Anda di halaman 1dari 23

RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

SYOK ANAFILAKTIK
Syok adalah suatu kondisi klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat. Menurut Wahab (2000), penilaian tanda syok meliputi:
Aliran darah yang tidak adekuat menyebabkan jaringan tubuh tidak menerima
a. Kriteria pertama : Terdapat bintik-bintik, kemerahan pada
cukup darah yang mengandung oksigen. Kondisi syok terkait dengan sistem
sirkulasi yang terdiri dari tiga komponen, yaitu jantung, pembuluh darah dan seluruh tubuh, pruritis, kemerahan,
darah (Tambayong, 2000).
pembengkakan bibir, lidah, uvula dan
Gejala syok anafilaktik yang dapat terlihat menurut Elistam dkk., (1998), antara penurunan tekanan darah.
lain: b. Kriteria kedua : Terdapat keterlibatan jaringan mukosa
a. Kulit : Urtikaria, bercak-bercak makulopapular atau angioedema. kulit, penurunan tekanan darah dan gejala
b. Dada: Mungkin didapatkan bising, mengi, batuk, sianosis gastrointestinal yang persisten.
c. Vena-vena leher : Tidak teraba c. Kriteria ketiga : Terjadi penurunan tekanan darah setelah
d. Tanda-tanda vital: Takipnea, takikardi, hipotensi beberapa menit hingga beberapa jam
e. Lain-lain : Infeksi konjungtiva, mual, muntah, nyeri abdomen, diare terpapar alergen.

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK


Juniper dan Parkins (2011) serta Nanavati (2013) merumuskan penatalaksanaan syok anafilaktik pada praktik kedokteran gigi, sebagai berikut:
a. Jika respon pasien, pasien tidak sadar posisikan pasien telentang lurus, dan naikkan kaki pasien sedikit lebih tinggi daripada kepala (posisi
trendelenberg). Jika pada ibu hamil, miringkan ke arah lateral kiri 15o. Jika pasien sadar posisikan pasien sesuai posisi nyaman pasien sampai
dengan ambulans datang.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 1


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

b. Penilaian cepat
1. Circulation
Lakukan pengecekan warna, denyut nadi dan tekanan darah. Hal terpenting untuk membedakan kondisi syok dan sinkop adalah dengan
mengetahui adanya penurunan tekanan darah secara drastis.
2. Airway
Inspeksi adakah tanda yang menunjukkan terjadinya obstruksi jalan napas. Jika ada, panggil bantuan segera dan jauhkan dari alergen dan
berikan oksigen menggunakan masker dengan reservoir oksigen.
3. Breathing
Lihat apakah ada tanda-tanda bronkospasme yang mengancam atau adanya gagal nafas.
4. Disability
Pastikan respon pasien, apakah sadar atau tidak.
5. Exposure
Kendurkan pakaian pasien, hati-hati jangan terlalu terbuka sebab khawatir terjadinya hipotermal.
d. Diagnosis pasien, jika syok anafilaktik segera panggil bantuan atau aktivasi sistem bantuan klinik kedokteran gigi dan lakukan pertolongan.
e. Jika terjadi hipotensi drastis dan cepat, berikan injeksi larutan adrenalin 1:1000 dengan perlahan-lahan secara intramuscular untuk mencegah
terjadinya syok, dengan kecepatan 1 ml/menit. Jika diinjeksikan secara subkutan dengan cepat pada pasien syok, maka tidak dapat diabsorpsi

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 2


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

dengan sempurna karena adanya kegagalan sirkulasi perifer. Tidak ada resiko fibrilasi vebtrikuler asalkan injeksi intramuscular cukup dalam dan
aspirasi sebelum injeksi menunjukkan tidak adanya pembuluh darah yang rusak tanpa disengaja. Sebaiknya injeksi diberikan dalam selang waktu 15
menit sampai kelihatan hasilnya.
f. Pemberian adrenalin boleh diulang setiap 5 menit secara IM apabila tidak terjadi perubahan klinis. Bisa juga diberikan secara IV namun harus
dokter yang memiliki kompetensi khusus yang melakukannya seperti ahli anaestesi.
g. Berikan injeksi kortikosteroid berupa hidrokortison suksinat 200 mg IV untuk menekan respon alergi berikutnya.
h. Berikan injeksi antihistamin berupa klorpeniramin maleat (piriton) 10-20 mg IM untuk mengurangi pelepasan histamin yang lebih banyak.
i. Berikan bantuan cairan IV dengan dosis dewasa 500mL crystalloid solution hangat (contoh 0.9% salin) in 5-10 menit pada pasien dengan tekanan
darah normal atau 1 L pada pasien hipotensi. Dosis untuk anak adalah 20 mL/kg cairan crystalloid hangat.
j. Monitoring
Setelah pasien sadar, cek tekanan darah, denyut nadi, dan perpasan tiap 5 menit sekali. Tekanan darah normal adalah :
Dewasa : systolic > 100 mm Hg.
Anak-anak 0-1 bulan: Minimal systolic 50-60 mm Hg.
1-12 bulan : Minimal systolic 70 mm Hg.
>1-10 tahun : systolic 70+ (umur dalam tahun × 2) mm Hg.
>10 tahun: Minimal systolic 90 mm Hg.

k. Tunda perawatan yang akan diberikan, jika pasien belum melakukan perawatan kedokteran gigi. Anjurkan pasien untuk datang kembali beberapa
hari sembari memikirkan perawatan yang baik untuk pertemuan berikutnya

