Anda di halaman 1dari 74

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai institusi yang memegang peran penting dalam menjaga

keutuhan dan kedaulatan NKRI, maka organisasi TNI AD harus dapat

menjalankan tugas-tugasnya dengan maksimal. Oleh karena itu seluruh

aspek yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi harus dapat

dilaksanakan dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi adalah sumber daya

manusia sebagai pengelola dan pelaksana kegiatan dalam organisasi.

Perlu adanya sumber daya manusia yang terampil dan handal agar dapat

mengawaki organisasi dalam upayanya mencapai sasaran dengan

maksimal. Untuk mencapai profesionalitas, maka TNI AD terus melakukan

pembenahan. Pembenahan yang dilakukan mulai dari pemutakhiran alat

utama sistem persenjataan (alutsista), pengembangan lembaga-lembaga

pendidikan, dan pembenahan organisasi. Salah satu unsur dalam

organisasi yang juga menjadi titik berat dalam pembenahan institusi TNI

AD adalah sumber daya manusia prajurit.

Langkah awal dalam menghasilkan sumber daya manusia yang

terampil dan handal adalah melalui proses seleksi dan penempatan yang

tepat bagi setiap personel. Proses tersebut akan menghasilkan SDM yang

memiliki kompetensi yang diharapkan dapat membantu organisasi dalam

mencapai tugas pokok. Menurut Wilson Bangun (2012 : 46), penempatan

personel berkaitan dengan penyesuaian kemampuan dan bakat


1
seseorang dengan pekerjaan yang dikerjakannya. Personel seharusnya

Universitas Pertahanan
2

diberikan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang dimiliki sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Terkait

dengan bakat seseorang, penempatan seseorang dalam suatu jabatan

berarti perlu mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Untuk

mendapatkan gambaran tentang potensi individu, dapat dilakukan melalui

pemeriksaan psikologi.

Pada jabatan golongan V (Letnan Kolonel) dan golongan IV

(Kolonel) di institusi TNI AD, khususnya korps Infanteri, penempatan

jabatan seorang Perwira Menengah (Pamen) selain berdasarkan

kebutuhan organisasi juga disertai dengan adanya penilaian kompetensi

dan potensi dari Pamen yang bersangkutan. Hal ini belum tampak pada

proses penempatan jabatan untuk golongan VI (peralihan dari pangkat

Kapten ke Mayor) abit Diklapa II. Dalam lingkup institusi TNI AD,

penempatan seorang personel Abit Diklapa II Infanteri terlihat lebih

didasari oleh prestasi akademik dan kebutuhan organisasi, belum

dikaitkan dengan kondisi psikologis (termasuk bakat dan potensi

psikologis lainnya) personel yang bersangkutan. Data psikologi yang

dimanfaatkan baru terbatas pada klasifikasi dan kualifiksi hasil psikologi

setiap perwira, akan tetapi belum memanfaatkan data tentang potensi-

potensi psikologi yang dimiliki. Menurut Moh As’ad (1980 : 19) hasil dari

pemeriksaan psikologi dapat menjaring kemampuan (skills), sifat-sifat

pribadi, bakat, minat, intelegensi, dan apptitude lainnya. Jadi data-data

psikologi tersebut selayaknya dapat digunakan sebagai bahan

Universitas Pertahanan
3

pertimbangan dalam penempatan, dan bukan hanya data klasifikasi serta

kualifikasi psikologinya semata.

Berdasarkan uraian di atas, masih terlihat adanya kesenjangan

antara kondisi ideal dan kenyataan yang terjadi di organisasi TNI AD,

terkait dengan pemberdayaan sumber daya manusia, khususnya dalam

penempatan personel. Oleh karena itu penulis merasa perlu adanya

optimalisasi penempatan jabatan perwira Infanteri abituren Pendidikan

Lanjutan Perwira II dengan memanfaatkan hasil pemeriksaan psikologi,

guna mendukung pencapaian tugas pokok satuan.

Pada setiap akhir tahun pendidikan, setidaknya sepuluh personel

perwira Infanteri abit Diklapa II yang terlihat menonjol, baik dalam

kegiatan di lapangan dan akademis selama pendidikan, menduduki

jabatan sebagai staf di Markas Besar TNI AD (Mabesad), setelah

menyelesaikan pendidikannya (keterangan Pabandya Binkar Spersad,

Letnan Kolonel Inf Lukman Hakim, Agustus 2016). Beberapa orang lagi

dengan performance serupa menduduki jabatan sebagai Guru Militer

(gumil), Pelatih, maupun Pengasuh di Pusat Pendidikan Infanteri

(Pusdikif). Sebagian lagi, masih dengan prestasi yang baik selama

pendidikan, menduduki jabatan di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif).

Dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, mereka nampak mampu

dengan cepat menyesuaikan diri, serta tidak mengalami kesulitan untuk

mencapai prestasi tertentu. Sebaliknya, beberapa perwira abit pendidikan

yang sama menunjukkan prestasi dan unjuk kerja yang kurang maksimal

saat menjalankan tugas dan pekerjaan sebagai Wakil Komandan Batalyon

Universitas Pertahanan
4

(Wadanyon) di daerah pedalaman dan wilayah rawan konflik. Jabatan-

jabatan tersebut tidak sedikit diduduki oleh perwira yang tidak

menunjukkan prestasi positif selama mengikuti pendidikan Diklapa II

(berdasarkan observasi peneliti selama berdinas).

Berdasarkan data penempatan jabatan para Perwira Infanteri abit

Diklapa II tahun 2010 hingga 2015 yang disampaikan oleh Letnan Kolonel

Inf Lukman Hakim (Pabandya Binkar Spersad), sebagian besar perwira

Infanteri abit Diklapa II ditempatkan sesuai dengan hasil klasifikasi

psikologinya. Sebagian kecil perwira tersebut tidak ditempatkan sesuai

dengan hasil klasifikasi psikologinya karena validasi orgas, penempatan di

luar TNI AD (Mabes TNI, BAIS TNI), dan penempatan di Pussenif. Data

tersebut seperti tertuang pada tabel berikut:

Tabel 1.1
Penempatan Perwira Infanteri Abit Diklapa II TA. 2010 s.d 2015
Yang Tidak Sesuai Klasifikasi Psikologi

Jumlah Penempatan
No Tahun % Keterangan
non Klasifikasi Psikologi
1. 2010 35 dari 275 orang 13% Kep Kasad 337 /VIII/ 2010
2. 2011 21 dari 260 orang 8% Kep Kasad 247/VIII/ 2011
3. 2012 25 dari 299 orang 8% Kep Kasad 437 / IX/ 2012
4, 2013 19 dari 205 orang 9% Kep Kasad 393 / IX/ 2013
5. 2014 15 dari 199 orang 8% Kep Kasad 732 /XII/ 2014
6. 2015 13 dari 174 orang 7% Kep Kasad 734 / X / 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penempatan Perwira Infanteri

Abit Diklapa II sebagian besar sudah sesuai dengan klasifikasi psikologi

masing-masing perwira. Namun demikian, belum terlihat apakah dalam

penempatan tersebut sudah mempertimbangkan karakteristik tuntutan

tugas dalam jabatan, dan karakteristik individu yang akan ditempatkan.

Universitas Pertahanan
5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan kepada latar belakang tersebut maka penulis

membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pemanfatan hasil pemeriksaan psikologi dalam

proses penempatan jabatan golongan VI (Mayor) abit

Diklapa II (terkait dengan analisis pekerjaan) bagi korps

Infanteri?

`2) Apa yang melatarbelakangi penempatan perwira Infanteri

abit Diklapa II TA. 2010 sampai dengan 2015 pada jabatan

golongan VI di lingkungan TNI AD?

1.3. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1) Menganalisis pemanfaatan hasil pemeriksaan psikologi

dalam proses penempatan jabatan golongan VI (Mayor) abit

Diklapa II (terkait dengan analisis pekerjaan) bagi korps

Infanteri.

2) Menganalisis latar belakang penempatan perwira Infanteri

abit Diklapa II TA. 2010 sampai dengan 2015 pada jabatan

golongan VI di lingkungan TNI AD.

1.3.2 Signifikansi Penelitian. Penelitian ini perlu dilakukan untuk

mendapatkan gambaran tentang proses penempatan jabatan bagi perwira

Universitas Pertahanan
6

Infanteri abit Diklapa II TA. 2010 sampai dengan 2015 di lingkungan TNI

AD, dan pemanfaatan hasil pemeriksaan psikologi dalam proses

penempatan jabatan tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu kajian dalam

pengembangan ilmu tentang penempatan personel militer dan sumber

daya manusia sebagai bagian dari studi manajemen dan strategi

pertahanan. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai titik awal bagi

penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis


1) Bagi TNI AD. Sebagai bahan masukan bagi Pimpinan untuk

menentukan kebijakan, terkait dengan analisa jabatan guna

menyiapkan organisasi TNI AD sebagai salah satu strategi

di bidang pertahanan, khususnya manajemen pertahanan

matra darat.
2) Bagi Personel. Mendapatkan kesempatan untuk berkarya

dan menunjukkan prestasi terbaik dengan adanya

kesesuaian antara potensi psikologis yang dimiliki dan

tuntutan tugas yang dihadapi.

1.5. Ruang Lingkup dan Gambaran Desain Penelitian

Proposal penelitian ini disusun dalam lima bab, yang tersusun

dalam ruang lingkup sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Universitas Pertahanan
7

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Ruang Lingkup dan Gambaran Desain Penelitian

BAB 2 Tinjauan Pustaka, dan Kerangka Pemikiran

2.1 Tinjauan Pustaka

2.2 Kerangka Pemikiran

BAB 3 Metode Penelitian

3.1 Desain Penelitian

3.2 Sumber Data/Subyek/Obyek Penelitian

3.2.1 Sumber Data

3.2.2 Subyek Penelitian

3.2.3 Obyek Penelitian

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.4 Teknik Analisis Data

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Instrumen Penelitian

3.5.2 Data Primer

3.5.3 Data Sekunder

3.5.4 Pengujian Keabsahan dan Keterandalan Data

3.6 Definisi Operasional

3.7 Rencana Jadwal Penelitian.

BAB 4 Analisis Data dan Pembahasan

4.1 Data Penelitian

Universitas Pertahanan
8

4.2 Analisa Data

4.3 Pembahasan

BAB 5 Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan

5.2 Saran

Daftar Pustaka

Dalam lingkup Manajemen Pertahanan, masalah personel

merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan. Keberhasilan

pengelolaan aspek personel dapat diprediksi akan sangat mempengaruhi

berjalannya roda organisasi/institusi. Tidak hanya masalah rekruitmen,

masalah personel juga termasuk pada bidang penempatan, yang akan

menentukan pengembangan dari personel suatu organisasi. Untuk itu,

penelitian ini akan mempelajari proses penempatan jabatan bagi perwira

Infanteri abit Diklapa II TA. 2010 sampai dengan 2015 di lingkungan TNI

AD.

Penelitian ini akan menggunakan metoda kualitatif untuk

melakukan pengumpulan data. Informan yang digunakan adalah para

pejabat/pihak di lingkungan TNI AD yangg terlibat dalam proses

penempatan jabatan perwira Infanteri abit Diklapa II TA. 2010 sampai

dengan 2015 di lingkungan TNI AD, yaitu:

1) Staf Personel TNI AD

2) Staf Direktorat Pembinaan Kesenjataan Pussenif Kodiklat

TNI AD

Universitas Pertahanan
9

3) Staf Personel Komando Daerah Militer

4) Staf Lembaga Penyiapan Psikologi Dispsi TNI AD.

Pengumpulan data dan informasi akan dilaksanakan dengan teknik

wawancara dan observasi. Pelaksanaan pengambilan data dilaksanakan

pada bulan September 2016.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1 Analisis Pekerjaan
Ashar Sunyoto Munandar (2014 : 50-51) menyampaikan bahwa

analisis pekerjaan merupakan suatu proses kajian sistematis tentang

kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu pekerjaan, mencakup

tugas-tugas, tanggung jawab dan tanggung gugat (accountabilities), untuk

dapat menentukan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan ciri-ciri

kepribadian lain, yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut

dengan baik. Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil

yang baik, maka pekerja/pegawai harus memiliki pengetahuan tertentu,

keterampilan tertentu, kecakapan tertentu dan ciri-ciri kepribadian

Universitas Pertahanan
10

tertentu. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul, dapat disimpulkan

ciri-ciri pribadi (personal attributes) yang dituntut oleh pekerjaan.

Menurut Abraham Maslow (Moh As’ad, 1980 : 8-9), tujuan analisis

pekerjaan antara lain sebagai berikut:


1) Penyusunan atau pemilihan jabatan berdasarkan persamaan

tugas dan persyaratan.


2) Menentukan evaluasi jabatan.
3) Menetapkan dasar-dasar penerimaan staf beradasarkan

kualitas yang diperlukan untuk mengerjakan suatu

pekerjaan.
4) Menetapkan patokan untuk pola karir.
5) Alat bantu dalam menelaah organisasi.
6) Dasar evaluasi penampilan kerja (job performance).
10
Ghiselli dan Brown (1950) dalam Moh As’ad (1980 : 11)

menyatakan bahwa analisa jabatan akan memuat persyaratan yang

harus dimiliki personel untuk menduduki jabatan tersebut, antara lain sifat,

tabiat dan kelakuan lain seperti kejujuran, kestabilan emosi, dan lain-lain.

Sementara itu, Thorndike (Moh As’ad, 1980 : 11) menyampaikan bahwa

penganalisa jabatan seharusnya menginterpretasi jabatan dalam

hubungannya dengan sifat-sifat pekerja yang diperlukan, antara lain:


1) Kemampuan bekerja di bawah tekanan-tekanan, kecepatan,

keruwetan dan bahaya.


