Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini dimana semua kegiatan manusia menjadi dipermudah dengan
berbagai sarana dan prasarana yang serba canggih. Hal ini pun berdampak pada dunia kesehatan
dan kedokteran. Berbagai penemuan dan penelitian telah dilakukan guna meningkatkan kualitas
kesehatan manusia. Salah satu dampaknya dalam dunia kedokteran adalah penemuan berbagai
obat-obatan yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit. Namun,obat-
obatan yang ada saat ini bagaikan pisau yang bermata dua. Di satu sisi obat-obat tersebut dapat
menyembuhkan suatu penyakit tetapi tidak sedikit juga yang mempunyai efek samping terhadap
organ-organ tubuh manusia. Salah satu obat yang diduga memberi dampak negatif adalah
NSAID (Non Steroid Anti inflamasi Drug). Obat-obat ini diduga menjadi salah satu penyebab
gangguan pada system pencernaan. Walaupun gangguan pencernaan bisa disebabkan oleh
berbagai etiologi namun di duga bahwa NSAID ini adalah penyebab tersering dari gangguan
system pencernaan khususnya pada Gastritis erosif.

Gastritis erosif adalah peradangan mukosa gaster yang ditandai dengan edema,
hyperemia, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear biasanya dengan beberapa tingkatan
pendarahan, keadaan ini dapat bersifat lokal atau difus. Laporan dari Inggris dan Wales
mengemukakan lebih dari 45% perdarahan ulkus peptikum berasal dari pasien berusia diatas 60
tahun, dengan penyebab terbanyak sekitar 80% berupa faktor predisposisi pemakaian aspirin atau
OAINS lain. Gastritis erosif dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai faktor, dapat dari obat-
obatan, kuman helicobacter dan sebagainya.

BAB II
1
LAPORAN KASUS

Lembar 1

Seorang pasien Tn. A 48 tahun datang ke UGD RS Trisakti dengan keluhan muntah-muntah
cairan seperti kopi dan BAB berwarna hitam.

Lembar 2

Sekitar 2 jam yang lalu Tn. A mengeluh muntah-muntah isi cairan seperti kopi dan BAB
berwarna hitam, Tn. A juga sering mengeluh nyeri di ulu hati, mual, dan kembung terutama sejak
2 bulan terakhir. Tn. A adalah seorang yang obese, sering mengeluh nyeri pada kedua lututnya
terutama saat dilipat sehingga pasien sering mengkonsumsi obat-obat rematik.

Lembar 3

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Status generalis ;

Kesadaran compos mentis, tampak pucat dan lemah, mimik wajah kesakitan di perut bagian
atas. Pasien dating dengan dituntun oleh istrinya.

Tanda vital :

TD: 95/70 mmHg, nadi: 110x/menit regular, equal, isi kecil; suhu : 36,5 derajat C; pernapasan :
20x/menit

Kepala : mata : konjungtiva anemis +/+; sklera ikterik -/-

Thorax : tidak ada kelainan

Abdomen : inspeksi : tidak tampak kolateral, palpasi: supel, nyeri tekan epigastrium +, hepar dan
lien tidak teraba, perkusi : tympani, ausklutasi : BU+n

Ekstremitas : akral dingin dan pucat

2
Lembar 4
II. Urinalisa
I. Pemeriksaan darah lengkap 1. Albumin: (-)
1. Hb: 8 g/dL 2. Reduksi: (-)
2. Leukosit: 6200/ul 3. Leukosit: 5-6/LPB
3. Trombosit: 340.000 /ul 4. Eritrosit: 1/LPB
4. Hitung jenis: 0/1/5/51/39/4 5. Silinder: (-)
5. Ht: 21% 6. Epitel: (+)
6. LED: 56 mm/jam 7. Kristal: (+)
7. Bilirubin total: 1,0 mg/dL 8. Bakteri: (-)
8. Direct: 0,6 mg/dL
9. Indirect: 0,4 mg/dL III. Pemeriksaan tinja
10. Gamma GT: 36 U/L 1. Warna: hitam
11. SGOT: 26 U/L 2. Benzidin test: +4
12. SGPT: 30 U/L 3. Lain-lain: (-)
13. Albumin: 3,7 g/dL
14. Asam urat: 7,1 mg/dL
15. GDP/2 jam PP: 97 mg/dl
16. Kolesterol: 238 mg/dL
17. HDL: 38 mg/dl
18. LDL: 168 mg/dl
19. Trigliserid: 278 mg/dl
20. Ureum: 38 mg/dl
21. Kreatinin: 1,1 mg/dl