CATATAN:
1. Jika pasien setelah pulang ke rumah menelpon dan menyebutkan timbulnya gejala-gejala dan tanda-tanda yang berkaitan dengan syok anafilaksis,
beritahukan untuk obat jangan dilanjutkan dan jika kondisi bertambah buruk harus segera ke rumah sakit.
2. Berikan Isoproterenol pada pasien yang mengkonsmsi beta-blockers dengan dosis isoproterenol (1 mg in 500 mL), sebab adrenalin tidak akan efektif .
3. Apabila terjadi hilang nadi, maka lakukan bantuan hidup dasar (BLS) terlebih dahulu sebelum injeksi adrenalin
4. Adrenaline (epinephrine) didistribusikan secara intramuscular (IM):
FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 3
RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

1) Dewasa IM dosis 0.5 mg IM (=500 μg = 0.5 mL of 1:1000) adrenaline (epinephrine).


2) >12 tahun: 500 μg IM (0.5 mL) sama dengan dosis dewasa.
3) 6-12 tahun: 300 μg IM (0.3 mL).
4) <6 tahun: 150 μg IM (0.15 mL).
5) Anak dengan berat badan kecil atau prepubertal dengan dosis 300 μg (0.3 mL).
5. Berikan antihistamin berupa Chlorphenamine untuk menekan reaksi alergi dengan dosis

1) 12 tahun dan dewasa: 10 mg IM atau IV perlahan.


2) 6-12 tahun: 5 mg IM atau IV perlahan.
3) 6 bulan sampai 6 tahun: 2.5 mg IM atau IV perlahan.
4) <6 bulan: 250 μg/kg IM atau IV perlahan.

6. Berikan kortikosteroid berupa hidrokortison untuk menekan reaksi hipersensitivitas yang terjadi dengan dosis sebagai berikut :
1) >12 tahun dan dewasa: 200 mg IM atau IV perlahan.
2) >6-12 tahun: 100 mg IM atau IV perlahan.

3) >6 bulan sampai 6 tahun: 50 mg IM atau IV perlahan.


4) <6 bulan: 25 mg IM atau IV perlahan.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 4


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

NB* : MAAF BANGET YA UNTUK MATERI INI KARENA BENTUKNYA ROLEPLAY JADI PRESEPSI TIAP KELOMPOK MUNGKIN BERBEDA,
TAPI KALAU YANG DITULIS DISINI INSYAALLAH UDAH BERDASARKAN YANG ADA DIBUKU. SEMOGA BISA MEMBANTU, GA KEPAKE
JUGA GAPAPA, CATATAN INDIVIDUAL JAUH LEBIH BERARTI KOK 

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 5


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

SINKOP
Singkop atau yang sering disebut dengan pingsan adalah kehilangan kesadaran Tanda dan gejala sinkop antara lain (Wilson dkk., 2009) :
sementara dengan awitan akut yang diikuti dengan jatuh dan pemulihan spontan
a. Pucat
dan sempurna tanpa intervensi (Dewanto dkk., 2009).
b. Mual
Menurut Dewanto dkk., (2009), ada beberapa gejala sebelum terjadinya sinkop,
c. Berkeringat
antara lain rasa ingin pingsan, kepala terasa ringan, vertigo, kelemahan,
diaphoresis, perasaan tidak enak di perut, mual, pengelihatan kabur, pucat, dan d. Gangguan penglihatan
paraestasia.
e. Kehilangan kesadaran

PENATALAKSANAAN SINKOP
Penatalaksanaan sinkop di kedokteran gigi menurut Malamed (2015), antara lain:
1) Penilaian ketidaksadaran
Cek respon pasien baik verbal maupun stimulasi sensorik motorik, pasien dalam keadaan sinkop biasanya minim respon.
2) Aktivasi sistem kegawatdaruratan klinik kedokteran gigi
Memanggil bantuan staf klinik untuk membantu peran kegawatdaruratan di klinik kedokteran gigi.
3) P (Position)
Setelah diketahui adanya gejala sebelum sinkop, hentikan semua prosedur kedokteran gigi, dan posisikan pasien pada posisi supine
dengan kaki sedikit diangkat sampai lebih tinggi dari posisi kepala untuk pasien yang tidak dalam kondisi hamil (posisi trendelenberg). Jika pasien
dalam kondisi hamil, miringkan pasien ke arah lateral kiri 15o agar nafas tidak terhambat.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 6


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

4) C-A-B (Circulation- Airway-Breathing)


Penilaian CAB dapat dinilai adekuat.
1. Circulation
Lakukan pengecekan warna, denyut nadi dan tekanan darah. Monitoring vital sign termasuk tekanan darah, denyut nadi, banyak pernapasan
permenit.
2. Airway
Inspeksi adakah tanda yang menunjukkan terjadinya obstruksi jalan napas.
Pada keadaan sinkop vasodepressor, hal utama yang dilakukan adalah memeriksa nadi, jika nadi teraba kemudian bebaskan jalan nafas
dengan gerakan head tilt dan chin lift. Selanjutnya cek pernafasan dengan look atau melihat pergerakan dada, listen atau suara pernafasan, dan feel
atau rasakan adanya hembusan pernafasan.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 7


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

3. Breathing
Lihat apakah ada tanda-tanda bronkospasme yang mengancam atau adanya gagal nafas. Administrasikan oksigen
5) Melonggarkan pakaian seperti dasi, kerah (dapat menurunkan aliran darah ke otak), tali pinggang (dapat menurunkan aliran darah kembali ke kaki).
Bisa diusapkan pula handuk dingin pada kening pasien jika suhu tubuh pasien hangat, dan sediakan pula selimut jika suhu tubuh pasien dingin.

