B16 Sah
B16 Sah
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi dan Derajat
Infestasi Tungau Debu Rumah di Asrama Mahasiswa adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir diskripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
ABSTRACT
SHOFAN AMALUL HAQI. The Prevalence and Degree of Infestation House Dust
Mites in Student Dormitory. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI.
House dust mite (HDM) is an allergenic substance that causes asthma and
rhinitis in humans. HDM is found in humid houses, mattresses, pillows, bolsters,
carpets, and many other furnitures. This study aimed to determine the prevalence
of house dust mites infestation and to determine the degree of dust mites / gram of
dust in IPB Bogor dormitory, identifying the diversity and distribution of house dust
mites,. The research was done in the IPB dormitory area and the dust collecting
location were done in three area, beds, furnitures, and floors by a vacuum cleaner
then isolated and identified under microscope in the laboratorium. The result
showed that the distribution of HDM in boy’s dormitory were mostly found on the
floors (73.33%), followed by beds (27.11%), and furnitures (26.94%). The highest
average density of HDM in the floors (22 mites/gram of dust). The distribution of
HDM in girl’s dormitory were mostly found on the furnitures (48.50%), floors
(29.66%), and beds (21.84%). The highest average density of HDM in the furnitures
(22 mites/gram of dust). There were identified into 6 types of HDM found Blomia
tropicalis (42.42%), Dermathophagoides pteronyssinus (19.10%), Cheyletidae
(14.63%), Blomia spp (9.83%), Mesostigmata (8.79%), Dermathophagoides
farinae (5.23%). HDM was harmful for the dormitory occupants’s health.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak Desember 2015 ialah Prevalensi dan Derajat
Infestasi Tungau Debu Rumah di Asrama Mahasiswa.
Penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sangat besar kepada yang terhormat
komisi pembimbing Prof Dr Upik Kesumawati Hadi, MS PhD atas bimbingan arahan,
motivasi, semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen dan pegawai Laboratorium Entomologi
Divisi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB. Disamping itu, penulis juga
mengucapkan terimah kasih banyak Kakak Nur Qomariah, mahasiswa Pasca Sarjana
Parasitologi dan Entomologi kesehatan dan seluruh pengurus Badan Pengawas
Asrama yang telah mengizinkan dan mendukung secara penuh kegiatan penelitian
yang saya lakukan.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Suyatno
(alm.) dan Ibunda Nelmi Hauzani serta saudaraku (Dhaifan A. Erinko dan Zulhammi
Ulya) atas segala do‟a, kasih sayang dan bantuan materil yang tak henti-hentinya serta
semua pengorbanannya yang tak ternilai harganya kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa ucapan terima kasih pada seluruh teman-teman
seperjuangan FKH 48 (Ganglion) yang mendukung karya ilmiah ini
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan
kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya
sebagai penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya.Badan
Bogor, September 2016
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
Siklus Tungau ...................................................................................................... 2
Morfologi Tungau ................................................................................................ 3
Distribusi Tungau Debu Rumah .......................................................................... 4
Habitat Tungau Debu Rumah .............................................................................. 4
Gangguan akibat Inflamasi Tungau Debu Rumah ............................................... 4
Pencegahan dan Pengendalian ............................................................................. 5
METODE ................................................................................................................ 6
Waktu dan Tempat ............................................................................................... 6
Pengambilan sampel Tungau Debu Rumah ......................................................... 6
Isolasi dan Identifikasi Tungau Debu Rumah ...................................................... 6
Analisis Data ........................................................................................................ 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7
SIMPULAN ........................................................................................................... 13
Simpulan ............................................................................................................ 13
Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 16
Lampiran ................................................................................................................ 17
DAFTAR TABEL
1 Jumlah dan Presentase Jenis TDR di Asrama Mahasiswa IPB ................ 8
2 Kelimpahan nisbi dan angka dominasi TDR yang terdapat pada lokasi
penelitian di Asrama Mahasiswa IPB ................................................... 11
3 Kepadatan dan Sebaran TDR di Asrama Mahasiswa IPB ..................... 12
DAFTAR GAMBAR
1 Jenis-jenis Tungau Debu Rumah yang ditemukan di Asrama ............... 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Habitat Tungau Debu Rumah................................................................. 17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Debu merupakan kumpulan partikel yang berasal dari rambut, daki, rambut
binatang, sisa makanan, serbuk sari, dan skuama (sisa kulit pada manusia) (Sungkar
2004). Debu banyak ditemukan di lingkungan permukiman manusia yang berupa
tempat tinggal dengan berbagai kebutuhan yang ada seperti kasur, bantal, karpet,
furnitur dan perabot rumah tangga lainnya (Denmark dan Cromroy 2014). Menurut
Sun et al. (2014), tungau debu rumah (TDR) ditemukan di dalam debu yang berasal
dari tempat tinggal manusia.