Pemeriksaan foto lutut ; kesan osteoartritis kedua genu

Celah sendi menyempit, tampak osteofit

Pemeriksaan EKG : Dalam batas normal

3
Lembar 5

USG abdomen : tidak ada kelainan pada organ abdomen bagian atas

Pemeriksaan Gastroskopi :

- Esofagus tidak ada varises


- Lambung tampak cairan seperti kopi (sisa perdarahan)
- Erosi berat pada antrum dengan sisa perdarahan
- Tukak multiple di antrum dengan sisa perdarahan
- Bulbus duodeni tidak tampak ulkus atau erosi, masih tampak sisa darah

Kesan : gastritis erosive di lambung, ulkus lambung multiple, masih menunjukan perdarahan

4
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Untuk menentukan diagnosis yang tepat pada pasien kasus ini, dilakukan hal-hal sebagai
berikut: identifikasi pasien; identifikasi keluhan utama; hipotesis; anamnesis lengkap;
pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang.

Identifikasi Pasien
Identitas pasien adalah sebagai berikut:

- Nama : Tn. A
- Umur : 48 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki

Identifikasi Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien adalah datang kerumah sakit dengan keluhan muntah seperti
kopi dan BAB berwarna hitam.

Hipotesis

Berdasarkan kasus di atas, keluhan utama pasien adalah adanya muntah seperti kopi dan
BAB berwarna hitam. Muntah yang seperti kopi ialah muntah darah atau hematemesis yang
bercampur dengan asam lambung sedangkan BAB yang berwarna hitam atau melena biasanya
terjadi karena adanya gangguan pada saluran cerna bagian atas (SCBA) yang terdapat di
proximal ligamentum treitz dan biasanya melena disertai dengan feses yang berbau busuk dan
konsistensi yang lengket.

Menurut dua keluhan utama yang disampaikan pasien, kedua keluhan ini mengarah pada
perdarahan pada organ-organ Supracolica, sehingga dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai
berikut:

 Esofagus bagian distal


- Ruptur pembuluh darah  disebabkan oleh varises esofagus karena sirosis hati
- Karsinoma esofagus
- Sindrom Mallori Weiss
 Gaster

5
- Ulkus peptikum  adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
dibawah epitel. Faktor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik oleh
getah lambung.
- Karsinoma gaster  merupakan bentuk neoplasma gastrointestinal yang paling sering
terjadi. Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita, sebagian besar kasus terjadi setelah
usia 40 tahun. Biasanya gejalanya pasien mengalami anoreksia dan penurunan berat
badan.
- Gastritis erosif  merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
Endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin
adalah sebagai agen pencetusnya yang dapat mengganggu sawar mukosa lambung.
Gejalanya nyeri di epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis.

Anamnesis

I. Riwayat penyakit sekarang


 Sejak kapan keluhan terjadi ?
 Bagaimana konsistesi muntah dan BAB ?
 Seberapa banyak dan seberapa sering muntah dan BAB (frekuensi muntah dan
BAB) ?
 Apakah adanya keluhan lain ? Tanda-tanda anoreksia (lemah, lemas, pusing,
menurunnya berat badan, dll) ? (untuk indikasi bila ada keganasan)
 Apakah ketika mutah atau BAB ada rasa nyeri disekitar perut atau dada ?
 Obat apa yang telah dikonsumsi pasien ? (untuk mengetahui obat-obatan yang
dapat menyebabkan terjadinya keluhan )
II. Riwayat penyakit dahulu
 Apakah pernah menderita kejadian yang serupa sebelumnya?
 Apakah menderita penyakit keganasan/kanker yang sudah didiagnosa?
 Apakah terjadi trauma sebelumnya?
III. Riwayat penyakit dalam keluarga
 Apakah ada anggota keluarga yang menderita kanker saluran cerna ?