6) D (Definitive Care)

Oksigen dapat diadministrasikan menggunakan full-face mask atau dengan memberikan ampul ammonia di depan hidung pasien untuk
mempercepat pemulihan. Karena sinkop dapat terjadi berulang, meskipun belum terjadi sinkop sebenarnya ada baiknya tindakan kedokteran gigi
direschedule.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 8


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

7) Monitoring vital sign


Setelah pasien sadar, lakukan Monitoring vital sign termasuk tekanan darah, denyut nadi, dan banyak pernapasan permenit.
8) Post-sinkop
Apabila pasien sadar, penting untuk menjaga dari tekanan. Singkirkan semua alat untuk prosedur kedokteran gigi, dan usahakan untuk
mengajak berbicara pasien dan jangan terburu-buru mendudukkn pasien guna mencegah sinkop berulang. Tunda prosedur kedokteran gigi klinis
yang akan dilakukan pada pasien. Setidaknya pasien diberikan waktu 24 jam untuk pemulihan sebelum dilakukan tindakan ulang.
CATATAN:
1) Jika terjadi bradikardia, antikolinergik seperti atrofin bisa diberikan baik IM atau pun IV. Sediakan pula minuman manis jika pasien sadar dengan hipoglikemi.
2) Jika dalam waktu 15-20 menit kesadaran pasien tidak kembali normal, lakukan emergency medical services. Dokter harus melanjutkan basic life support.
Sinkop dengan kesadaran yang tertunda dapat diakibatkan karena cedera cerebrovaskular,disritmia jantung, dan hipoglikemia.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 9


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

NB* : MAAF BANGET YA UNTUK MATERI INI KARENA BENTUKNYA ROLEPLAY JADI PRESEPSI TIAP KELOMPOK MUNGKIN BERBEDA,
TAPI KALAU YANG DITULIS DISINI INSYAALLAH UDAH BERDASARKAN YANG ADA DIBUKU. SEMOGA BISA MEMBANTU, GA KEPAKE
JUGA GAPAPA, CATATAN INDIVIDUAL JAUH LEBIH BERARTI KOK 

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 10


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

PERIOKORONITIS
Perikoronitis adalah inflamasi jaringan gingiva yang menutupi mahkota Perikoronitis diakibatkan oleh adanya aktivitas berlebihan dari mikroba
gigi dan biasanya terjadi pada gigi yang impaksi, terutama molar ketiga. normal rongga mulut. Spesies bakteri utama yang dapat ditemukan pada
Jaringan gingiva yang menutupi mahkota terutama pada gigi molar merupakan pasien dengan perikoronitis adalah spesies Streptococcus, Actinomyces, dan
hal yang problematic. Perikoronitis yang tidak segera diobati, lama kelamaan Propionibacterium. Selain dari ketiga utama spesies pada perikoronitis,
akan terdapat purulent yang mana jika tidak segera dilakukan tindakan, infeksi terdapat pula kontaminasi spesies dari golongan β-lactam seperti
akan menyebar ke area kepala dan leher dan beberapa mengakibatkan terjadinya Provotella, Bacteroides, Fusobacterium, Capnocytophaga, dan
tonsillitis dan periodontitis. Hal ini berkaitan dengan tumbuhnya molar ketiga Staphylococcus sp. Adanya debris (plak dan sisa makanan) membuat
pada usia dewasa muda (Mehra dan D’Inbocenzo, 2016 : Perry dkk., 2014). bakteri-bakteri di atas mudah berkoloni. Terdapat faktor resiko terjadinya
perikoronitis, antara lain oral hygiene yang buruk, gigi yang tidak sempurna
erupsi (Partial erupted), gigi antagonis yang supraposisi, adanya poket
periodontal pada gigi yang Partial erupted, memiliki riwayat perikoronitis
sebelumnya, dan terdapat infeksi saluran pernafasan dan tonsilitis (Dhonge
dkk., 2015).

GAMBARAN KLINIS:
1. Fase akut
Perikoronitis akut memiliki ciri-ciri onsetnya tiba-tiba dan cepat, namun memiliki gejala yang signifikan seperti nyeri dan inflamasi pada
perikoronal. Selain itu juga terjadi keterlibatan dari kondisi sistemik. Manifestasi yang mungkin timbul pada fase ini antara lain nyeri yang dirasakan tajam
dan timbul saat mengunyah atau terkadang saat tidur. Selain itu, terjadi limfadenitis kelenjar submandibula, kelenjar limfe, eritema, edema dan terasa keras
saat dipalpasi disertai keluarnya pus. Gejala sistemik berupa malaise, bau mulut dan demam (Dhonge dkk., 2015 : Matthew, 2007).
2. Fase Subakut
Gejala dominan berupa rasa nyeri tajam dan terus menerus tanpa disertai kesulitan membuka mulut, jarang ditemukan penyebaran ke otot, jarang
ditemukan kondisi demam dan limfadenitis hanya terbatas pada kelenjar submandibula (Matthew, 2007).
3. Fase Kronis
Gejala berupa rasa nyeri ringan hingga sedang diawali satu hingga dua hari kemudian menghilang, nyeri tekan pada kelenjar getah bening dan
maserasi jaringan. Periode kronis mengikuti akut yang terjadi sekitar 3-15 bulan. Perikoronitis kronis berhubungan dengan kondisi kebersihan mulut, stres
dan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas. Pada sebagian orang, manifestasi ketika masuk ke fase kronis tidak terlihat, sebab kondisi imun yang
sedang baik (Dhonge dkk., 2015 : Matthew, 2007).

