.
 Media diinkubasi selama 1-2 hari pada suhu 35° C.
 Apabila terdapat pertumbuhan lebih dari 2 koloni
mikroorganisme/cawan petri atau lebih, hal itu menandakan seluruh
media dari wadah tersebut tidak dapat digunakan.

3) Uji Spesifitas
Uji spesifitas dengan penanaman mikroorganisme kontrol positif dan
control negatif. Mikroorganisme kontrol kualitas (strain kuman) adalah
mikroorganisme spesifik yang seharusnya tumbuh pada media tertentu.
Mikroorganisme tersebut memiliki ciri morfologi, biokimia, serologi yang
dapat diuji dan mampu menunjukkan stabilitas reproduksi yang tetap
ketika ditempatkan pada kondisi yang sesuai.

12
2.3.8 Penyimpanan Media

Setelah pembuatan media selesai, media serta bahan pendukung yang


ditempatkan dalam wadah-wadah petridisk (dalam posisi terbalik) dan diberi
label berupa; Nama media dan tanggal pembuatan, label ditempel pada
badan media agar mudah dilihat pada saat pengambilan media karena
petridisk diletakkan terbalik. Fungsi dari peletakkan petridisk terbalik agar
mudah dalam pengangkatan karena tutup petridisk lebih besar dari
badannya, untuk memperlancar sirkulasi udara karena udara masuk melalui
atas, agar uap air hasil pemanasan tidak jatuh ke media. Media yang telah
dibuat namun belum digunakan dapat disimpan di dalam lemari es dengan
suhu yang relatif stabil yaitu ± 40C. Hal ini untuk menjaga kualitas media dan
mencegah tumbuhnya mikroorganisme dalam media. Karena suhunya yang
rendah, mikroorganisme sulit tumbuh dalam media. Batas waktu
penyimpanan media jadi, bila disimpan di dalam gelap dan dingin yaitu
 Media didalam tabung dengan tutup kapas/aluminium foil: 1 minggu
 Media di dalam tabung dengan tutup screw cap: 3 bulan
 Media di dalam cawan petri: 1-2 minggu

2.3.9 Nilai Kritis Pembuatan Media SDA

a. Penimbangan media harus sesuai dengan perhitungan yaitu


menggunakan rumus v1/m1 = v2/m2 dimana massa awal dan volume
awalnya terdapat pada kemasan media.
b. Pada saat penghomogenan dengan cara pemanasan, media tidak boleh
sampai mendidih. Pemanasan berlebihan dapat menyebabkan
penyimbangan pH, warna lebih gelap (darkening), kekuatan gel menjadi
berkurang, menurunnya kualitas media. Pelarutan harus sempurna
sehingga tidak ada Kristal yang bersisa agar media dapat memadat
dengan sempurna.
c. Tingkat keasaman (pH) media harus diperhatikan karena
mikroorganisme yang tumbuh hanya akan tumbuh optimal pada pH
tersebut. Ph yang tepat pada media SDA adalah 5,6 ±0,2.
Pengecekan pH harus dilakukan pada suhu 25oC agar hasil pengukuran
pH akurat. Apabila pH kurang asam dapat ditambahkan HCl 0,01 N,
sedangkan apabila pH kurang basa dapat ditambah NaOH setetes demi
setetes hingga menunjukkan pH yang diinginkan.

13
d. Penambahan antibiotik pada media dilakukan setelah proses sterilisasi
oleh karena itu, penuangan antibiotik harus dilakukan dengan cara
aseptis atau dekat dengan api spiritus agar tidak ada kontaminan yang
masuk.
e. Antibiotik yang biasa digunakan adalah kloramfenikol namun
penggunaan antibiotik dapat menggunakan antibiotik apa saja karena
fungsi antibiotik pada media ini adalah untuk mencegah bakteri tumbuh
pada media karena media SDA berfungsi untuk menumbuhkan jamur.
Apabila bakteri tumbuh pada media akan mengganggu pengamatan
pada media.
f. Antibiotik yang ditambahkan adalah sebanyak 1% dari media atau 1 ml
dalam 100 ml media. Volume tersebut cukup untuk mencegah bakteri
tidak tumbuh pada media.