Anamnesis Lanjutan
Anamnesis lanjutan ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu dalam menegakan
diagnosisd ari kemungkinan beberapa hipotesis yang telah ada. Selain itu juga dapat
menyingkirkan hipotesis hipotesis lain apabila tidak sesuai. Pada kasus ini, anamnesis yang perlu
ditambahkan untuk menguji hipotesis yang telah disebutkan adalah :

 Varises Esofagus;
- Apakah disertai penyakit Liver ?

6
- Bagaimana warna urin ketika BAK ?
 Karsinoma Esofagus;
- Apakah terjadi penurunan BB ?
- Apakah pasien mengalami dysphagia ?
- Apakah keluhan sudah berlangsung lama ? (karena keganasan biasanya bersifat kronik)
 Sindrom Mallori Weiss;
- Apakah pasien sering mengkonsumsi Alkohol? (terjadinya kerusakan mukosa)
 Karsinoma Gaster;
- Apakah terjadi penurunaan BB ?
- Keluhan telah berlangsung lama ?
- Apakah darahnya samar ?
 Gastritis Erosif & Ulkus Peptik;
- Apakah pasien merasakan nyeri lambung ?
- Jika sendawa, apakah sifatnya asam ?
- Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan rematik ?

Pemeriksaan Fisik

I. Status generalis:
 Kesadaran: compos mentis Normal
 Tampak pucat dan lemah  Anemia
 Kesakitan di perut bagian atas  Nyeri di ulu hati
 Pasien datang dituntun oleh istrinya  Sakitnya hebat dan pasien lemah

 Tanda Vital:

TANDA VITAL HASIL PASIEN NILAI NORMAL INTERPRETASI


Normal.
Membuktikan
Suhu 36,5 36,5 – 37,2
tidak ada reaksi
inflamasi.
Sedikit
meningkat,
Denyut nadi 110x/menit 60-100x/menit sebagai
kompensasi
terhadap presyok
Hipotensi ;
Tekanan darah 95/70 mmHg 130/85 mmHg
Presyok
Pernafasan 20x/menit 16-20x/menit Normal

7
 Kepala : - Mata : Konjungtiva Anemis +/+  Anemia
Sklera Ikterik -/-  tidak mengalami sirosis
 Thorax : -
 Abdomen :
- Inspeksi : tak tampak kolateral (caput medussa)  tidak sirosis
- Palpasi : Nyeri epigastrium (+)
Supel  tidak ada peritonitis
Hepar dan lien tidak teraba  tidak mengalami sirosis

- Ausklutasi : bising usus +  normal


- Perkusi : timpani  tidak ada cairan
 Ekstremitas : Akral dingin dan pucat  presyok

Pemeriksaan Penunjang

II. Pemeriksaan darah lengkap


1. Hb: 8 g/dL  Menurun, menandakan bahwa pasien anemis (Pada pria N: 13-18 g/dL)
2. Leukosit: 6200/ul  Normal (N: 5000-10.000/ul)
3. Trombosit: 340.000  Normal (N: 150.000-450.000)
4. Hitung jenis: 0/1/5/51/39/4  Normal (N: 0-1/ 1-3/ 2-6/ 50-70/ 20-40/ 2-8)
5. Ht: 21%  Menurun (Pada pria N: 40-48%)  Hemodilusi atau Anemia
6. LED: 56 mm/jam  Meningkat, menandakan adanya penyakit kronis atau keganasan

(Pada pria N: 0-10 mm/jam)