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 11


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

Indikasi dilakukannya operkulektomi adalah sebagai berikut (Borie, 2014): Kontraindikasi dilakukannya operkulektomi antara lain (Borie, 2014):
1. Gigi dengan inklinasi tegak, dilihat melalui radiografi. 1. Gigi dengan inklinasi miring atau terpendam dalam
2. Gigi sudah erupsi sempurna ditandai dengan cusp mesial gigi setara 2. Gigi yang sudah erupsi sempurna namun cusp mesialnya dibawah cusp
dengan cusp distal gigi sebelumnya. distal gigi sebelumnya.
3. Bukan merupkan perikoronitis yang recurrent. 3. Gigi yang terpendam.
4. Perikoronitis yang recurrent.
PENATALAKSANAAN PERIKORONITIS
1. Lakukan pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan intaoral dan ekstraoral , periksa roentgen nya apakah indikasi operkulektomi.
2. Kunjungan I : Debridement
Pada kunjungan pertama, dilakukan ketika pasien datang dengan kondisi perikoronitis akut. Dimana langkah awal yang dilakukan adalah
pembersihan (Debridement) dan medikamentosa guna mengurangi penderitaan pasien. Prosedur yang dilakukan antara lain (Bataineh, 2003):
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien -> INFORMED CONSENT
b. Menggunakan Alat Pelindung Diri
c. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan aliran air hangat atau aquades steril atau chlor hexidine.
d. Usap dengan antiseptik, bisa menggunakan atau povidone iodine.
e. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan scaler dan debris di bawah operkulum dibersihkan.
f. Irigasi dengan air hangat atau aquades steril.
g. Jika terdapat fluktuasi yang berisi purulent dapat pula dilakukan insisi dan drainase intraoral.
h. Instruksi pada pasien agar:
1) Menjaga OH tetap baik
2) Berkumur dengan air hangat tiap 1 jam
3) Istirahat yang cukup
4) Instruksikan pasien untuk datang kembali apabila sakit sudah mereda.
5) Meminum obat yang diberikan, antara lain : Antibiotik (ex:Amoxicilin 500 mg 3 kali sehari selama 2-3 hari dan Metronidazole dengan dosis 250
mg ), Analgesik (ex:Mefenamic Acid 500 mg atau AINS lainnya) bila disertai trismus dapat pula diresepkan diazepam.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 12


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

3. Kunjungan II : Operkulektomi
Setelah fase akut reda, maka dapat dilakukan tindakan operkulektomi. Teknik operkulektomi terdiri dari dua macam berdasarkan jenis alat yang
digunakan, bisa menggunakan scalpel atau pisau bedah (conventional) bisa pula menggunakan kauterisasi atau Electro surgery. Prosedur operkulektomi
dengan teknik konvensional adalah sebagai berikut (Bathla, 2011):
a. Terlebih dahulu komunikasikan kepada pasien terkait prosedur operkulektomi yang akan dilakukan.
b. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
c. Jika disekeliling area operculum atau diarea lain terdapat kakulus, lakukan prosedur skeling.
d. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan aliran air hangat
atau aquades steril atau chlor hexidine.
e. Usap dengan antiseptik, bisa menggunakan atau povidone iodine.
f. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan scaler dan debris di bawah
operkulum dibersihkan.
g. Irigasi dengan air hangat atau aquades steril.
h. Selanjutnya lakukan tindakan asepsis dengan mengusap area pembedahan dengan kapas dan antiseptik povidone iodine.
i. Lanjutkan dengan prosedur anestesi lokal, seringkali dengan melakukan anestesi blok nervus alveolaris inferior (pada gigi rahang bawah).
j. Pemotongan pada flap perikoronal dapat dengan menggunakan scalpel uk. 15 dan dimulai dari batas anterior ramus ke arah anterior ditarik ke bawah
dan ke depan ke arah permukaan distal mahkota gigi sedekat mungkin dengan CEJ.
k. Setelah jaringan dipotong lakukan skeling pada daerah distal gigi yang dilakukan operkulektomi.
l. Irigasi dengan menggunakan saline
m. Setelah bersih, dapat dipasang periodontal pack pada permukaan fasial dan lingual serta interproksiimal gigi. Pack dapat dibuka seminggu kemudian.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 13


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

n. Berikan instruksi berupa:


1) Menjaga OH tetap baik
2) Jangan dulu makan yang lengket dan panas
3) Sementara hindari mengunyah pada sisi yang dilakukan operkulektomi
4) Istirahat yang cukup
5) Apabila terjadi perdarahan yang sukar terhenti segera telepon bantuan
6) Kontrol kembali seminggu kemudian
7) Minum sesuai anjuran obat yang diberikan, berupa: Meminum obat yang diberikan, antara lain : Antibiotik (ex:Amoxicilin 500 mg 3 kali sehari
selama 2-3 hari dan Metronidazole dengan dosis 250 mg ), Analgesik (ex:Mefenamic Acid 500 mg atau AINS lainnya).
4. Kunjungan III : Kontrol/Evaluasi
Pada kunjungan ketiga pasien, Jika saat opekulektomi dilakukan pemasangan periodontal pack maka sudah bisa dibuka. Selanjutnya bila keadaan baik
maka, menentukan apakah gigi yang terlibat akan dicabut atau dipertahankan, berdasarkan pertimbangan apakah gigi tersebut nantinya akan berkembang pada
posisi yang baik atau tidak (Bataineh, 2003).

