Anda di halaman 1dari 43

Bagian Obstetri dan Ginekologi Kasus Besar

Fakultas Kedokteran Januari 2019


Universitas Halu Oleo

MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh :
Ershanty Rahayu Safitrinas Yasin
K1 A1 10 046

Pembimbing :
dr. Steven Ridwan,M.Kes,Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ershanty Rahayu Safitrinas Yasin, S.Ked

NIM : K1A1 10 046

Judul Kasus : Mola hidatidosa

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo.

Kendari, januari 2019

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Steven Ridwan, M.Kes, Sp.OG

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Bajo

Suku : Bajo

Pekerjaan : IRT

Tanggal masuk : 09 Desember 2019

No. Rekam Medik : 44 75 10

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama

Keluar darah dari jalan lahir

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien masuk RS rujukan dari RSUD Morowali dengan keluhan

keluar darah dari jalan lahir sejak 2 minggu yang lalu, dirasakan makin

memberat sejak 1 minggu yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah

segar sebanyak kurang lebih 1 sarung. Pasien mengaku awalnya

mengalami nyeri perut bagian bawah sejak 5 bulan lalu yang bersifat

hilang timbul. Keluhan lain yang dirasakan demam (-), nyeri kepala (+),

3
pusing (+), sesak (-), penglihatan kabur (-), mual berlebihan (+) dan

muntah (+). BAB dan BAK salam batas normal.

 HPHT : ?/8/2018

 Riwayat penyakit : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-)

 Riwayat ANC (-), TT (-)

 Riwayat KB (+) suntik, 3 tahun yang lalu

 Riwayat USG (-)

3. Riwayat Obstetrik : G4 P3 A0

1. 2007/aterm/perempuan/bidan/normal/lupa/sehat

2. 2009/aterm/perempuan/bidan/normal/lupa/sehat

3. 2014/aterm/perempuan/bidan/normal/lupa/sehat

4. 2019 = kehamilan sekarang

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang, Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu
110/70 mmHg 90x/menit 20x/menit 36,8 OC

Status Generalisat8
Kepala Normosefal, deformitas (-)
Mata Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher Pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal
Toraks Inspeksi
Simetris kiri = kanan, deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas
normal

4
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler, Ronki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Jantung Inspeksi
Iktus kordis tidak tampak, deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), ictus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi
Bising jantung (-)
Abdomen Inspeksi
Cembung, ikut gerak nafas, deformitas (-)

Auskultasi
Peristaltik usus (+), kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan perut bagian bawah (+), TFU setinggi
umbilicus, massa (-)
Perkusi
Timpani
Ekstremitas Edema (-)

Status Obstetrik
Pemeriksaan Dalam Vagina V/V : Dalam batas normal
(PDV) Portio : Tebal, lunak
Adneksa : Kesan normal
Cavum douglasi : Tidak menonjol
Uterus : Anteflexi
Pelepasan : Darah (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Planotest (lupa/10/2019) : positif (+)

5
2. Pemeriksaan darah rutin (09/12/2018)
PARAMETER HASIL RUJUKAN
WBC 13,06 x 103/uL 4.00 – 10.00
RBC 3.20 x 106/uL 4.00 – 6.00
HGB 9,5 g/dL 12.00 – 16.00
PLT 126 x 103/uL 150 – 400

3. Pemeriksaan Kimia Darah


PARAMETER HASIL RUJUKAN
GDS 95 mg/dl 70-180

4. Pemeriksaan USG (10/12/2018)

Gambar 1. Hasil USG : tampak massa vesikel intra uteri, snow


storm appearance, FHR (-), kesan molahidatidosa parsial.

6
5. Pemeriksaan foto thorax :
- Cor membesar dan bentuk normal
- Pulmo tak tampak infiltrat dan nodul
- Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
- Tulang-tulang tampak baik
- Kesan : Cardiomegaly

6. Pemeriksaan β-HCG (21 desember 2018): 301500*

E. RESUME
Pasien ny. M G4p3A0 masuk dengan keluhan keluar darah dari

jalan lahir sejak 2 minggu yang lalu, dirasakan makin memberat sejak 1

minggu yang lalu. Darah berwarna merah segar sebanyak kurang lebih 1

sarung. Awalnya mengalami nyeri perut bagian bawah sejak 5 bulan lalu

bersifat hilang timbul. Keluhan lain yang dirasakan demam (-), nyeri

kepala (+), pusing (+), sesak (-), penglihatan kabur (-), mual berlebihan (+)

dan muntah (+). BAB dan BAK dalam batas normal.