7. Bilirubin total: 1,0 mg/dL  Normal (N: < 1 mg/dL)
 Direct: 0,6 mg/dL  Meningkat (N: < 0,25 mg/dL)
 Indirect: 0,4 mg/dL  Normal (N: < 0,75 mg/dL)
8. Gamma GT: 36U/L  Normal (N: < 36U/L)
9. SGOT: 26U/L  Normal (N: < 34U/L)
10. SGPT: 30U/L  Normal ( N: < 38U/L) Tidak ada gangguan pada hepar
11. Albumin: 3,7 g/dL  Normal (N: > 5,5 g/dL)
12. Asam urat: 7,1 mg/dL  Meningkat (N: < 6 mg/dL)
13. GDP/2 jam PP: 97 mg/dl  Rendah (N: 138 mg/dL)
14. Kolesterol: 238 mg/dL  Meningkat (N: < 200 mg/dL)
15. HDL: 38  Menurun (N: > 50) hiperlipidemia
16. LDL: 168  Meningkat (N: < 100)
17. Trigliserid: 278  Meningkat (N: < 170)
18. Ureum: 31 mg/dl  Normal (N: 20-40 mg/dL) menandakan pasien obese
19. Kreatinin: 1,1  Normal (N: 0,5-1,5)
tidak ada kelainan pada ginjal
8
III. Urinalisa
1. Albumin: (-)  normal
2. Reduksi: (-)  normal
3. Leukosit: 5-6/LPB  normal (N: <8/LPB)
4. Eritrosit: 1/LPB  normal (N : <2/LPB)
5. Silinder: (-)  normal
6. Epitel: (+)  normal (selama masih dalam batas normal)
7. Kristal: (+)  normal (selama masih dalam batas normal)
8. Bakteri: (-)  normal

Pemeriksaan tinja:
1. Warna: hitam  perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Benzidin test: +4  menandakan adanya darah di feses (melena)
3. Lain-lain: (-)

IV. Pemeriksaan foto roentgen/ x-ray lutut


- Osteoartritis kedua genu
- Celah sendi menyempit, tampak osteofit
Pasien menderita osteoartritis
V. Pemeriksaan EKG
- Dalam batas normal

VI. Pemeriksaan Gastroskopi


- Esofagus tidak ada varises → tidak mengalami sirosis hati
- Lambung tampak cairan seperti kopi (sisa perdarahan) → gastritis erosif/tukak
multiple
- Erosi berat pada antrum dengan sisa perdarahan → gastritis erosif daerah antrum
- Tukak multiple di antrum dengan sisa perdarahan → adanya tukak multiple daerah
antrum
- Bulbus duodeni tidak tampak ulkus atau erosi, masih tampak sisa darah
Kesan : gastritis erosif di lambung, ulkus lambung multiple, masih menunjukan
perdarahan

VII. Pemeriksaan USG abdomen


USG abdomen : tidak ada kelainan pada organ abdomen bagian atas

Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

Diagnosis Kerja pada pasien ini menurut kami berdasarkan data data yang telah didapat
adalah Hematemesis Melena ec Gastritis Erosif & Tukak Lambung Multiple daerah
Antrum. Karena berdasarkan hasil pemeriksaan Gastroskopi ditemukan adanya erosi berat dan
tukak multiple di gaster bagian antrum.

9
Diagnosis banding pada pasien ini adalah Hematemesis Melena karena ;

- Sindrom Mallori Weiss


- Varices Esofagus
- Karsinoma Esofagus/Gaster

Patofisiologi OAINS menyebabkan Gastritis Erosif


Radang (Inflamasi)

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.Inflamasi
adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyarang,
menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat perbaikan jaringan.Cara kerja AINS untuk
sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis prostaglandin, dimana kedua jenis cyclooxygenase
diblokir.AINS yang ideal diharapkan hanya menghambat COX II (peradangan) dan tidak COX I
(perlindungan mukosa lambung), juga menghambat lipooxygenase (pembentukan
leukotrien).Tersedia tiga obat dengan kerja selektif, artinya lebih kuat menghambat COX II
daripada COX I.

Mediator Radang
Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan migrasi sel.
Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan (inflamasi) diantaranya adalah
histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin. Histamin merupakan mediator pertama yang
dilepaskan dari sekian banyaknya mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin 1.Asam arakhidonat
merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen
utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian
besar berada dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh
suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2 diaktivasi untuk
mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat1. Sebagai penyebab inflamasi,
prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau
substansi lain yang dibebaskan secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien.