NB* : YANG DITULIS DISINI INSYAALLAH UDAH BERDASARKAN YANG ADA DIBUKU SAMA CATATAN SKILLAB. SEMOGA BISA
MEMBANTU, GA KEPAKE JUGA GAPAPA, CATATAN INDIVIDUAL JAUH LEBIH BERARTI KOK 

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 14


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

ABSES
- Merupakan infeksi yang gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus - Menurut Topazian (2002) manifestasi klinisnya meliputi:
merupakan pertahanan efektif terhadap penjalaran infeksi dan cenderung
a. Rasa nyeri (sakit pada gigi) yang dengan cepat dapat lebih buruk.
berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat
b. Pembengkakan pada gusi, dapat menjadi lunak.
permukaan. Abses pada rongga mulut dapat terjadi akibat infeksi dentoalveolar.
c. Pembengkakan pada wajah. Kulit yang berada di atas abses mungkin
Infeksi dentoalveolar dapat didefinisikan sebagai infeksi pada gigi dan jaringan
merah dan terinflamasi.
sekitarnya (seperti periodontium dan tulang alveolar) yang menghasilkan pus.
d. Gigi yang mengalami inflamasi sakit saat ditekan, dan mungkin juga
- Abses dentoalveolar atau abses dental dan abses odontogenik merupakan abses
goyah.
yang terbentuk karena adanya infeksi pada jaringan sekitar gigi, seringkali terjadi
e. Demam dan tubuh terasa tidak enak
disebabkan karena infeksi endodontik atau infeksi periodontal. Abses
dentoalveolar seringkali terjadi sebagai infeksi piogenik di dalam mulut yang
disebabkan adanya polimikrobial, yaitu organisme yang didominasi oleh bakteri
anaerob, seperti Fusobacterium, Parvimonas, Prevotella, Porphyromonas,
dialister, Streptococcus dan Treponema. Pada abses terjadi pembentukan dan
akumulasi pus pada kavitas jaringan (Wray dkk., 2003; Siquiera dan Racos,
2013).
Abses berdasarkan keparahan oleh Tarigan (2006) dibagi ke dalam tiga fase, antara lain:
- Fase akut
Merupakan proses eksudatif lebih lanjut dan proses peradangan yang lebih parah dari jaringan periapeks. Juga disebabkan oleh kontaminasi saluran akar yang
akan meningkatkan eksudat, infiltrasi leukosit, dan pembentukan pus. Pada fase ini simptomatis, dimana pasien akan merasakan gejala akut abses, seperti
sakit, demam, dan gejala lainnya. Hal ini tidak mendukung untuk dilakukannya perawatan insisi dan drainase.
- Fase subakut
Merupakan fase simptomatis dari abses kronis. Selama fase ini, rasa sakit dan pembengkakan hilang timbul. Hal ini dikarenakan adanya drainase melalui

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 15


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

mulut atau traktus sinus. Jika drainase terhalang (terdapat koagulum atau pertumbuhan epitel) tekanan periapeks akan meningkat dan akan menunjukkan
kepekaan terhadap perkusi. Peradangan menyebar ke sekitarnya dan menyebabkan terjadinya pembengkakan dan timbul rasa sakit yang biasanya ringan.
Pada fase ini tindakan insisi dan drainase dapat dilakukan sebab symptom sudah jauh lebih berkurang.
- Fase kronis
Merupakan fase asimptomatik dimana pasien biasanya sudah tidak lagi mengeluhkan adanya rasa sakit, hanya saja perasaan tidak nyaman dan bau ammonia,
serta rasa garam mungkin timbul. Pada fase ini pus mulai menemukan jalan untuk meluas ke jaringan sekitar, akibatnya tekanan di dalam tidak terlalu tinggi
dan rasa sakit tidak lagi mendominasi.
PENATALAKSANAAN ABSES
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan lengkap (EO dilakukan visualisasi, perkusi, auskultasi, palpasi dan pemeriksaan IO) serta Penunjang -> PENTING: perhatikan roentgen
3. Jika pasien datang dalam keadaan akut, berikan pengobatan symptomatic (jika demam, berikan paracetamol; berikan antibiotic amoxicillin + metronidazole atau
clindamycin; analgetik asam mefenamat)
4. Jika pasien datang dalam kondisi subakut maka dapat dilakukan Posedur insisi drainase meliputi:
 Komunikasikan dengan pasien secara detail mengenai tindakan yang akan dilakukan -> INFORMED CONSENT
komunikasikan tujuan tindakan insisi yaitu agar tekanan di dalam gingiva menurun sehingga rasa sakit bisa diminimalisir
 asepsis daerah yang akan dilakukan insisi dengan mengggunakan povidone iodine
 Anestesi infiltrasi disekitar daerah yang akan dilakukan insisi drainase
 Lakukan insisi dengan scalpel blade no. 15. Lakukan insisi pada daerah dengan fluktuasi positif pada bagian bawah dari abses untuk mengikuti gaya
gravitasi. Sebisa mungkin lakukan insisi di dalam rongga mulut. Jika mengharuskan di luar rongga mulut, perhatikan zona estetis wajah dan arah
garis langers.
 Buka insisi yang sudah disayat dengan menggunakan hemostat, sampai dengan jalan keluar untuk pus terbuka.
 Spulling dengan chlorehexidin atau povidone iodine pada area tersebut.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 16


