Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampah telah menjadi permasalahan utama yang dihadapi di setiap
perkotaan atau wilayah pemukiman padat penduduk dengan lingkungan yang
terbatas. Persampahan dipandang sebagai permasalahan serius karena
dampak yang dimunculkan akibat peningkatan volume sampah akan
mengganggu kesehatan dan lingkungan masyarakat. Di Kota Jambi
penanganan atau pengelolaan sampah belum dilakukan secara maksimal,
Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Kota Jambi, Syafrudin mengatakan volume sampah saat ini rata-rata 1.574
kubik sampah menumpuk di tempat pembuangan akhir sampah Talang Gulo
setiap harinya.
Banyaknya sampah yang menumpuk di TPA Talang Gulo akan mengalami
proses penguraian secara alamiah. Sampah yang sebagian besar sampah
organik apabila ditimbun dengan sampah anorganik dan zat beracun lainnya
akan mengalami proses pembusukan dan pemadatan sehingga akan
menghasilkan air lindi yang berbahaya. Apabila rembesan air lindi tersebut bisa
masuk kedalam lapisan tanah maka akan mengakibatkan tanah sekitar
mengandung bahan-bahan yang terdapat dalam lindi tersebut. Lindi merupakan
hasil dari perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi sampah yang berbentuk
cairan.
Menurut penelitian Angga Galuh F.U (2011) waktu untuk mencapai
keadaan konsolidasi 90% lebih besar karena adanya pengaruh air lindi dan
diketahui bahwa nilai angka pori lebih besar untuk tanah yang terpengaruh lindi
dikarenakan partikel yang terdapat dalam lindi tidak dapat dengan mudah
meresap kedalam pori-pori tanah, sehingga perubahan volume tanah sangat
kecil. Keluarnya air dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume
tanah, dengan berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan
penurunan lapisan tanah.
Berdasarkan hal ini perlu ditinjau berapa besar penurunan tanah sekitar
TPA Talang Gulo yang sudah beroperasi sejak tahun 1997 dengan uji
konsolidasi. Pada pengujian ini, tanah yang digunakan sebagai sampel adalah
tanah undisturbed yang diambil dari tanah sekitaran TPA Talang Gulo, Kota
Jambi.

1.2 Permasalahan Penelitian


1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang didapatkan masalah utama
adalah Tanah sekitar TPA Talang Gulo, Jambi terpengaruh air lindi yang
dihasilkan dari tumpukan sampah. Dalam hal ini dilakukan pengujian
untuk melihat besar penurunan tanah sekitar TPA Talang Gulo akibat
pengaruh air lindi dengan uji konsolidasi.

1.2.2 Ruang Lingkup Masalah


Adapun ruang lingkup secara umum adalah:
1. Tanah yang digunakan sebagai sampel tanah sekitar TPA Talang
Gulo, Jambi.
2. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah undisturbed.
3. Sampel diambil pada kedalaman 0,5 – 2 m.
4. Pengujian karakterisktik sampel tanah dengan uji konsolidasi
ditinjau dari nilai kadar air (water content), pengujian batas cair
tanah (liquid limit test), pengujian batas plastis tanah (plastic limit
test), pengujian batas susut tanah (shrinkage limit test), dan specific
gravity.
5. Kadar air yang digunakan adalah pada percobaan adalah kadar
air natural tanah.
6. Perbandingan dilakukan antara sampel tanah yang satu dengan
sampel yang lain.
1.2.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, timbul permasalahan yang
akan diteliti yaitu :
1. Berapa nilai indeks untuk besar pemampatan akibat
penurunan konsolidasi ?
2. Berapa besar penurunan tanah sekitar TPA akibat pengaruh air
lindi ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sifat kemampatan tanah (perubahan volume) dan


karakteristik konsolidasi.
2. Mengetahui berapa besar penurunan tanah sekitar TPA akibat
pengaruh air lindi yang berasal dari tumpukan sampah.

Manfaat dari penelitian ini adalah :


1. Diperoleh nya nilai konsolidasi dan dapat digunakan untuk
menghitung prediksi penurunan tanah akibat proses konsolidasi.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
tambahan pengetahuan bagi peneliti.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Sebagai bahan pendukung pembahasan skripsi ini, dilakukan study
literatur pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
sesuai dengan isi pembahasan dari skripsi ini. Hal ini dijadikan sebagai
referensi dan pedoman dalam penulisan skripsi ini. Adapun referensi yang
digunakan sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Angga Galuh F.U (2011), diketahui
bahwa nilai angka pori tanah yang terpengaruh air lindi nilainya lebih besar
daripada angka pori untuk konsolidasi normal dan waktu untuk mencapai
keadaan konsolidasi 90% lebih besar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridho R (2015),
denga menggunakan metode konsolidasi

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pengertian Tanah
Secara umum tanah merupakan dasar suatu struktur atau
konstruksi, baik itu konstruksi bangunan gedung, konstruksi jalan, maupun
konstruksi yang lainnya. Jadi seorang ahli teknik sipil harus juga
mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah, seperti asal usulnya, penyebaran
ukuran butiran, kemampuan mengalirkan air, sifat pemampatan bila
dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung
terhadap beban dan lain-lain.
Dalam pengertian teknik, tanah adalah akumulasi partikel mineral
yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang terbentuk
akibat pelapukan dari batuan. Proses penghancuran dalam pembentukan
tanah dari batuan terjadi secara fisis dan kimiawi. Secara fisis dapat
diakibatkan dengan erosi oleh air, angin atau perpecahan akibat
pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Sedangkan cara kimiawi,
mineral batuan induk diubah menjadi mineral-mineral baru melalui reaksi
kimia. Air dan karbon dioksida dari udara membentuk asam-asam karbon
yang kemudian bereaksi dengan mineral-mineral batuan dan membentuk
mineral-mineral baru ditambah garam-garam terlarut. Akibat dari
pembentukan tanah secara kimiawi, maka tanah mempunyai struktur dan
sifat-sifat yang berbeda (Das, Braja M, 1985).
Dalam ilmu mekanika tanah yang disebut “tanah” ialah semua
endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan
tetap. Batuan tetap menjadi ilmu tersendiri yaitu mekanika batuan (rock
mechanics). Endapan alam tersebut mencakup semua bahan, dari tanah
lempung (clay) sampai berangkal (boulder). Ukuran dari partikel tanah
adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah umunya
dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) atau
lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan
pada tanah tersebut.
Tanah dari pandangan ilmu Teknik Sipil merupakan himpunan
mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose)
yang terletak diatas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, 1992). Proses
penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis
atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin,
pengikisan oleh air atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es
dalam batuan sedangkan proses kimiawi menghasilkan perubahan pada
susunan mineral batuan asalnya. Salah satu penyebabnya adalah air
yang megandung asam alkali, oksigen dan karbondioksida (Wesley,
1977). Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif
adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara
butir – butir nya seperti tanah berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang
mempunyai sifat lekatan antara butir – butir nya.
Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah adalah campuran
partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
1. Berangkal (boulders) adalah potongan batuan yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 sampai 300 mm dan untuk ukuran 150 mm
sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal
(cobbles/pebbles).
2. Kerikil (gravel) adalah partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai
150 mm.
3. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai
5 mm, yang berkisar dari kasar dengan ukuran 3 mm sampai 5 mm
sampai bahan halus yang berukuran < 1 mm.
4. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm
sampai 0,074 mm.
5. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari
0,002 mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pda tanah yang
kohesif.
6. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam dan berukuran
lebih kecil dari 0,001 mm.

