Anda di halaman 1dari 31

STUDI SANITASI ALAT MAKAN

DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)


KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2009

Mahasiswa Pembimbing I Pembimbing II

Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Kesehatan Semarang


Jl.Raya Baturaden KM 12 Purwokerto Indonesia
Abstrak

Rumah sakit sangat riskan dengan pertumbuhan berbagai kuman


penyakit di lingkungannya, termasuk pada peralatan yang digunakan.
Diantaranya adalah alat makan untuk pasien yang bisa mengkontaminasi
makanan. Hal ini dapat dicegah dengan proses pencucian alat makan
yang baik dan benar serta dilakukannya desinfeksi terhadap alat makan
untuk mengurangi jumlah kuman pada alat makan tersebut. Berdasarkan
observasi penulis, di Instalasi Gizi RSUD Kebumen tidak dilakukan
desinfeksi pada proses pencucian alat makan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana proses pencucian alat makan,
bagaimana kondisi tempat pencucian dan tempat penyimpanan alat
makan, serta untuk mengetahui jumlah kuman pada alat makan dengan
metode total plate count dan kualitas air (fisik dan mikrobiologi) yang
digunakan untuk mencuci.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, dari
27 sampel, data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar
yang ada.
Hasil penelitian diperoleh jumlah kuman yang melebihi standar
100 koloni/cm² yaitu rata-rata pada plato adalah 276,44 koloni/cm², pada
gelas adalah 263,55 koloni/cm², dan pada sendok adalah 185, 33
koloni/cm². Proses pencucian dilakukan menggunakan dua bak dan atau
air mengalir, tidak ada proses desinfeksi, hasil penilaian check list
terhadap tempat pencucian, tempat penyimpanan, proses pencucian alat
makan, dan sanitasi fisik alat makan diperoleh skor 80,85 %, dan hasil
pemeriksaan mikrobiologi terhadap air yang digunakan untuk mencuci alat
makan adalah 23 MPN/100 ml. Hasil ini melebihi standar Permenkes RI
No. 416 tahun 1990 yaitu 10 MPN/100 ml.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah jumlah kuman rata-rata pada
alat makan tidak memenuhi standar Ditjen PPM & PLP Depkes RI, yang
menyebutkan jumlah kuman maksimum pada alat makan adalah 100
koloni/cm². Saran bagi pihak rumah sakit adalah dilakukannya tindakan
desinfeksi pada proses pencucian, pengamanan dalam penyimpanan alat
makan, dan penggunaan
sumber air dari PDAM .

Daftar bacaan : 20 (1984-2007)


Kata kunci : Proses pencucian dan jumlah kuman pada alat makan
Klasifikasi :
Abstract
Hospital had potential risk for germ propagating whether in the
environmental or appliances term. For example in the patient’s eating
appliances that could became contaminating food. This could be
postponed by washing those appliances properly and also by the use of
disinfectant. Base3d on the researcher initial observation there are no
disinfectant treatment conducted at Kebumen Hospital. The research
objective is investigating the appliance washing process, washing facility
and measuring the germ population using total plate count method and
water quality (physically and microbiologic)
The research method used is descriptive method, sum of 27
samples were used and the obtained result were compared with the
standard requirement.
The research result obtained shows higher than 100 colony/cm²
that the average germ population found in the plate is 276.43 colony/cm²,
on the drinking glass is 263.53 colony/cm², and on the spoon is 185, 32
colony/cm². The washing process conducted using two washing tub or
direct water flow, no disinfectant treatment conducted, the washing facility,
storage and washing process inspection score is 80,85 %, and the
washing water microbiology examination result is 23 MPN/100 ml. This
result was higher than the regulation stated by Health Ministry of Republic
Indonesia No. 416 year of 1990 which is 10 MPN/100 ml.
The conclusion drawn is the germ population were impinge the
standard applied by Ditjen PPM & PLP Depkes RI, stated that the
maximum germ population for eating appliances is 100 koloni/cm². The
proposed suggestion is; the hospital should conducting disinfectant
treatment for washing the eating appliances, prevention and storage and
in the use of PDAM water source .

