Bahan Bacaan : Penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan fraktur dentoalveolar pada pasien usia
lanjut dengan penyakit sistemik ( Ariyanto Suryo Karyono1*, Winarno Priyanto1 , Abel Tasman Yuza2 ,
Fathurachman3 .) Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Padjadjaran, Indonesia
CONTOH SOAL KASUS II
Pasien Wanita usia 32 tahun, datang dengan keluhan ingin mencabutkan gigi belakang
bawah kiri nya yang tinggal sisa akar. Gigi sering menimbulkan gusi disekitarnya
bengkak dan terahir sakit sekitar dua pekan yang lalu, kondisi saat ini tidak sakit.
Pemeriksaan extra oral didapatkan limfonodi submandibular dextra teraba kenyal tak
sakit. Pemeriksaan intra oral, gigi 36 sisa akar, ditutupi dengan gingival polip yang
mudah berdarah, dan terdapat fistula. Druk dan perkusi (-). Dokter gigi memutuskan
untuk melakukan pencabutan gigi tersebut, beberapa saat setelah dilakukan
mandibular blok menggunakan lidocaine, pasien mengeluhkan dirinya merasa seperti
tercekik, sakit kepala, dadanya seperti ditekan, gelisah dan bibirnya serta langit-
langitnya terasa gatal, hingga pasien menegeluarkan air mata dan matanya bengkak.
Pasien terlihat semakin lemas lambat laun mengalami kehilangan kesadaran.
1. Kondisi apa yang dialami pasien tersebut, dan bagaimana bisa terjadi/
bagaimana patofisiologinya ?
Syok anafilaktik.
Syok Anafilaktik merupakan reaksi hipersensitivitas dengan gejala yang
timbul segera setelah terpajan alergen serta dapat mengancam nyawa. Syok
anafilaktik ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah dan kolaps
sirkulasi, merupakan kondisi gawat darurat yang seyogyanya mendapatkan
penanganan yang tepat dan cepat.
Pada reaksi anafilaktik terjadi karena adanya pengeluaran mediator-
mediator oleh sel mast dan sel basofil yang bersifat sistemik. Terdapat 3 fase
yaitu fase sensitisasi yaitu individu setelah terpapar bahan alergen dan
selanjutnya menghasilkan antibodi IgE yang dikeluarkan oleh sel B. Kemudian
dilanjutkan dengan fase aktivasi yaitu antibodi IgE akan berikatan dengan
reseptor IgE yang terletak pada permukaan sel mast atau sel basofil. Ikatan
antara antibodi IgE dan reseptor tersebut memicu degranulasi seluler yang akan
melepaskan mediator-mediator seperti histamin, triptase, kimase, dan
prostaglandin, Fase efektor merupakan dampak klinis pada syok organ sebagai
akibat pelepasan mediator-mediator tersebut.
Diagnosis anafilaktik berdasarkan kriteria Sampson yaitu pertama, onset
akut (dalam hitungan menit sampai beberapa jam) dengan melibatkan jaringan
kulit dan mukosa atau keduanya dan minimal salah satu didapatkan keluhan
sistem respirasi atau penurunan tekanan darah, kolaps, sinkope atau
inkontinensia. Kedua, ditemukan gambaran klinis pada dua organ atau lebih
segera pasca paparan dan ketiga terjadi penurunan tekanan darah segera pasca
paparan yaitu tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan lebih dari
30% dari tekanan darah sebelumnya segera setelah pasien terpapar alergen
tanpa ditemukan penyebab syok lainnya. Gejala yang muncul saat anafilaktik
bervariasi dengan manifestasi sesuai target organ yaitu sistem kulit mukosa,
sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal dan sistem
lainnya. Gejala klinis akibat reaksi umum dari alergi adalah lesu, lemah, rasa
tidak enak yang sulit dilukiskan, rasa tidak nyaman di perut dan dada dan
timbulnya rasa gatal. Pada sistem kulit dan mukosa dapat ditemukan tanda dan
gejala berupa eritema seluruh tubuh, urtikaria dengan pruritus dan angioedema.
Tanda klinis lain seperti rhinorrhea dan Conjunctiva Vascular Injection (CVI)
dapat terjadi pada pasien anafilaktik.
Penanganan Tambahan :
1. Difenhidramin injeksi 50 mg, dapat diberikan bila timbul urtikaria.
2. Hydrokortison injeksi 7 – 10 mg/kgbb, dilanjutkan 5 mg/kgbb setiap 6
jam atau Deksametason 2 – 6 mg/kgbb, untuk mencegah reaksi berulang.
Antihistamin dan Kortikosteroid tidak untuk mengatasi syok anafilaktik.
3. Pemberian Aminofilin IV , 4 – 7 mg/kgbb selama 10 – 20 menit bila
terjadi tanda – tanda bronkospasme, dapat diikuti dengan infuse 0,6
mg/kgbb/jam, atau bronkodilator aerosol ( terbutalin, salbutamol)
Bahan bacaan :
Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pengobatan Dasar..
Seorang penderita syok anafilaktik dengan manifestasi takikardi supraventrikular Tjok Prima Dewi
Pemayun1* , Ketut Suryana. Universitas Udayana