10
Prostaglandin mampu menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan
terlibat pada terjadinya nyeri, inflamasi dan demam.

Biosintesis prostaglandin dan penghambatnya 7

Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

Fosfolipid

Dihambat kortikosteroid enzim pospolipase


Enzim siklooksigenase
Asam arakidonat
Enzim Lipoksigenase COX 1 & COX 2

Dihambat AINS
Hidroksiperoksid Endoperoksid PGG2/PGH

Leukotrien PGE2, PGF2,PGD2 Prostasiklin


TX2

Obat-obat antiinflamasi

Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid (Glukokortikoid)


Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali dipublikasikan, dianggap
jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan. Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan
dengan terapi kortikosteroid kronis mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol
pembengkakan akut penyakit sendi. Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan
yang disebabkan karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta
penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal glukokortikoid bekerja
singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang menyebabkan pengurangan jumlah sel pada
daerah peradangan.

Obat Antiinflamasi Non-Steroida (AINS)

11
Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur kimianya, perbedaan
kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat farmakokinetiknya.Obat ini efektif untuk
peradangan akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada
memar akibat olah raga.Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum
sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi.Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)
terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim
lipoksigenase.

Penghambat enzim siklooksigenase (Penghambat COX) :

1. Penghambat COX 1: Menghambat prostaglandin di sendi, gaster dan ginjal dan


mencegah agregasi trombosit. Contoh : Ibuprofen dan diklofenak.6
2. Penghambat COX 2 selektif : Hanya menghambat prostaglandin di tempat terjadinya
reaksi inflamasi saja. Contoh : Meloksikam

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari penatalaksanaan nonmedikamentosa dan


medikamentosa.

Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, dapat diberikan edukasi;

 Atasi obese dengan diet dan olahraga yang sesuai


 Mengganti pemakaian OAINS COX 1 dengan COX 2.
 Perhatikan hygiene perorangan, agar tidak terinfeksi Helicobacter pylorii.
 Batasi makanan tertentu seperti kopi, pedas, asam yang dapat merangsang sekresi asam
lambung.

Sedangkan untuk terapi medikamentosa, yang dapat diberikan adalah

 Atasi Shock  Rehidrasi akibat muntah dengan NaCl + Na Laktat.


 Transfusi  Mengembalikan kondisi kurangnya darah akibat muntah darah.
 Stop perdarahan  Vasopresin, Balon tamponade
 Beri obat untuk lambungnya : PPI, Sucralfat, antacid
 Stop Obat AINS.
 Istirahat yang cukup dan konsumsi obat yang teratur.
 Eradikasi kuman HP bila terdapat indikasi.

12
Komplikasi

 Perforasi
 Jaringan Parut
 Karsinoma Lambung

Prognosis

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Fungsionam : Dubia Ad Malam, karena bisa terjadi jaringan parut yang dapat
menyebabkan perdarahan masif

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis dan atau melena. Untuk keperluan
klinik, dibedakan perdarahan varises esophagus dan non-varises, karena antara keduanya
terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.

Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan
atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi
kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang
telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan
perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan.

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter, dengan bau
busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena menunjukkan perdarahan

13
saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult
blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus halus dan bukan melena.

ETIOLOGI

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan,
misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis
adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan
indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum
Treitz. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun
perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena.
Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:

1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).


Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan
hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan
hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra.
Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus
hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises

14
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan
perdarahan yang bersifat fatal.

2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)


Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus disetiap tempat
dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding posterior
bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau
arteria gastroduodenalis.

3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)


Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali etiologi yang dapat menyebabkan
terjadinya gastritis, antara lain endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H.
pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal


5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis. Esofagitis
refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis.
Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan
kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang
berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan,
perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat yang
berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa
lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah esofagogastrikum
junction.

7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.

15
8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada traktus intestinalis.

PATOFISIOLOGI PERDARAHAN SCBA

Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises esofagus.
Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan
peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi porta. Peningkatan
tekanan pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika sinistra
yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat pula. Peningkatan tekanan pada vena
esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varices esofagus.

Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini
bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari pecahnya varises
esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat
pada lambung.