2) Kestabilan dan penyesuaian diri.

Analisis pekerjaan/jabatan merupakan proses sistematis

penentuan tugas-tugas dan tanggung jawab serta keahlian dan

pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas dalam

organisasi (Wilson Bangun, 2012 : 8). Kathryn M. Bartol dan David C.

Martin dalam Ulber Silalahi (2011 : 248-249) mengemukakan bahwa

Universitas Pertahanan
11

analisis jabatan merupakan pondasi untuk merencanakan sumber daya

manusia. Perencanaan sumber daya manusia (SDM) dapat dilakukan

dengan benar apabila analisa jabatan dilakukan dengan benar.

Perencanaan SDM dapat mengestimasi tipe personel yang dibutuhkan,

yang dapat dimanfaatkan oleh staf personel untuk penempatan.

2.1.2 Sumber Daya Manusia


Uber Silalahi (2011 : 121) menjelaskan bahwa sumber daya

manusia merupakan elemen penting dari lingkungan dalam dan

merupakan aset terpenting dari suatu organisasi. Sumber daya

manusialah yang membuat sumber-sumber lain dari suatu organisasi,

dapat bekerja. Manusia adalah motor penggerak aktivitas manajerial

dalam organisasi.

Upaya yang dapat dilakukan dalam Manajemen SDM menurut

Khaerul Umam (2012 : 55) diantaranya:


1) Menyiapkan sumber daya yang mampu mengelola

manajemen secara profesional dan komprehensif.


2) Menyusun rencana kebutuhan SDM untuk jangka menengah

dan jangka panjang.


3) Menyiapkan serangkaian kebijakan untuk melaksanakan

fungsi-fungsi SDM (rekrutmen, penempatan,

pengembangan, mutasi/rotasi, dan pemberhentian secara

transparan).

Tjokrowinoto (2004) dalam Khaerul Umam (2012 : 57) menyatakan

bahwa pengembangan SDM dikaitkan dengan human development yang

menjangkau lebih luas dari sekedar membentuk manusia yang profesional

dan terampil yang sesuai dengan kebutuhan sistem untuk memberikan

Universitas Pertahanan
12

kontribusinya. Pembangunan SDM berarti empowering (pemberdayaan)

manusia. Pemberdayaan ini bermakna mengaktualisasikan segala potensi

manusia.

2.1.3 Pemeriksaan Psikologi


Untuk dapat menganalisa kemampuan (skills) dan sifat-sifat

pribadi, bakat, minat, intelegensi dan sebagainya yang diperlukan untuk

menggambarkan kondisi potensi personel yang akan ditempatkan dalam

suatu pekerjaan/jabatan, diperlukan adanya pemeriksaan psikologi (Moh

As’ad, 1980 : 19).


Wilson Bangun (2012 : 176) menyampaikan bahwa pemeriksaan

psikologi dilakukan untuk mengetahui kemampuan seseorang untuk

megerjakan suatu pekerjaan tertentu. Melalui pemeriksaan psikologi akan

dapat diperoleh informasi mengenai kesesuaian pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan seseorang atas persyaratan pekerjaan.

Tes psikologi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur

kemampuan seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu, dan

dapat meramalkan prestasi kerja pegawai di masa yang akan datang.

2.1.4 Penempatan (placement) dan Kepuasan Kerja


Menurut Wilson Bangun (2012 : 169), penempatan adalah proses

menyesuaikan kemampuan dan bakat seseorang dengan pekerjaan yang

akan dikerjakannya. Pemeriksaan psikologi dan wawancara serta tes

lainnya dapat digunakan sebagai dasar dalam penempatan pegawai,

yang akan menjamin kepuasan kerja. Kepuasan pegawai akan tercapai

bila penempatan mereka sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,

sehingga produktivitas kerja akan lebih baik pula. Kesalahan dalam

Universitas Pertahanan
13

penempatan personel akan berakibat pada ketidakpuasan yang

berdampak pada kualitas kinerja (Wilson Bangun, 2012 : 9).


Menurut Wexley dan Yukl (2003) dalam Wilson Bangun (2012 : 12)

kepuasan kerja adalah cara pegawai untuk merasakan pekerjaannya.

Ketika pegawai menilai suatu pekerjaan menyenangkan untuk dikerjakan,

mereka menyatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan kerja.

Keadaan ini dapat dilihat dari hasil pekerjaannya, kepuasan kerja akan

dapat meningkatkan kinerja pegawai.

2.1.5 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang pentingnya persyaratan dalam penempatan

personel sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Untuk mendapatkan

gambaran yang lebih sesuai dan up to date dengan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini, maka bisa mengacu pada penelitian yang

dilakukan seperti disebutkan pada tabel berikut:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Peneliti
No Judul Perbedaan
dan Tahun
1. Anita Naliebrata Analisis Pengaruh Penelitian sebelumnya
Penempatan Pegawai membahas tentang
2007
Berbasis Kompetensi pengaruh skill dan
Terhadap Kinerja kapabilitas individu
Pegawai (Studi Kasus terhadap permormance
Dinas Perhubungan nya pada jabatan yang
Pemkab Bogor). diduduki. Penelitian
yang terdahulu
2. Arri Vavir Penempatan Personel
membahas kesesuaian
2010 Polri berbasis
kemampuan personel
Kompetensi untuk
dengan jabatan yang
Membangun Polri yang
diduduki, yang
Berkualitas

Universitas Pertahanan
14

3. Aries Sudiarso Analisa Pengaruh berdampak pada


Mutasi, Kesehatan produktivitas dan
2011
Kerja dan Pelatihan kepuasan kerja.
terhadap Peningkatan Penelitian yang
Produktivitas Personel diajukan oleh peneliti
di Dinas Angkatan Laut memiliki perbedaan
dengan penelitian-
4. Hitta Alfi Analisis Kesesuaian penelitian di
Muhimmah Penempatan Jabatan sebelumnya, karena
Kepala Dinas pada membahas proses
dan
Periode 2009-2011 di penempatan Perwira
Erny Kabupaten Rokan Hilir Infanteri abit Diklapa II
Roesminingsih pada jabatan golongan
2011 VI (Mayor) dengan
mempertimbangkan
potensi yang dimiliki
oleh individu perwira
tersebut yang dijaring
melalui pemeriksaan
psikologi.

Dalam penelitian-penelitian terdahulu, baik yang dilakukan di

lingkungan organisasi sipil maupun Polri dan di lingkungan TNI AL,

diperoleh kesimpulan bahwa perlu ada pertimbangan terhadap penilaian

kompetensi dan potensi seorang individu. Selain kecakapan dan

keterampilan yang dimiliki seorang individu, potensi yang dimiliki akan

mempengaruhi kemampuan individu tersebut untuk menempatkan dan

menyesuaikan diri dalam jabatannya.


Penempatan jabatan yang tepat akan memunculkan kepuasan

kerja pada diri individu. Kondisi tersebut diharapkan dapat mendorongnya

untuk menampilkan unjuk kerja yang positif. Ada beberapa pilihan yang

dapat dilakukan dalam penempatan jabatan berbasis kompetensi, antara

lain dengan konsep assessment center maupun reformasi pembinaan

Universitas Pertahanan
15

karier sumber daya manusia (SDM) yang bebas dari indikasi KKN (Kolusi,

Korupsi, dan Nepotisme).

2.2. Kerangka Pemikiran


Dalam suatu organisasi yang merupakan suatu sistem kerja,

tentunya akan terdapat berbagai jenis pekerjaan dan jabatan yang

diharapkan akan memudahkan pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Hal ini juga berlaku di institusi militer, khususnya TNI AD. Level/tingkatan

dan jenis pekerjaan yang ada di lingkungan TNI AD tentunya memiliki

karakteristik tertentu yang disertai adanya konsekuensi-konsekuensi

tertentu. Konsekuensi pada setiap level dan jenis pekerjaan akan

berdampak pada persyaratan jabatan. Persyaratan jabatan tersebut

merupakan hal atau aspek-aspek yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh

personel yang akan mendudukinya. Dalam kondisi seperti ini, maka

penempatan personel akan sangat menentukan tercapainya keberhasilan

dalam pencapaian tugas. Personel yang cenderung memiliki irama kerja

lambat akan membuat pekerjaan yang membutuhkan kecepatan menjadi

sulit berhasil. Kondisi serupa juga dapat terjadi pada jabatan yang

memerlukan kecermatan, yang akan sulit mencapai hasil maksimal jika

diawaki oleh personel yang cenderung ceroboh.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perlu adanya

penempatan personel yang tepat pada setiap jabatan. Meskipun

berada pada level/tingkat yang sama namun jenis pekerjaan yang

berbeda, akan berdampak pada persyaratan klasifikasi personel yang

berbeda pula. Prinsip manajemen personel untuk menempatkan orang

yang tepat pada jabatan/pekerjaan yang tepat membutuhkan

Universitas Pertahanan
16

pertimbangan-pertimbangan khusus dalam kegiatan penempatan

personel. Kesalahan penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II akan

mempengaruhi tercapainya pelaksanaan tugas satuan yang berujung

pada kegagalan pencapaian tugas pokok TNI AD. Sebaliknya, ketepatan

penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II pada jabatan yang tepat,

sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki akan mendukung

terwujudnya pencapaian tugas pokok satuan. Untuk itu, maka peneliti

akan menjadikan penempatan jabatan bagi perwira Infanteri abit Diklapa II

TA. 2010 sampai dengan TA. 2015 sebagai fokus penelitian. Untuk lebih

jelasnya, kerangka pemikiran yang dibangun peneliti adalah sebagai

berikut:

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

PERAN TNI AD PENGETAHUAN


KETERAMPILAN
KESEMAPTAAN
KOMPETENSI
PELAKSANAAN SESUAI JAB
TUGAS

SDM JAB
PROFESIONALISME
PRAJURIT SESUAI

PA INF ABIT DIKLAPA


II
THE RIGHT MAN ON
THE RIGHT PLACE
Universitas Pertahanan
17

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Rancangan Penelitian disusun untuk memberikan gambaran awal

yang jelas dan terperinci tentang proses kegiatan penelitian, yang

mengandung unsur-unsur permasalahan/fokus penelitian, tujuan yang

hendak dicapai, dan metode yang akan digunakan (Burhan Bungin, 2005 :

37-39). Penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Menurut Travers (1978) dalam Husein Umar (2001 : 81)

Universitas Pertahanan
18

penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah

data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan

lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Dalam penelitian

kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-

orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas

tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. Metode ini bertujuan untuk

menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada waktu sedang

berlangsungnya penelitian Husein Umar (2001 : 81).

Penelitian ini berusaha menjelaskan atau mengungkap makna

konsep atau fenomena penerapan sistem penempatan personel perwira

Infanteri abit Diklapa II TA. 2010 sampai dengan 2015. Penelitian ini

dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam

memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Adapun langkah-

langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut (Husaini Usman dan

Purnomo Setiady, 2011 : 81-83):

1) Studi Pendahuluan; menjajaki


19 keadaan di lapangan dan

merumuskan permasalahan.

2) Pembuatan Pradesain Penelitian; menggunakan teori untuk

menerangkan data.

3) Seminar Pradesain; untuk mendapatkan umpan balik

terhadap hal-hal yang perlu perbaikan dan persetujuan

pembimbing.

4) Memasuki lapangan; berhubungan secara formal dan

informal terhadap unsur-unsur tempat, pelaku dan kegiatan.

Universitas Pertahanan
19

5) Pengumpulan data.

6) Analisis Data; menurut Bogdan dan Biklen (1992), analisis

data adalah proses pencarian dan penyusunan data yang

sistematis melalui transkrip wawancara, catatan lapangan,

dan dokumentasi yang secara akumulasi menambah

pemahaman peneliti terhadap fakta dan data yang

ditemukan.

Metoda penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan

tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen)

terhadap fenomena yang diteliti (Usman Rianse dan Abdi, 2012 : 9-15),

dengan ciri-ciri antara lain:

1) Memiliki sifat lentur

2) Sisi kebenaran lebih pada sisi informan

3) Sasaran penelitian berlaku sebagai subyek penelitian, bukan

obyek penelitian

4) Sifat dan data penelitian deskriptif

5) Sumber data adalah informan yang dianggap tahu tentang

fenomena yang diteliti

6) Pemilihan subyek secara purposive, sebagai key informan

7) Kontak langsung antara peneliti dengan subyek yang diteliti

8) Peneliti sebagai instrumen penelitian

9) Mengutamakan data langsung (primer)

10) Keabsahan data dilakukan melalui triangulasi

Universitas Pertahanan
20

11) Analisa data secara induktif, dan

12) Tidak bermaksud melakukan generalisasi.

Menurut Lincoln dan Guba (Burhan Bungin, 2005 : 33) untuk

menjamin keabsahan hasil penelitian ini, maka perlu dicapai standar atau

kriteria utama sebagai berikut:

1) Standar Kredibilitas; yaitu tingkat kepercayaan terhadap

fakta.

2) Standar Transferabilitas; yaitu pernyataan empirik yang

dinilai oleh pembaca hasil penelitian.

3) Standar Dependabilitas; yaitu penilaian ketepatan peneliti

dalam mengkonseptualisasikan apa yang diteliti.

4) Standar konfirmabilitas; yaitu pemeriksaan kualitas dan

kepastian hasil penelitian.