Refference : 20 ( 1984-2007)
Key word : Washing and measuring the germ population of applience
Clasification :
Latar Belakang alat makan memerlukan

Keberadaan perlakuan tertentu agar alat

mikroorganisme di lingkungan makan terbebas dari

selain dapat menguntungkan mikroorganisme pathogen atau

juga dapat merugikan. Salah masih dibawah standar

satu kerugian yang maksimal yang diperbolehkan

diakibatkan oleh yaitu 100 koloni/cm² menurut

mikroorganisme adalah Permenkes R.I No.

kontaminasi alat makan, yang 715/MENKES/SK/V/2003

pada akhirnya tentang Persyaratan Hygiene

mengkontaminasi makanan dan Sanitasi Jasaboga.

yang disajikan, sehingga Perlakuan yang dimaksud

kualitasnya menurun dan diantaranya dengan pemakaian

menimbulkan penyakit. Oleh detergen/pembubuhan chlor

karena itu perlu upaya yang prinsipnya untuk

pencegahan agar alat makan mendesinfeksi alat makan.

tidak terkontaminasi, sehingga Setelah alat–alat

aman untuk tempat makanan makan mengalami proses

yang disajikan. pencucian, maka perlu

Salah satu upaya dilakukan uji mikrobiologi untuk

pencegahan kontaminasi mengetahui tingkat kualitas alat

terhadap alat makan adalah makan setelah dicuci. Penilaian

pencucian alat makan, fisik terhadap alat makan yang

tujuannya supaya alat makan sudah dicuci belum cukup untuk

bersih dan tidak mencemari membuktikan bahwa alat makan

makanan. Pencucian terhadap tersebut terbebas dari kuman


pathogen, sehingga menular karena dari alat makan

membutuhkan uji laboratorium tersebut bakteri penyakit bisa

untuk memastikan bahwa alat berpindah, misal alat makan yang

makan tersebut aman untuk digunakan dari pasien TBC atau

digunakan. Peneliti juga Hepatitis, harus dipisahkan agar

melakukan tes laboratorium untuk tidak terjadi infeksi nosokomial yang

kualitas air yang digunakan ditularkan malalui alat makan.

dalam proses pencucian, karena Berdasarkan penelitian

air termasuk dalam proses awal yang dilakukan oleh penulis

pencucian. pada tanggal 24 Januari 2009 di

Instalasi gizi rumah sakit Instalasi Gizi RSUD Kebumen,

merupakan tempat pengelolaan diperoleh data yaitu

makanan beserta peralatannya, penyimpanan alat makan yang

termasuk alat–alat makan yang sudah dicuci diletakkan pada

digunakan. Upaya sanitasi harus rak–rak terbuka yang

diperhatikan agar tidak terjadi memungkinkan alat makan

kontaminasi yang pada akhirnya tersebut terkontaminasi dari

menyebabkan infeksi nosokomial lingkungan. Kondisi tempat

yang ditularkan melalui makanan pencuciannya kotor dengan sisa–

dan atau alat makan. Alat makan sisa makanan yang masih

berhubungan langsung dengan berserakan dan ada lantai di

pasien sehingga kebersihannya tempat pencucian yang sudah

harus lebih diperhatikan mulai dari rusak. Cara pencucian alat

proses pencucian yaitu cara makan yang dilakukan sudah

pencucian alat makan yang menggunakan dua bak dan air


dipisahkan antara pasien yang mengalir.
berpenyakit menular dan tidak
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun
Gizi RSUD Kebumen
penelitian tentang “ Studi
Sanitasi Alat Makan di 4. Berapa jumlah kuman
Instalasi Gizi Rumah
pada plato, gelas dan
Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kebumen Kabupaten sendok di Instalasi Gizi
Kebumen Tahun
RSUD Kebumen
2009.”
5. Bagaimana kondisi

sanitasi fisik alat makan


B. Masalah
di Instalasi Gizi RSUD
1. Bagaimana proses
Kebumen
pencucian alat makan di

Instalasi Gizi RSUD


C. Tujuan
Kebumen
1. Mengetahui proses
2. Bagaimana kondisi
pencucian alat makan di
tempat pencucian alat
Instalasi Gizi RSUD
makan di Instalasi Gizi
Kebumen
RSUD Kebumen
2. Mengetahui kondisi
3. Bagaimana kondisi
tempat pencucian alat
tempat penyimpanan
makan di Instalasi Gizi
alat makan di Instalasi
RSUD Kebumen

kuman pada plato,


3. Mengetahui kondisi
gelas, dan sendok di
tempat penyimpanan
Instalasi Gizi RSUD
alat makan di Instalasi
Kebumen
Gizi RSUD Kebumen
5. Mengetahui kondisi
4. Menghitung jumlah
sanitasi fisik alat makan pustaka tentang Hygiene