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

 Dilakukan pemasangan drain sepanjang rongga abses yang terbentuk. Drain dimasukkan ke dalam lubang insisi dan sisakan sedikit drain supaya berada di luar
garis insisi.
 Dilakukan penjaitan atau suturing dengan teknik interrupted pada distal atau mesial insisi (ingat prinsip penjahitan yang stabil adalah daerah yang sehat).
5. Medikamentosa: berikan antibiotic amoxicillin + metronidazole atau clindamycin; analgetik asam mefenamat
6. Sebagian specimen diambil untuk dilakukan kultur untuk mengetahui jenis mikroorganisme (anaerob atau aerob)
7. Edukasi
1. Menjaga OH tetap baik
2. Kontrol kembali 2-3 hari
3. Jangan dulu makan yang lengket dan panas
4. Sementara hindari mengunyah pada sisi yang dilakukan insisi
5. Istirahat yang cukup
6. Apabila terjadi perdarahan yang sukar terhenti segera telepon bantuan
8. Kunjungan kedua selanjutnya dilakukan evaluasi, pelepasan drain dan kelanjutan perawatan seperti ekstraksi gigi penyebab.

NB* : YANG DITULIS DISINI INSYAALLAH UDAH BERDASARKAN YANG ADA DIBUKU SAMA CATATAN SKILLAB. SEMOGA BISA
MEMBANTU, GA KEPAKE JUGA GAPAPA, CATATAN INDIVIDUAL JAUH LEBIH BERARTI KOK 

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 17


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

AVULSI
Merupakan terlepasnya seluruh gigi dari soket akibat trauma. Kasus avulsi Menurut Saeed dkk. (2014) indikasi dari reposisi gigi pada kasus gigi avulsi, yaitu
ditangani dengan penanaman dan pengembalian posisi gigi ke dalam soketnya atau antara lain:
replantasi dan reposisi. Golden periode replantasi 2 jam setelah gigi tersebut terlepas, 1. Tulang alveolar masih baik
jika lebih dari 2 jam menyebabkan gigi menjadi non vital sehingga memerlukan 2. Soket alveolar menyediakan tempat untuk gigi avulsi
perawatan saluran akar setelah dilakukan fiksasi (Walton, 2008). Prognosis dari kasus 3. Gigi avulsi sebaiknya sehat tidak ada karies yang luas, untuk mencegah
gigi avulsi dipengaruhi 4 faktor yaitu: kerusakan periodontal
- Tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan 4. Jarak antara waktu trauma dengan perawatan 15-30 menit lebih dari 2 jam
- Kerusakan jaringan lain di sekitar gigi kemungkinan terjadi komplikasi yaitu resobsi akar gigi dan gigi menjadi non
- Kualitas perawatan pasca cidera vital sehingga setelah fiksasi diperlukan perawatan endodontik (Gusmawan,
- Evaluasi dari penatalaksanaan selama penyembuhan (Gismawan, 2014). 2014).

Dalimunthe (2003) memaparkan penyebab gigi avulsi adalah: Sedangkan Menurut Saeed dkk. (2014) kontraindikasi dari reposisi gigi pada
(1) Kecelakaan lalu lintas kasus gigi avulsi, yaitu antara lain:
(2) Perkelahian 1. Gigi permanen yang foramen apikalnya sudah menyempit
(3) Jatuh 2. Adanya fraktur akar, resobsi tulang alveolar, dan memiliki penyakit periodontal
(4) Kecelakaan olahraga 3. Kondisi medis yang tidak mendukung, gangguan imun, anomali, jantung
(5) Kerusakan jaringan periodontal congenital berat, dan diabetes mellitus.
(6) Penyakit sistemik (diabetes melitus) 4. Gigi yang terlalu lama diluar soket dan gigi sulung. Gigi sulung tidak perlu di
Gigi avulsi sebaiknya disimpan dalam media penyimpanan seperti larutan garam replantasi mengganggu folikel.
isotonik, Hank’s Balanced Salt Saliva (HBBS), susu, saliva, dan air. HBBS merupakan
media penyimpanan terbaik untuk gigi avulsi karena dapat menjaga sel sel ligamen
periodontal tetap hidup 24 jam dibandingkan saliva dan susu (Walton, 2008).

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 18


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

KEDARURATAN AVULSI PENATALAKSANAAN AVULSI


International Association of Dental Traumatology (IADT) merumuskan 1. Anamnesa (YANG PENTING UNTUK DITANYAKAN : kapan kejadiannya,
tatalaksana kedaruratan avulsi gigi sebagai berikut (Wiley dan Sons, 2012): bagaimana kejadiannya, sakit atau tidak) dan komunikasikan pada pasien

1) Tenangkan pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan secara detail serta informed consent (jika
memungkinkan).
2) Cari gigi dan ambil dengan memegang bagian mahkota, jangan sentuh
2. Jika ada perdarahan, depth terlebih dahulu untuk menghentikan perdarahan pasien.
bagian akar gigi.
3. Bersihkan gigi avulsi pasien di air mengalir dan direndam di dalam larutan HBSS
3) Jika gigi dalam keadaan kotor, cuci atau aliri dengan air dingin (maksimal
(jika ada) atau salin steril. Pegang bagian mahkota dengan menggunakan pinset
10 menit). Jika sudah bersih, segera replantasi. Minta pasien atau
atau tangan dengan handscoon.
pendamping pasien untuk mereplantasi gigi ke posisi semula, dan arahkan 4. Bersihkan luka disekitar soket gigi, apabila pasien kesakitan boleh diberikan
pasien untuk menggigit sapu tangan setelah dilakukannya replantasi, anestesi seperfisial. Kemudian, daerah avulsi diperiksa secara teliti untuk melihat
untuk menjaga gigi berada tetap pada posisinya. ada tidaknya serpihan tulang, debris, dan material lain yang mengganggu yang
4) Jika tidak memungkinkan untuk dilakukannya replantasi (misal pasien harus dibuang.
dalam keadaa tidak sadarkan diri) cari wadah bersih dan rendam gigi 5. Anestesi infiltrasi sebelum dilakukan pembersihan di area soket
dengan menggunakan susu atau cairan lainnya di dalam wadah sembari 6. Irigasi dan spulling soket dengan salin steril untuk mengangkat bekuan darah,