Sanggar Kanto (Burhan Bungin, 2005 : 53) menyatakan bahwa

dalam penelitian kualitatif yang digunakan adalah purposive sampling,

dengan menentukan informan kunci (key informan) yang sarat informasi

sesuai dengan fokus penelitian. Jumlah informan tidak menjadi ukuran,

selama mampu menyediakan informasi dan data yang lengkap serta

akurat terkait dengan fokus penelitian. Responden dalam metoda kualitatif

menurut Miles dan Hoberman (Husaini Usman dan Purnomo Setiady,

2011 : 78) akan berkembang terus (snowball) sampai data yang

dikumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpul data atau intrumen

Universitas Pertahanan
21

penelitian dalam metoda kualitatif adalah si peneliti sendiri. Sebagai

instrumen penelitian, maka peneliti harus mampu memberi makna

terhadap data/fakta/fenomena yang diperoleh di lapangan (Spradley

dalam Muhammad Ali, 2014 : 253).

3.2. Sumber Data/Subyek/Obyek Penelitian

3.2.1 Sumber Data

Teknik in depth interview dilakukan kepada informan sebagai

sumber data, yaitu dilakukan terhadap Perwira Pembantu Pembinaan

Karir (Paban Binkar) Spersad, Kepala Bagian (Kabag) BMC Pusat

Kesenjataan Infanteri (Pusenif), Kepala Bagian Klasifikasi Psikologi

(Kabagklaspsi) Lasiappsi Dispsiad, dan Asisten Personel Kasdam III/SLW

(sebagai salah satu pengguna/user). Teknik in depth interview yang

dilakukan oleh peneliti akan dideskripsikan sesuai dengan jawaban para

informan. Data-data yang diperoleh melalui wawancara ini merupakan

data primer. Sedangkan data empiris dan dokumentasi yang dilakukan,

akan digunakan sebagai data sekunder.

3.2.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan

penempatan perwira Infanteri, baik dari Staf Personel Markas Besar TNI

AD (Pabandya Binkar Spersad TNI AD), Bina Mitra Corp (Kabag BMC

Sdirbinsen) Pussenif, Lembaga Penyiapan Psikologi Dinas Psikologi TNI

Universitas Pertahanan
22

AD (Kabagklas Lasiappsi Dispsiad), dan Staf Personel Kodam III/SLW

(Pabandya Binkar), sebagai salah satu pengguna/user.

3.2.3 Obyek Penelitian

Obyek penelitian atau variabel penelitian adalah tuntutan jabatan

golongan VI/Mayor (kecabangan Infanteri) dan cara/prosedur penempatan

personel perwira Infanteri abit Diklapa II TA. 2010 sampai dengan 2015.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik

wawancara dan observasi. Menurut Koentjaraningrat (1997: 129)

wawancara adalah cara yang digunakan seseorang, untuk tujuan suatu

tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari

seorang responden. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan

dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Parson (dalam

Koentjaraningrat, 1997 : 111-113) dalam proses wawancara dengan

menggunakan pedoman umum wawancara ini, interviewer dilengkapi

pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu

yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin

tidak berbentuk pertanyaan yang eksplisit. Pedoman wawancara

digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa

yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah

aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan

pedoman demikian interviewer harus memikirkan bagaimana pertanyaan

Universitas Pertahanan
23

tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus

menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara

berlangsung.

Selanjutnya pada penelitian ini, penulis menggunakan metode

kualitatif dengan teknik observasi/pengumpulan dokumen dan teknik in

depth interview. Metode ini digunakan sebagai salah satu cara untuk

memperoleh data primer dari sebuah penelitian. Teknik observasi

dilakukan dalam rangka untuk melihat kembali dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan penempatan personel perwira Infanteri abit Diklapa II

TA. 2010 sampai dengan 2015.

3.4. Teknik Analisis Data

Pengolahan data atau analisa data merupakan fase yang penting.

Pada tahap inilah data diolah dan dimanfaatkan sampai berhasil

mengumpulkan kebenaran yang dapat dicapai untuk menjawab persoalan

yang diajukan dalam penelitian. Pada penelitian ini, pengolahan atau

analisa data dilakukan melalui analisa terhadap data yang diperoleh dan

dikaitkan dengan teori yang telah ada. Selain itu juga dilakukan analisa

dengan menggunakan metoda SWOT.

3.5. Prosedur Penelitian

Universitas Pertahanan
24

Untuk mendapatkan data yang obyektif dan dapat dianalisa dalam

penelitian ini, maka dapat dilakukan dalam empat fase yaitu:

1) Reduksi Data. Reduksi data meliputi proses menilai

data, analisa dan membuat kesimpulan berupa abstraksi

atau rangkuman.

2) Penyajian Data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian

data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Namun,

yang paling sering digunakan adalah dengan teks yang

bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti

untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3) Penarikan Kesimpulan. Dalam tahap ini peneliti berusaha

mencari makna dari data yang dikumpulkan dengan mencari

pola, tema, hubungan, persamaan dan mencoba menarik

kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara dan akan berubah jika tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya.

4) Penulisan Hasil Penelitian. Sistematika Penulisan

merupakan suatu penjabaran secara deskriptif tentang hal-

hal yang akan ditulis. Secara garis besar sistematika dalam

penelitian ini terdiri dari Bagian Awal, Bagian Isi dan Bagian

akhir. Untuk bagian awal, format sistematika penulisan

Universitas Pertahanan
25

karya tulis ilmiah ini berisikan beberapa unsur yang

mengandung gambaran dari isi karya tulis, kemudian untuk

bagian isi merupakan penjelasan detail dari karya tulis dan

untuk bagian akhir merupakan data-data pelengkap dan

pendukung pembuatan karya tulis ilmiah ini. Adapun unsur

Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

(1) Bab 1 Pendahuluan; Latar belakang, Rumusan

Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian.

(2) Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran.

(3) Bab 3 Metodologi Penelitian; Disain penelitian, Data,

Tehnik Pengumpulan Data, Sumber Data, Analisis

Data, Sistematika Penulisan, Lokasi dan Jadwal

Penulisan.

(4) Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan.

(5) Bab 5 Simpulan dan Saran.

(6) Daftar Pustaka.

(7) Lampiran-lampiran.

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

Peneliti, Panduan Wawancara, dan Observasi.

Universitas Pertahanan
26

3.5.2 Data Primer. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil

wawancara langsung dengan informan penelitian, yaitu Paban Binkar

Spersad, Kabag BMC Pusat Kesenjataan Infanteri (Pusenif), Kabagklaspsi

Lasiappsi Dispsiad, dan Asisten Personel Kasdam III/SLW (sebagai salah

satu pengguna/user).

3.5.3 Data Sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah buku

petunjuk/pedoman dan dokumen lain yang terkait dengan penelitian ini.

Selain itu, data empiris berdasarkan pengalaman peneliti selama berdinas

juga akan digunakan sebagai data sekunder.

3.5.4 Pengujian Keabsahan dan Keterandalan data.

Untuk menjamin diperolehnya data yang valid, maka peneliti

menjadikan pejabat yang terkait langsung dengan kegiatan penempatan

jabatan perwira Infanteri abit Diklapa II, baik dari Staf Personel Markas

Besar TNI AD (Spersad TNI AD), Bina Mitra Corp (BMC) Infanteri,

Lembaga Penyiapan Psikologi Dinas Psikologi TNI AD (Lasiappsi

Dispsiad), dan Staf Personel Kodam III/SLW (sebagai salah satu

pengguna/user). Selain itu, dilakukan triangulasi data untuk melakukan

cek silang atas jawaban yang telah diberikan oleh informan.

3.6. Definisi Operasional

3.6.1 Pemetaan Jabatan.

Universitas Pertahanan
27

Pemetaan jabatan adalah usaha/tindakan untuk menyusun nama

dan tingkat jabatan yang tergambar dalam struktur unit organisasi dari

tingkat paling rendah ke tingkat yang paling tinggi Direktorat Perencanaan

Kepegawaian dan Formasi, BKN, 2011). Peta jabatan menggambarkan:

1) Kekuatan pegawai

2) Beban Kerja

3) Susunan nama jabatan

4) Tingkat Jabatan

5) Pangkat

6) Informasi Jabatan.

3.6.2 Penempatan Jabatan.

Menurut Sunyoto (2014:122), penempatan merupakan “proses atau

pengisian jabatan atau penugasan kembali pegawai pada tugas atau

jabatan baru atau jabatan yang berbeda”. Penempatan ini harus

didasarkan job description dan job spesification yang telah ditentukan

serta berpedoman kepada prinsip “penempatan orang-orang yang tepat

pada tempat yang tepat dan penempatan orang yang tepat untuk jabatan

yang tepat” atau “the right man in the right place and the right man behind

the right job”.

3.7. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2016, seperti tergambar

pada tabel berikut:

Universitas Pertahanan
28

Tabel 3.1
Jadwal Penelitian

Bulan
No Kegiatan
Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1. Studi Pendahuluan X
2. Studi Pustaka X
Pengajuan Proposal
3. X
Penelitian
4. Pengujian Proposal X
5. Pengumpulan Data X
6. Pengolahan Data X
7. Analisa Data X
8. Penyusunan Laporan X
9. Konsultasi dan Bimbingan X X X X
10. Perbaikan-Perbaikan X X X X
11. Ujian Tesis X
12. Perbaikan Tesis X

Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Staf Umum TNI AD,

khususnya Staf Personel, Bina Mitra Corps Pembinaan Kesenjataan

Pussenif Kodiklat TNI AD dan Dinas Psikologi TNI AD. Sedangkan jadwal

penelitian diperkirakan selama delapan bulan, mulai dari tahap persiapan

sampai dengan ujian tesis.

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Penelitian

4.1.1 Pemanfaatan Hasil Pemeriksaan Psikologi

Pemeriksaan psikologi dilakukan bagi seluruh perwira yang

mengikuti Pendidikan Lanjutan Perwira (Diklapa) II, sebagai suatu

kegiatan rutin. Hal tersebut dilakukan setiap menjelang akhir pendidikan,

dan hasilnya dilaporkan ke Spersad. Pemeriksaan psikologi yang

Universitas Pertahanan
29

dilakukan bertujuan untuk menentukan klasifikasi dan kualifikasi para

perwira peserta Diklapa II.

Klasifikasi secara umum berusaha untuk menempatkan seseorang

pada bidang tugas yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Dikaitkan dengan pengalaman para perwira setelah bertugas selama

minimal 10 tahun, dimungkinkan dia memiliki wawasan tentang bidang-

bidang tugas tertentu, sehingga pada saat Diklapa II perwira tersebut

sudah memiliki passion atau minat pada bidang-bidang tertentu yang

di”potret” melalui pemeriksaan psikologi untuk klasifikasi (Ltk Arh Agus

Sahruddin, M. Psi, Kabagklas Lasiappsi Dispsiad, Lampiran 4-15).

Dengan demikian hasil yang diperoleh menggambarkan hasil yang

paling potensial bagi perwira tersebut bila ditempatkan pada jabatan

tertentu. Jika yang bersangkutan kemudian menghasilkan kualifikasi B

plus misalnya, berarti dari segala bidang aspek psikologinya dia memiliki

potensi yang baik bahkan istimewa. Hal tersebut memungkinkannya untuk

ditempatkan di semua bidang pekerjaan. Sedangkan yang memiliki


30
kualifikasi B, sesuai dengan norma yang dimiliki oleh Dinas Psikologi TNI

AD (Dispsiad), yang bersangkutan dapat diarahkan maksimal untuk 3

bidang kegiatan. Sedangkan untuk perwira yang kualifikasi nya lulus

cadangan namun memiliki prognosis (prediksi) bisa dikembangkan, maka

akan diarahkan maksimal untuk dua bidang penugasan. Selain melihat

potensi psikologis, Dispsiad juga melihat rekam jejak jabatan-jabatan

yang pernah diemban, dengan demikian klasifikasinya dapat tepat dengan

prediksi keberhasilan dalam jabatan tertentu.

Universitas Pertahanan
30

Klasifikasi pertama ditetapkan sesuai dengan potensi dan

pengalaman seorang perwira pada jabatan tertentu, demikian juga

dengan klasifikasi kedua (untuk hasil kualifikasi B plus dan B). Untuk

klasifikasi yang terakhir adalah pilihan jabatan dengan melihat potensi

psikologi yang dimiliki, meskipun tidak punya pengalaman pada bidang

jabatan tertentu. Hal ini disiapkan dengan mempertimbangkan bahwa

jabatan yang kosong tidak sesuai dengan rekam jabatan yang dimiliki oleh

perwira yang bersangkutan. Kondisi ini dimungkinkan karena dengan

potensi yang dimiliki ia dianggap atau diprediksi lebih cepat belajar untuk

menyesuaikan diri dengan tugas dan jabatannya.

Secara umum aspek-aspek yang terjaring adalah taraf kecerdasan,

sikap kerja, relasi sosial dan kehidupan perasaan. Menurut Kepala Bagian

Klasifikasi Lembaga Penyiapan Psikologi (Kabagklas Lasiappsi) Dispsiad

(Lampiran 4-16), aspek-aspek tersebut jelas berpengaruh pada

performance seseorang pada jabatannya. Orang yang memiliki taraf

kecerdasan tinggi namun tidak disertai dengan kematangan emosi tentu

saja tidak akan menunjukkan kinerja yang optimal. Demikian pula

sebaliknya, meskipun secara kognitif tidak menonjol namun memiliki

kematangan emosi yang baik, bisa saja hal tersebut menutupi

kekurangannya sehingga menampilkan kinerja yang positif. Jadi

sebenarnya agar dapat menunjukkan kinerja yang maksimal maka

keempat aspek psikologinya harus sesuai dengan standar minimal.

