Disusun Oleh :
Kelompok 14
Jakarta
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga dapat nyelesaikan penyusunan
makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “Aksesibilitas Penyandang Cacat”
pada mata kuliah Sarana dan Prasarana Rumah Sakit.
Dan tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Rindu,
SKM., M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah ini dan kepada semua pihak
yang terlibat dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi kami pribadi dan
para pembaca pada umumnya.
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik
teknik penulisan maupun materi yang dibuat, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki dan pengetahuan yang belum terlau luas. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Kelompok 14
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
3.1 Kesimpulan.................................................................................................19
3.2 Saran...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyandang cacat terdapat di semua bagian bumi serta pada semua tingkat
dalam setiap lapisan masyarakat pada lapisan atas, menengah maupun bawah.
Jumlah penyandang cacat di Indonesia pun terbilang cukup besar. Sejalan
dengan penghitungan WHO diperkirakan 10% dari penduduk Indonesia (24
juta) adalah penyandang disabilitas, menurut data PUSDATIN dari
Kementrian Sosial, pada 2010, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia
adalah 11.580.117 orang dengan di antaranya 3.474.035 (penyandang
disabilitas penglihatan), 3.010.830 (penyandang disabilitas fisik), 2.547.626
(penyandang disabilitas pendengaran), 1.389.614 (penyandang disabilitas
mental) dan 1.158.012 (penyandang disabilitas kronis).
1
kedudukan, hak dan kewajiban dalam berperan dan berintegrasi secara total
sesuai dengan kemampuannya dalam segala aspek kehidupan dan peng-
hidupannya”.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran agar
mahasiswa dapat mengetahui standar aksesibilitas penyandang cacat yang
harus dilakukan oleh rumah sakit, apakah sudah sesuai atau belum.
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Sejarah RS Ali Sibroh Malisi
Rumah Sakit Ali Sibroh Malisi terletak di Jl. Wr. Sila No.1,
RT.8/RW.5, Gudang Baru, Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 12630.
Rumah Sakit Ali Sibroh Malisi memiliki 60 tempat tidur untuk rawat
inap, disamping Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Klinik rawat jalan seperti,
Poli Umum,Poli Bedah Umum Penyakit Dalam, Poli Anak, Poli Gigi, poli
Mata. Layanan ini akan ditunjang oleh bidang penunjang medis seperti ;
Farmasi, Laboratorium, Radiologi, Fisiotherapi dan Ambulance.
3
2.2 Visi Dan Misi RS Ali Sibroh Malisi
VISI
“Menjadi rumah sakit yang unggul dan terpercaya di wilayah
jakarta selatan”.
MISI
1. Melayani dengan santun.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, ramah dan
profesional.
3. Menyediakan dan mengembangkan SDM yang berkualitas dan
berkompeten.
4. Menyediakan sarana prasarana RS yang modern, lengkap dan
terjangkau.
5. Memberikan pelayanan kesehatan dengan sentuhan budaya betawi.
6. Meningkat kesejahteraan karyawan.
MOTTO
“Melayani Dengan Santun”.
4
2.4 Pengertian Sarana Dan Prasarana
Sarana segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata
maupun teraba oleh panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien
dan (umumnya) merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan
gedung itu sendiri.
Prasarana Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu
sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
5
2.6 Stadar Aksesibilitas Bangunan Gedung, Fasilitas dan Lingkungan.
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang
termasuk penyandang disabilitas dan lansia guna mewujudkan kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Standar
aksesibilitas bangunan gedung, fasilitas dan lingkungan termasuk detil ukuran
dan penerapannya diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006.
6
tahun 1998 mengenai Aksesibilitas Bangunan Gedung. Namun khususnya
di banyak sekali RS, peraturan ini tidak sepenuhnya ditaati. Padahal pasal
9 peratuan ini jelas-jelas menyebutkan sanksi bagi setiap pelanggaran,
mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan izin yang telah
dikeluarkan untuk pembangunan dan pemanfaatan bangunan umum dan
lingkungan.
Peraturan Menteri PU No. 468 Tahun 1998 Peraturan ini dibuat
atas dasar pertimbangan bahwa orang dengan disabilitas merupakan warga
negara yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama
dengan orang tanpa disabilitas. Peraturan ini juga dibuat sebagai tindak
lanjut Peraturan Pemerintah No 4/1997 mengenai upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat disegala aspek kehidupan dan
penghidupan diantaranya melalui penyediaan aksesibilitas pada bangunan
umum dan lingkungannya. Definisi mengenai “bangunan umum dan
lingkungannya” pada peraturan ini disebutkan pada Pasal 1 ayat (2)
sebagai berikut: “Bangunan umum dan lingkungan adalah semua
bangunan, tapak bangunan, dan lingkungan luar bangunannya, baik yang
dimiliki oleh Pemerintah dan Swasta, maupun perorangan yang berfungsi
selain sebagai rumah tinggal pribadi, yang didirikan, dikunjungi, dan
digunakan oleh masyarakat umum termasuk penyandang cacat“. Rumah
sakit juga termasuk bangunan yang masuk dalam definisi ini.