di Instalasi Gizi RSUD Sanitasi Makanan dan

Kebumen Minuman, khususnya

yang berkaitan dengan

D. Manfaat angka kuman pada

1. Bagi Pihak Rumah Sakit peralatan makan.

Sebagai bahan masukan 3. Bagi Peneliti

bagi pengelola rumah Manambah pengetahuan

sakit, khususnya bagian dan pengalaman tentang

Instalasi Gizi RSUD sanitasi alat makan serta

Kebumen dalam dapat mengaplikasikan

meningkatkan kualitas teori yang telah

sanitasi alat makan. didapatkan pada

2. Bagi Almameter perkuliahan.

Menambah bahan

kondisi tempat pencucian alat

makan, kondisi tempat


E. Ruang Lingkup
pencucian, kondisi tempat
Ruang lingkup materi
penyimpanan alat makan, dan
dalam penelitian ini adalah
jumlah kuman pada plato,
alur proses pencucian, tenaga
gelas, dan sendok di Instalasi
pencuci, alat pencuci, bahan
Gizi RSUD Kebumen.
pencuci, metode pencucian,

A. Pengertian
1. Rumah Sakit

Menurut Permenkes RI Nomor 986 tahun 1996 (Indonesia DepKes,

1998, h. 2), Rumah Sakit adalah :

“Sarana upaya kesehatan yang


menyelenggarakan kegiatan pelayanan serta
dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan
tenaga kesehatan dan penelitian.”

2. Sanitasi

Menurut Dirjen PPM & PLP (2006, h. 22)

“Sanitasi adalah usaha–usaha


pengawasan yang ditujukan terhadap
faktor lingkungan yang dapat merupakan
mata rantai penularan penyakit.”

3. Kuman

Menurut K. H. Tomoluis (1982, h.105), Kuman adalah :

“Organisme yang bersifat pathogen dan


non pathogen, yang pathogen dapat
menimbulkan berbagai penyakit pada
manusia, sedangkan yang non pathogen
tidak menimbulkan penyakit pada manusia.”
B. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Alat Makan

Alat makan adalah alat yang digunakan untuk keperluan

makan, termasuk didalamnya adalah piring, sendok, garpu, mangkuk

dan gelas. Semua alat makan harus dijaga kebersihannya supaya

tidak menjadi perantara terjadinya kontaminasi pada makanan.

Menurut Siti Surasri (1985, h.12), alat makan yang kurang saniter

dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit, sehingga perlu

diupayakan agar alat makan yang akan dipakai harus bersih sehingga aman

digunakan. Faktor yang mempengaruhi kebersihan alat makan antara lain :

1. Pencucian alat makan

Pencucian alat makan merupakan hal yang penting

dilakukan melalui beberapa proses pencucian yang baik dan benar

Tujuan dari proses pencucian yaitu :

a. Untuk menghilangkan kotoran kasar

b. Untuk menghilang lemak dan minyak.

c. Menghilangkan bau (amis dan tengik)

d. Melakukan tindakan sanitasi/desinfeksi

e. Pengeringan peralatan yang telah selesai dicuci sebelum

digunakan kembali.

2. Desinfeksi alat makan

Desinfeksi adalah penggunaan air panas atau penambahan zat

desinfektan untuk mematikan secara vegetatif pathogen, tetapi tidak

mematikan endospora/virus. Proses tersebut dilakukan dalam rangka


pengendalian jasad renik pathogen/penyebab infeksi. Perlakuan desinfeksi

terhadap alat–alat masak dan makan dimaksudkan supaya tidak

menimbulkan bahaya dari segi kesehatan dalam penggunaannya kembali.

3. Penyimpanan alat makan

Menurut Permenkes R.I No.1098/MENKES/SK/VII/2003

tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran,

penyimpanan peralatan makan harus memenuhi ketentuan :

a. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus

disimpan dalam keadaan kering dan bersih

b. Cangkir, mangkuk, gelas dan sejenisnya cara

penyimpanannya harus dibalik

c. Rak–rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan

tidak aus/rusak

d. Laci–laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya

e. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari

sumber pengotoran/kontaminasi dan binatang perusak.