Kabagklas Lasiappsi Dispsiad (hasil wawancara, lampiran 4-17)

juga menyampaikan bahwa selama ini pemanfaatan hasil pemeriksaan

Universitas Pertahanan
31

klasifikasi telah dilakukan oleh Spersad. Namun karena berbagai hal,

terkadang hasil klasifikasi tersebut tidak dapat digunakan, karena jabatan

yang tersedia mungkin tidak sesuai dengan jumlah Abit Diklapa II. Selain

itu, hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi terhadap

penempatan jabatan yang tidak sesuai dengan saran psikologi yang telah

diberikan. Data yang dimanfaatkan oleh Spersad adalah data klasifikasi

keseluruhan (staf 1, 2, 3, 4, 5, Gumil, Ren, Wasrik, Litbang), bukan aspek-

aspek potensi psikologi yang dimiliki oleh Perwira yang bersangkutan.

Secara umum pemeriksaan psikologi bertujuan untuk: evaluasi

kepribadian dan prediksi perkembangan perwira di masa yang akan

dating dalam jabatan tertentu. Jadi selain menentukan kualifikasi nya,

juga menentukan peluang jabatan yang paling cocok dengan potensi

psikologi yang dimiliki oleh seseorang. Berdasarkan hal tersebut, Dispsiad

memprediksi jabatan yang paling memungkinkan bagi perwira Abit

Diklapa II untuk berkembang, sesuai dengan potensi psikologi yang

dimilikinya. Seandainya perwira yang bersangkutan didudukkan pada

jabatan yang lain mungkin bisa, tetapi prestasi nya diprediksi tidak akan

sebaik jika ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan klasifikasi dan

kualifikasinya. Prediksi keberhasilan lebih besar jika personel ditempatkan

sesuai dengan klasifikasinya daripada tidak sesuai dengan saran

klasifikasinya secara psikologis.

Menurut Kabagklas Lasiappsi Dispsiad (hasil wawancara, lampiran

4-18), sangat dimungkinkan adanya perbedaan kompetensi yang

dibutuhkan untuk setiap jabatan meskipun ditingkat jabatan yang sama.

Universitas Pertahanan
32

Secara umum, untuk tingkat golongan V dan VI harusnya ada core

competencies (kompetensi inti) yang perlu dimiliki, disertai dengan

kompetensi lain sesuai dengan spesifikasi jabatan pada golongan

tersebut. Artinya ada tuntutan psikologis yang sama, namun ada spsifikasi

lain yang disesuaikan dengan tuntutan jabatan yang ada. Untuk itu, maka

perlu adanya analisa jabatan untuk mengidentifikasi core competencies

dan kompetensi spesifik lainnya pada jabatan-jabatan yang lebih khusus.

Selain itu, juga perlu adanya evaluasi terhadap hasil klasifikasi yang

selama ini telah dilakukan. Hal ini perlu agar bisa menjawab apakah

terbukti bahwa klasifikasi tersebut mewujudkan keberhasilan perwira

dalam penempatan jabatannya, dan perwira yang tidak ditempatkan

sesuai dengan klasifikasinya mengalami kesulitan dalam jabatan barunya.

Informasi/data ini dibutuhkan untuk pengembangan materi dan cara

dalam penempatan jabatan perwira Infanteri Abit Diklapa II. Analisa

jabatan perlu sekali agar dapat menempatkan personel dengan tepat,

sesuai dengan tuntutan tugasnya.

4.1.2 Pemetaan Jabatan golongan VI bagi Korps Infanteri

Pemetaan jabatan golongan VI bagi perwira Infanteri abit Diklapa II

di lingkungan TNI AD dilakukan berdasarkan Daftar Susunan Urutan

Kepangkatan dan Jabatan yang berisi tentang jabatan-jabatan yang ada

di setiap Kotama dan Balakpus jajaran TNI AD (Ltk Inf Lukman Hakim,

Pabandya Binkar Spersad, Lampiran 4-1). Selain itu juga dipertimbangkan

jabatan-jabatan golongan VI Korps Infanteri yang membutuhkan perwira

Universitas Pertahanan
33

abit Diklapa II (misalnya jabatan Kepala Seksi Catatan Karier, Kepala

Seksi Material Satuan, jabatan Kepala Seksi di Brigade Infanteri, dan lain-

lain) dan jabatan-jabatan golongan VI yang tidak perlu diduduki oleh

perwira Infanteri/multi korps Abit Diklapa II (misalnya Gumil golongan VI,

dan lain-lain).

Menurut Letnan Kolonel Inf Lukman Hakim (Pabandya Binkar

Spersad) secara umum, pemetaan jabatan golongan VI Korps Infanteri

lebih disesuaikan dengan bidang tugas yang berlaku di lingkungan TNI

AD, yaitu Staf 1 (Intelijen), Staf 2 (Operasi), Staf 3 (Personel), Staf 4

(Logistik) dan Staf 5 (Teritorial). Jabatan-jabatan tersebut sedapat

mungkin diduduki oleh personel perwira Infanteri yang memiliki hasil

klasifikasi psikologi sesuai dengan bidang tersebut, memiliki

pendidikan/kursus yang terkait dengan bidang tersebut dan telah atau pun

belum pernah memiliki pengalaman menjabat pada bidang tersebut

(Lampiran 4-3).

Bagi Staf Direktur Pembinaan Kesenjataan (Sdirbinsen) Pussenif

Kodiklatad, dalam proses pemetaan jabatan bagi perwira Infanteri yang

dilakukan oleh Bagian Bina Mitra Korp (BMC) pemetaan jabatan golongan

VI dilakukan berdasarkan Buku Pedoman Persyaratan Jabatan, yang

dibuat khusus untuk kecabangan Infanteri mulai jabatan golongan VIII

hingga golongan IV, baik jabatan di Lembaga Pendidikan (Lemdik)

maupun di Kotama/Balakpus maupun Balakdam. Dalam buku itu

tercantum persyaratan masa dinas, riwayat jabatan, kursus/pendidikan

yang pernah diikuti dan persyaratan lain yang diperlukan, seperti hasil

Universitas Pertahanan
34

klasifikasi psikologi. Contohnya untuk personel yang akan ditempatkan

pada jabatan golongan VI di jajaran Pussenif, diharapkan harus memiliki

kualifikasi psikologi sebagai Guru Militer (Gumil). Meskipun buku ini sudah

digunakan sebagai pedoman sejak sekitar tahun 2001, namun baru

digunakan di lingkungan internal Pussenif karena belum disahkan sebagai

pedoman yang baku. Menurut Kabag BMC Sdirbinsen Pussenif

Kodiklatad, Letnan Kolonel Inf Ardianto, buku pedoman yang digunakan

sebenarnya merupakan turunan dari Buku Daftar Susunan Urutan

Kepangkatan dan Jabatan.

Pemetaan jabatan golongan VI di lingkungan TNI AD hingga saat

ini belum menggunakan analisa jabatan. Menurut informasi dari Pabandya

Binkar Spersad (Lampiran 4-1), proses penyusunan analisa jabatan

golongan VI hingga golongan IV sedang berjalan. Untuk itu, pemetaan

jabatan yang ada pada golongan VI, khususnya Korps Infanteri, lebih

disesuaikan dengan bidang penugasan yang ada dan spesifikasi jabatan

tertentu yang memerlukan keterampilan maupun pengalaman khusus,

misalnya sebagai Guru Militer atau Pelatih. Secara umum, hal-hal yang

menjadi pertimbangan utama dalam pemetaan jabatan golongan VI

adalah masa dinas/pengalaman, latar belakang pendidikan/kursus/

keterampilan yang dimiliki dan pertimbangan hasil klasifikasi psikologi

personel yang bersangkutan.

4.1.3 Penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II pada jabatan

golongan VI di lingkungan TNI AD

Universitas Pertahanan
35

1) Proses di Spersad

Dalam penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II pada

jabatan golongan VI di lingkungan TNI AD, akan melibatkan Staf

Personel Kotama/Balakpus, Sdirbinsen Pussenif Kodiklatad selaku

Pembina kecabangan Infanteri, dan Staf Pembinaan Karier

Spersad. Sebelum penutupan pendidikan Diklapa II yang

dilaksanakan pada bulan Oktober, dari triwulan (TW) I hingga TW

II, dalam setiap sidang jabatan Spersad sudah meminta setiap

Kotama/Balakpus untuk menyediakan ruang jabatan bagi perwira

korps Infanteri abit Diklapa II. Dengan demikian diharapkan jabatan

yang dipromosikan untuk Kapten ke Mayor non Diklapa II memiliki

batasan, sehingga lebih banyak tersedia ruang-ruang jabatan untuk

Pabanda di Kodam, yang disiapkan bagi jabatan–jabatan yang

membutuhkan pemikiran-pemikiran perwira abit Diklapa II (Ltk Inf

Lukman Hakim, Pabandya Binkar Spersad, Lampiran 4-1).

Sebelum pelaksanaan sidang ada dua surat yang dikirim

oleh Spersad ke Kotama/Balakpus. Surat yang pertama adalah

untuk melaporkan kekosongan jabatan yang dapat diisi oleh

perwira abit Diklapa II; surat yang kedua, dikirimkan ke Pussenif

untuk membuat angket penempatan yang akan diberikan kepada

Siswa Diklapa II. Salah satu jawaban dari surat tersebut berupa

saran dari Bincab (BMC Sdirbinsen Pussenif Kodiklatad), karena

sebagai Pembina Kecabangan Infanteri, Pussenif punya plotting

penempatan tersendiri. Selain itu penempatan perwira Infanteri abit

Universitas Pertahanan
36

Diklapa II juga memperhatikan hasil pemeriksaan Psikologi.

Klasifikasi personel berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi

digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam sidang

penempatan jabatan golongan VI. Buku Sidang berisi semua

nominatif siswa Diklapa II, kesimpulan hasil pemeriksaan

psikologinya, saran dari Bincab (Pussenif), hasil angket keinginan

jabatan, dan saran dari Spersad. Saran yang diberikan oleh

Spersad dalam sidang jabatan golongan VI mengacu pada Buku

Petunjuk Teknis tentang Pembinaan Karier Perwira TNI AD, yang

mengutamakan pada tour of area, hasil pemeriksaan psikologi,

yang dikombinasikan dengan saran Bincab dan minat personel

perwira yang bersangkutan (Pabandya Binkar Spersad, Lampiran

4-2).

Sidang Pangkat dan Jabatan yang dilaksanakan dipimpin

oleh Aspers Kasad, dan dihadiri pula oleh Pejabat Bincab dan

pejabat lain yang terlibat. Jadi penempatan jabatan tidak murni dari

Spersad, tetapi merupakan kesepakatan dalam sidang yang

mengacu pada norma-norma yang sudah digariskan. Spersad juga

memperhatikan kebijakan Pimpinan (Kasad) pada saat itu,

misalnya adanya pembentukan Kodam baru, prioritas untuk

mengisi jabatan golongan VI di wilayah terluar dari Indonesia,

Kostrad dan Kopassus.

2) Proses di Pembina Kecabangan Infanteri

Universitas Pertahanan
37

Sebagai Pembina Kecabangan (Bincab) Infanteri, BMC

melakukan koordinasi dengan Kotama untuk mengetahui jabatan-

jabatan yang kosong, baik untuk kecabangan Infanteri maupun

multi korps. Setelah itu BMC melaksanakan koordinasi dengan

Dinas Psikologi untuk mengetahui klasifikasi dan kualifikasi hasil

pemeriksaan psikologi bagi para perwira Infanteri abit Diklapa II.

Berdasarkan data tersebut, BMC mengkorelasikannya dengan

melihat komposisi jabatan yang tersedia untuk setiap Kotama.

BMC akan mengutamakan untuk mengisi jabatan-jabatan golongan

VI di kotama-kotama yang banyak kosong terlebih dahulu.

Kemudian BMC menyusun konsep awal, terkait dengan riwayat

jabatan, hasil pemeriksaan psikologi dan kompetensi (terkait

dengan kursus/pelatihan yang pernah diikuti), dengan arah

memperhatikan tour of duty dan tour of area (Ltk Inf Ardianto,

Kabag BMC Sdirbinsen Pussenif, Lampiran 4-8).

BMC berupaya agar personel perwira Infanteri mendapatkan

“pengayaan” wawasan dan pengalaman melalui penempatan

jabatan yang bervariasi, tentunya dengan tetap memperhatikan

klasifikasi hasil pemeriksaan psikologi perwira yang bersangkutan.

Jadi kalau misalnya hasil pemeriksaan psikologi nya ada 3, dan

yang bersangkutan sudah menjabat di salah satu atau dua jabatan

yang terkait dengan itu, maka personel itu akan diarahkan untuk

menempati jabatan yang lain.

Universitas Pertahanan
38

Kendala yang seringkali muncul adalah, data yang diberikan

oleh Kotama seringkali berbeda dengan data yang ada di Spersad

khususnya yang terkait dengan jumlah ruang jabatan golongan VI

yang tersedia. Misalnya dilaporkan bahwa ada 40 ruang jabatan

yang kosong oleh Kotama, ternyata menurut Spersad ada lebih

dari 40. Ini bisa saja terjadi karena Kotama menyiapkan ruang

jabatan yang kosong untuk perputaran personelnya secara internal.