membawa pasien ke klinik terdekat. Gigi bisa pula disimpan di dalam debris, dan lain-lain.
7. Replantasi dan reposisi dengan tekanan yang lembut, dengan cara:
rongga mulut apabila pasien dalam kondisi sadar gigi diselipkan pada
 Peganglah gigi pada bagian mahkota, jangan pada akarnya (karena dapat
bibir bawah atau pun pipi. Apabila pasien masih terlalu muda, jangan
merusak sel-sel yang diperlukan untuk perlekatan pada dinding soket).
lakukan hal ini, karena memungkinkan gigi tertelan.
 Minta pasien untuk melakukan oklusi yang benar guna menghindari trauma
5) Jika memungkinkan adanya tempat dan cairan khusus untuk menyimpan
oklusi.
gigi dapat dilakukan penyimpanan pada media khusus seperti larutan
 Lakukan replantasi dan reposisisampai posisi gigi sudah benar, minta pasien
Hank Balanced Salt Solutions (HBSS) atau pun saline.
untuk mempertahankan oklusi sembari mempersiapkan fiksasi splinting.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 19


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

6) Cari bantuan kedokteran gigi yang lebih memadai. 8. Gigi displinting dengan metode essig, selama 1-2 minggu untuk stabilisasi.
Splinting dengan metode essig:
a. Persiapan alat dan bahan.
b. Adaptasikan kawat primer pada semua gigi yang terlibat dengan
menyusuri daerah singulum dan kedua ujung kawat dikaitkan.
c. Kawat sekunder dimasukkan dari palatinal/ lingual sebelah apikal dan
insisal kawat primer ke labial melalui daerah titik kontak, kedua ujung
kawat dikaitkan dan dipilin searah jarum jam dengan ditarik (dipotong 3-
4 mm) dan dimasukkan menyusuri interdental.
9. Medikasi: antibiotic (Tetrasiklin /amoxicillin/ penicillin), analgesic (ibuprofen),
dan injeksi anti tetanus jika diperlukan, bisa juga diberikan obat kumur).
10. Edukasi pasien:
- Menjaga OH tetap baik
- Hindari mengunyah makanan yang keras
- Diet lunak
- Bersihkan daerah yang displinting dengan bulu sikat yang halus
- Kontrol 7-10 hari, dan rontgen secara berkala (Gismawan, 2014).
11. Pada saat kontrol, yang perlu dilakukan adalah cek vitalitas, mobilitas gigi, jika
gigi non vital maka perawatan bisa direncanakan untuk PSA, jika gigi
mobilitasnya sudah – maka bisa dilepaskan splintingnya.
NB* : YANG DITULIS DISINI INSYAALLAH UDAH BERDASARKAN YANG ADA DIBUKU SAMA CATATAN SKILLAB. SEMOGA BISA
MEMBANTU, GA KEPAKE JUGA GAPAPA, CATATAN INDIVIDUAL JAUH LEBIH BERARTI KOK 

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 20


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

DISLOKASI TEMPORO MANDIBULAR JOINT


Merupakan suatu pergerakan kondilus ke arah depan dari eminensia Menurut Gazali dan Kasim (2004), faktor risiko TMJ terdapat beberapa
artikulare. Dislokasi TMJ dapat terjadi ke arah belakang, ke atas, maupun ke faktor risiko dislokasi TMJ antara lain, penyakit jaringan ikat (sindrom
arah samping, tetapi secara klinis yang sering ditemukan adalah dislokasi ke Marfansindrom Ehlers-Danlos). Penatalaksanaan dislokasi TMJ (Temporo
arah depan dan bilateral atau dua sisi. Dislokasi dapat bersifat akut, kronis Mandibular Joint) tergantung pada kejadian, dimana ketika dalam keadaan akut,
menahun dan kronis yang bersifat rekuren atau dikenal sebagai dislokasi sebaiknya segera direposisi secara manual sebelum spasme otot bertambah
habitual. (Septadina, 2015). dalam, sedangkan keadaan kronis rekuren diperlukan tindakan pembedahan dan
non pembedahan lainnya untuk menghindari redislokasi. Prosedur terapi manual
Terdapat beberapa etiologi terjadinya dislokasi mandibula, biasanya merupakan metode reduksi yang telah lama diperkenalkan.
terjadi karena:
- Pasien mempunyai fosa mandibular yang dangkal serta kondilusnya tidak Pemeriksaan
berkembang dengan baik. Keluhan yang biasa menyertai pasien adalah adanya sakit ataunyeri, rasa
- Anatomi abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligamen yang akan tidak nyaman, atau lainnya. Pemeriksaan yang perlu dilakukan menurut
mempunyai kecenderungan untuk terjadi kembali (rekuren). Wardani (2000) adalah sebagai berikut:
- Membuka mulut yang terlalu lebar atau terlalu lama. 1. Rasa sakit atau nyeri
- Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis. Minta pasien untuk menentukan lokasi spesifik adanya nyeri, jika
- Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan nyeri melebar gunakan telapak tangan. Daerah yang sering kali dikeluhkan
neurologis (Gazali dan Kasim, 2004). sakit adalah telinga, pipi, dan daerah temporal, tetapi sebaliknya, rasa sakit
juga meluas kea rah sendi. Minta pasien untuk mendeskripsikan rasa sakit,
sifat, lokasi, dan berapa lama terjadinya sakit tersebut.
2. Palpasi
Lakukan palpasi baik perkutan maupun peroral, raba pada jaringan
lunak hingga jaringan kerasnya. Palpasi bagian fasial mandibular juga tepi
posterior dan tepi bawah dari simpisis hingga ke prosesus kondilaris.
Bagian lateral dari prosesus kondilaris sebaiknya juga dipalpasi dari
subzygomatikus.
3. Informasi keadaan kolateral
Setelah dilakukan palpasi, tanyakan kepasien terkait ada tidaknya
informasi keadaan kolateral seperti sinusitis akut/kronis, sakit pada telinga
atau gangguan pada pengelihatan juga kondisi sistemik seperti radang
sendi, lupus erimatosis, atau sjorgen syndrome.