HPHT : ?/8/2018. Riwayat penyakit : Hipertensi (-), DM (-), Asma

(-), Alergi (-). Riwayat ANC (-), TT (-) dan USG (+) pada tanggal 10

Desember 2018 dengan hasil baca : tampak massa vesikel intra uterine,

snow storm appearance, kesan Molahidatidosa parsial

Riwayat Obstetrik :

1. 2007/aterm/perempuan/bidan/normal/lupa/sehat

2. 2009/aterm/perempuan/bidan/normal/lupa/sehat

3. 2014/aterm/perempuan/bidan/normal/lupa/sehat

7
4. 2019 = kehamilan sekarang

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,

composmentis. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah:

110/70 mmHg, Nadi: 90x/menit, pernafasan :20 x/menit, suhu : 36,8 o c.

Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis, pemeriksaan

abdomen didapatkan Inspeksi: cembung, ikut gerak nafas, Auskultasi:

peristaltic (+) kesan normal, Palpasi: nyeri tekan (+) perut bagian bawah, TFU

pertengahan antara simfisis pubis dan umbilicus, massa (-), Perkusi : pekak

hepar(+), timpani. Pemeriksaan dalam vagina : Vulva/Vagina tidak ada

kelainan, Porsio teraba lunak, Uterus posisi antefleksi, Adneksa kesan normal,

Cavum douglasi : tidak menonjol, Pelepasan : darah (+).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada tanggal ?/10/2018

didapatkan Planotest (+). Pemeriksaan laboratorium Darah Rutin: WBC : 13,6.

PLT : 126, HGB 9,5 g/dL. Pemeriksaan USG didapatkan gambaran snow

storm appearance, tampak massa vesikel intra uterin, kesan molahidatidosa

parsial dan FHR (-). Pemeriksaan radiologi foto thorax : kesan cardiomegaly.

Pemeriksaan β-HCG: 301500*

F. DIAGNOSIS KERJA

Mola Hidatidosa Parsial

G. PENANGANAN

IVFD RL 28 tpm

Observasi perdarahan

Observasi TTV

8
H. DOKUMENTASI

Gambar 2. Hasil kuretase pasien Molahidatidosa

Gambar 3. Berbentuk kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran


antara beberapa mm sampai 2-3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih
jernih, berisi cairan dan terdapat sisa jaringan.

9
I. FOLLOW UP
Hari / Tgl Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
Senin Subjektif (S) Planning (P)
10 Desember Keluar darah dari jalan lahir  IVFD RL 28 tpm
2018 Objektif (O)  Observasi TTV
Keadaan umum: compos mentis  Observasi perdarahan
Tanda Vital:  Bed rest
 TD : 120/80 mmHg  Cel B-HCG
 N:82x/menit  USG
 P: 20 x/menit  Foto thorax
 S: 36,7 ˚C  Rencana kuretase
 Fluksus: darah (+)
 BAB : (+)
 BAK : (+)

Assessment (A)
G4p3A0 + Mola Hidatidosa
Selasa Subjektif (S) Planning (P)
11 desember Keluar darah dari jalan lahir  Observasi TTV
2018 Objektif (O)  Observasi perdarahan
Keadaan umum: compos mentis  Menunggu hasil B-HCG
Tanda Vital:
 TD : 110/70 mmHg
 N:78 x/menit
 P: 18 x/menit
 S: 36,8 ˚C
 Fluksus: darah (+)
 BAB (-)
 BAK (+)

Assessment (A)
G4P3A0 + Mola Hidatidosa

10
Rabu Subjektif (S) : Planning (P)
12 Desember Keluar darah dari jalan lahir mulai  Ondansentron 1A/8j/IV
2018 berkurang, mual 2x sehari  Observasi TTV
Objektif (O)  Menunggu hasil B-HCG
Keadaan umum: compos mentis
Tanda Vital:
 TD : 130/90 mmHg
 N:84 x/menit
 P: 20 x/menit
 S: 36,6 ˚C
 Fluksus: darah (+)
 BAB dan BAK DBN
Assessment (A)
Mola Hidatidosa
Kamis Subjektif (S) Planning (P)
13 Desember Nyeri perut  Observasi TTV
2018 Objektif (O)  Menunggu hasil B-HCG
Tanda Vital :  Rencana Kuretase
 TD : 120/70 mmHg
 N :90 x/menit
 P : 20x/menit
 S : 36,6 ˚C
 Fluksus (+) sedikit
 BAB : dbn
 BAK : dbn
Assessment (A)
G4P3A0 + Mola Hidatidosa