C. Persyaratan Alat Makan

Menurut Permenkes R.I No.1098/MENKES/SK/VII/2003, beberapa

hal yang perlu diperhatikan untuk peralatan makan yang digunakan

antara lain:
1. Bahan Peralatan

a. Bahan untuk peralatan makan harus terbuat dari bahan yang kuat

dan bagian permukaan tempat makanan atau yang kontak

dengan makanan haruslah tidak ada sudut mati, permukaannya

halus dan mudah dibersihkan, tidak mudah larut dalam makanan,

tidak mengandung bahan beracun atau logam berat lain : Timah

(Pb), Arsen (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd).

b. Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak,

penyok, gompel, robek atau pecah.

c. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap

disajikan tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi

ambang batas (100 koloni/cm² permukaan alat), dan tidak

boleh mengandung E. coli per cm² permukaan alat.

d. Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan

makanan jadi atau yang sudah masak.

e. Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat

dan setelah rusak langsung dibuang.

f. Semua peralatan harus mempunyai tutup.

2. Kebersihan peralatan

Menurut Dirjen PPM & PLP, kebersihan peralatan makanan dan

minuman dapat diperoleh melalui proses pencucian yang baik dan benar

melalui beberapa tahapan yaitu pembersihan kotoran dan sisa–sisa

makanan, pencucian alat makan menggunakan detergen, pembilasan dan


pengeringan. Indikasi kebersihan makanan secara fisik dapat

diketahui dengan menggunakan indera penglihatan yaitu dari tidak

adanya kotoran atau noda, dan indera penciuman yaitu tidak bau

(amis, tengik, atau bau makanan).

D. Proses Pencucian Alat Makan

Terjadinya kontaminasi pada makanan dapat dicegah dengan

memperhatikan proses pencucian terhadap alat makan, yang terdiri dari 4

prinsip dasar (Indonesia, Depkes RI, 1997, h.3 dan Dirjen PPM & PLP) yaitu:

1. Bagian utama (tempat penyiapan dan pemisahan kotoran (scraping))

Proses scrapping yaitu memisahkan segala kotoran dari

sisa-sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci

seperti sisa makanan diatas piring, sendok, dan panci. Sehingga

peralatan yang akan dicuci bersih dari sampah sisa–sisa makanan.

2. Bagian pembersih (pembersihan noda dan kotoran)

Bagian ini merupakan proses pencucian alat makan, di

dalamnya mencakup tiga proses pembersihan yaitu :

a. Flushing

Yaitu mengguyur air peralatan yang akan dicuci sehingga

terendam seluruh permukaan peralatan. Perendaman dimaksudkan untuk

kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel atau

mengeras sehingga menjadi mudah untuk dibersihkan atau atau


terlepas dari permukaan alat. Waktu perendaman minimal

selama 30 menit–1 jam.

b. Washing

Yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan

melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atau detergen.

Bagian peralatan yang perlu dibersihkan secara cermat misalnya

permukaan tempat makanan, bibir gelas atau ujung sendok

(bagian yang kontak dengan tubuh), dan bagian lain yang tidak

rata karena ukiran atau bergerigi.

c. Rinsing

Yaitu mencuci peralatan yang digosok dengan detergent

sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih, sehingga

dibutuhkan air bersih dalam jumlah yang banyak. Lakukan

pembilasan dengan menggunakan tiga bak atau air yang mengalir.

Menurut Siti Surastri (1985, h. 12), bahwa detergen yang

digunakan untuk pencucian merupakan bahan pencuci yang bekerja

dengan melarutkan dan membentuk emulsi dari lemak atau debu dari

alat-alat yang dicuci, sehingga terbawa dalam air, kuman juga ikut

terbawa dalam hal ini, walaupun ada yang masih tertingga di permukaan.

Air dengan kesadahan tinggi, Ca dan Mg bereaksi dengan detergen

membentuk lapisan yang lengket pada permukaan air setelah proses

pencucian, lapisan ini melindungi kuman dari desinfeksi.


a. Fungsi detergen

Produk yang disebut detergen merupakan pembersih

sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.

Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, detergen

mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang

lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.

Harold Hard (1987, h. 270-271), menerangkan bahwa

detergen sebagai bahan pencuci yang mampu menghilangkan

kotoran yang melekat pada alat makan dalam bentuk lapisan

minyak yang tipis, jika lapisan ini dapat dibuang, partikel-partikel

pengotor dikatakan hidrogen yang sangat polar pada salah satu

ujungnya. Rantai karbon ini bersifat lipofilik (tertarik atau larut

dalam minyak lemak) dan ujungnya yang polar bersifat hidrofilik

(tertarik dalam melepaskan kotoran molekul-molekul detergen

mengelilingi dan mengemulsikan butiran lemak atau minyak).