Adapun 3 (tiga) fase elemen tanah yang terdiri dari : butiran padat
(solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tanah tersebut dapat dilihat
dalam Gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah (Lambe dan Whitman,1969)


2.2.2 Teori Konsolidasi

Bila lapisan tanah jenuh berpermeabilitas rendah dibebani, maka


tekanan air pori di dalam lapisan tersebut segera bertambah. Perbedaan
tekanan air pori pada lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan
tanah dengan tekanan air pori yang lebih rendah, yang diikuti penurunan
tanahnya. Karena permeabilitas yang rendah ini butuh waktu. Konsolidasi
adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan–lahan pada
tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran
sebagian air pori. Proses tersebut berlangsung terus–menerus sampai
kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total
benar–benar hilang.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat
menyebabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan.
Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah,
relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab–
sebab lain.
Secara umum, penurunan (settlement) pada tanah yang
disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu :
a) Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan
hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari
keluarnya air yang menempati pori–pori tanah.
b) Penurunan segera (immediate settlement), yang merupakan akibat
dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa
adanya perubahan kadar air.

2.2.3 Pengertian Air Lindi

Air lindi didefinisikan sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari


pemaparan air hujan pada timbunan sampah. Air lindi membawa materi
tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk degradasi sampah.
Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah
terdeposit, jumlah curah hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik tempat
pembuangan tersebut. Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-
senyawa organik (Hidrokarbon, Asam Humat, Sulfat, Tanat dan Galat) dan
anorganik (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Khlor, Sulfat, Fosfat,
Fenol, Nitrogen dan senyawa logam berat). Konsentrasi dari komponen-
komponen tersebut dalam air lindi bisa mencapai 1000 sampai 5000 kali
lebih tinggi daripada konsentrasi dalam air tanah (Maramis, 2008)
(Soemirat, 1996) (Umaly, 1988) (Eddy, 1991).
Menurut Soemirat (1996), Leachate adalah larutan yang terjadi
akibat bercampurnya air limpasan hujan (baik melalui proses infiltrasi
maupun proses perkolasi) dengan sampah yang telah membusuk dan
mengandung zat tersuspensi yang sangat halus serta mikroba patogen.
Leachate dapat menyebabkan kontaminasi yang potensial baik bagi air
permukaan maupun air tanah. Hal ini diakibatkan karena kandungan BOD
yang tinggi yaitu sekitar 3.500 mg/L. BOD atau Biochemical Oxygen
Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik
(Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991).

2.2.4 Sistem Klasifikasi Tanah


Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa
jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke
dalam kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem
klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan
secara singkat sifat-sifat umum tanah yang bervariasi tanpa penjelasan
yang terinci (Das,1995). Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk
menentukan dan mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna
menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna
untuk menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik
tanah, serta mengelompokkannya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu
dari tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu
data dasar. Sistem klasifikasi tanah mempunyai beberapa versi, hal ini
disebabkan karena tanah memiliki sifat-sifat yag bervariasi.
Klasifikasi berdasarkan tekstur adalah relatif sederhana karena
hanya didasarkan distribusi ukuran tanah saja. Dalam kenyataannya
jumlah dan jenis dari mineral lempung yang terkandung oleh tanah sangat
mempengaruhi sifat fisis tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu
untuk memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan adanya
kandungan mineral lempung , agar dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah.
Karena sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tidak memperhitungkan
plastisitas tanah dan secara keseluruhan tidak menunjukkan sifat-sifat
tanah yang penting , maka sistem tersebut dianggap tidak memadai untuk
sebagian besar dari keperluan teknik. Pada saat sekarang ada dua sistem
klasifikasi tanah yang selalu dipakai oleh para ahli teknik sipil. Sistem-
sistem tersebut adalah: Sistem klasifikasi AASHTO dan Sistem klasifikasi
USCS.
Adapun sistem klasifikasi tanah yang digunakan pada penelitian
ini adalah sitem klasifikasi USCS. Metode klasifikasi tanah dengan
menggunakan USCS (Unified Soil Classification System) merupakan
metode klasifikasi tanah yang cukup banyak digunakan dalam bidang
geoteknik. Klasifikasi ini diusulkan oleh A. Cassagrande pada tahun 1942
dan direvisi pada tahun 1952 oleh The Corps o (Casagrande, 1942)` (Das
B. M., 1985) (Hardiatmo, 1992)f Engeneers and The US Bureau of
Reclamation. Pada prinsipnya menurut metode ini, ada 2 pembagian jenis
tanah yaitu tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) dan tanah berbutir halus
(lanau dan lempung). Tanah digolongkan dalam butiran kasar jika lebih
dari 50% tertahan di atas saringan no. 200. Sementara itu tanah
digolongkan berbutir halus jika lebih dari 50% lolos dari saringan no. 200.
Selanjutnya tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan sub
kelompok pada gambar 2.2 dan tabel 2.1
Gambar 2.2 Sistem Klasifikasi Dengan Metode USCS.
Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS

(Das, 1995)
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks
Gradasi baik W
Kerikil G
Gradasi buruk P
Berlanau M
Pasir S
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL < 50 % L
Organik O wL < 50 % H
Gambut Pt

2.2.5 Pengujian Karakteristik Tanah


2.2.5.1 Pengujian Kadar Air (Water Content Test)
Pengujian Kadar Air (Water Content Test) adalah pengujian untuk
memeriksa banyaknya kandungan air di dalam suatu contoh tanah yang
dinyatakan dalam persen (%). Jadi, kadar air di dalam tanah adalah
perbandingan antara berat air yang dikurangi tanah tersebut, dengan
berat keringnya dikalikan 100%. (Dyah Pratiwi K, 2018)
Rumus perhitungan kadar air adalah sebagai berikut :
Berat tanah basah
kadar air (w) = × 100% (2.1)
Berat tanah kering oven
𝑊𝑊 − 𝐷𝑊
𝑤= 𝑥100% (2.2)
𝐷𝑊 − 𝑇𝑊
atau
𝑊𝑤
𝑤= 𝑥 100% (2.3)
𝑊𝑠
Dimana :
w = Kadar air (%)
WW = Berat tanah basah + berat cawan (gr)
DW = Berat tanah kering + berat cawan (gr)
TW = Berat cawan (gr)
Ww = Berat air (gr)
Ws = Berat tanah kering oven (gr)

2.2.5.2 Pengujian Atterberg


Pengujian Atterberg dibagi menjadi 3 pengujian yaitu:
 Pengujian Batas Cair Tanah (Liquid Limit Test)
 Pengujian Batas Plastis Tanah (Plastic Limit Test)
 Pengujian Batas Susut Tanah (Shrinkage Test)

Pengujian batas cair tanah adalah pengujian atau percobaan


untuk menentukan besarnya kadar air pada batas antara kondisi tanah
plastis menjadi cair (wl) dalam persen. Tanah dikatakan pada batas cair,
apabila tanah (dalam cawan kuningan), yang sudah dibentuk alur (tanah
hasil goresan atau barutan) dapat merapat atau berimpit kembali
sepanjang ±1 cm pada ketukan ke 25 (N=25).

Gambar 2.3 Grafik Pengujian Batas Cair Tanah

(Sumber : Petunjuk praktikum Mekanika Tanah 1 2018)

𝑊𝑛1−𝑊𝑛2
If =
log 𝑁2−log 𝑁1 (2.4)

Dimana :
If = Flow Index
Wn1 = Kadar air pada ketukan N1
Wn2 = Kadar air pada ketukan N2
N1 dan N2 = Banyaknya ketukan
Pengujian batas plastis tanah adalah percobaan atau pengujian
untuk menentukan batas besarnya kadar air, pada contoh tanah, dari
kondisi semi plastis menjadi plastis dalam persen. Tanah dikatakan pada
batas plastis, apabila tanah tersebut mulai menunujukkan patah-patah
sepanjang ±1,5 cm dengan ∅ 3 mm, pada saat dilakukan penggilingan
atau memilin-milin tanah tersebut, dengan telapak tangan diatas plat kaca
plastic limit.

Rumus yang digunakan :

PI = LL – PL (2.5)

Dimana :

PI = Plastic Index

LL = Batas cair tanah

PL = Batas plastis tanah

Pengujian batas susut tanah adalah pengujian untuk menentukan


besarnya batas kadar air tanah, disaat volumenya tiudak berkurang lagi,
walaupun kadar airnya dikurangi terus sampai kering atau pada saat
kondisi semi plastis menjadi non plastis, kering atau kaku. Dari hasil
pengujian ini dapat juga dicari atau dihitung besarnya angka perubahan
susut (volume change atau volumetric shrinkage), susut panjang (linier
shrinkage), rasio susut (shrinkage ratio) dan berat jenis butir tanah.

Rumus yang digunakan :

Berat Air Raksa Dalam Dish


V =
Berat Jenis Air Raksa (2.6)
Berat Air Raksa Tumpah
V˳ =
Berat Jenis Air Raksa (2.7)

(V−V˳) γw
ws = w – { x 100% }
Ws (2.8)

Ws 1
R = x
Vs γw (2.9)

C = (w-ws) x R (2.10)

3 100
Ls = 100 {1 − √ }% (2.11)
𝐶+100

1
G = 1 x Ws (2.12)
R x 100

Dimana :

Vo = Vs = Volume tanah kering (cm3)

R = Shrinkage ratio

V = Volume tanah basah (cm3)

C = Susut volumetrik (%)

ws = Kadar air batas susut (%)

w = Kadar air (%)

Ws = Berat butir tanah kering (gr)

𝛾𝑤 = Berat volume air pada suhu 40C

Ls = Susut panjang (%)


Gambar 2.4 Proses Terjadinya Shrinkage
(sumber: Petunjuk praktikum mekanika tanah 1 2018)

2.2.5.3 Pengujian Berat Jenis Butir Tanah (Specific Gravity)


Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis butir dari
suatu contoh tanah, yang merupakan hasil bagi antara bert contoh tanah
kering oven dengan volume butir –butir tanah tersebut. Besarnya volume
butir –butir tanah diukur dengan air/air distilasi pada suhu 15˚C.
Gambar 2.5 Urutan pengambilan rumus berat jenis tanah
(sumber: Petunjuk praktikum mekanika tanah 1 2018)

Rumus perhitungan kepadatan tanah sebagai berikut


Berat butir tanah kering
Berat Jenis butir tanah = Volume butir tanah kering

Wo
Gs =
Wo+Wa−Wb (2.13)

Dimana :

Gs = Berat jenis butir tanah

Wo = Berat tanah kering open (gr)

Wa = Berat piknometer penuh dengan air pada T°C (gr)

Wb = Berat piknometer + berat contoh + sisa air dalam piknometer pada


T°C dalam gr

Bila contoh tanah (Wo) dimasukkan kedalam piknometer yang


penuh dengan air, maka airnya akan meluap/tumpah, sehingga
menyisakan air dan tanah (Wo) yang menempati tempat air yang tumpah,
jumlah beratnya (Wb) dalam gram pada suhu T°C.

Wa’ = Berat piknometer + berat air yang memenuhinya pada suhu T°C.