11
Subjektif (S) Planning (P)
Jumat Mual, nyeri perut  Pasang laminaria
14 Desember Objektif (O)  Rencana Kuretase
2018  TD : 120/80 mmHg
 N :82x/menit
 P : 20 x/menit
 S : 36,8˚C
 Fluksus (+) sedikit
 BAB : DBN
 BAK : DBN
B-HCG : 301500*
Assessment (A)
G4P3A0 + Mola Hidatidosa

Sabtu Subjektif (S) Planning (P)


15 Desember Mual  Kuretase
2018 Objektif (O)  Observasi TTV
 TD : 110/100 mmHg
 N :80 x/menit Instruksi post kuretase
 P : 20 x/menit  Observasi TTV
 Cek ulang HB
 S : 36,4˚C
 Sf 2x1
 Fluksus (+)
 BAB : -
 BAK : -
B-HCG : 301500*
Assessment (A)
P3A1 + Mola Hidatidosa

Minggu Subjektif (S) Planning (P)


16 Desember Mual  Observasi TTV
2018 Objektif (O)  SF 2x1
 TD : 120/70 mmHg
 N :80 x/menit
 P : 20 x/menit
 S : 36,4˚C
 Fluksus (+)
 BAB : -
 BAK : -

12
Foto thorax :
Kesan cardiomegaly
Lab 16 des 2018 :
 WBC : 15,6
 PLT : 169
 HB : 7,9
B-HCG : 301500*

Assessment (A)
P3A1 + Mola Hidatidosa

Senin Subjektif (S) Planning :


17 Desember - Pasien Boleh pulang
2018 Objektif (O)
 TD : 120/90 mmHg
 N :80 x/menit
 P : 20 x/menit
 S : 36,6˚C
 Fluksus (+)
 BAB : -
 BAK : -
Foto thorax :
Kesan cardiomegaly
Lab 16 des 2018 :
 WBC : 15,6
 PLT : 169
 HB : 7,9
B-HCG : 301500*

Assessment (A)
P3A1 + Mola Hidatidosa

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Pada umumnya kehamilan normal berakhir dengan lahirnya bayi yang

cukup bulan dan sempurna secara fisik. Tetapi kenyataannya tidak selalu

demikian, sebagian kehamilan mengalami kegagalan, tergantung pada tahap

dan jenis gangguan yang terjadi. Salah satu bentuk kegagalan kehamilan yang

berkembang tidak normal yaitu mola hidatidosa, kehamilan ini tidak disertai

janin namun hanya berupa gelembung-gelembung seperti buah anggur berasal

dari vili korialis dengan sel-sel trofoblasnya.1

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FIGO), kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan

dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi

hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40

minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan

normal berakhir dengan lahirnya bayi yang cukup bulan dan tidak cacat. Tetapi

hal tersebut tidak selalu terjadi. Selain kehamilan normal, di dalam rahim juga

dapat berkembang suatu kehamilan abnormal. Salah satu bentuk kehamilan

abnormal adalah penyakit trofoblas gestasional.2

14
Penyakit Trofoblastik Gestasional adalah sekelompok penyakit yang

berasal dari Khorion janin. Terdiri dari mola hidatidosa, mola invasif,

koriokarsinoma dan tumor trofoblastik plasenta site (PSTT) yang ditandai oleh

proliferasi jaringan trofoblastik yang abnormal.1

Sejak implantasi terjadi, hCG (human Chorionic Gonadotropin)

merupakan hormon peptida yangdihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas. Pada awal

kehamilan biasa, konsentrasi hCG dalam serum meningkat pesat seiring dengan

peningkatan ukuran trofoblastik.3

Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan amenore, hiperemesis,

perdarahan pervaginam, uterus lebih dari usia kehamilan, dan kadar ß-hCG

lebih tinggi dari pada usia kehamilan normal. Pengkuretan merupakan salah

satu terapi evakuasi jaringan mola hidatidosa. Setelah dikuret kadar ß-hCG

akan menurun secara perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak ditemui lagi.3

II. Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar

dan tidak sempurna dengan adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler

sehingga menunjukkan berbagai ukuran trofoblas ploriferatif abnormal. Pada

mola hidatidosa terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai

dengan perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin,

hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.