Darah yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah berwarna
kehitaman. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain
dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama
feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena).

Hematemesis dan melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak peptik (ulcus
pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar mukosa lambung
yang dapat menyebabkan cedera atau perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan
menimbulkan ulkus pada lambung.

16
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung
mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang
mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,
merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler
terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.
Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan.
Sama seperti varises esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan atau
melena.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa 1) anemia
defisiensi besi dan 2) hematemesis dan atau melena. Jadi hematemesis dan atau melena adalah
gejala klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas yang didasari oleh suatu penyakit primer,
misalnya varises esophagus, ulkus peptikum, gastritis, dan lain-lain.

Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba, volumenya besar,
disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah kehitaman. Perdarahan pada ulkus
peptikum seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan
perdarahan awal yang lebih kecil, disertai darah yang mengalami perubahan (“coffee ground”).
Perdarahan pada gastritis biasanya merah terang dengan volume yang sedikit. Adanya penurunan
berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.

DIAGNOSIS

Diagnosis pada gejala hematemesis dan melena bertujuan mencari tahu tentang:

17
- Kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut
- Lokasi yang tepat dari sumber perdarahannya
- Sifat perdarahannya.(sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit)
- Derajat gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,
kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal.
Diagnosa perdarahan SCBA ditegakkan melalui:

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti:
- Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan radiologik
- Pemeriksaan endoskopik
- Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Anamnesis

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau
kesadarannya menurun dapat diambil alloanamnesa dari keluarganya. Beberapa hal yang perlu
ditanyakan antara lain :

- Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati
seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?
- Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami sebelumnya?
- Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum
alkohol atau jamu-jamuan?
- Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?
- Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus menerus
tetapi sedikit-sedikit?
- Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?
Pemeriksaan fisik

Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa keadaan


umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu badan dan apakah ada

18
tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati berupa
koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera ditolong dan diatasi
dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai keadaan
umum membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus,
perlu dicari tanda-tanda sirosis hati dengan hipertensi portal seperti: hepatosplenomegali, ikterus,
asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding
perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu dipikirkan
kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati lobus kiri.

Pemeriksaan penunjang diagnosis

- Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap
tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti golongan darah,
Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan,
morfologi darah tepi dan fibrinogen.

Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT kolinesterase,
protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBs.

Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok
adalah kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu, amoniak.

- Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mula-mula
dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti dengan pemeriksaan
lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan dalam
berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah
terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.

- Pemeriksaan endoskopik
Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah dapat dilakukan di
beberapa rumah sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarang-pengarang luar negeri dan
juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini sangat penting untuk

19
menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung ketrampilan dokternya,
endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera
setelah hematemesis berhenti. Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan
yang sedang berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises
esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik
pada perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga
dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi.

- Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati


Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnosa hematemesis/melena bila diduga
penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung memberi
informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal,
keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah
perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir
dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada
lambung dan pankreas juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati hanya dapat
dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai bagian kedokteran nuklir. Dengan
pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan hipertensi portal atau suatu keganasan di hati
dapat ditegakkan.

MANAJEMEN PENGELOLAAN

Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya
adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah
perdarahan ulang.

Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:

- Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.


- Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.
- Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan.
- Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.

20
- Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan.
- Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah
perdarahan ulang.
-
PENANGANAN PERDARAHAN SCBA

Tindakan umum
1. Resusitasi
2. Lavas lambung
3. Hemostatika
4. Antasida dan simetidin
Tindakan khusus
Medik intensif
1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik
2. Sterilisasi dan lavement usus
3. Beta bloker
4. Infus vasopresin
5. Balon tamponade
6. Sklerosis varises endoskopik
7. Koagulasi laser endoskopik
8. Embolisasi varises transhepatik
Tindakan bedah
1. Tindakan bedah darurat
2. Tindakan bedah elektif

Tindakan Umum
RESUSITASI

Infus/Transfusi darah

21
Penderita dengan perdarahan 500-1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl
0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose
5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%,
perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfusi sebesar 25% dari volume
normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala
diperlukan transfusi sampai 40-50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80-
100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah
pengawasan tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya
DIC, defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana
darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang seling
dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap
pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya
keracunan asam sitrat.