Wa = Berat piknometer + berat air yang memenuhinya pada suhu T°C.

γw (pada T°C)
Wa = 𝑥 (Wa′ − wf) + wf
γw (pada T°C)

Jadi volume air yang tumpah, sama dengan volume butir tanah yang
memindahkannya ( Wo + Wa – Wb ).

Gs (15°C) = K (15°C) . Gs (T°C) (2.14)


Dimana :

Gs (T°C) = Berat jenis butir pada suhu T°C

Gs (15°C) = Berat butir tanah pada suhu 15°C

K (15°C) = Konstanta/koefisien pada suhu 15°C


2.2.5.4 Grain Size Analisys

Grain Size Analysis adalah pengujian / percobaan untuk


menentukan klasifikasi tanah dari ukuran-ukuran butirnya, mulai dari
diameter 0,001 mm (Colloid) sampai dengan diameter 50,8 mm (Gravel
).Ada dua tahapan pengujian, tahap pertama bagian kasar (coarser
part),menggunakan ayakan (sieve) dari ukuran lubang 2,00 mm sampai
dengan ukuran lubang 50,8 mm, tahap kedua bagian halus (finer part)
dibagi dua carapula,cara pertamamenggunakan ayakan (sieve) dari
ukuran lubang0,074 mm sampai dengan lubang 2,00 mm, cara kedua
dengan analisa kecepatan pengendapan butir-butir tanah, menggunakan
alat ukur Berat Jenis cairan (hydrometer) untuk diameter butir tanah yang
lebih kecil dari 0,074 mm.

100xW′
W= % (2.15)
100 + w

Dimana :

W = Berat total tanah kering open (gr)

W’ = Berat total tanah kering udara (gr)

W = kadar air (%)

Wox
Px ′ = x 100%
W (2.16)

Dimana :
Px’ = Banyaknya butir-butir tanah yang tertinggal di masing-masing
ayakan dalam persen (%)

Wox = Berat tanah Kering yang tertinggal di masing—masing ayakan (gr)


W = Berat total tanh kering open (gr)
P20= ………….% (2.17)

V.100 Gs (2.18)
P = {(γs − γw) x Gs−GT} xP20
Ws

𝐿 30𝜂
𝑑=√ 𝑥 (2.19)
𝑇 980(𝐺𝑠 − 𝐺𝑇) 𝑥 γw

Dimana :
d = Diameter butir(mm)

L = Jarak tempuh butir (cm)

T = Waktu tempuh / pembacaan (menit)

𝜂 = Viscositas

Gs = BD butiran

GT = BD air pada suhu T

γw= BD air pada suhu 40 C

2.2.5.5 Uji Pemampatan Tanah (Consolidation Test)


Pengujian konsolidasi adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui besarnya penurunan tanah setelah diberi beban diatasnya
(ΔH) dalam cm serta untuk mengetahui jumlah waktu penurunan tanah
sampai dengan 90 % selesai dalam detik (Primary consolidation).
Rumus yang digunakan adalah :
𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
Derajat Konsolidasi = 𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝑆1
𝑈= 𝑥 100% (2.20)
𝑆𝑡

Dimana :
U = derajat konsolidasi dalam (%)
S1 = adalah penurunan awal (settlement)
St = adalah penurunan akhir (final settlement)

𝛾𝑤 −𝐺𝑠 𝑥 𝐴 𝑥 ℎ𝑜 100+𝑤𝑜 (2.21)


𝑒𝑜 = 𝑥 ( )-1
𝑊1 −𝑊𝑅 100

𝑤𝑜 𝑥 𝐺𝑠
𝑆𝑅𝑂 = % (2.22)
𝑒𝑜

100 𝑥 (𝑊1 − 𝑊𝑅 ) (2.23)


𝑊𝑜 = 𝑔𝑟
100 + 𝑤𝑜

Dimana :

wo = kadar air dalam %

WW = berat basah (gr)

DW = berat kering (gr)

TW = berat tempat (gr)

Gs = Specific grafity

eo = angka pori

A = luas contoh tanah (cm2)

ho = tinggi contoh tanah (cm)

W1 = contoh tanah konsolidasi (gr)

WR = berat ring konsolidasi (gr)

Wo = berat kering contoh tanah (gr)

SRO = derajat kejenuhan (%)


10
𝑥 (𝑑90 − 𝑑0)
𝑟=(9 ) (2.24)
𝛥𝑆𝑛

−ℎ 2
0,848 𝑥 ( 2 𝑛 )
𝐶𝑣 = (2.25)
60 𝑥 𝑡90

Dimana :
r = kompresi rasio pada setiap pembebanan

d0 = posisi awal sebelum pembebanan pada saat t0

d90 = penurunan 90 % pada saat t90

CV = koefisen konsolidasi( Cm2 / det. )

−ℎ𝑛 = rata-rata tinggi contoh tanah saat pembebanan

t90 = waktu derajat konsolidasi 90

2.3 Kerangka Pemikiran


Lindi pada umumnya terdiri dari cairan yang merupakan hasil dari
dekomposisi buangan dan cairan yang masuk ke landfill, contohnya hujan, air
permukaan, air tanah dll. Masuknya cairan tersebut pada timbunan sampah
dapat menambah volum lindi yang dapat mencemari air tanah maupun
permukaan jika meresap ke dalam tanah. Didasarkan sifat inilah dilakukan
pengujian konsolidasi untuk mengetahui sifat kemampatan tanah (perubahan
volume) dan karakteristik konsolidasi dan mengetahui berapa besar penurunan
tanah sekitar TPA akibat pengaruh air lindi yang berasal dari tumpukan
sampah.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Analisis Kebutuhan


Pada penelitian ini analisis kebutuhan yang diperlukan berupa data
primer, sampel tanah yang digunakan tanah sekitar TPA Talang Gulo Jambi
yaitu tanah pada kedalamam ± 2m dibawah permukaan tanah. Hal ini bertujuan
agar sampel tanah yang digunakan bebas dari sampah, akar, rumput serta
tanah yang digunakan merupakan tanah asli. Lokasi dapat dilihat pada gambar
3.1.