Molekul detergen yang lipofolik larut dalam minyak,

sedangkan rantai yang hidrofilik memanjang menuju air. Yang

memberikan kekuatan pembasah pada detergen jika dibandingkan

dengan air biasa. Gabungan kekuatan pengemulsi dan sifat

permukaan yang kotor. Detergen mengemulsikan dan mencucinya.


b. Type detergen

Dewasa ini di pasaran terdapat 3 type utama detergen

(Slamet Riyadi, 1984, h. 63) yaitu :

1) Anionik detergen

Umumnya sebagai grup atau gugusan yang dapat larut

dalam susunan kimianya, susunan kimia yang dapat melarutkan grup

atau gugusan tersebut adalah sulfat dan sulfonat. Detergen ini

merupakan jumlah terbesar dalam peredaran di pasaran karena

banyak dipakai, serta merupakan suatu sulfonat. Golongan detergen

ini adalah lebih murah dan lebih stabil dalam air yang ”keras”.

2) Kationik detergen

Utama di dalam susunan kimianya mengendung empat

gugusan amonium, sebaliknya kationik detergen mempunyai sifat

yang lebih terbaik di dalam kemampuan sebagai bakteriside,

maupun bakteriostatik. Kelompok detergen ini adalah mahal, serta

tidak banyak digunakan didalam rumah tangga.

3) Non-ionik detergen

Merupakan produk kondensasi dari ethylene oxide

dengan bahan-bahan phenolik atau asam lemak. Kelompok

non-ionik lebih banyak digunakan di dalam industri daripada

sebagai keperluan di rumah tangga.


3. Bagian desinfeksi

Menurut Drijen PPM & PLP, tujuan dari desinfeksi disini adalah

untuk mensterilkan/membebas hamakan alat makan setelah proses

pencucian. Desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :

a. Direndam dengan air panas pada suhu 80° C selama 2 menit

atau 100°C selama 1 menit. Kuman penyakit (bakteri pathogen)

akan mati dalam air panas dalam waktu bebrapa puluh detik

sampai menit. Kecuali spora yang tahan panas, bakteri akan mati

dalam larutan kaporit (klor aktif), sinar matahari atau sinar ultra

violet. Sebaliknya kuman penyakit akan tumbuh pada suhu yang

dekat dengan suhu tubuh yaitu sekitar 37° C.

b. Direndam dalam larutan chlor aktif 50 ppm selama 2 menit

atau kaporit 2 sendok makan dalam 100 liter air

c. Dengan udara kering (oven)

d. Dengan sinar ultraviolet

e. Dalam mesin cuci piring melalui uap panas

Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan desinfektan yang

paling efisien jika pengenceran secara optimal sesuai dengan petunjuk.

Jenis desinfektan yang digunakan dapat berebda-beda sesuai dengan

kebutuhannya. Desinfektan ini dapat menjadi tidak aktif dengan adanya

bahan organik. Oleh karena itu, semua benda yang akan didesinfeksi

harus dicuci bersih dengan air hangat dandetergen terlebih dahulu.


Disinfektan yang dipakai adalah:

a. Mempunyai kriteria membunuh kuman

b. Mempunyai efek sebagai detergen

c. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan

minyak dan protein

d. Tidak sulit digunakan

e. Tidak mudah menguap

f. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk

petugas maupun pasien

g. Efektif

h. Tidak berbau atau tidak erbau tidak enak

Beberapa jenis desinfektan yang biasa dipakai

antara lain : a. Kaporit


Adalah senyawa kimia Ca(OCl) 2 . Desinfektan in i

merupakan desinfektan yang baik untuk keperluan pembersihan

dapur, dengan harga cukup murahdan sedikit bau, bilamana

dipergunakan dengan takaran yang tepat. Deinfektan ini mempunyai

tingkat pemusnahan bakteri yang luas, dapat membunuh spora dan

merupakan desinfektan dari hampir semua desinfektan lainnya.

Desinfektan ini menjadi tidak aktif karena zat organik. Larutan yang

kuat akan menyebabkan karatan pada alumunium.


b. Ozon

Adalah suatu derivat oksigen yang bersifat sangat

reaktif terhadap zat organik termasuk mikroorganisme patogen.

Pemakaian ozon tidak menimbulkan efek samping terhadap air,

tetapi secara ekonomis cukup mahal.

c. Iodophor

Merupakan campuran antara Iodin dan detergen.