Berikut ini beberapa jenis standar yang sangat relevan dengan
pelayanan di rumah sakit :
A. Jalur Pemandu
Yaitu jalur yang digunakan bagi pejalan kaki termasuk penyandang
disabilitas yang memberikan panduan arah dan tempat tertentu. Jalur
ini dibuat misalnya dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan
ubin peringatan. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis
menunjukkan arah perjalanan. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi
peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya.
Gambar 1
7
Tekstur garis (Ubin pengarah) dan tekstur bulat/dot (ubin pering
B. Fasilitas Parkir
Persyaratan
8
3. Area parkir harus cukup mempunyei ruang bebas di
sekitarnya sehingga pengguna berkursi roda dapat dengan
mudah masuk dan keluar dari kendaraannya.
9
menerapkan standarisasi penggunaan tempat parkir, misalnya
pengunjung bisa seenaknya parkir di area pintu masuk UGD
sehingga kerap justru menghalangi ambulans yang hendak
menurunkan atau menaikkan pasien.
Gambar 3 Variasi
Tempat Parkir
C. Pintu
Persyaratan :
10
c. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari
adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai.
- Pintu geser.
Gambar 4
D. Ramp
11
Yaitu jalur sirkulasi yang memiliki kelandaian tertentu dan difungsikan
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.
Ada beberapa persyaratan menyangkut ramp antara lain yang mengatur
kemiringan, panjangnya, lebar minimal, ukuran pada awal atau akhiran
yang harus memungkinkan berputarnya kursi roda, tekstur yang
menyebabkan tidak licin saat lantai basah, pengamanan dan
pencahayaan yang cukup, serta adanya handrail atau pegangan tangan
dengan ketinggian yang sesuai dan yang kekuatannya dapat dijamin.
Gambar 5
E.
12
Persyaratan :
Gambar 5
13
Jika RS memiliki fasilitas lift, Kepmen PU mengatur persyaratannya
secara khusus. Lift adalah alat mekanis elektris untuk membantu
pergerakan vertikal di dalam bangunan, baik yang digunakan khusus
bagi penyandang cacat maupun yang merangkap sebagai lift barang.
Persyaratan :
a. Untuk bangunan lebih dari 5 lantai paling tidak satu buah lift
yang aksesibel harus terdapat pada jalur aksesibel den
memenuhi standar teknis yang berlaku.
c. Koridor/lobby lift
14
- Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel
huruf Braille, yang dipasang dengan tanpa mengganggu
panel biasa.
d. Ruang lift
e. Pintu lift
Gambar
15
(Tombol lift dengan huruf Breille)
Toilet atau kamar mandi adalah fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk
semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu
hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya. Menurut Kepmen
PU ini, toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi
dengan tampilan rambu “penyandang cacat” pada bagian luarnya
serta harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar
pengguna kursi roda. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai
dengan ketinggian pengguna kursi roda. (45-50 cm). Toilet atau kamar
kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang
memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi
roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan
pengguna kursi roda. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran
(shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan
16
pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan
oleh orang yang memiliki keterbatasanketerbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda. Kran pengungkit sebaiknya dipasang
pada wastafel. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Pintu
harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk
membuka dan menutup. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih
sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi
darurat. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah
pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan
darurat (emergency light button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik
padam.
Gambar 6
2.7 Hasil
Observasi Aksesibilitas penyandang cacat di RS Ali Sibroh Malisi
Pada RS Ali Sibroh Malisi, dari hasil yang kami amati di lapangan, masih
jauh dari persyaratan Keputusan Menteri PU. Di sana masih banyak sarana dan
prasarana yang belum sesuai standar, seperti;
17
4. Toilet di RS Ali Sibroh Malisi juga belum memenuhi standar ramah
difabel, seperti, belum tersedianya handrill untuk membantu pergerakan
pengguna kursi roda.
5. Handrill atau pegangan tangan pada dinding baru terdapat di lantai rawat
inap & tangga. Selebihnya belum ada handrill di dinding sebagaimana
disebutkan dalam Keputusan Menteri PU.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan,
keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi.
18
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Standar
aksesibilitas bangunan gedung, fasilitas dan lingkungan termasuk detil ukuran
dan penerapannya diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006.
3.2 Saran
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan harusnya dapat memperhatikan
semua pasien, tidak terkecuali penyandang disabilitas. Tersedianya sarana dan
prasarana yang ramah difabel agar dapat mempermudah aktifitas para
penyandang disabilitas yang datan ke rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
- https://indonesiadevelopmentforum.com/2018/blog/4753-masyarakat-
ramah-disabilitas-untuk-pembangunan-indonesia
- http://manajemenrumahsakit.net/2012/11/rs-bagi-penyandang-
disabilitas-fisik-terbatas-akses-terbatas-8/
- Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas
Pada Bangunan Umum dan Lingkungan, Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum, 1998.
19
-
20