Janin biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus

itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus

15
buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan

hormon human chononic gonadotrophin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar

daripada kehamilan biasa.3,4

Gambar 1. Mola Hidatidosa 2

III. Epidemiologi

Dari 119 kasus PTG yang dilaporkan di Provinsi Limpopo Afrika

Selatan, terdapat 84 (70,6%) kasus dengan mola hidatidosa, sisanya sebanyak

35 (24,9%) kasus dengan lesi maligna. Frekuensi Mola banyak ditemukan di

negara–negara Asia, Afrika dan Amerika latin dari pada di negara-negara

barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa reproduksi

antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Frekuensi mola hidatidosa umumnya

di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan) daripada wanita di negara

Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap

sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di

Indonesia, 1 per 40 persalinan), penyebaran merata serta sebagian besar data

masih berupa hospital based.Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia

16
kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis

dan genetik.3,5

IV. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab terjadinya mola hidatidosa tidak diketahui dengan pasti,

diperkirakan adanya peranan kelainan kromosomal.6 Dua faktor risiko yang

paling penting yaitu usia pasien dan riwayat kehamilan mola sebelumnya.

Usia pasien baik terlalu muda atau terlalu tua terdapat kenaikan risiko secara

signifikan untuk terjadinya mola hidatidosa, terutama mola hidatidosa

komplit. Peningkatan yang paling mencolok pada wanita berusia 40 tahun

atau lebih, dimana risiko terjadinya mola hidatidosa komplit 7,5 kali lebih

tinggi daripada wanita berusia antara 21 dan 35 tahun. Riwayat abortus

berulang sebelumnya lebih umum terjadi pada pasien dengan mola

hidatidosa. Setelah satu kehamilan mola, risiko untuk terjadinya mola

hidatidosa yang baru meningkat 1% sampai 2%, dan setelah kehamilan mola

kedua, risiko terjadinya kehamilan mola berikutnya yaitu 15% sampai 20%.7

Adapun faktor risiko kemungkinan terjadinya Mola Hidatidosa adalah :8,9,10

1. Usia : ≤ 20 tahun dan > 40 tahun

Wanita dengan usia dibawah 15 tahun mempunyai resiko dua

puluh kali lebih tinggi dibanding dengan wanita yang berusia 20 – 40

tahun. Sementara wanita dengan usia > 45 tahun, sangat jauh berisiko

dibanding dengan usia 20 – 40 tahun.

17
2. Ras Asia

Kehamilan mola sangat banyak dialami oleh wanita dari ras Asia

seperti Taiwan dengan laporan kasus kehamilan mola 1 : 125, Filipina

dan Jepang dengan laporan kasus kehamilan mola 2 : 1000, juga dapat

menyerang wanita di Eropa sekitar 1 : 1000 dan Amerika dengan laporan

kasus mola 1 : 1500.

3. Defisiensi nutrisi

4. Riwayat Kehamilan mola sebelumnya.

V. Klasifikasi

Klasifikasi PTG dibuat oleh World Health Organization Scientific Group

on Gestational Trophoblastic Disease pada tahun 1983, kemudian diperbaharui

oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) pada

tahun 2002 dan disempurnakan oleh American College of Obstetrics and

Gynecology pada tahun 2004 sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi PTG berdasarkan modifikasi WHO4,11

Klasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional


Lesi Molar (Hydatidiform Moles)
a. Mola Hidatidosa
 Komplit
 Parsial
b. Mola Invasif

Lesi Nonmolar (Trophoblastic Tumors)


a. Koriokarsinoma
b. Plasental Site Trophoblastic Tumor
c. Tumor trofoblastik epiteloid

18
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak

disertai janin maka disebut mola hidatidosa komplit sedangkan bila disertai

janin atau bagian dari janin disebut parsial (PTG benigna) dan mola invasif

(PTG maligna).11

1. Mola Hidatidosa Komplit: merupakan hasil kehamilan tidak normal

tanpa adanya embrio-janin, dengan pembengkakan hidrofik vili plasenta

dan seringkali memiliki hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan.

Pembengkakan vili menyebabkan pembentukan sisterna sentral disertai

penekanan jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan

pembuluh darah. Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel–

vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat,

berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok–

kelompok menggantung pada tangkai kecil. Secara makroskopis, MHK

mempunyai gambaran yang khas yaiu berbentuk kista atau gelembung-

gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3 cm,

berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan. Kalau

ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar

tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Mola

hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat

androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel

sperma membawa kromosom 23X melakukan fertilisasi terhadap sel telur

yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami

duplikasi membentuk 46XY dan 46XX heterozigot. Secara makroskopik

19
pada kehamilan trimester dua berbentuk seperti anggur karena vili

korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan

trimester pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah lebih

sedikit, bercabang, dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas

hiperplastik dengan banyak pembuluh darah. Temuan histologi ditandai

oleh:2,4

a) Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma vilus

b) Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

c) Proliferasi sel epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

d) Tidak adanya janin dan amnion

Gambar 2. Mola hidatidosa Komplit 7

2. Mola Hidatidosa Parsial: merupakan triploid yang mengandung dua set

kromosom paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid

akibat dua set kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial.