LOKASI

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel

Sumber : Google Maps


Data primer yang digunakan antara lain :
A. Jumlah Sampel
 Water Content : 3 sampel
 Specific Gravity : 3 sampel
 Atterberg : 9 sampel
 Grain Size Analysis : 1 sampel
 Konsolidasi : 3 sampel
 Total Sampel : 18 sampel

B. Jumlah Tanah
 Water Content : 0,030 kg
 Specific Gravity : 0,030 kg
 Atterberg : 1,5 kg
 Grain Size Analysis : 3 kg
 Konsolidasi : 9 kg
 Total Tanah : 13,56 kg

3.2 Perancangan Penelitian


3.2.1 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir merupakan alur penelitian secara lengkap dapat


dilihat pada flowchart penelitian, dimulai dengan mengidentifikasi
masalah, melakukan studi literatur dari beberapa jurnal dan sumber yang
mendukung sebagai acuan dalam penelitian. Diagram alir dapat dilihat
pada gambar 3.2.
Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Persiapan Penelitian

Pengambilan Sampel Tanah

Pengujian Sifat Mekanik :

 Consolidation Test

Pengujian Sifat Fisik Tanah :

 Water Content Test


 Specific Gravity
 Atterberg Test

Analisa Data

Hasil Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian


3.2.2 Tahap Penelitian
Ada pun tahapan penelitian yang diawali dengan diagram alir,
dicakup menjadi 3 tahap yaitu :
1. Tahap Awal
Pada tahap ini mengidentifikasi masalah penelitian dan dilakukan studi
literatur untuk mengumpulkan data dari jurnal, buku, panduan dan juga
penelitian yang telah dilakukan.
2. Tahap Persiapan
Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah yang diambil yaitu tanah
di sekitar TPA Talang Gulo, Jambi. Sampel tanah yang diambil adalah
tanah undisturbed. Jumlah yang diperlukan untuk setiap pengujian
dapat dilihat pada tabel 3.1`
3. Pemeriksaan Sampel Tanah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat asli tanah yang
ditinjau dari nilai kadar air (water content), berat jenis tanah (specific
gravity), konsistensi tanah (atterberg), dan uji pemampatan tanah dan
penurunan tanah (consolidation)

3.2.3 Jumlah dan Berat Sampel

Adapun jumlah dan berat sampel untuk pengujian ini sebagai


berikut :

Jumlah Berat
No. Pengujian Sampel
Sampel Sampel
1 Water Content Tanah Asli 3 0,030 kg

2 Specific Gravity Tanah Asli 3 0,030 kg

3 Atterberg Tanah Asli 9 1,5 kg

4 Grain Size Analysis Tanah Asli 1 3 kg

5 Consolidation Test Tanah Asli 3 9 kg

Tabel 3.1 Jumlah dan Berat Sampel


3.2.4 Tahap Pelaksanaan

3.2.4.1 Pengujian Kadar Air (Water Content)

Langkah Kerja pengujian water content :

1. Timbang dan Catat dalam blangko pengujian, no cawan, berat cawan


dalam keadaan kosong (beserta tutupnya jika memakai tutup) dan
bersih (TW) dalam gr.
2. Masukkan contoh tanah yang akan diuji kedalam cawan, timbang
(beserta tutupnya jika memakai tutup) dan catat kedalam blangko
pengujian (WW) dalam gr.
3. Keringkan (masukkan) contoh tanah bersama cawan kedalam oven
dengan suhu 1100 C ± 50 C selama kurang lebih 24 jam.
4. Dinginkan pada temperatur ruangan contoh tanah yang sudah kering
tersebut atau sampai cawan dapat dipegang dengan aman
menggunakan tangan dan siapkan timbangan yang tidak terpengaruh
oleh panas, kemudian timbang (beserta tutupnya jika memakai tutup)
dan catat dalam blangko pengujian (DW) dalam gr.
5. Setiap pengujian / percobaan kadar air untuk contoh tanah asli harus
dilakukan sebanyak 3 (tiga) cawan / dish.
6. Dari hasil pengujian dan perhitungan :
 Bila hasil perhitungan dari 3 (tiga) cawan menunjukkan perbedaan
yang tidak mencolok, maka hasilnya dirata-rata.
 Bila salah satu dari (exstrem), maka nilai yang dirata-rata hanya
dari kedua hasil perhitungan menunjukkan perbedaan yang
mencolok hasil lainnya.
 Bila hasil perhitungan dari ketiga cawan tersebut saling berbeda
(exstrem) maka pengujian harus diulangi.
3.2.4.2 Berat Jenis Butir Tanah (Specific Gravity)

Langkah Kerja pengujian specific gravity :

1. Keringkan benda uji dalam oven pada temperatur 110 0C±50C selama
24 jam, setelah itu dinginkan dalam desikator.
2. Catat nomer piknometer, berat piknometer lengkap dengan tutupnya
kedalam blangko / form pengujian. Piknometer dalam keadaan kosong,
bersih dan kering (Wf) dalam gram.
3. Isi piknometer dengan air sampai penuh, hingga lubang kapiler pada
tutupnya (piknometer) juga terisi penuh. Timbang dan catat beratnya
kedalam blangko/form pengujian (Wa’) dalam gram.
4. Buka tutup piknometer, ukur suhu air dalam piknometer dan catat

dalam blangko /form pengujian (T’ 0 C).

5. Menimbang contoh tanah kering oven untuk pengujian berat butir


tanah.
 Catat No. cawan / dish dan beratnya dalam keadaan kering, kosong
dan bersih (TW) dalam gram.
 Timbang tanah kering open, yang lolos ayakan No.20 (0,85mm)
didalam cawan/dish tersebut dan catat beratnya (W) dalam gram.
 Tanah yang diperlukan (W0) kurang lebih 10 gram ( W0 = W – TW ).
6. Sesudah ditimbang dan dicatat, air dalam piknometer ditumpahkan
kuranglebih 50 %, kemudian masukkan contoh tanah (W 0) kedalam
piknometer, selanjutnya direbus selama kurang lebih 2 jam, piknometer
dalam keadaan terbuka. Air dalam piknometer ditumpahkan kurang
lebih 50% maksudnya agar :
 Memudahkan contoh tanah (W0) masuk kedalam piknometer, tidak
mengakibatkan air dalam piknometer meluap, tumpah membawa
butir – butir contoh tanah yang dimasukkan.
 Piknometer dapat bergetar mengeluarkan gelembung- gelembung
udara saat dilakukan perebusan selama 2 jam dan lagi-lagi tidak
menumpahkan air, yang akan membawa butir-butir contoh tanah.
 Pengukuran / penentuan volume butir-butir contoh tanah dengan
air, terwakili akurat (Volume air yang tumpah = volume butir-butir
tanah).
7. Selama masa perebusan harus dijaga, agar loyang tempat merebus
tidak kekeringanan (selalu ditambah air). Biarkanpiknometer bergetar,
dan sekali - sekali dipindahkan tempatnya, agar masing-masing
piknometer mendapat getaran yang sama sehingga gelembung-
gelembung udara dalam tanah dan air, diharapkan betul-betul hilang.
8. Setelah selesai perebusan, didinginkan sampai mencapai suhu