LAVAS LAMBUNG DENGAN AIR ES

Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung dan
lavas air es, mula-mula setiap 30 menit-1 jam. Bila air kurasan lambung tetap merah, penderita
terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau jernih, maka disarankan
dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat menentukan lokasi perdarahannya. Pada
perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es, diperlukan tindakan medik
intensif yang akan dibicarakan kemudian. Sedangkan pada perdarahan ulkus peptikum, gastritis
hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhenti dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50-
100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan pada diet makanan lunak/bubur saring dalam porsi
kecil setiap 1-2 jam.

HEMOSTATIKA

Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10-40 mg sehari parenteral, karena
bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi kompleks protrombin. Pemberian asam traneksamat
dan karbazokrom dapat pula diberikan.

ANTASIDA DAN SIMETIDIN

22
Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai simetidin 200 mg tiap 4-6 jam i.v.
berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada
penderita dengan ulkus peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida
diberikan dalam dosis lebih rendah setiap 3-4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per
oral 200 mg tiap 4-6 jam. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :

- sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per oral.
- pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.
- somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.

Tindakan khusus

MEDIK INTENSIF

Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik

Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul
Noradrenalin atau Aramine 2-4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin
(Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang
menyemprotkan larutan trombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di
lambung, sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung apakah
perdarahannya berhenti dan apakah

terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan endoskop.

Sterilisasi usus dan lavement usus

Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu dilakukan
tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati hepatik yang disebabkan antara
lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh bakteri usus. Hal ini
dapat dilakukan dengan jalan :

23
- Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4 x 1 gram
atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang.
- Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan 400 cc yang
bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa nasogastrik.
Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12-24 jam. Untuk pencegahan
ensefalopati hepatik dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000-1500 cc per hari. Bila penderita
telah berada dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus
Comafusin Hepar 1000-1500 cc per hari.

Beta Bloker

Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol, oksprenolol,
alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita sirosis hati, akibat
penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat
golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung, juga pada
penderita asma dan penderita gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.

Infus Vasopresin

Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler sehingga terjadi
penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan
portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka
selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum juga ikut berhenti. Vasopresin
terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus yang perdarahannya tetap
berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit
dilarutkan dalam 100-200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10-20 menit intravena. Efek samping
pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah angina pektoris, infark miokard,
fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada penderita-penderita jantung koroner dan usia lanjut,
karena efek vaso kontriksi dari vasopresin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang
mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian
infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama
dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam
berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek samping yang

24
ditemukan. Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SCBA berkisar antara 35-100%,
perdarahan ulang timbul pada 21-100% dan mortalitas berkisar pada 21-80%.

Balon tamponade

Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube
diperlukan pada penderita-penderita varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung
setelah lavas lambung dan pemberian infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini
merupakan pilihan pertama pada penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat
diberikan infus vasopresin. Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon
di daerah kardia dan esofagus yang akan menekan, dan dengan demikian menghentikan
perdarahan di esofagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon, masing-masing untuk lambung
dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang mengkompresi daerah distal
esofagus dan kardia.

Sklerosis varises endoskopik

Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan penyuntikan
bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium morrhuate melalui esofagoskop
kaku atau serat optik. Karena pemakaian esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan
sebagai komplikasi dapat terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang
lebih banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus dengan 2
saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran pertama, penghisapan
perdarahan yang mungkin terjadi dapat dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan
dapat paravasal atau intravasal. Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti,
tetapi tergantung dari keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang
mengalami perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini
perdarahan dapat dihentikan pada 80-100%, perdarahan ulang terjadi pada 10-40% sedangkan
mortalitas selama dirawat mencapai 30%. Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube atau
infus vasopresin, terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas
umumnya membutuhkan 2-3 x terapi dengan jangka waktu 7-10 hari. Mortalitas penderita yang
diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4-14%. Komplikasi metoda ini yang pernah

25
dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari esofagus, effusi
pleura, mediastinitis.