Mempunyai kecenderungan menjadi aktif karena zat organik,

kurang efektif dalam membunuh spora dibandingkan dengan

hypochlorit, bahan ini lebih mahal serta menimbulkan sisa bau.

d. QACs (Quertenaty Ammonium Compound)

Desinfektan ini kurang efektif dalam membunuh bakteri

dibandingkan dengan hypochlorit atau iodophor. Larutan

senyawa ini harus selalu segar setiap hari dan disimpan dalam

wadah yang tidak dipanaskan sebelumnya.

e. Amphoteric surfactans phenolik desinfektan

Desinfektan ini mengandung detergen atau baktericidal, sifat

toksis rendah, relatif tidak korosif, tidak berasa dan tidak berbau.

Pada umumnya akan menjadi tidak aktif karena zat organik.

f. Phenolik desinfektan

Desinfektan ini beberapa jenis yaitu putih, cairan jernih dan

cairan larutan yang mempunyai jarak aktif baktericidal sama dengan

hypochlorit dan iodophor. Bahan ini tahan terhadap zat organik tetapi
menjadi tidak aktif oleh plastik dan karet. Beberapa merk

mempunyai bau pada makanan. Bahan ini tidak boleh

digunakan dalam pencucian peralatan makan kecuali

digunakan diluar tempat pengolahan makanan.

4. Bagian Pengeringan (Toweling)

Yaitu mengusap air menggunakan kain pembersih atau handuk

dengan maksud untuk membersihkan sisa kotoran yang mungkin masih

menempel. Proses ini dilakukan dengan syarat bahwa kain pembersih yang

digunakan harus bersih dan sering diganti untuk sejumlah penggunaan,

paling baik adalah sekali pakai. Pengeringan dapat dilakukan dengan :

a. Handuk khusus yang bersih dan tidak menimbulkan pengotoran

b. Kain pembersih sekali pakai yang tidak menimbulkan bekas

c. Ditiriskan dengan sendirinya sampai kering

E. Pemeriksaan Kebersihan Alat Makan

Menurut Dirjen PPM & PLP, untuk menguji apakah pencucian

berlangsung dengan baik dan benar dilakukan pengukuran kebersihan

pencucian dengan cara tes kebersihan sebagai berikut :

1. Secara fisik

a. Dengan penaburan tepung pada piring yang sudah dicuci, bila

tepung lengket berarti pencucian belum bersih, atau

b. Dengan menaburkan garam pada piring kering, bila lengket

pertanda pencucian belum bersih, atau


c. Penetesan air pada piring yang kering, bila air menumpuk/tidak

pecah pertanda pencucian belum bersih, atau

d. Penetesan dengan alkohol, jika terjadi endapan petanda

pencucian belum bersih, atau

e. Penciuman aroma (bau amis), atau

f. Penyinaran, bila terlihat kusam berarti pencucian belum bersih.

2. Secara bakteriologis

Menurut Srikandi Fardiaz (1992, h. 123) dan Lud Waluyo

(2007, h. 106) salah satu metode yang dapat digunakan dalam uji

bakteriologis alat makan adalah metode hitungan cawan.

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik

yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik

tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat

langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.

Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk

menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal yaitu :

a. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung

b. Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus

c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena

koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik

yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik.


Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan–kelemahan

sebagai berikut :

a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang

sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin

membentuk satu koloni

b. Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin

menghasilkan nilai yang berbeda

c. Jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada

medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas,

tidak menyebar

d. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga

pertumbuhan koloni dapat dihitung.

Setelah proses inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan

tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang

terbaik adalah antara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran biasanya

dilakukan secara decimal yaitu 1 : 10, 1 : 100, 1 : 1.000 dan

seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat

berupa larutan buffer fosfat, NaCl 0,85 %, atau larutan Ringer.

Jumlah koloni dapat dihitung dengan rumus :

Koloni per/cm² = Jml koloni x 5 x p q


F. Kualitas Air Bersih

Menurut peraturan pemerintah RI No.82 tahun 2001 tentang

Pengelolaan kualitas air dan pengendalian air, Pasal 1 ayat 1 :

“Air adalah semua air yang terdapat diatas


dan dibawah permukaan tanah kecuali air
laut dan air fosil.”

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih

Bab I Ketentuan Umum Pasal I :

“ Air bersih adalah air yang digunakan


untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak.”