14
BAB III
UJI PEMERIKSAAN LABORATORIUM

3.1 Uji Laboratorium dengan LPCB


Identifikasi isolat Jamur P. chrysogenum dilakukan melalui dua tahap.
Tahap pertama yaitu pengamatan kapang secara makroskopis yang meliputi
pengamatan terhadap warna dan bentuk koloni. Tahap kedua yaitu
pengamatan secara mikroskopis dengan membuat slide kultur menurut Riddle
(Teknik Riddle). Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk mengetahui
struktur kapang berupa bentuk hifa dan ukuran konidia.
Alat yang digunakan untuk teknik Riddle adalah :
a. cawan petri,
b. kaca objek,
c. cover glass,
d. dan batang penahan berbentuk segitiga.
Blok agar dari media SDA berukuran kira-kira 1cm3 diletakan di atas kaca
objek. Isolat kapang ditanam dengan cara menempelkan isolat pada kedua
sisi blok agar. Blok agar ditutup dengan cover glass lalu ditutup cawan petri.
Cara mengamati isolat kapang yang sudah tumbuh, yaitu dengan mengambil
cover glass isolat kapang dan ditempelkan ke kaca objek yang telah ditetesi
LPCB (lactophenol cotton blue) kemudian di amati di bawah mikroskop. Cara
lain juga dapat dilakukan dengan menekan blok agar memakai cover glass
yang baru. Sebelum ditekan, isolat ditetesi LPCB terlebih dahulu.
Pewarna yang sering digunakan untuk mewarnai kapang umumnya
menggunakan Lactophenol cotton blue atau LPCB. Pewarnaan dengan
pewarna ini akan menampilkan kapang dengan warna biru cerah sehingga
akan terlihat lebih jelas bagian-bagian dari kapang baik hifa, spongarium,
konidium dan lain sebagainya. LPCB juga akan menampilkan bentuk- bentuk
dari spora sehingga akan memudahkan dalam mengidentifikasi kapang yang
teramati. Pewarna yang sesuai untuk mewarnai khamir umumnya
menggunakan methylen blue yang dapat membedakan sel mati dengan
warna biru karena rusaknya membran sel sehingga permeabilitasnya rusak
dan methilen blue akan masuk kedalam sel yang menjadikan sel berwarna
biru sedangkan sel hidup pada khamir ditunjukkan dengan warna
transparannya karena membran sel masih berfungsi dalam permeabilitas
membrannya sehingga methylene blue tidak masuk ke dalam sel
3.2 Pembuatan Media Kultur SDA

15
a. Semua APD digunakan dengan baik, benar dan lengkap.
b. Disiapkan semua alat- alat dan bahan- bahan yang akan digunakan.
c. Dipastikan semua alat dan bahan dalam keadaan siap digunakan.
d. Ditimbang serbuk media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) sebanyak
1,560 gram.
e. Dipindahkan serbuk media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) ke beaker
glass, lalu ditambahkan aquades sebanyak 24 ml, dipindahkan ke
dalam erlenmeyer.
f. Dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanasan dan pengadukan.
g. Pelarutan tidak boleh sampai mendidih(pelarutan harus sempurna
sehingga tidak ada kristal yang tersisa).
h. Dicek pH larutan sesuai petunjuk media (pH = 5,6 ±0,2) pada suhu 25°C
i. Diperhatikan pengecekan suhu larutan saat pengecekan pH media.
j. Ditambahkan NaOH 0,01N jika pH larutan kurang basa dan ditambahkan
HCl 0,01N jika pH larutan kurang asam.
k. Disterilisasi ±121°C (1 atm) selama ±15 menit.
l. Dikeluarkan larutan dari autoklaf , saat suhu rendah (200C) dan tekanan
telah turun (dilihat indikator autoklaf).
m. Dibiarkan larutan hingga suhu ±500C lalu ditambahkan antibiotik
amoxicilyne 500 mg (sebelumnya antibiotik amoxicilyne 500 mg telah
dilarutkan dengan 10 ml aquades, dan tiap 100 ml SDA = 1 ml suspensi
amoxicilyne).
n. Dihomogenkan larutan yang telah ditambahkan antibiotik
amoxicilyne(dapat dibantu pemanasan, suhu ≤ 70°C).
o. Dituangkan ke petri disk steril yang telah disediakan.
p. Dibiarkan media pada petri disk membeku dengan sempurna.
q. Dimasukkan media ke inkubator (± 37°C) ,selama ± 24 jam untuk uji
kualitas media, dengan posisi petri disk terbalik.
r. Disimpan pada suhu 4°C- 8°C untuk menyimpan media.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Anggrean, Rio Budi. 2015. Pengantar Mikologi. Yogyakarta : UGM
2. Cystovel, Joshua. 2016. Mikologi Tanaman. Bandung : Unpad
3. Asan, A. (2004, Last updated: February, 2015). Aspergillus, Penicillium, and
Related Species Reported from Turkey. Mycotaxon. 89 (1): 155-157.
Link: http://www.mycotaxon.com/resources/checklists/asan-v89-checklist.pdf
4. Samson RA, Houbraken J, Thrane U, Frisvad JC, Andersen B (2010). Makanan
dan Jamur Indoor . Utrecht, Belanda: CBS-KNAW- Fungal Biodiversity
Centre. hlm. 1–398.
5. Safari, Agus. 2016. Produksi Penisilin Penicillium chrysogenum. Bandung :
Unpad
6. Istiqomah. 2015. Penicillium chrysogenum. Purwokerto : Unsoed
7. Samson, R. A. & J I Pitt Integration of Modern Taxonomic Methods For
Penicillium and Aspergillus Classification (with an illustration on the cover)
8. Hardianto, Dudi. 2013. Penicillin Production by Mutant of Penicillium
chrysogenum. Tersedia di :
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI/article/view/530
9. Waluyo, lud. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. Malang : UMM
Press.
10. Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : PT Raga Grafindo
Persada.
11. Gina, Septiani. 2012. Sabouraud Dextrose Agar.
Online. http://www.scribd.com/doc/83078884/Sabouraud-Dextrose-Agar
12. Gandjar, I Samson. 2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia

17

Anda mungkin juga menyukai