dibawah 300 C. Piknometer diisi dengan air kembali, sampai penuh,

hingga lubang kapiler pada tutupnya juga terisi penuh seperti sedia
kala.
9. Kemudian ditimbang beratnya (Wb) dalam gram, diukur suhunya (T0C)
dan dicatat dalam blangko pengujian.

3.2.4.3 Pengujian Konsistensi Tanah (Atterberg Test)


Langkah Kerja Pengujian Batas Cair Tanah (Liquid Limit Test) :
1. Pastikan alat batas cair berfungsi dengan baik, tidak ada kemacetan,
tinggi jatuh mangkok/cawan kuningan tepat 1 Cm dan demikian pula
penggores / pembarut untuk pembuat alur.
2. Alur berbentuk trapisium, lebar alur bagian alas 2 mm, bagian atas 10
mm dan dalamnya 8 mm.
3. Ambil benda uji / tanah sebanyak kurang lebih 500 gram, tinggalkan/
disisakan sebagian kecil (50 – 100 gram). Masukkan kedalam
mangkok porselen, dicampur dengan air, diaduk dengan spatula
sehingga membentuk pasta (hasil campuran air dan tanah). Untuk
pencampuran air yang pertama kali, dicoba, diusahakan dapat
mencapai ketukan N = ± 60ketukan. Bila sudah tercapai jumlah
ketukan diatas, biarkan pasta ini (campuran ini) ± 1 jam, agar meresap
dan betul-betul tercampur merata (homogen). Ambil sebagian pasta ini
kurang lebih 50 gram disimpan dalam disikator, untuk pengujian batas
plastis. Lepas cawan kuningan dari tempatnya, isi dengan pasta
tersebut diatas secukupnya, ratakan dengan spatula hingga
membentuk lapisan setebal ± 8 mm – 10 mm, gores / barut lapisan ini
tegak lurus dasar cawan dengan grooving tool, agar membentuk alur,
mulai dari tangkai cawan sampai pada bibir cawan diseberangnya.
4. Pasang kembali cawan (berisi tanah sudah digores) ditempatnya.

a. Lakukan pemutaran engkol sehingga terdengar bunyi ketukan


(bunyi cawan jatuh). Kecepatan pemutaran atau kecepatan bunyi
ketukan 1 detik dua kali putaran(ketukan).
b. Sambil memutar engkol, ketukan dihitung dan alur (selebar 2 mm)
dalam cawan kuningan diawasi.
c. Bila alur dalam cawan sudah ada yang berimpit / bertemu kembali
sepanjang ± 1 Cm, pemutaran dan penghitungan dihentikan. Untuk
alat batas cair (Casagrande) yang memakai motor dan pencatat
ketukan (caunter), memutar engkol,menghitung dan
menghentikan, cukup dengan menekan tombol, bila alur sudah
berimpit/bertemu ±1 Cm ( karenamemakai tenaga listrik).
d. Jumlah ketukan dicatat, tanah dalam cawan kuningan diambil
untuk kadar airnya (sebanyak 1 dish).
e. Pada contoh pasta yang sama dilakukan 2 kali pengujian agar
hasilnya akurat / teliti.
f. Pedoman / patokan untuk membantu agar pengujian batas cair
hasilnya baik.

Tabel 3.2 Jumlah Ketukan Pada Pengujian Batas Cair Tanah


Pengujian I II III IV V VI

Jumlah Ketukan
50-70 40-50 30-40 20-30 10-20 0-10
N

Setelah ketukan yang pertama ( I ), selanjutnya :


a. Sisa tanah dalam cawan porselen ditambah air ± 5 cm3 agar
menjadi lebih basah, diaduk sampai merata betul-betul.
b. Kemudian dilakukan pekerjaan pengujian seperti No.3 dan
No.4, hasil ketukannya pasti berkurang, dicatat dan diambil kadar
airnya. Penambahan air selanjutanya sebaiknya
menurun/berkurang, karena banyaknya tanah juga sudah
berkurang.
c. Demikian seterusnya sampai pengujian yang ke VI selesai.
Diharapkan ada tiga pengujian diatas ketukan N = 25, dan
ada tiga pengujian dibawah ketukan N = 25.
d. Pada saat pengujian menghasilkan ketukan sekitar N = 25,
contoh tanah / pasta dalam mangkok diambil sebagian
sebanyak ± 200 gram untuk pengujian batas susut, kemudian
disimpan dalam disikator. Pengambilan contoh tanah ini tentunya
setelah pengambilan untuk kadar air.

Langkah Kerja Pengujian Batas Plastis (Plastic Limit Test) :


1. Siapkan plat kaca, kawat ø 3 mm dan 3 cawan kadar air.
2. Keluarkan contoh tanah dari disikator (contoh tanah yang diambil
dari percobaan batas cair), diremas-remas sehingga kadar airnya
merata, dibentuk seperti bola-bola kecil, letakkan diatas plat kaca.
3. Mulailah dipilin-pilin / digiling diatas kaca dengan telapak tangan,
hingga membentuk rol-rol panjang, perhatikan diameternya,
sesuaikan dengan ukuran kawat ø 3 mm.
4. Bila diameternya sama, bahkan lebih kecil dari ø 3 mm, tetapi belum
terjadi putus-putus, berarti tanah tersebut terlalu basah. Tanah ini
diremas-remas kembali dan ditambah tanah kering agar tidak terlalu
basah. Bila terjadi kebalikannya, diameter tanah belum mencapai ø 3
mm ( ≥ ∅ 3 mm ) sudah patah-patah, berarti tanah ini terlalu
kering, maka tanah tersebut harus ditambah air dan diremas-remas
kembali sampai airnya tercampur merata.
5. Lakukan pekerjaan No,3 sampai terjadi patah-patah sepanjang ± 1,5
cm, pada ø 3 mm.
6. Bila hal ini sudah terjadi, maka dilakukan terus pemilinan tanah
agar mendapatkan contoh tanah ( patah-patah ) yang cukup banyak
untuk dicari kadar airnya.
7. Hasil contoh tanah tersebut diatas dibagi tiga dan masukkan pada
cawan, ditimbang kemudian diopen selama 24 jam pada suhu 110°C.
8. Batas platis (wp) adalah kadar air contoh tanah tersebut diatas
setelah dirata-rata dalam persen.