Menurut Dirjen PPM & PLP, metode dan cara pengambilan contoh

air, menggunakan metode yang sudah baku dan diutamakan air yang

dipergunakan untuk pemeriksaan bakteriologis. Tempat pengambilan contoh

air yang penting yaitu air untuk pencucian makanan atau air untuk mencuci

peralatan makanan dan masak, air persediaan (reservoir, tangki, bak,

gentong). Jumlahnya cukup satu unit paling sedikit dan mengutamakan pada

sasaran pengambilan yang disebut diatas.

Mekanisme pemeriksaan kualitas air bersih/air minum secara

mikrobiologi ada tiga langkah penting yaitu :

1. Pengambilan sampel yang representatif, artinya pengambilan sampel

yang akan diteliti harus representatif (mewakili) yaitu masih


mempunyai sifat-sifat yang sama dengan sumber air bersih yang

diambil.

2. Transport dan pengawetan sampel.

3. Analisis di laboratorium.

Air mempuyai peranan dalam penularan penyakit. Sebenarnya

hampir tidak ada air bersih yang bebas dari pencemaran kuman

(Infectious Water). Penyakit yang berhubungan dengan air dapat

dibedakan menjadi 4 kelompok penularannya :

1. Water borne mechanism

Penularan penyakit oleh kuman penyakit yang berada dalam air

yang mana ketika air tersebut diminum oleh seseorang

menyebabkan sakit. Misal : cholera dan thypoid.

2. Water washed mechanism

Air yang mengandung mikroorganisme sebagai akibat kurangnya

sarana penyediaan air bersih dan rendahnya tingkat kebersihan

perorangan. Misal: infeksi alat pencernaan (diare), infeksi kulit dan

mata, penyakit yang disebabkan oleh kutu dan pinjal.

3. Water based mechanism

Semua penyakit yang kuman penyebabnya mempunyai sebagaian

siklus hidup di suatu intermediate host yang hidup di air. Misal:

schistosomiasis.

4. Water related insect vektor mechanism


Golongan penyakit ini disebabkan oleh serangga yang berkembangbiak

di air atau hidup dekat dengan air. Misal : malaria, filariasis, dan dengue.

Persyaratan kualitas air menurut Kusnaedi (2000, h. 3) kualitas

air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan

mikrobiologi :

1. Persyaratan fisik

Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik, jernih

atau tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau,

temperatur normal, tidak mengandung zat padatan.

2. Persyaratan kimia

Kualitas air tergolong baik apabila memenuhi persyaratan kimia

yaitu : pH normal, tidak mengandung bahan kimia beracun, tidak

mengandung garam dan ion logam, kesadahan rendah, tidak

mengandung bahan organik.

3. Persyaratan mikrobiologi

Persyaratan mikrobiologi yang harus dipenuhi oleh air adalah tidak

mengandung bakteri patogen, misalnya golongan coliform (escherichia

coli), salmonella typhi, vibrio cholera, tidak mengandung bakteri non

patogen seperti hictinomycetes, dan kelompok phytoplankton.

Parameter miklrobiologi meliputi : total coliform bakteria (MPN)

kandungan maksimum yang diperbolehkan untuk total coliform bakteria

pada air yang bukan perpipaan adalah 50 MPN/100ml sampel air,


sedangkan untuk air perpipaan adalah 10 MPN/100ml sampel air

(menurut Permenkes no.416/IX/1990).

G. Terjadinya Infeksi Nosokomial melalui Pencemaran terhadap Alat

Makan

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh pasien selama

berada di rumah sakit atau fasilitas sejenis. Infeksi tersebut tidak ada

atau tidak dalam masa inkubasi pada waktu pasien mulai mondok di

rumah sakit, dan bukan infeksi kelanjutan pemondokan sebelumnya, hal

ini karena lingkungan rumah sakit merupakan tempat yang memudahkan

penularan pelbagai penyakit infeksi. (Hari Kusnanto, 1997, h. 1)

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit

dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini

pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi,

rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot

bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari

pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan

berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti : udara, air, lantai,

makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Terjadinya infeksi

nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain :

1. Lama hari perawatan bertambah panjang

2. Penderitaan bertambah

3. Biaya meningkat

40
Infeksi nosokomial tidak hanya terjadi pada penderita yang dirawat di

rumah sakit, tetapi dapat pula, pada penderita yang berobat jalan, petugas

rumah sakit maupun setiap orang yang berada di rumah sakit. Menurut cara

penularannya, infeksi nosokomial dapat dibagi manjadi :

1. Infeksi silang (cross infection)

Infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman yang didapat dari

orang/penderita lain dalam rumah sakit secara langsung / tidak langsung.