4. 2. Analisa Data

4.2.1 Pemanfaatan Hasil Pemeriksaan Psikologi

Secara umum aspek-aspek yang dapat terjaring melalui

pemeriksaan psikologi yang dilakukan adalah taraf kecerdasan, sikap

kerja, relasi sosial dan kehidupan perasaan. Aspek-aspek tersebut jelas

berpengaruh pada performance seseorang pada jabatannya. Selama ini

hasil pemeriksaan psikologi yang digunakan adalah klasifikasi dan

kualifikasi para perwira Infanteri abit Diklapa II sesuai nomenklatur (nama

jabatan) yang ada (staf 1, 2, 3, 4, 5, Gumil, Ren, Wasrik, Litbang; B+, B,

atau B-), bukan aspek-aspek potensi psikologi yang dimiliki oleh Perwira

yang bersangkutan, atau karakteristik masing-masing individu perwira

Infanteri abit Diklapa II. Dengan demikian, belum dilihat perbedaan antar

individu secara mendalam sebagai bahan pertimbangan dalam

penempatannya pada jabatan tertentu. Selain itu, ketidaksesuaian antara

jumlah ruang jabatan kosong dengan jumlah perwira Infanteri abit Diklapa

II juga membuat hasil pemeriksaan psikologi terkadang menjadi “tidak

Universitas Pertahanan
39

terpakai” karena penempatan jabatan akhirnya lebih kearah memenuhi

kebutuhan organisasi.

Kondisi tersebut jika dikaitkan dengan tujuan dilaksanakannya

pemeriksaan psikologi (Moh As’ad, 1980 : 19), menunjukkan bahwa

proses penempatan jabatan bagi personel perwira Infanteri abit Diklapa II

belum dilaksanakan secara maksimal untuk memprediksi keberhasilan

perwira tersebut dalam melaksanakan tugas-tugas pada jabatannya. Hal

ini disebabkan karena belum disertai adanya analisa terhadap

kemampuan (skills) dan sifat-sifat pribadi, bakat, minat, intelegensi dan

sebagainya (karakteristik individu), yang diperlukan untuk

menggambarkan kondisi potensi personel yang akan ditempatkan dalam

suatu pekerjaan/jabatan.

Kondisi lain yang membuat penempatan jabatan bagi para perwira

Infanteri abit Diklapa II belum maksimal adalah belum adanya analisa

jabatan yang memuat karakteristik jabatan dan persyaratan yang harus

dipenuhi oleh personel yang akan menduduki jabatan tersebut. Jabatan

yang sama, namun berada pada daerah yang berbeda bisa saja

mempersyaratkan hal yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat

Kabagklas Lasiappsi Dispsiad yang merupakan praktisi psikologi dalam

bidang organisasi. Menurut Kabagklas Lasiappsi Dispsiad (hasil

wawancara, lampiran 4), sangat dimungkinkan adanya perbedaan

kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap jabatan meskipun ditingkat

jabatan yang sama.

Universitas Pertahanan
40

Lebih lanjut Kabagklas Lasiappsi Dispsiad menyampaikan bahwa

secara umum, untuk tingkat golongan V dan VI harusnya ada core

competencies (kompetensi-kompetensi inti) yang perlu dimiliki, disertai

dengan kompetensi lain sesuai dengan spesifikasi jabatan pada golongan

tersebut. Artinya ada tuntutan psikologis yang sama, namun ada spsifikasi

lain yang disesuaikan dengan tuntutan jabatan yang ada. Untuk itu, maka

perlu adanya analisa jabatan untuk mengidentifikasi core competencies

dan kompetensi spesifik lainnya pada jabatan-jabatan yang lebih khusus.

Analisa jabatan merupakan komponen mutlak yang diperlukan agar dapat

menempatkan personel dengan tepat, sesuai dengan tuntutan tugas pada

jabatan tertentu.

Dengan demikian, jika dikaitkan dengan pendapat Wilson Bangun

(2012 : 176) maka hasil pemeriksaan psikologi perwira Infanteri abit

Diklapa II belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Spersad

karena belum dikaitkan dengan kesesuaian antara pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan seseorang atas persyaratan pekerjaan

(yang ada dalam suatu analisa jabatan). Akan tetapi, Spersad telah

memanfaatkan hasil pemeriksaan psikologi tersebut untuk mendudukkan

para perwira Infanteri abit Diklapa II dengan nomenklatur (nama jabatan)

yang sesuai dengan klasifikasi psikologinya. Dengan menempatkan para

perwira pada jabatan yang sesuai dengan klasifikasi hasil pemeriksaan

psikologinya, maka Spersad merasa telah dapat meramalkan prestasi

kerja para perwira tersebut di masa yang akan datang.

Universitas Pertahanan
41

Sebenarnya data-data yang terkait dengan karakteristik individu

perwira Infanteri abit Diklapa II telah terjaring melalui pemeriksaan

psikologi yang telah dilakukan. Melalui pemeriksaan tersebut dapat

secara lebih mendalam diketahui potensi dari masing-masing perwira.

Misalnya, meskipun sama-sama memiliki taraf kecerdasan yang tinggi,

akan tetapi perwira A memilki aspek kemampuan berbahasa yang lebih

baik dari perwira B. Kondisi tersebut memungkinkan perwira A untuk

ditempatkan di jabatan yang menuntut kemampuan berbahasa lebih baik,

misalnya di daerah Kota Besar yang biasanya terkait dengan kegiatan

protokoler. Contoh lain, misalnya Perwira B memiliki kemampuan

menyesuaikan diri yang lebih baik jika dibandingkan Perwira B. Dengan

kondisi demikian, maka Perwira B lebih dimungkinkan untuk ditempatkan

di daerah yang situasi dan kondisi nya lebih dinamis, seperti di wilayah

yang rawan konflik.

Data-data psikologis tersebut akan dapat dimanfaatkan, jika ada

tuntutan tugas yang jelas berdasarkan analisa jabatan. Tuntutan tugas

yang jelas akan membuat indikator yang jelas pula pada keberhasilan

pelaksanaan tugas. Staf personel akan dapat lebih dalam melihat

kesesuaian antara karakteristik jabatan dengan karakteristik perwira

Infanteri abit Diklapa II, sehingga memudahkan untuk menempatkannya

pada jabatan golongan VI yang paling sesuai.

Tanpa adanya analisa jabatan yang menggambarkan karakteristik

jabatan, maka informasi tentang kondisi psikologis yang merupakan

karakteristik masing-masing individu perwira Infanteri abit Diklapa II

Universitas Pertahanan
42

menjadi kurang bermanfaat. Pada situasi demikian, maka hal-hal dan

prosedur yang dilakukan oleh Staf Personel TNI AD (Spersad) dalam

penempatan jabatan perwira Infanteri abit Diklapa II selama ini dapat

dikatakan sudah tepat. Pada kondisi seperti itu, maka Spersad memang

hanya membutuhkan hasil klasifikasi perwira Infanteri abit Diklapa II

berdasarkan pemeriksaan psikologi yang telah dilakukan.

Selain itu, hasil pemeriksaan psikologi yang berisi karakteristik

individu perwira Infanteri abit Diklapa II dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan perwira yang bersangkutan di masa-masa berikutnya.

Seorang perwira yang memiliki potensi kecerdasan baik, disertai

kemampuan menjalin relasi interpersonal, dan kecepatan kerja yang juga

baik, namun memiliki motivasi berprestasi rendah, dapat dikembangkan

melalui kegiatan Achievement Motivation Trainning (pelatihan untuk

meningkatkan motivasi). Melalui kegiatan pelatihan tersebut dapat

diharapkan agar perwira itu dapat lebih mengembangkan potensi nya

sehingga menunjukkan kinerja yang lebih positif pada masa-masa yang

akan datang.

Pengembangan potensi-potensi yang dimiliki tersebut dapat dinilai

sebagai investasi yang berharga, baik bagi perwira Infanteri abit Diklapa II

itu sendiri, maupun bagi institusi TNI AD. Bagi individu perwira yang

bersangkutan, pengembangan potensi dirinya sekaligus dapat

menyiapkannya untuk mengikuti seleksi pendidikan pada taraf berikutnya

(misalnya seleksi untuk mengikuti Sekolah Staf dan Komando TNI AD),

yang biasanya menuntut kemampuan maksimal dari seorang perwira.

Universitas Pertahanan
43

Bagi institusi TNI AD, pengembangan potensi seorang perwira akan

membantu perwira tersebut agar dapat melaksanakan tugas-tugasnya

dengan lebih baik atau lebih maksimal, yang dapat mendukung

tercapainya pelaksanaan tugas pokok TNI AD.

4.2.2 Pemetaan Jabatan golongan VI bagi Korps Infanteri

Berdasarkan data yang diperoleh dari Staf Personel TNI AD

(Spersad) Pemetaan Jabatan golongan VI korps Infanteri di lingkungan

TNI AD disesuaikan dengan rumpun fungsi tugas di lingkungan TNI AD,

yaitu Intelijen (Staf 1), Operasi (Staf 2), Personel (Staf 3), Logistik (Staf 4)

dan Teritorial (Staf 5). Fungsi tugas tersebut terdapat di Setiap Kotama,

Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Komando Kewilayahan (Satkowil).

Selain itu, ada pula fungsi jabatan lain yaitu di Lembaga Pendidikan

(Lemdik) dan di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) seperti Gumil,

Kapala Seksi Catatan Karier, dan Kepala Seksi Material Satuan. Jabatan-

jabatan tersebut mempersyaratkan masa dinas, latar belakang

pendidikan/latihan, pengalaman dinas dan klasifikasi psikologi. Namun

demikian, hingga saat ini belum ada analisa jabatan pada jabatan-jabatan

golongan VI tersebut.

Secara umum, proses pemetaan jabatan golongan VI dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1
Proses Pemetaan Jabatan Secara Ideal Menurut Peneliti

TNI AD
STAF 1 SD 5
INFANTERI GUMILTIH ANALISA KARAKTERISTIK
TNI JABATAN JABATAN
& WASRIK,
MULTI DLL
Universitas Pertahanan
KEMENHAN KORPS TUNTUTAN
TUGAS
44

Dalam gambar di atas dapat dilihat bahwa pemetaan jabatan

golongan VI bagi perwira Infanteri abit Diklapa II dilaksanakan baik pada

institusi TNI AD, maupun institusi TNI, dan Kementerian Pertahanan. Dari

seluruh institusi tersebut dipilah lagi antara jabatan golongan VI untuk

Korps Infanteri dan jabatan golongan VI yang multi korps. Jabatan-jabatan

tersebut terdiri dari beberapa nama dan jenis jabatan (nomenklatur).

Idealnya, masing-masing nomenklatur tersebut memiliki analisa jabatan

yang antara lain berisi karakteristik jabatan yang menunjukkan tuntutan

tugas pada jabatan tersebut. Kenyataannya, hingga saat ini tuntutan

tugas yang ada bersifat umum, sesuai dengan fungsi staf, karena belum

memiliki analisa jabatan.


Jika dikaitkan dengan pendapat Ashar Sunyoto Munandar (2014 :

50-51), maka pemetaan jabatan golongan VI bagi para perwira Infanteri

abit Diklapa II yang tidak disertai adanya analisa jabatan belum melalui

suatu proses kajian sistematis tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan

dalam suatu pekerjaan, mencakup tugas-tugas, tanggung jawab dan

tanggung gugat (accountabilities). Meskipun demikian, selama ini

pemetaan jabatan tersebut sudah menentukan pengetahuan,

keterampilan, kemampuan dan klasifikasi psikologi (belum berupa

deskripsi kepribadian), yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan

tersebut dengan baik. Hal ini dilakukan untuk memprediksi para perwira

Infanteri abit Diklapa II tersebut dapat melaksanakan suatu pekerjaan

dengan hasil yang baik. Jika dihadapkan dengan teori yang ada, untuk

Universitas Pertahanan
45

menjamin ketepatan dalam penempatan jabatan seseorang, sebenarnya

diharapkan adanya ciri-ciri pribadi (personal attributes) yang dituntut oleh

pekerjaan, yang tertuang dalam suatu analisa jabatan, yang menurut

Abraham Maslow (Moh As’ad, 1980 : 8-9) bertujuan untuk:


1) Penyusunan atau pemilihan jabatan berdasarkan persamaan

tugas dan persyaratan.


2) Menentukan evaluasi jabatan.
3) Menetapkan dasar-dasar penerimaan staf beradasarkan

kualitas yang diperlukan untuk mengerjakan suatu

pekerjaan.
4) Menetapkan patokan untuk pola karir.
5) Alat bantu dalam menelaah organisasi.
6) Dasar evaluasi penampilan kerja (job performance).

Ketidakberadaan analisa jabatan dalam pemetaan jabatan

golongan VI bagi perwira Infanteri abit Diklapa II mengindikasikan belum

adanya evaluasi jabatan dan dasar evaluasi penampilan kerja (job

performance) yang valid dan reliable. Pemetaan jabatan yang tidak

disertai adanya analisa jabatan juga mengindikasikan bahwa belum

adanya proses sistematis dalam penentuan tugas-tugas dan tanggung

jawab serta keahlian dan pengetahuan yang diperlukan untuk

melaksanakan berbagai tugas dalam organisasi (Wilson Bangun, 2012 :

8). Menurut Kathryn M. Bartol dan David C. Martin dalam Ulber Silalahi

(2011 : 248-249) ketiadaan analisa jabatan dalam pemetaan jabatan

dapat berdampak pada efektivitas perencanaan sumber daya manusia

dalam organisasi TNI AD.


Apabila dikaitkan dengan pendapat Tjokrowinoto (2004) dalam

Khaerul Umam (2012 : 57) yang menyatakan bahwa pengembangan SDM

akan membentuk manusia yang profesional dan terampil yang sesuai

Universitas Pertahanan
46

dengan kebutuhan sistem untuk memberikan kontribusinya, maka bisa

saja para perwira Infanteri abit Diklapa II belum dapat diberdayakan

secara maksimal pada jabatannya, karena belum adanya perencanaan

pembangunan SDM yang terukur. Pemetaan jabatan yang disertai analisa

jabatan akan menjamin ketepatan dalam penempatan jabatan seorang

personel dan membantu staf personel dalam perencanaan dan

pengembangan SDM yang mengarah pada empowering (pemberdayaan)

manusia. Pemberdayaan ini bermakna mengaktualisasikan segala potensi

manusia.
Pemetaan jabatan yang ada diharapkan dapat menggambarkan

kompleksitas dan tuntutan tugas pada masing-masing jabatan, dikaitkan

dengan situasi dan kondisi dimana institusi atau organisasi berada.