Langkah Kerja Pengujian Batas Susut (Shringkage Limit Test) :


1. Ukur volume glas susut menggunakan air raksa.
a. Gelas susut diisi penuh dengan air raksa.
b. Ratakan permukaan air raksa sesuai permukaan bibir gelas susut,
dengan menekan plat kaca, menggunakan pisau perata (straight
edge), sampai ada air raksa yang tumpah.
c. Timbang air raksa dalam gelas susut yang sudah diratakan
tersebut.
d. Volume gelas susut adalah berat air raksa dalam gelas susut
dibagi dengan 13,6 (Volume = Berat air raksa/BD air raksa).
e. Catat volume tanah basah yang besarnya sama dengan
volume gelas susut.
2. Sebagian contoh tanah yang diambil (pengambilan yang kedua) dari
pengujian batas cair pada ketukan sekitar N = 25, dikeluarkan/diambil
dari disikator, diaduk dengan spatula sampai betul-betul tercampur
merata.
3. Masukkan / isikan tanah tersebut kedalam gelas susut, sebanyak
sepertiga bagian dan ketuk-ketukkan dengan hati-hati selama ±10
menit, agar tanah mengalir, mengisi sudut-sudut gelas susut dan
gelembung-gelembung udara dalam tanah tersebut keluar.
a. Isi lagi sebanyak sepertiga bagian dan diketuk-ketukan seperti
tersebut di atas selama ±10 menit.
b. Untuk pengisian yang ketiga/terakhir juga dilakukan demikian
hingga tanah menjadi penuh dan padat tidak ada gelembung-
belembung udara lagi.
c. Ratakan permukaan tanah sesuai permukaan bibir gelas susut
dengan plat kaca yang ditekan dengan pisau perata.
4. Kemudian ditimbang, lalu diangin-anginkan, dibiarkan beberapa jam
sambil dirawat supaya tidak terjadi retakan dan selanjutnya diopen
selama 24 jam pada suhu 1100 C (bila langsung diopen sering terjadi
retak).
5. Untuk pengujian satu contoh tanah diperlukan 2 gelas susut dan
hasilnya dirata-rata (mean valie).
6. Sisa contoh tanah yang diuji ini, dipakai untuk pengujian kadar air,
sebanyak 2 atau 3 cawan/dish, ditimbang, dicatat dan diopen
bersama-sama.
7. Setelah selesai diopen selama 24 jam, dikeluarkan dan didinginkan.
Setelah dingin/suhunya konstan, ditimbang dan dicatat berat
keringnya (Ws) dalam gram. Demikian pula untuk kadar airnya.
8. Kemudian keluarkan tanah kering tersebut dari gelas susut dan ukur
volumenya dengan air raksa.
a. Ambil gelas susut yang lebih besar yang dapat merendam contoh
tanah kering open dalam air raksa.
b. Isi gelas susut dengan air raksa sesuai volumenya seperti
prosedur No.1 diatas, namum pada saat meratakan permukaan
air raksa menggunakan plat kaca yang ada 3 paku ditengahnya
(pronk plate) dan pindahkan air raksa yang tumpah ketempat
lain.
c. Masukkan contoh tanah kering (Ws) kedalam gelas susut
yang penuh dengan air raksa, tekan tanah kering agar terendam
dalam air raksa dengan plat kaca yang berkaki tiga dibantu
pisau perata.
d. Air raksa yang tumpah karena terdesak oleh volume tanah kering
open (Vs) ditimbang.
e. Catat volume tanah kering (Vo) yang sama dengan berat air raksa
yang tumpah dibagi dengan 13,6 (BD air raksa).
9. Disaat kadar airnya mencapai batas susut/ws (shrinkage limit)
berarti volume tanah sudah tidak susut lagi (Vo) besarnya sama
dengan volume tanah kering open (Vs) yang tidak akan menyusut
lagi.

3.2.4.4 Pengujian Gradasi Butir Tanah (Grain Size Analysis)


Langkah Kerja pengujian Grain Size Analysis :
Pengujian atau percobaan untuk menentukan klasifikasi tanah
dari ukuran-ukuran butirnya, banyak nyatanah yang diperlukan 2,5-3,0 kg
mulai dari diameter 0,001 mm (colloid)sampai dengan diameter 50,8 mm
(gravel). Ada dua tahap pengujian, tahap pertama bagian kasar (coarser
part), menggunakan ayakan dari ukuran lubang 2,00 mm sampai dengan
ukuran lubang 50,8 mm, tahap kedua bagian halus (finner part) yang
dilakukan dengan dua cara, cara pertama menggunakan ayakan dari
ukuran lubang 0,074 mm sampai dengan ukuran lubang 2,00 mm dengan
banyak tanah yang diperlukan sebanyak 60 gram, cara kedua dengan
analisa kecepatan pengendapan butir-butir tanah, menggunakan alat ukur
berat jenis cairan (hydrometer) untuk diameter butir tanah yang lebih kecil
dari 0,074 mm. contoh tanah yang digunakan diusahakan dapat diayak,
dapat dipisahkan dari gumpalan-gumpalannya, dengan cara dibiarkan di
udara sampai agak kering (kering udara).