2. Infeksi sendiri (self infection)

Infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman dari penderita

sendiri, karena perpindahan kuman dari fokus jaringan lain pada

tubuh yang sama.

3. Infeksi lingkungan (environmental infection)

Infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman yang didapat dari benda

mati/bahan yang terdapat dalam lingkungan rumah sakit seperti alat suntik,

transfusi, obat-obatan, makana, alat makan. Terjadinya infeksi nosokomial

ini karena hasil interaksi antara host (tuan rumah) berupa manusia, agent

(penyebab) yaitu kuman, dan environmental (lingkungan) disertai mata

rantai penularan penyakit (mode of transmission).

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit

dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau

41
disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection).

Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini karena faktor eksternal,

yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan

benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari

rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang

umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang

menyebabkan penyakit pada orang normal.

Petugas
Rumah sakit
Medikasi (misal :
Barang-barang suntikan, infuse, kateter
(misal : sprei,
Infeksi Flora normal
Nosokomial pasien
Pengunjung

Pembedahan
Air, makanan,
udara

Gambar ; 2.1
Diagram sumber penularan kuman pada infeksi nosokomial
Sumber : Hari Kusnanto (1997, h. 1)

Diagram tersebut menjelaskan tentang sumber-sumber terjadinya

infeksi nosokomial, salah satu sumber itu berasal dari makanan. Kaitannya

dengan makanan, hal ini juga menyangkut tentang sanitasi alat makan yang

digunakan. Alat makan bisa menularkan penyakit karena langsung digunakan

oleh pasien, dimana kuman / bakteri penyakit yang dia bawa menempel pada

alat makan tersebut. Proses pencucian yang baik dan benar harus
42
diperhatikan, misal ada pemisahan antara bekas alat makan untuk

pasien penyakit menular dan ada tindakan desinfeksi alat makan.

Pencegahan infeksi nosokomial ini didasarkan atas faktor lingkungan

rumah sakit yang mempengaruhinya termasuk didalamnya sanitasi dapur

yang membahas pula tentang sanitasi alat makan. Mengingat pentingnya

pengaruh lingkungan terhadap timbulnya infeksi ini perlu diadakan tindakan

penanggulangan yang rasional terhadap lingkungan rumah sakit. Agar

pengendalian lingkungan dapat dilakukan secara efektif dan efisien perlu

pemahaman mengenai berbagi faktor lingkungan terhadap timbulnya infeksi.

Desinfeksi diterapkan untuk menurunkan jumlah mikroorganisme pada

suatu benda atau permukaannya, meskipun desinfektan yang digunakan jarang

mematikan semua organisme yang terkena. Banyak rumah sakit tidak memiliki

kebijakan desinfeksi yang jelas, dan tata cara yang berlaku lebih dilandasi tradisi

dan kebiasaan, namun, kebijakan desinfeksi yang cermat dapat mengurangi

terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

H. Proses Terjadinya Pencemaran terhadap Alat Makan pada

Penyediaan Makanan dan Minuman

Secara umum penyebaran penyakit yang terjadi pada saat

penyediaan makanan menurut Siti Surastri (1985, h. 12), digambarkan

dengan diagram berikut ini :

43
Udara

Tamu/pengelola makanan
yang terinfeksi Ludah Tangan Makanan

Orang sehat
Buangan dari Alat - alat
usus

Air pencuci alat makan

Gambar ; 2.2
Diagram proses penyebaran penyakit pada saat penyediaan
makanan Sumber : Siti Surastri (1985, h. 12)

Bagan tersebut menggambarkan proses terjadinya kontaminasi pada

alat makan disebabkan karena :

1. Penjamah makanan yang terinfeksi yang meludah, air ludah

tersebut mengenai alat makan secara langsung atau mengenai

tangan kemudian ke alat makan

2. Buangan dari usus orang yang terinfeksi kemudian mencemari air

pencucian, atau air buangan tersebut mengenai penjamah alat makan.

Terjadinya pencemaran pada alat makan di tempat penyimpanan dapat

dipengaruhi oleh adanya jasad renik di udara yang ada didalam debu, droplet

(tetes air) yang mengandung jasad renik yang bergabung dengan debu atau uap

air di udara, kemudian karena pengaruh gravitasi bumi maka debu atau droplet

akan turun sehingga dimungkinkan dapat mencemari alat makan.

44

Anda mungkin juga menyukai