20
Seringkali terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti

pada pembuluh darah vili korialis.2,4

Mola ini mengalami perubahan yang bersifat fokal dan kurang

agresif pertumbuhannya dibanding dengan mola hidatidosa komplit.

Mungkin dijumpai beberapa jaringan fetus, biasanya minimal ditemukan

kantong amnion. Temuan histologi ditandai dengan :

a) Campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu.

Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh

darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi

mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.

b) Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola

hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.

c) Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua.

Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi

fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar,

jarang terlihat pada aborsi hidropik.

d) Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah

bernukleus juga amnion.

21
Gambar 3. Mola hidatidosa Parsial7

3. Mola Invasif : Merupakan neoplasia trofoblas gestasional dengan gejala

adanya vili korialis disertai pertumbuhan berlebihan dan invasi sel-sel

trofoblas. Jaringan mola invasive melakukan penetrasi jauh ke

miometrium, kadang-kadang melibatkan peritoneum, parametrium di

sekitarnya atau dinding vagina. Mola invasive terjadi pada sekitar 15%

pasien pasca evakuasi mola hidatidosa komplit.2

Tabel 2. Perbedaan Mola Hidatidosa Komplit dan Parsial8

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46 XX atau 46 XY Umumnya 69 XXX
atau 69 XXY
(triploid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasi Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
trofoblastik ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering Jarang
Penyakit pascamola 15-20% < 5%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

22
VI. Patofisiologi

Kehamilan mola hidatidosa komplit (MHK) terjadi karena sebuah

ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi

oleh sperma haploid 23 X. Kromosom ini kemudian mengadakan

penggandaan sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46 XX. Jadi, kromosom

MHK itu seperti wanita, tetapi kedua X-nya berasal dari ayah. Jadi tidak ada

unsur ibu sehingga disebut sebagai Diploid Androgenetik.

Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu

yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang

diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban,

dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada

bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang

patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti

anggur. Mengapa ovum kosong ? Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada

proses meosis, yang seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23

X, terjadi peristiwa yang disebut nondysfunction, di mana hasil

pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK, ovum 0 inilah yang dibuahi.

Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan struktural

kromosom, berupa balanced translocation. MHK dapat pula terjadi akibat

pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua

haploid 23 X, atau satu haploid 23 X dan satu haploid 23 Y. Akibatnya bisa

terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan dengan dispermi tidak

terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil reduplikasi dan 46 XX hasil

23
pembuahan dispermi, walaupun tampaknya sama, sesungguhnya berbeda,

karena yang pertama berasal dari suatu sperma (homozigot) dan yang kedua

berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada yang menganggap bahwa 46 XX

heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih besar. Pembuahan dispermi

dengan dua haploid 23 XY (46YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi

(Nonviable).12

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu

triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX

atau 69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan

mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan, janin

itu biasanya triploid dan cacat.11

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari

penyakit trofoblas:

1. Teori Hertig (missed abortion)

Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-

5 minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan

peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan

mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah kista-kista kecil yang

makin lama makin membesar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung

mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan

vili yang edematous. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu

disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine

24
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya

gangguan angiogenesis.11,12

2. Teori Neoplasma Park

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Adanya jaringan

trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun

neoplasi. Bentuk abnormal ini juga disertai dengan fungsinya juga

menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan

yang berlebihan ke dalam villi sehingga menimbulkan gelembung.

Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian

mudigah.11,12

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa

gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,

sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga

hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi

dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias:

(1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan

kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans

tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial

giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium

dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista

lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola

hidatidosa sembuh.2,7,11

25
VII.Gambaran Klinik

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling

umum ditemui.Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.

Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke

tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum

aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit

atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai

akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama

pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita

dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,

demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik,

diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan

muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya

proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran

jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.7.11,12

2. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia

kehamilan).

Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat

daripada yang diperkirakan berdasarkan usia kehamilan. Hal ini

ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus

yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan

26
normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini

perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan

kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk

diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita

nullipara Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di

bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca

lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran

uterus biasa.7,11,12

3. Tidak adanya aktivitas janin

Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak

ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin

terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang

bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat

normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada

plasenta yang disertai janin hidup.7,11,12

4. Eklamsia dan Preeklamsia

Preeklamsia pada kehamilan mola dapat timbul pada trimester

ke 2. Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat

sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang

terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa. 7,11,12

27
5. Hiperemesis

Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah

satu gejala mola hidatidosa. 7,11,12

6. Tirotoksikosis

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola

sering meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut

Curry insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih

tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa

berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin

besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola

dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata

menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda

tirotoksikosis secara aktif.8,10,11

Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang

lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya

keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.

Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti

yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang

meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic

Gonadotropin hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan

fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000

IU/L yang bersifat tirotoksis.11,12

28
a) Mola Hidatidosa Komplit

1) Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet. Jaringan

mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus

mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap

masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.

2) Hiperemesis : Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang

berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon

β-HCG

3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi,

tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala

preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik

hipertensi ( TD >140/90 mmHg), protenuria (>300 mg/dl), dan edema

dengan hiperefleksia.

29
Resume Gejala Klinik Mola Hidatidosa Komplit (MHK)
1. Keluhan utama
a. Amenorea
b. Enek & Muntah (Hiperemesis)
c. Perdarahan pervaginam
Pada permulaannya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, hanya
keluhan enek dan muntahnya sering berlebihan. Adanya perdarahan
pervaginam sering disangka sebagai abortus biasa.
2. Perubahan yang menyertai
a. Uterus berkembang cepat, lebih besar dari tuanya kehamilan,
sering disertai ballooning pada SBR.
b. HCG lebih tinggi dari normal ( >105 mIU/ml)
c. Sering disertai Kista Lutein, sebagai akibat rangsangan ß-hCG
kepada ovarium yang berlebihan. Bisa unilateral atau bilateral.
3. Penyulit
a. Preeklampsia/Eklampsia, tidak seperti kehamilan biasa, pada
MHK, terjadi lebih dini.
b. Tirotoksikosis, terjadinya akibat rangsangan hormone hCG
kepada kelenjar tiroid

b) Mola Hidatidosa Parsial

1) Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang

sama dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan

tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortion.

2) Perdarahan pervaginam

3) Adanya denyut jantung janin.

30
VIII. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang, di antaranya sebagai berikut : 2

1. Anamnesis

a) Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia

kehamilan 6-16 minggu. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak

teratur, berwarna merah kecoklatan.

b) Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan

biasa (hiperemesis gravidarum) .

c) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu

ada) yang merupakan diagnosa pasti.

d) Kadang kala timbul gejala preeklampsia.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi : Inspeksi: muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat

kekuning-kuningan, yang disebut muka mola (mola face). Selain itu,

kalau gelembung mola keluar, dapat terlihat jelas.

b) Palpasi :

1) Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba

lembek

2) Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan

janin.

3) Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar,

fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.

31
c) Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

d) Pemeriksaan dalam :

1) Memastikan besarnya uterus

2) Uterus terasa lembek

3) Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis.

e) Uji Sonde: Sonde dimasukkan ke dalam kanalis servikalis secara

pelan dan hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan,

kemungkinan mola.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan kadar ß-hCG

Human Chorionic Gonadotropin diproduksi oleh proliferasi trofoblas

dan konsentrasi HCG di urin atau serum menunjukkan jumlah dari sel

trofoblas yang hidup sehingga HCG merupakan penanda unik untuk

managemen pasien dengan PTG.

ß-HCG urin > 100.000 mIU/ml

ß-HCG serum > 40.000 IU/ml

b) Pemeriksaan kadar T3 /T4

ß-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,

mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.

Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,

tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan

meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi

krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang,

32
kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran sampai

delirium-koma.

4. Histopatologi

Gambaran histopatologi yang khas dari mola hidatidosa adalah

edem stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik

dan proliferasi sel-sel trofoblas.2

5. Pemeriksaan Imaging

a) Ultrasonografi

Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran

sepertigambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow

storm)dengan atau tanpa disertai kantong gestasi atau janin.

Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang

pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan

memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.2

Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik

sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik,

missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada

kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih

spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian

anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.

33
Gambar 6.USG Ginekologi penderita menunjukkan gambaran
snow storm appearance12

b) Foto polos abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin.