3.2.4.4 Pengujian PemampatanTanah (Consolidation Test)


A. Persiapan Pengujian :
Contoh tanah yang dimasukkan kedalam konsolidometer dilapisi
kertas saring diatasnya maupun dibawahnya agar tidak kontak
langsung dengan batu pori. Konsolidometer yang sudak terisi tanah
disambung dengan stand pipe yang berisi air untuk menjenuhkan
contoh tanah kurang lebih 24 jam.
B. Pelaksanaan :
1. Contoh tanah jenuh air (kelihatan airnya keluar) dimulai dengan
pembebanan pertama sebesar 0,05 kg / Cm2 atau 0,1 kg / Cm2
tergantung kondisi contoh tanah.
2. Begitu beban diletakkan, stop wacth dinyalakan (pengukuran waktu
dimulai).
3. Stop wacth menunjukkan 4“(empat detik), pembacaan penurun-an
pada dial gauge penurunan dibaca dan dicatat.
4. Adapun jadwal pembacaan 4” ; 8”; 15”; 30”; 1’; 2’; 4’; 8’ ; 15‘;30’;
1 jam; 2 jam; 4 jam; 8 jam; 1 hari; 2 hari; 3 hari.
5. Untuk metoda t pembacaan cukup sampai dengan 1 jam dan
kemudian keesokan harinya (24 jam). Untuk metoda log t jadwal
pembacaan dibaca semuanya.
6. Setelah selesai pembebanan pertama dilanjutkan pembebanan
kedua sebesar 0,1 kg / cm2 atau 0,2 kg / cm2, merupakan
kelipatan dari pembebanan pertama.
7. Pembacaan dan pencatatan selalu dilakukan sesuai metoda yang
dipakai.
8. Setelah beban terakhir 6,4 kg/ cm2 (berarti pembebanan total 12,8
kg/cm2) selesai, dilakukan pengurangan beban (Unloading)
sekurang- kurangnya tiga kali.
9. Yang pertama, dikurangi sampai tinggal beban sebesar 0,8 kg /
cm2 , yang kedua 0,4 kg / cm2 dan yang terakhir sebesar beban
pertama (....kg / cm2).
10. Setiap pengurangan beban (Un loading) hanya dibaca sekali pada
keesokan harinya ( 24 Jam ).
11. Selesai pengujian, contoh tanah dikeluarkan dari ring konsolidasi
ditampung dalam cawan, lalu ditimbang dalam keadaan basah,
kemudian diopen selama 24 jam. (menjadi kering).
12. Contoh yang sudah ditimbang dalam cawan, dalam keadaan basah
maupun kering, dicatatdalam form uji, setelalah dilakukan
penyesuaian tempat (Container / cawan). Jadi yang dicatat adalah
berat tanah kering dan berat tanah basah + berat ring(𝑊𝑅 ).
Container / cawan diganti dengan berat (ring 𝑊𝑅 ).
3.2.5 Tahapan Pengolahan dan Analisa Data
Tahapan Pengolahan dan Analisa Data Setelah semua pengujian
sampel tanah sekitar TPA Talang Gulo Jambi selesai dilakukan serta
data yang dibutuhkan sudah didapatkan, maka data tersebut akan diolah
dan dianalisa sesuai metode yang digunakan yaitu :
1. Sifat Fisik Tanah
 Metode Kadar Air
 Metode Specific Gravity
 Metode Atterberg
2. Sifat Mekanik Tanah
 koefisien konsolidasi (Cv)

3.2.6 Tahapan Akhir

Setelah semua data selesai diolah dan dianalisa, maka bisa


diambil kesimpulan dari penelitian ini serta diberikan saran-saran untuk
melengkapi penelitian ini.

3.3 Teknik Analisis


Dari hasil pengolahan karakteristik tanah sekitar TPA Talang Gulo dan
nilai consolidation test, maka ditentukan nilai optimum :
1. Penentuan nilai masing-masing kadar air (water content) pada sampel
tanah untuk mengetahui optimum kadar air yang dikandung oleh tanah
sekitar TPA Talang Gulo sehingga dapat mengetahui sifat fisis pada tanah
tersebut.
2. Penentuan berat jenis tanah dengan menggunakan metode specific
gravity test. Nilai berat jenis tanah dapat dilihat dari nilai Gs pada
percobaan ini.
3. Penentuan batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), batas susut
(shrinkage) dan indeks plastis dengan metode atterberg.
4. Penentuan jenis tanah dengan metode grain size analisys Agar dapat
mengetahui persentasi butiran tanah dan klasifikasi tanah sekitar TPA
Talang Gulo yang digunakan dalam percobaan.
5. Setelah melakukan pengujian terhadap sampel tanah sekitar TPA Talang
Gulo, maka dilakukan analisa baik berdasarkan nilai uji karakteristik tanah
dan koefisien konsolidasi (Cv) dengan metode consolidation test untuk
mendapatkan sifat kepemampatan tanah, besar penurunan tanah dan nilai
angka pori.

3.4 Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

Mei Juni Juli Agustus


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penentuan Lokasi
1
Penelitian

2 Persiapan Alat dan Bahan

Pengambilan Sampel
3
Tanah
Pengujian Karakteristik
4
Tanah
Pengolahan Data dan
5
Analisis

6 Penarikan Kesimpulan

7 Laporan Selesai
Bibliography
Bowles, J. (1984). Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta:
Erlangga.

Casagrande. (1942). Sistem Clasifikasi Unified Soil & Clasification System (USCS).

Das, B. M. (1985). Mekanika Tanah (Jilid 1) Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Das, B. M. (1995). Mekanika Tanah . Jakarta: Erlangga.

Dyah Pratiwi K, I. S. (2018). Mekanika Tanah . Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik .

Dyah Pratiwi K, S. M. (2018). Modul Mekanika Tanah . Jakarta: Sekolah Tinggi


Teknik.

Eddy, M. d. (1991). Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse. New Delhi:


McGraw-Hill Book Company.

Hardiatmo, H. (1992). Mekanika Tanah Jilid I. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum .

Maramis, W. (2008). Pengelolaan Sampah dan Turunannya di TPA, Alumni Program


Pasca Sarjana Magister Biologi Terapan. Salatiga: Universitas Satyawacana.

Soemirat. (1996). Kesehatan Lingkungan . Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Umaly, R. d. (1988). Limnology: Laboratory and field guide,Physico-chemical factors,


Biological factors . National Book Store,Inc: Metro Manila. 322p. .

Wesley, L. (1977). Mekanika Tanah. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai