0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
29 tayangan1 halaman
Kumpulan puisi ini membahas tentang cinta, keindahan alam, dan kesadaran diri. Puisi "Aku Ingin" menggambarkan cinta yang sederhana tanpa kata-kata. Puisi "Taman Dunia" menggambarkan kekasih yang membawa sang pujangga menikmati keindahan alam. Puisi-puisi lainnya seperti "Cintaku Jauh di Pulau", "Kesadaran", dan "Tapi" lebih menekankan perasaan rindu, kebebasan berp
Kumpulan puisi ini membahas tentang cinta, keindahan alam, dan kesadaran diri. Puisi "Aku Ingin" menggambarkan cinta yang sederhana tanpa kata-kata. Puisi "Taman Dunia" menggambarkan kekasih yang membawa sang pujangga menikmati keindahan alam. Puisi-puisi lainnya seperti "Cintaku Jauh di Pulau", "Kesadaran", dan "Tapi" lebih menekankan perasaan rindu, kebebasan berp
Kumpulan puisi ini membahas tentang cinta, keindahan alam, dan kesadaran diri. Puisi "Aku Ingin" menggambarkan cinta yang sederhana tanpa kata-kata. Puisi "Taman Dunia" menggambarkan kekasih yang membawa sang pujangga menikmati keindahan alam. Puisi-puisi lainnya seperti "Cintaku Jauh di Pulau", "Kesadaran", dan "Tapi" lebih menekankan perasaan rindu, kebebasan berp
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Kau masukkan aku ke dalam taman- dunia, kekasihku ! dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa, kuntum kepada api yang menjadikannya abu. tersenyum. kau tundukkan huluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Kau gemalaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah. dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Tercengang aku takjub, terdiam. berbisik engkau: “Taman swarga, taman swarga mutiara rupa”. Puisi Engkaupun lenyap. (Korrie Layun Rampan) Termanggu aku gilakan rupa.
Jalan ini berdebu, kekasih
Terbentang di padang rasa Cintaku Jauh di Pulau Enam belas matahari memanah dari enam belas ufuk (Chairil Anwar) Siang pun garang sepanjang kulminasi Cintaku jauh di pulau, Bahak malam mengikut pelan langkah tertatih gadis manis, sekarang iseng sendiri Ketipak bulan putih Di taman kekasih Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. Pengantinku angin membantu, laut terang, tapi terasa Antara kerikil dan pasir merah aku tidak ‘kan sampai padanya. Tersembunyi jejak-jejak yang singgah Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Kesadaran Ajal bertakhta, sambil berkata: (Armijn Pane) “Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Pada kepalaku sudah direka, Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Mahkota bunga kekal belaka, Perahu yang bersama ‘kan merapuh! Aku sudah jadi merdeka, Mengapa Ajal memanggil dulu Sudah mendapat bahagia baka. Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Aku melayang kelangit bintang, Manisku jauh di pulau,
Dengan mata yang bercaya-caya, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. Punah sudah apa melintang, Apa yang dulu mengikat saya. Tapi Mari kekasih, jangan ragu (Sutardji Calzoum Bachri) Mencari jalan; aku mendahului, Adinda kini aku bawakan bunga padamu Mari, kekasih, turut daku tapi kau bilang masih Terbang kesana, dengan melalui, aku bawakan resahku padamu Hati sendiri tapi kau bilang hanya aku bawakan darahku padamu tapi kau bilang cuma aku bawakan mimpiku padamu tapi kau bilang meski aku bawakan dukaku padamu tapi kau bilang tapi aku bawakan mayatku padamu tapi kau bilang hampir aku bawakan arwahku padamu tapi kau bilang kalau tanpa apa aku datang padamu wah !