Dengan demikian, bisa saja terdapat perbedaan tuntutan jabatan pada

Staf Intelijen yang berada di wilayah perbatasan, dengan tuntutan jabatan

pada Staf Intelijen yang berada di kota-kota besar. Hal tersebut juga

berlaku pada jabatan-jabatan yang lain. Pemetaan jabatan yang disertai

adanya suatu analisa jabatan dapat memberikan karakteristik pada

masing-masing jabatan sehingga mempersyaratkan personel dengan

karakteristik yang tertentu pula.


Jika mengacu pada karakteristik daerah yang diberlakukan dalam

uji kompetensi calon Komandan Kodim dan Korem (Kabagklas Lasiappsi

Dispsiad, 2016), maka ada empat jenis wilayah yang dianggap memiliki

karakteristik berbeda. Empat jenis wilayah tersebut adalah:


1) Wilayah Rawan Konflik,
2) Wilayah Perbatasan,
3) Wilayah Kota Besar; dan
4) Wilayah Luas namun “Landai”/relatif Aman.

Universitas Pertahanan
47

Masing-masing daerah tersebut dianggap memiliki tuntutan tugas

yang berbeda, sehingga mempersyaratkan calon Komandan

Kodim/Korem yang berbeda. Hal ini berarti bahwa, meskipun para calon

memiliki kompetensi untuk menjadi seorang Komandan, namun hanya

calon-calon tertentu yang lebih cocok menduduki jabatan sebagai

Komandan Kodim/Korem di daerah perbatasan atau rawan konflik.

Kondisi ini juga selayaknya berlaku pada jabatan-jabatan staf yang ada

dibawahnya. Dengan demikian, pemetaan jabatan yang disertai adanya

analisa jabatan, diharapkan dapat menentukan karakteristik psikologis

tertentu pada jabatan tertentu pula, sesuai dengan tuntutan jabatan yang

ada pada institusi atau organisasi tertentu pula (misalnya satuan

kewilayahan di daerah perbatasan, wilayah rawan konflik, dan

sebagainya).

4.2.3 Penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II pada jabatan

golongan VI di lingkungan TNI AD


Setelah mengikuti Diklapa II, maka perwira Infanteri akan

direncanakan untuk menempati jabatan golongan VI, baik dalam korps

Infanteri itu sendiri, maupun untuk jabatan setara yang bersifat multi

korps. Hal-hal yang menjadi pertimbangan adalah pengalaman jabatan,

latar belakang pendidikan/latihan dan klasifikasi peronel perwira yang

bersangkutan, serta tour of duty dan tour of area. Misalnya perwira yang

selama ini telah menduduki jabatan di Staf 1 (intelijen) namun pernah

mengikuti pendidikan/kursus teritorial, dan memiliki klasifikasi psikologi

sebagai staf teritorial, maka akan dipertimbangkan untuk menduduki

jabatan sebagai Kepala Seksi Teritorial (Kasiter) Brigif. Jika yang

Universitas Pertahanan
48

bersangkutan selama ini ditugaskan di Pulau Jawa, maka ia akan

ditempatkan sebagai Kasiter di luar Pulau Jawa. Hal tersebut dilakukan

dengan tujuan untuk mengembangkan dan memberdayakan perwira yang

bersangkutan Lampiran 2-1 dan 2-2).


Proses penempatan jabatan golongan VI bagi perwira Infanteri abit

Diklapa II dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2
Proses Penempatan Jabatan Secara Ideal Menurut Peneliti

TNI AD, TNI, KUALIFIKASI, SIDANG


KEMENHAN KLASIFIKASI PSI JABATAN
GOL VI:
PENDIDIKAN/KURSU SPERSAD
PERWIRA INF S KOTAMA
JABATAN
ABIT PENGALAMAN JAB BMC
GOL VI
DIKLAPA II MINAT PSI
TOUR OF DUTY
Kondisi di atas menunjukkan bahwa TNI AD TOUR
telahOFberupaya
AREA untuk
ANALISA KARAKTERISTIK
melakukan
JABATAN pembangunan SDM melalui pemberdayaan personel, agar
INDIVIDU

para perwira Infanteri abit Diklapa II dapat mengaktualisasikan potensi-

potensi yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjokrowinoto

(2004) dalam Khaerul Umam (2012 : 57). Proses penempatan jabatan

yang dirumuskan melalui sidang di Spersad membuktikan adanya upaya

yang komprehensif dan objektif untuk mengembangkan SDM perwira

Infanteri abit Diklapa II. Diharapkan dengan adanya penempatan jabatan

yang tepat akan dapat menjamin kepuasan kerja personel yang

bersangkutan dan berdampak pada kualitas kinerjanya (Wilson Bangun,

2012 : 9).
Sesuai dengan pendapat Wexley dan Yukl (2003) dalam Wilson

Bangun (2012 : 12), jika para perwira Infanteri abit Diklapa II merasa

Universitas Pertahanan
49

cocok dengan jabatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya,

maka ia dapat menunjukkkan kinerja yang positif. Ketika perwira tersebut

menilai suatu pekerjaan menyenangkan untuk dikerjakan, mereka

menyatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan kerja. Keadaan

ini dapat dilihat dari hasil pekerjaannya, kepuasan kerja akan dapat

meningkatkan kinerja para perwira yang berujung pada tercapainya tugas

pokok satuan.
Namun demikian, pada kenyataannya penempatan jabatan

seorang perwira Infanteri lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan

organisasi. Selain ketersediaan ruang jabatan Infanteri yang tidak sesuai

dengan jumlah/kondisi lulusan Diklapa II, pemenuhan personel dalam

pembentukan organisasi di lingkungan TNI AD juga mempengaruhi

proses penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II. Kondisi tersebut

menyebabkan terkadang perwira Infanteri abit Diklapa II ditempatkan

hanya dengan memperhatikan klasifikasi psikologi atau berdasarkan

kursus yang pernah diikutinya, tetapi kurang memperhatikan

pengalamannya pada bidang tersebut. Kondisi tersebut bisa saja

mempengaruhi kinerja beberapa perwira dalam jabatannya, terutama bagi

perwira yang kurang memiliki motivasi, dan bagi perwira yang kurang

mampu beradaptasi atau mengembangkan diri dalam jabatan yang baru.


Jika para perwira Infanteri abit Diklapa II merasa kurang cocok

dengan jabatannya, apalagi mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri

dengan tuntutan jabatannya, maka dapat diprediksi ia akan menampilkan

kinerja yang kurang optimal. Kondisi tersebut tentunya dapat

Universitas Pertahanan
50

mempengaruhinya dalam pelaksanaan tugas di satuan yang juga

berdampak pada pencapaian tugas pokok satuan.


Jika dikaitkan dengan karakteristik jabatan yang bisa saja berbeda

meskipun memiliki nomenklatur yang sama, maka penempatan jabatan

seharusnya juga men-sinkronkan karakteristik tuntutan jabatan dengan

karakteristik individu personel yang akan ditempatkan pada jabatan

tersebut. Karakteristik satuan ataupun wilayah di mana jabatan itu berada

akan menampilkan tuntutan tugas yang bisa saja berbeda antara daerah

yang satu dengan daerah yang lain. Misalnya jabatan Staf Operasi di

wilayah rawan konflik, tentu akan memiliki tuntutan tugas yang berbeda

dengan jabatan Staf Operasi di wilayah yang cenderung aman. Untuk itu,

maka penempatan personel dalam jabatan Staf Operasi, tidak hanya

melihat apakah personel yang bersangkutan memiliki klasifikasi Staf

Operasi. Lebih jauh lagi, seharusnya diperhatikan karakteristik individu

personel tersebut, melalui hasil pemeriksaan psikologi nya.


Daya pembeda antara jabatan yang sama pada institusi/organisasi

di daerah yang berbeda, seharusnya tertuang pada analisa jabatan.

Ketidakberadaan analisa jabatan golongan VI akan membuat justifikasi

bahwa jabatan Staf Intelijen yang penting diisi oleh orang yang memiliki

klasifikasi Staf Intelijen, tanpa memperhatikan karakteristik jabatan

maupun karakteristik individu perwira Infanteri abit Diklapa II yang akan

ditempatkan pada jabatan golongan VI. Ini berarti bahwa meskipun telah

dilakukan upaya-upaya yang komprehensif dengan mempertimbangkan

berbagai faktor, namun penempatan jabatan bagi perwira Infanteri abit

Diklapa II belum ideal. Kondisi tersebut diakibatkan belum diperolehnya

Universitas Pertahanan
51

karakteristik masing-masing jabatan karena belum tersedianya analisa

jabatan pada golongan VI di lingkungan TNI AD.


Selama perwira Infanteri abit Diklapa II yang ditempatkan memiliki

kemampuan yang baik untuk menyesuaikan diri, memiliki motivasi yang

kuat dan pantang menyerah, serta memilki kemampuan untuk mengatasi

kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, maka dapat diprediksi mereka akan

dapat melaksanakan tugas pada jabatan yang baru, selama sesuai

dengan klasifikasi hasil pemeriksaan psikologinya. Namun sebaliknya,

meskipun perwira tersebut memiliki klasifikasi Staf Intelijen, bisa saja ia

mengalami kesulitan pada jabatan Staf Intelijen di daerah rawan konflik,

jika perwira yang bersangkutan cenderung lambat atau sulit beradaptasi.

4.3. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan

beberapa masalah yang masih perlu menjadi perhatian dan diselesaikan

untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Oleh sebab itu, analisis proses

pemetaan jabatan dan penempatan jabatan perwira Infanteri abit Diklapa

II TA. 2010 sampai dengan 2015 di lingkungan TNI AD dilakukan untuk

dapat mencapai proses pelaksanaan yang lebih baik. Apabila pemetaan

dan penempatan jabatan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka

prinsip the right man on the right place akan dapat diwujudkan.

Tercapainya hal tersebut akan bisa menjadi salah satu unsur penunjang

dalam rangka pencapaian tugas pokok TNI AD.

Universitas Pertahanan
52

4.3.1 Pemanfaatan Hasil Pemeriksaan Psikologi

Meskipun banyak hal terkait dengan karakteristik individu yang

dapat terjaring melalui pemeriksaan psikologi, namun hingga saat ini

pemanfaatan psikologi lebih bersifat umum, yaitu hanya memanfaatkan

hasil kualifikasi dan klasifikasi yang diperoleh dari pemeriksaan psikologi.

Kondisi ini tidak terlepas dari kenyataan belum adanya analisa jabatan

pada level golongan VI di lingkungan TNI AD. Tanpa adanya analisa

jabatan, maka tidak akan ada persyaratan jabatan yang menguraikan

karakteristik individu yang dibutuhkan pada jabatan tersebut. Dengan

demikian, maka hasil pemeriksaan psikologi pun belum terlihat dibutuhkan

secara mendalam.

Hasil pemeriksaan psikologi terkait dengan karakteristik individu,

baru dibutuhkan untuk penempatan jabatan di luar korps Infanteri atau

penempatan jabatan yang tidak sesuai dengan hasil klasifikasi psikologi.

Misalnya perwira A yang memiliki klasifikasi Staf Intelijen, Staf Operasi,

serta Staf Pengawas dan Pemeriksa, tidak dapat ditempatkan pada

jabatan-jabatan tersebut, karena jabatan-jabatan tersebut sudah penuh.

Pada kondisi tersebut, maka perwira itu harus ditempatkan pada jabatan

multi korps, yang mungkin juga tidak memiliki nomenklatur jabatan

Intelijen, Operasi, maupun Pengawas dan Pemeriksa. Agar perwira

tersebut tetap dapat diarahkan untuk mengisi jabatan yang tepat, maka

perlu memperhatikan karakteristik perwira yang bersangkutan, yang salah

satu caranya adalah dengan memanfaatkan hasil pemeriksaan

Universitas Pertahanan
53

psikologinya secara lebih detail. Hasil pemeriksaan psikologi yang lebih

detail misalnya sebagai berikut:

1) Tingkat/taraf kecerdasannya,

2) Kemampuan analisanya,

3) Kemampuannya dalam penyesuaian diri,

4) Kemampuannya untuk menempatkan diri,

5) Kemampuannya untuk menjalin relasi interpersonal,

6) Irama kerjanya,

7) Konsentrasi dan ketelitian kerjanya,

8) Ketahanan kerjanya,

9) Motivasi kerjanya, dan

10) Informasi-informasi lain yang mungkin dibutuhkan.

Data-data tersebut dapat dimanfaatkan untuk melihat kecocokan

antara perwira Infanteri abit Diklapa II tersebut dengan jabatan yang tidak

sesuai dengan klasifikasi yang dimilikinya. Apabila hal ini dilaksanakan,

diharapkan bahwa perwira tersebut masih mungkin memiliki kesesuaian

dengan jabatan golongan VI yang akan didudukinya. Kondisi tersebut

akan menjamin perwira yang bersangkutan dapat menjawab tantangan

tugas pada jabatan yang didudukinya.