IX. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Perbaikan keadaan umum

Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum

penderita harus distabilkan. Tergantung pada bentuk penyulit, kepada

penderita dapat diberikan :11,12

a) Transfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemia

b) Antihipertensi/konvulsi, seperti pada preeklampsia/eklampsia

c) Obat antitiroid, bekerja sama dengan Bagian Penyakit Dalam.

34
2. Evakuasi (Pengeluaran) jaringan mola

Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera

diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuretase, b) histerektomi.

a) Kuretase

Kuretase merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi

jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan

infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan

kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk

menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan.

Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi

dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan

menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat

dikurangi14.Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan

miometrium memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya

dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan

alat kuret yang tajam dan besar. Jika terdapat mola hidatidosa yang

besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret

hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan

ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau

perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah

untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama

kuretase berlangsung. 12

35
b) Histerektomi

Sebelum kuretase digunakan, histerektomi sering dipakai

untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun

histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup

umur dan cukup mempunyai anak.9

Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur

tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi

timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun

dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan

histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah

tampak adanya tanda-tanda mola invasif. 12

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya

keganasan di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas

tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan

hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate

atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan

alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan

sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat

bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan

metastasis, serta mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus

36
sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap

sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan

untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM

dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen

kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen

kemoterapi. 12

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang

mengarah keganasan, terutama pada tingkat yang sangat dini, dan untuk

melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik anatomis,

laboratories maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar

ß-hCG dan kembalinya fungsi haid.12

37
BAB III
ANALISA KASUS

Pasien Ny. M G4p3A0 masuk dengan keluhan keluar darah dari

jalan lahir sejak 2 minggu yang lalu, dirasakan makin memberat sejak 1

minggu yang lalu. Darah berwarna merah segar sebanyak kurang lebih 1

sarung. Awalnya nyeri perut bagian bawah sejak 5 bulan lalu bersifat hilang

timbul. Keluhan lain yang dirasakan demam (-), nyeri kepala (+), pusing

(+), sesak (-), penglihatan kabur (-), sering mual berlebihan (+) dan muntah

(+). BAB dan BAK dalam batas normal. HPHT : ?/8/2018. Riwayat

penyakit : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-). Riwayat ANC (-), TT

(-). Sebelumnya telah dilakukan plano test pada bulan oktober didapatkan

hasil positif (+) dan USG (+) pada tanggal 10 Desember 2018 dengan hasil

baca : tampak massa vesikel intra uterine, snow storm appearance, FHR (-)

kesan Molahidatidosa parsial.

Pada teori, Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa

reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Frekuensi mola

hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan)

daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,

mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden

yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), penyebaran merata

serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola

38
hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi

buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik.3,5

Penyebab terjadinya mola hidatidosa tidak diketahui dengan pasti,

diperkirakan adanya peranan kelainan kromosomal.6 Dua faktor risiko yang

paling penting yaitu usia pasien dan riwayat kehamilan mola sebelumnya.

Usia pasien baik terlalu muda atau terlalu tua terdapat kenaikan risiko secara

signifikan untuk terjadinya mola hidatidosa, terutama mola hidatidosa

komplit. Peningkatan yang paling mencolok pada wanita berusia 40 tahun

atau lebih, dimana risiko terjadinya mola hidatidosa komplit 7,5 kali lebih

tinggi daripada wanita berusia antara 21 dan 35 tahun. Riwayat abortus

berulang sebelumnya lebih umum terjadi pada pasien dengan mola

hidatidosa. Setelah satu kehamilan mola, risiko untuk terjadinya mola

hidatidosa yang baru meningkat 1% sampai 2%, dan setelah kehamilan mola

kedua, risiko terjadinya kehamilan mola berikutnya yaitu 15% sampai 20%.7

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak

disertai janin maka disebut mola hidatidosa komplit sedangkan bila disertai

janin atau bagian dari janin disebut mola hidatidoasparsial (PTG benigna)

dan mola invasif (PTG maligna).11

Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu

gejala mola hidatidosa. Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa

yang paling umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan

masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai

bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat

39
sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-

sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau

kematian.Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat

daripada yang diperkirakan berdasarkan usia kehamilan. Hal ini ditemukan

pada setengah dari semua pasien mola.

Pada pemeriksaan mata tidak didapatkan konjungtiva anemis,

pemeriksaan abdomen didapatkan Inspeksi: cembung, ikut gerak nafas,

Auskultasi: peristaltik (+) kesan normal, Palpasi: nyeri tekan (+) perut

bagian bawah, TFU setinggi umbilicus, massa (-), Perkusi : timpani.