Koagulasi laser endoskopik

Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik gagal dalam
menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan terapi koagulasi dengan
Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai
91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SCBA
lainnya seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi
laser endoskopik.

Embolisasi varises transhepatik

Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai mencapai vena
porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin tersebut sepanjang vena porta
sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras angiografin. Pada transhepatik
portal-venografi ini akan terlihat vena-vena kolateral utama termasuk varises esofagus.
Selanjutnya sebanyak 30-50 cc Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan
suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus umumnya segera
berhenti. Metoda ini belum banyak laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan
sering mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites.
Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum
tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus
yang baru.

TINDAKAN BEDAH

Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan perdarahan masih
berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti pintasan portosistemik atau
transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus. Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli
atau duodeni serta keganasan SCBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan
tindakan bedah. Bila tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita

26
membaik dan pemeriksaan diagnostik telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah
elektif setelah 6 minggu.

BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab, dan pemeriksaan penunjang lainnya
didapatkan bahwa pasien ini menderita Hematemesis Melena ec Gastritis Erosif & Tukak
Lambung Multiple daerah Antrum. Selain itu dari hasil pemeriksaan radiologi didapatkan
gambaran osteoartritis pada kedua lutut pasien, keadaan osteoartrirtis tersebut diduga karena
berat badan pasien yang berlebihan atau pasien menderita obesitas. Maka untuk mengurangi
nyeri yang terdapat pada lututnya pasien ini mengkonsumsi sembarang obat AINS. Obat-obatan
AINS inilah yang diduga sebagai faktor penyebab terbesar timbulnya masalah pada pasien
karena telah dijabarkan diatas bagaimana cara kerja obat-obat AINS tersebut menghambat enzim
siklooksigenase pada lambung yang sangat penting untuk pembentukan prostaglandin, dimana
prostaglandin ini berfungsi untuk melindungi dinding lambung atau sebagai sitoprotektor dari
asam lambung atau HCl yang bersifat korosif terhadap dinding lambung. Penanganan untuk
pasien ini ada dua cara yaitu non medikamentosa dan medika mentosa. Untuk penatalaksanaan
nonmedikamentosa, dapat diberikan edukasi seperti atasi obese dengan diet dan olahraga yang
sesuai, mengganti pemakaian OAINS COX 1 dengan COX 2, perhatikan hygiene perorangan,
agar tidak terinfeksi Helicobacter pylorii, batasi makanan tertentu seperti kopi, pedas, asam yang
dapat merangsang sekresi asam lambung. Sedangkan untuk terapi medikamentosa, yang dapat

27
diberikan adalah mengatasi shock pasien dengan NaCl + Na Laktat, transfusi darah untuk
mengembalikan kondisi kurangnya darah akibat muntah darah pasien, stop perdarahan denga
menggunakan obat-obatan vasopresin, atau menggunakan balon tamponade, memberi obat untuk
lambungnya seperti PPI, Sucralfat, antacid, istirahat yang cukup dan konsumsi obat yang teratur,
dan eradikasi kuman HP bila terdapat indikasi. Untuk prognosis pada pasien ini secara
keseluruhan baik apabila diikuti dengan penatalaksanaan yang baik dan adekuat.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer Arief. M, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 : 492 . Jakarta : media
ausculapius FKUI .
2. Priana A. Patologi Klinik Untuk Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi.
Jakarta : Universitas Trisakti ; 2010. p 7,15,21,24-5.
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 th ed.
Jakarta : Penerbit ECG; 2005. P 422-3.
4. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. p 447-51.
5. Dorland W. Kamus kedokteran Dorland. Ed 31. Jakarta : 2007 ; EGC. p. 892.
6. NSAID. Available from http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm. Accesed
on. Jan 1. 2012
7. Anti inflamasi. Available from www.scribd.com/doc/74485644/antiinflamasi. Accesed
on. Jan 1. 2012
8. SCBA. Available from
pustaka.unpad.ac.id/.../pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas... Accesed on. Jan 1.
2012

28

Anda mungkin juga menyukai