4.3.2 Pemetaan Jabatan golongan VI bagi Korps Infanteri

Selama ini pemetaan jabatan golongan VI bagi perwira Infanteri

abit Diklapa II di lingkungan TNI AD telah dilakukan berdasarkan Daftar

Susunan Urutan Kepangkatan dan Jabatan dan Pola Pembinaan Karier,

Universitas Pertahanan
54

yang berisi tentang jabatan-jabatan yang ada di setiap Kotama dan

Balakpus jajaran TNI AD. Pemetaan jabatan golongan VI secara umum

disesuaikan dengan bidang tugas yang berlaku di lingkungan TNI AD,

yaitu Staf 1 (Intelijen), Staf 2 (Operasi), Staf 3 (Personel), Staf 4 (Logistik)

dan Staf 5 (Teritorial). Jabatan-jabatan tersebut sedapat mungkin diduduki

oleh personel perwira Infanteri yang memiliki hasil klasifikasi psikologi

sesuai dengan bidang tersebut, memiliki pendidikan/kursus yang terkait

dengan bidang tersebut, dan telah atau pun belum pernah memiliki

pengalaman menjabat pada bidang tersebut. Selain itu ada pula jabatan-

jabatan lain seperti nomenklatur yang telah ada, seperti Guru Militer

(Gumil) golongan VI, Staf Pengawas dan Pemeriksa (Wasrik), Staf

Penelitian dan Pengembangan (Litbang), dan seterusnya.

Namun demikian, hingga saat ini pemetaan jabatan tersebut belum

dilengkapi dengan adanya suatu analisa jabatan. Dengan adanya analisa

jabatan, maka pemetaan jabatan di lingkungan TNI AD tidak hanya berisi

persyaratan masa dinas, latar belakang pengalaman, latar belakang

pendidikan maupun kursus yang pernah diikuti. Jabatan-jabatan yang ada

diharapkan dapat mencantumkan pula persyaratan psikologis sebagai

karakteristik khusus yang perlu dimiliki oleh pemegang jabatan tersebut.

Dengan adanya karakteristik khusus pemegang jabatan, maka hasil

pemeriksaan psikologi dapat dimanfaatkan untuk menentukan personel

perwira Infanteri abit Diklapa II yang paling tepat untuk menduduki jabatan

tersebut. Dengan demikian, pemetaan jabatan di lingkungan TNI AD akan

semakin tajam karena mampu memuat karakteristik khusus dan spesifik

Universitas Pertahanan
55

yang dapat mendukung keberhasilan pemegang jabatan dalam

menjalankan tugasnya. Karakteristik khusus ini disesuaikan dengan

kondisi, situasi, dan tuntutan tugas masing-masing daerah penugasan.

Semakin akurat kemampuan untuk memetakan jabatan dengan

menentukan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menduduki jabatan

tersebut, maka peluang untuk menempatkan orang yang tepat pada

jabatan yang sesuai akan semakin besar. Jika kondisi tersebut dapat

dicapai, maka prediksi keberhasilan perwira yang menduduki jabatan

tersebut untuk melaksanakan tuntutan tugasnya akan semakin besar

pula. Dengan begitu, maka kesempatan satuan/organisasi untuk berhasil

melaksanakan tugas pokok pun semakin besar.

Selain itu, aturan, prosedur, dan atau acuan dalam proses

penyusunan pemetaan jabatan pun seharusnya menjadi dasar yang sama

bagi semua instansi yang terkait dalam proses pemetaan jabatan maupun

penempatan jabatan. Untuk itu, diharapkan bahwa seluruh instansi baik

pusat maupun di daerah, memiliki satu visi yang sama sehingga mampu

bekerja secara sinergis dalam proses pemetaan jabatan dan penempatan

jabatan. Mengingat bahwa tidak semua perwira Infanteri dapat

ditempatkan pada jabatan Infanteri, dan dapat ditempatkan pada jabatan

golongan VI multi korps, maka seluruh satuan jajaran TNI AD berpedoman

pada dasar yang sama dalam melakukan pemetaan jabatan golongan VI.

Hingga saat ini belum ada acuan prosedur yang dimiliki oleh TNI AD

terkait dengan pemetaan jabatan golongan VI, khususnya bagi perwira

Infanteri abit Diklapa II.

Universitas Pertahanan
56

4.3.3 Penempatan perwira Infanteri abit Diklapa II pada jabatan

golongan VI di lingkungan TNI AD

Kendala terbesar dalam melaksanakan penempatan jabatan bagi

perwira Infanteri abit Diklapa II adalah jumlah kekosongan jabatan yang

tidak sesuai dengan jumlah personel perwira Infanteri abit Diklapa II.

Selain itu, adanya kekosongan jabatan golongan VI yang tidak dilaporkan

ke Spersad karena akan digunakan sebagai jabatan promosi bagi

personel organik satuan tersebut yang tidak mengikuti Diklapa II.

Proses penempatan jabatan yang selama ini didahului dengan

mekanisme pengumpulan informasi ruang jabatan, pengumpulan saran

penempatan dari BMC Sdirbinsen Pussenif Kodiklatad, pendataan minat,

dan pendataan klasifikasi serta kualifikasi psikologi, perlu dipertahankan.

Melalui mekanisme tersebut, maka sidang penempatan jabatan akan lebih

komprehensif melihat jabatan yang paling sesuai bagi perwira Infanteri

abit Diklapa II. Kesempatan bagi perwira Infanteri abit Diklapa II untuk

ditempatkan sesuai dengan minat, kemampuan, dan potensi yang

dimilikinya juga dapat memunculkan kenyamanan bagi perwira tersebut

untuk melaksanakan tugas-tugas pada jabatannya. Kondisi tersebut dapat

memunculkan kepuasan kerja yang menunjang tercapainya kinerja yang

positif. Dengan adanya kinerja yang positif maka upaya pencapaian tugas

pokok satuan maupun organisasi pun akan dapat terwujud.

4.3.4 Kategorisasi SWOT

Universitas Pertahanan
57

Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan

terhadap para narasumber (key persons) maka didapatkan data tentang

pelaksanaan pemetaan dan penempatan jabatan perwira Infanteri abit

Diklapa II di lingkungan TNI AD. Adapun hasil yang tersebut kemudian

dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisa SWOT sebagai

berikut:

1) Kekuatan (strength)

Dari wawancara dan observasi yang dilakukan sebagai

instrumen penelitian telah diperoleh data bahwa ada prosedur

tertentu yang dilakukan oleh badan terkait di lingkungan TNI AD

dalam proses pemetaan dan penempatan jabatan bagi para

perwira Infanteri abit Diklapa II. Sidang penentu penempatan

jabatan diawali dengan proses top down dan bottom up, sebagai

upaya menyelaraskan kebutuhan organisasi. Hal-hal yang menjadi

kekuatan dalam proses pemetaan dan penampatan jabatan

tersebut antara lain adalah: adanya personel yang memiliki latar

belakang pendidikan, kursus dan pengalaman, dan adanya minat

personel terhadap bidang tugas tertentu.

2) Kelemahan (weakness)

Beberapa hal penting yang lazimnya digunakan dalam suatu

proses pemetaan dan penempatan jabatan dalam suatu

institusi/organisasi ternyata belum diterapkan di institusi TNI AD.

Kondisi nyata yang diperoleh dari wawancara dan observasi adalah

Universitas Pertahanan
58

sebagai berikut: belum ada analisa jabatan, dan inkonsistensi

penerapan aturan dalam penempatan jabatan. Jabatan golongan VI

yang seharusnya hanya dapat diisi oleh para perwira abit Diklapa II

masih ada yang diduduki oleh personel perwira non Diklapa II.

3) Peluang (opportunity)

Sebagai institusi besar dan telah cukup lama berdiri, TNI AD

memiliki mekanisme tertentu untuk dapat menjamin tercapainya

tugas pokok. Dengan demikian, maka terdapat beberapa peluang

yang dapat dimanfaatkan dalam proses pemetaan dan penempatan

jabatan bagi perwira Infanteri abit Diklapa II, yaitu: adanya proses

penyelarasan kebutuhan organisasi/institusi dengan melibatkan

berbagai pihak dalam proses penempatan jabatan, adanya

mekanisme sidang guna mencapai hasil objektif dalam

penempatan jabatan, adanya penjaringan minat personel terhadap

bidang jabatan, adanya ruang jabatan kosong, adanya persyaratan

pendidikan//kursus, dan adanya data hasil pemeriksaan psikologi.

Selain itu, panduan berupa Buku Petunjuk Teknis (Bujuknis)

tentang Pembinaan Karier Perwira TNI AD telah digunakan sebagai

panduan inti dalam penempatan jabatan. Dengan Bujuknis

tersebut, pembinaan karier perwira dalam bentuk promosi jabatan

dari golongan VII ke golongan VI dapat diarahkan. Hal itu berlaku

pula bagi para perwira Infanteri abit Diklapa II. Bujuknis yang

digunakan telah memuat persyaratan seperti masa dinas, latar

Universitas Pertahanan
59

belakang pendidikan, dan jenjang kepangkatan, namun belum

memuat persyaratan terkait dengan karakteristik jabatan yang ada

di lingkungan TNI AD.

4) Kendala (threat)

Data yang diperoleh melalui interview selama penelitian dan

observasi peneliti selama berdinas menujukkan bahwa beberapa

organisasi/institusi di TNI AD tidak melaporkan semua ruang

jabatan di satuannya kepada Spersad. Kondisi itu dapat terjadi

karena jabatan tersebut disiapkan untuk personel organik yang

akan dipromosikan atau sebagai salah satu kesempatan rotasi

dalam satuan. Selain itu, hambatan lain muncul karena jumlah

ruang jabatan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah personel

perwira Infanteri yang mengikuti pendidikan Diklapa II.

Berdasarkan dari informasi tersebut diatas, dapat dituangkan dalam

bentuk tabel dengan menggunakan metode SWOT. Adapun tabel yang di

dapat adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1
Tabulasi SWOT
Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

 Adanya personel yang memiliki  Belum ada analisa jabatan


latar belakang pendidikan,  Inkonsistensi penerapan aturan
kursus dan pengalaman dalam penempatan jabatan
Eksternal  Adanya minat personel
Peluang (O)

 Proses penyelarasan Memaksimalkan pemanfaatan  Penyusunan analisa jabatan


kebutuhan seluruh data/informasi yang guna menetapkan karakteristik
organisasi/institusi dengan dimiliki guna menyelaraskan tuntutan tugas masing-masing
melibatkan berbagai pihak antara tuntutan tugas pada jabatan

Universitas Pertahanan
60

dalam proses penempatan jabatan dengan latar belakang  Memanfaatkan data psikologi
jabatan dan kompetensi yang dimiliki dan minat personel guna
 Mekanisme sidang guna oleh personel sehingga dapat melihat kesesuaian antara
mencapai hasil objektif menempatkan personel yang kondisi personel dengan
dalam penempatan jabatan tepat pada jabatan yang tepat. tuntutan tugas masing-masing
 Penjaringan minat jabatan
personel terhadap bidang  Penerapan aturan secara
jabatan konsisten berdasarkan aturan
 Adanya ruang jabatan dan mekanisme yang berlaku
kosong dalam penempatan personel.
 Adanya persyaratan
pendidikan//kursus
 Adanya data psikologi

Kendala (T)

 Ruang jabatan kosong Jabatan hanya diisi oleh  Melaporkan ruang jabatan
yang tidak dilaporkan personel yang memiliki latar kosong sesuai kenyataan
 Jumlah ruang jabatan belakang pendidikan/kursus  Melaksanakan Diklapa II
kosong tidak sesuai dengan maupun pengalaman pada dengan jumlah perwira yang
jumlah abit Diklapa II bidang yang sesuai dengan sama dengan ruang jabatan
jabatan tersebut dengan yang disediakan.
mempertimbangkan minat
personel yang bersangkutan.

Mengacu pada analisa SWOT di atas, maka strategi pemecahan

masalah yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1) Penyusunan analisa jabatan guna menetapkan karakteristik

tuntutan tugas masing-masing jabatan.

2) Memaksimalkan pemanfaatan seluruh data/informasi yang dimiliki

(pendidikan, kursus, pengalaman, hasil pemeriksaan psikologi,

minat, dan lain-lain) guna menyelaraskan antara tuntutan tugas

pada jabatan dengan latar belakang dan kompetensi yang dimiliki

oleh personel sehingga dapat menempatkan personel yang tepat

pada jabatan yang tepat.

3) Penerapan aturan secara konsisten berdasarkan aturan dan

mekanisme yang berlaku dalam penempatan personel. Dengan

demikian, diharapkan tidak ada lagi jabatan golongan VI di

Universitas Pertahanan
61

lingkungan TNI AD yang diduduki oleh personel perwira non

Diklapa II.

4) Melaporkan ruang jabatan kosong sesuai kenyataan. Meskipun ada

jabatan yang akan digunakan untuk rotasi, maka satuan tersebut

tetap harus melaporkan jabatan yang akan ditinggalkan oleh

pejabat lama.

5) Melaksanakan Diklapa II dengan jumlah perwira yang sama

dengan ruang jabatan yang disediakan. Jika hal ini diaplikasikan,

maka dapat dipastikan bahwa seluruh perwira Infanteri yang

mengikuti Pendidikan Lanjuta Perwira II (Diklapa II) akan dapat

ditempatkan pada jabatan golongan VI.

6) Mengantisipasi kemungkinan adanya perwira Infanteri abit Diklapa

II yang ditempatkan pada jabatan di luar latar belakang pendidikan

maupun pengalamannya, di luar hasil klasifikasi psikologinya, serta

pada jabatan multi korps dan atau di luar kecabangan Infanteri.

Bagi perwira-perwira tersebut akan lebih baik jika dilengkapi

dengan data hasil pemeriksaan psikologi yang lebih rinci, dan tidak

sekedar data hasil kualifikasi dan klasifikasi psikologinya semata.