Pemeriksaan dalam vagina : Vulva/Vagina tidak ada kelainan, Porsio teraba

lunak dan tebal, Uterus posisi antefleksi, Adneksa kesan normal, Cavum

douglasi : tidak menonjol, Pelepasan : darah (+).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada tanggal ?/10/2018

didapatkan Planotest (+). Pemeriksaan laboratorium Darah Rutin: WBC :

13,6. PLT : 126, HGB 9,5 g/dL. Pemeriksaan USG didapatkan gambaran

snow storm appearance, tampak massa vesikel intra uterin, FHR (-) kesan

molahidatidosa parsial. Pemeriksaan radiologi foto thorax tanggal 10

Desember 2018 : cor membesar dan bentuk normal, pulmo tak tampak

infiltrate dan nodul, sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam, tulang-tulang

tampak baik, kesan cardiomegaly. Pemeriksaan β-HCG (21 Desember 2018

: 301500*

40
Pemeriksaan kadar ß-Hcg, Human Chorionic Gonadotropin

diproduksi oleh proliferasi trofoblas dan konsentrasi HCG di urin atau

serum menunjukkan jumlah dari sel trofoblas yang hidup sehingga HCG

merupakan penanda unik untuk managemen pasien dengan PTG.

ß-HCG urin > 100.000 mIU/ml


ß-HCG serum > 40.000 IU/ml
Pemeriksaan USG memiliki peran penting pada penegakan

diagnosis mola hidatidosa baik komplit maupun parsial. Hampir semua

pasien mola hidatidosa didiagnosis dengan USG. Pada kehamilan mola,

bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti gambaran sarang

lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm) dengan atau tanpa

disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan

pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal

kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar dari pada usia

kehamilannya. Pada pemeriksaan USG tidak adanya aktivitas janin.

Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak

ditemukan adanya denyut jantung janin.2

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramadhan B. Penyakit trofoblastik gestasional. 2011.[online : 17

September 2017] Available from URL :

http://www.digilib.unimus.ac.idfilesdisk1104jtptunimus-gdl-windapuspi-

5153-2-bab2.pdf

2. Paputungan V Tiara, Wagey W Freddy, Lengkong A Rudy.Profil

penderita mola hidatidosa di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado.Jurnal e-Clinic (eCl), Vol.(4) Nomor 1, Januari-Juni 2016. hal

215-22

3. Syafii, S Aprianti, Hardjoeno. Kadar b-hCG penderita mola hidatidosa

sebelum dan sesudah kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology

and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 1, Nov. 2006: hal. 1-3.

4. Anwar M., Baziad A., dan Prabowo R.P. 2011. Penyakit Trofoblas

Getasional : Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo: Jakarta, hal.208-216.

5. Simbolon YW. Mola Hidatidosa. Laporan Kasus. Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada [cited 26 September 2017]; 2013. 29 p. Available from: URL:

https://xa.yimg.com/kq/groups/81481944/2132130294/name/YW+Lapsus

+mola+hidatidosa+Mentawai.pdf

6. Niemann I, et. al. Gestational Trophoblastic Disease: Clinical Guidelines

for Diagnosis, Treatment, Follow-up, and Counselling. Dan Med J2015

[cited 26 September 2017]; 62(11). p. 1-19. Available from: URL:

42
http://pure.au.dk/portal/files/95764072/B91_Niemann_Dan_Med_J_2015

pdf

7. Gant N.F., dan Cunnningham F.G. 2010. Penyakit Trofoblastik

Gestasional : dasar-dasar Ginekologi dan Obstetri. EGC : Jakarta, hal.292-

298.

8. Victoria. 2014. Hydatidiforme Mole. Royal Women’s Hospital : Australia,

page 1-3.

9. Hextan YS, Ernest IK, Laurence AC. 2012. Trophoblastic Disease : Figo

Cancer Report 2012. International Journal Of Gynecology and Obstetrics.

page 130-136.

10. Dutta S. 2015. Molar Pregnancy : A systematic Review. World Journal

Pharmaceutical Research : Kolkata, India. page 1950 – 1970.

11. Hoffman B.L., dkk. 2012. Gestational Trophoblastic Disease : Williams

Gynecology, Edisi II. Mc Graw Hill : Texas, Amerika Serikat, hal.898-

912.

12. Martaadisoebrata D. Mola Hidatidosa dalam Buku Pedoman Pengelolaan

Penyakit Trofoblas Gestasional. Jakarta. EGC;2005. Hal.7-35

43

Anda mungkin juga menyukai