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 21


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

4. Perawatan sebelumnya
Informasi mengenai perawatan pasien sebelumnya perlu untuk
digali. Hal ini bertujuan untuk mengetahui riwayat perawatan pasien.
Biasanya pasien dengan dislokasi TMJ kronis memiliki riwayat ke dokter
berulang dengan hasil yang tidak memuaskan.
5. Stress
Stress disebut-sebut menjadi salah satu pencetus terjadinya
dislokasi mandibula, namun untuk pembuktian apakah dislokasi TMJ
pasien ada hubungannya dengan stress perlu dilakukan pemeriksaan
fisiologis dan psikologis mendalam.
6. Pemeriksaan radiografik
Pemeriksaan radiografik dapat menunjukkan arah terjadinya
dislokasi TMJ, apakah terjadi pergerakan ke anterior, posterior atau pun
superior
PENATALAKSANAAN TMJ
1. Anamnesa terhadap pasien (jika memungkinkan), atau dilakukan kepada keluarga maupun pengantar pasien. anamnesa meliputi:
 Kapan terjadinya
 Saat apa terjadinya
 Seberapa sakitnya
 Pernah terjadi seperti ini sebelumnya
2. Pemeriksaan objektif
 EO : Inspeksi  Asimetris wajah, ada tidaknya pembengkakan
Auskultasi  Menggunakan stetoskop (ada kliking atau tidak)
Palpasi  Palpasi dapat dilakukan pada kondil atau jari dimasukkan ke dalam meatus akustikus eksternus. Posisi operator berada di depan
pasien.
 IO: buka mulut kurang dari 3 jari ->trismus, lebih dari 4 jari dan tidak menutup -> dislokasi tmj, melihat adanya crossbite, kondisi prognatisme
3. Diagnosis  komunikasikan dengan pasien mengenai hasil pemeriksaan secara detail

FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 22


RANGKUMAN MEDICAL EMERGENCY DI KEDOKTERAN GIGI

4. Jika kemungkinan ada fraktur, perlu dilakukan rontgen foto terlebih dahulu. Jika tidak ada trauma, dapat dilakukan proses penanganan secara langsung.
5. Posisi pasien  ditempatkan pada kursi yang tidak bersandaran dan menempel dinding sehingga punggung dan kepala pasien bersandar pada dinding.
Operator berada di depan pasien dengan siku sejajar dengan mandibula.
6. Treatment  reposisi mandibular, dengan cara:
 Balut ibu jari dengan kain kasa yang tebal untuk mencegah tergigitnya ibu jari karena setelah berada pada posisi yang benar maka rahang akan
mengatup dengan cepat dan keras, kemudian pasien diinstrusikan untuk buka tutup mulut.
 Letakkan ibu jari pada daerah retromolar pad (di belakang gigi molar terakhir) pada kedua sisi mandibula setinggi siku-siku operator dan jari-jari
yang lain memegang permukaan bawah mandibula.
 Gigi-gigi molar rahang bawah ditekan untuk membebaskan kondilus dari posisi terkunci di depan eminensia artikular.
 Dorong mandibula ke belakang untuk mengembalikan ke posisi anatominya.
 Dapat dilakukan pemberian midazolam intra vena (untuk mengendorkan otot) dan 1-2 ml 1% lidokain intraarticular (untuk mengurangi nyeri).
Injeksi dilakukan pada sisi kiri daerah yang tertekan dari kondilus yang displacement.
 Pemasangan Barton Head Bandage untuk mencegah relokasi dan menghindari pasien membuka mulut terlalu lebar dalam 24-48 jam.
7. Pemberian obat berupa analgetik (Na-diklofenak) dan pelemas otot (Diazepam-jika perlu) (Gazali dan Kasim, 2004).
8. Pasien juga diinstruksikan :
- Kebersihan OH
- Diet lunak
- Istirahat yang cukup
- Kurangi aktivitas berat
- Bersihkan permukaan gigi dengan sikat halus
- Bisa diberikan obat kumur
- Kontrol 24-48 jam untuk pembukaan Barton Head Bandage
NB* : YANG DITULIS DISINI INSYAALLAH UDAH BERDASARKAN YANG ADA DIBUKU SAMA CATATAN SKILLAB. SEMOGA BISA MEMBANTU, GA KEPAKE JUGA
GAPAPA, CATATAN INDIVIDUAL JAUH LEBIH BERARTI KOK
FITRIA AYU MUTIARASARI (G1G013034) Page 23

Anda mungkin juga menyukai