Data psikologi yang utuh dan lengkap akan dapat membantu upaya

untuk menyelaraskan karakter individu perwira yang bersangkutan

dengan jabatan yang tersedia.

Mengacu pada keterlibatan beberapa pihak dalam proses

pemetaan dan penempatan jabatan bagi perwira Infanteri abit Diklapa II,

Universitas Pertahanan
62

maka perlu adanya sinergi antara pihak-pihak tersebut dalam proses

pemetaan dan penempatan jabatan. Pihak-pihak tersebut adalah Staf

Personel TNI AD selaku pemangku kebijakan, Staf BMC Sdirbinsen

Pussenif Kodiklat TNI AD selaku Pembina Kecabangan, Staf Lasiappsi

Dispsi TNI AD selaku penyelenggara pemeriksaan dan pengolahan data

psikologi, dan Staf Personel Kotama/Balakpus selaku pengguna.

Kegiatan yang bisa dilakukan guna menunjang pemetaan dan

penempatan jabatan perwira Infanteri abit Diklapa II antara lain sebagai

berikut:

1) Pemeriksaan Psikologi

Untuk membantu Spersad dalam proses penempatan

personel perwira Infanteri abit Diklapa II, Dinas Psikologi TNI

AD (Dispsiad) dapat melakukan langkah-langkah proaktif

dan inisiatif tertentu. Salah satu bantuan yang dapat

dilakukan oleh Dispsiad adalah dengan menghubungkan

hasil klasifikasi personel perwira tersebut dengan 4 (empat)

karakteristik wilayah yang terdapat pada Uji Kompetensi

Komandan Kodim maupun Korem. Hasil pemeriksaan

psikologi yang dikeluarkan oleh Dispsiad misalnya dapat

berupa:

 Staf Operasi di Wilayah Rawan Konflik,

 Staf Intelijen di Wilayah Kota Besar,

 Staf Teritorial di Wilayah Perbatasan,

Universitas Pertahanan
63

 Staf Personel di Wilayah yang relatif aman; dan

seterusnya.

Pengalaman peneliti selama 16 tahun berdinas di

berbagai bidang penugasan yang ada pada institusi TNI AD,

terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada bidang

penugasan dengan nomenklatur yang sama, namun berada

pada daerah yang berbeda. Tuntutan tugas pada Staf

Intelijen di daerah yang “landai” atau relatif aman misalnya,

akan berbeda dengan tuntutan tugas Staf Intelijen di daerah

rawan konflik, atau daerah perbatasan. Demikian pula

dengan tuntutan tugas staf-staf yang lain. Untuk itu,

diperlukan adanya suatu analisa jabatan agar dapat

memberikan gambaran tuntutan tugas yang jelas dan

spesifik pada suatu jabatan.

Meskipun melalui kategorisasi wilayah/daerah

pemetaan jabatan masih belum dapat dikatakan ideal,

namun dengan data-data psikologi yang lebih lengkap

dikaitkan kategorisasi wilayah seperti itu, diharapkan para

pelaksana Sidang Jabatan Golongan VI di Spersad dapat

memanfaatkannya sebagai bahan masukan untuk dijadikan

sebagai bahan pertimbangan Pimpinan Sidang dalam

mengambil suatu keputusan.

Universitas Pertahanan
64

2) Pemetaan dan Penyusunan Analisa Jabatan

Pemetaan dan penyusunan analisa jabatan golongan

VI kecabangan Infanteri dapat disusun bersama oleh

Pussenif Kodiklat TNI AD selaku Pembina kecabangan,

dengan Staf Personel Kotama/Balakpus selaku pengguna.

Agar dapat menentukan karakteristik pada setiap jabatan

dalam lingkungan TNI AD, maka perlu diakukan beberapa

hal, antara lain sebagai berikut:

(1) Menentukan karakteristik jabatan, yang disesuaikan

dengan kondisi wilayah; dan

(2) Menentukan karakteristik jabatan, yang dikaitkan

dengan tuntutan tugas.

Melalui kegiatan tersebut di atas, maka dapat

diperkirakan karakteristik individu perwira Infanteri abit

Diklapa II yang dapat mengawakinya. Semakin sesuai

antara karakteristik jabatan dan tuntutan tugas dengan

karakteristik individu perwira yang akan menduduki jabatan

tersebut, maka dapat diprediksi keberhaasilan perwira yang

bersangkutan untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

Agar dapat menyusun karakteristik jabatan, maka

satuan di mana jabatan tersebut berada sebisa mungkin

menyusun analisa jabatan yang dapat menjadi dasar dalam

penetapan tuntutan tugas. Apabila analisa jabatan belum

Universitas Pertahanan
65

dapat tersusun, sebagai langkah awal perlu ditetapkan core

competencies untuk setiap jabatan, yang kemudian

dikaitkan dengan kondisi wilayah, dan atau satuan di mana

jabatan tersebut berada, sebagai salah satu bentuk

karakteristik jabatan. Sebagai langkah awal, Spersad dapat

menyusun hal ini berdasarkan 4 (empat) pembagian wilayah

yang diterapkan dalam penempatan jabatan Komandan

Kodim/Korem. Setiap jabatan akan memiliki syarat-syarat

kompetensi inti dan kompetensi spesifik yang disesuaikan

dengan karakteristik tertentu sesuai dengan tuntutan tugas

di satuan atau wilayah tersebut.

Universitas Pertahanan
66

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

5.1.1 Pemanfaatan hasil Pemeriksaan Psikologi. Pemanfaatan hasil

pemeriksaan psikologi yang dilakukan dalam proses penempatan jabatan

perwira Infanteri abit Diklapa II baru sebatas klasifikasi dan klasifikasi

psikologinya, sesuai nomenklatur jabatan yang ada di lingkungan TNI AD.

5.1.2 Pemetaan jabatan golongan VI korps Infanteri.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan data dan

analisa terhadap pemetaan jabatan ini adalah sebagai berikut:

1) Pemetaan jabatan di lingkungan institusi TNI AD hingga saat

ini dilaksanakan berdasarkan tugas dan fungsi staf dalam

organisasi dan nomenklatur lain yang telah ada. TNI AD

Universitas Pertahanan
67

menganggap bahwa tidak ada perbedaan karakteristik

jabatan/tuntutan tugas pada nomenklatur jabatan yang sama

di lingkungan TNI AD.

2) TNI AD belum memiliki analisa jabatan golongan VI,

khususnya pada korps Infanteri.

5.1.3 Penempatan jabatan golongan VI korps Infanteri.

Kesimpulan yang disusun oleh peneliti dalam proses penempatan

jabatan ini adalah sebagai berikut:

1) Proses penempatan jabatan perwira Infanteri abit Diklapa II

dilaksanakan 69
melalui mekanisme sidang dengan

menggunakan Buku Petunjuk Teknis tentang Pembinaan

Karier Perwira TNI AD sebagai panduan, belum

mempertimbangkan persyaratan jabatan berdasarkan

tuntutan tugas pada setiap jabatan.

2) Penempatan jabatan perwira Infanteri abit Diklapa II

mempertimbangkan data ruang jabatan, hasil klasifikasi dan

kualifikasi psikologi, minat personel perwira yang

bersangkutan, dan tour of duty serta tour of area.

3) Kendala yang ditemukan dalam proses penempatan jabatan

golongan VI korps Infanteri, antara lain adalah jumlah

perwira Infanteri abit Diklapa II seringkali tidak sesuai

dengan jumlah ruang jabatan golongan VI yang tersedia; dan

adanya inkonsistensi dalam implementasi peraturan Kasad

Universitas Pertahanan
68

dalam penempatan jabatan golongan VI di TNI AD, di mana

masih ada perwira non Diklapa II yang menduduki jabatan

golongan VI.

5.2. Saran

5.2.1 Pemanfaatan Hasil Pemeriksaan Psikologi

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil pemeriksaan psikologi,

maka hal-hal yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:

1) Dinas Psikologi TNI AD menyampaikan karakteristik masing-

masing individu perwira Infanteri abit Diklapa II kepada

Spersad.

2) Dalam proses penempatan jabatan perwira Infanteri abit

Diklapa II yang dilaksanakan melalui mekanisme sidang

dengan menggunakan Buku Petunjuk Teknis tentang

Pembinaan Karier Perwira TNI AD sebagai panduan,

sebaiknya juga mempertimbangkan kesesuaian antara

persyaratan jabatan berdasarkan tuntutan tugas pada setiap

jabatan dengan karakteristik perwira Infanteri abit Diklapa II.

5.2.2 Dalam pemetaan jabatan golongan VI korps Infanteri.

Mengacu pada permasalah yang ada, maka saran-saran yang

diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Universitas Pertahanan
69

1) Staf Personel TNI AD lebih mendalami karakteristik dari

jabatan golongan VI yang akan ada, agar dapat memahami

tuntutan tugas pada jabatan tersebut.

2) Segera menyusun analisa jabatan golongan VI, khususnya

korps Infanteri.

5.2.2 Dalam proses penempatan jabatan golongan VI korps

Infanteri.

Untuk mencapai proses yang ideal dalam penempatan jabatan

golongan VI korps Infanteri, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Mendata ruang jabatan golongan VI yang up to date, dan

mengoptimalkan data psikologi yang ada secara maksimal,

tidak hanya data klasifikasi dan kualifikasi psikologi semata.

Apabila ada perwira Infanteri abit Diklapa II yang tidak dapat

ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan minat dan

klasifikasi hasil pemeriksaan psikologinya, maka perlu

dipertimbangkan tingkat kerawanan, dan atau kesulitan pada

jabatan yang akan diduduki. Semakin rawan atau semakin

sulit tuntutan tugas pada jabatan, maka perlu diduduki oleh

perwira Infanteri abit Diklapa II yang paling cakap, baik

berdasarkan hasil pendidikan, maupun berdasarkan hasil

penilaian satuannya. Perwira yang akan menduduki jabatan

tersebut diharapkan memiliki kemampuan untuk mempelajari

hal-hal baru dengan cepat, memiliki motivasi kerja yang

Universitas Pertahanan
70

tinggi, memiliki sikap pantang menyerah, dan memiliki

kemampuan untuk menyesuaikan diri yang sangat baik.

Data tersebut bisa diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologi

yang dilaksanakan oleh Dinas Psikologi TNI AD. Dengan

kondisi psikologis seperti itu, diharapkan perwira Infanteri

abit Diklapa II yang akan ditempatkan pada jabatan tersebut

akan dapat mengatasi hambatan atau kesulitan yang

dihadapinya dalam melaksanakan tugas tanpa perasaan

tertekan, meskipun jabatan tersebut tidak sesuai dengan

minat dan hasil klasifikasi psikologinya.

2) Meningkatkan dan mengoptimalkan perencanaan

pengembangan SDM, serta menerapkan peraturan yang

berlaku di lingkungan TNI AD secara tegas. Hal ini dapat

dilaksanakan antara lain dengan melaksanakan program

pendidikan Diklapa II dengan jumlah peserta yang sesuai

dengan jumlah jabatan golongan VI yang tersedia, guna

menjamin terserapnya seluruh perwira Infanteri abit Diklapa

II pada jabatan yang sesuai; dan mengikuti segala peraturan

dan ketetapan dari Komando Atas (Spersad) mengenai hal-

hal yang terkait dengan pembinaan karier personel. Terkait

dengan masalah penempatan jabatan untuk golongan VI ini,

seharusnya semua satuan di jajaran TNI AD mengacu pada

ketentuan dari Kepala Staf Angkatan Darat yang

menyebutkan bahwa jabatan golongan VI di lingkungan TNI

Universitas Pertahanan
71

AD hanya diperuntukkan bagi personel perwira abit Diklapa

II. Dengan demikian maka tidak ada satuan yang tidak

melaporkan seluruh ruang jabatan golongan VI yang kosong,

menjelang dilaksanakannya sidang penempatan jabatan

golongan VI di Spersad.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji, 1992, Psikologi dalam Perusahaan, Jakarta, PT. Rineka


Cipta.

As’ad, Moh, 1984, Psikologi Industri (Edisi Revisi), cetakan kelima,


Yogyakarta, Liberty.

Bangun, Wilson, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta,


Erlangga.

Bungin, Burhan, 2005, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta, Raja


Grafindo Persada.

Emzir, 2010, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta, PT Raja


Grafindo Persada.

Koentjaraningrat, 1997, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi


Ketiga, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Munandar, Ashar Sunyoto, 2014, Psikologi Industri dan Organisasi,


Jakarta, Universitas Indonesia.

Silalahi, Ulber, 2011, Asas-asas Manajemen, Bandung, PT. Refika


Aditarna.

Universitas Pertahanan
72

Sugiyono, 2009, Statistika untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta.

T. Sirait, Justine, 2002, Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber


Daya Manusia dalam Organisasi, Jakarta, Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Umam, Khaerul, 2012, Manajemen Organisasi, Bandung, Pustaka Setia.

Umar, Husein, 2001, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gramedia


Pustaka Utama.

Usman, Husaini, Purnomo Setiady Akbar, 2011, Metodologi Penelitian


Sosial, Jakarta, Bumi Aksara.

Usman, Rianse, M. S., Abdi, 2012, Metodologi Penelitian Sosial dan


Ekonomi, Teori dan Aplikasi, Bandung, Alfabeta.

Tjakraatmadja, Jaan Hidajat dan Lantu, Donald Crestofel, 2006,


Knowledge Management, Bandung, Sekolah Bisnis dan
Manajemen ITB.

Zed, Mustika, 2004, Metode Penelitian, Jakarta, Yayasan Pendidikan


Nasional. 74

Universitas Pertahanan
73

LAMPIRAN

Universitas Pertahanan
74

76

Universitas Pertahanan

Anda mungkin juga menyukai