Tungau adalah arthropoda berkaki delapan dengan metamorfosis tidak
sempurna, termasuk dalam ordo Acari, kelas Arachnida. Ordo utama tungau yang
ditemukan pada debu rumah adalah Astigmata, Prostigmata, Mesostigmata dan
Oribatida (Colloff dan Spieksma 1992). Jenis TDR yang sering ditemukan dari
subfamili Dermatophagoidinae yaitu Dermatophagoides pteronyssinus, D. farinae,
dan D. microceras, dari subfamili Pyroglyphinae adalah Euroglyphus maynei, dari
famili Acaridae adalah Acarus siro, Tyrophagus putrescentiae dan T. longior, serta
famili Glycyphagidae adalah Lepidoglyphus destructor dan Glycyphagus
domesticus (Warner et al. 1999).
Tungau debu rumah merupakan komponen alergenik utama dari debu rumah.
Alergi yang diakibatkan oleh TDR terjadi 1-2% pada populasi di dunia (WHO
1998). Hasil Penelitian berbagai jenis TDR di Galacia (Spanyol) melaporkan 80
pasien yang terkena alergi, 16.3% positif alergi terhadap antigen L. destructor dan
T. putrescentiae, 41.3% positif alergi terhadap D. pteronyssinus dan D. farinae dan
34% positif terhadap L. destructor, T. putrescentiae dan A. siro (Bosquete et al.
2006). Laisina et al. (2007) mengatakan timbulnya asma pada anak sekolah dasar
di Kecamatan Wenang Kota Manado disebabkan alergen inhalan dari TDR.
Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup tungau dan prevalensinya
adalah kelembaban lingkungan ( Larry et al. 2002). Suhu dan kelembaban optimal
bagi perkembangan populasi TDR yaitu 250C-300C dan kelembaban relatif 70-80 %
dengan kelembaban kritis 60-65 %. Perkembangbiakan tungau debu rumah
terganggu pada suhu di atas 320C dengan kelembaban udara 60 % (Oemiati et al.
2010).
Tingginya prevalensi TDR di lingkungan perkotaan telah dilaporkan di
beberapa negara (Larry et al. 2002) dan di Asia (Thomas 2010), tetapi di Asrama
masih belum banyak diketahui. Arsip pertama di Indonesia mengenai TDR
dilaporkan di Jakarta oleh Baratawidjaja et al. (1998) dan di Denpasar oleh Santoso
(1998). Sejauh ini di Indonesia informasi mengenai TDR dan khususnya Asrama
kurang tersedia sehingga mendorong perlunya dilakukan penelitian ini.
2
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Tungau
Siklus hidup tungau terdiri dari telur (prelarva), larva, nimfa, protonimfa,
deutonimfa dan tritonimfa (dewasa). Seekor tungau mampu menghasilkan beberapa
ratus sampai ribuan telur (Hadi dan Soviana 2010). Tungau debu berkembang dari
telur hingga menjadi dewasa membutuhkan waktu 2-3 hari pada beberapa jenis
tungau Prostigmata dan Mesotigmata (Krantz dan Walter 2009). Perkembangan
tungau Astigmata yaitu D. pteronyssinus dari telur hingga dewasa untuk jenis
kelamin betina memerlukkan waktu 16-24 hari dan jenis kelamin jantan sekitar 6-7
minggu minggu. Siklus hidup tungau betina lebih pendek dibandingkan dengan
tungau jantan (Podder et al. 2009).
Prelarva (telur). Telur merupakan bagian tahapan awal kehidupan tungau.
Prelarva ini tidak bergerak, terisolir dalam korion telur dan tidak makan. Prelarva
(telur) berkembang hingga menjadi larva memerlukan waktu paling cepat sekitar
36 jam dan paling lambat sekitar 14-15 hari pada tungau Prostigmata (Krantz dan
Walter 2009). Potensi TDR untuk berkembangbiak dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan (Hart 1998). TDR D. pteronyssinus berkembang dari telur hingga
menjadi larva di laboratorium membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari pada suhu 25oC
dan kelembaban 80% (Podder et al. 2009).
Larva. Larva merupakan tahapan perkembangan setelah prelarva (telur)
dengan ciri khas memiliki tiga pasang kaki, dan tidak memiliki alat kelamin.
Sebagian larva tampak lambat, lemah dan tidak makan (beberapa hidup bebas
seperti Mesostigmata) sedangkan famili Cheyletidae bersifat predator (Southcott
1999). Proses pekembangan dari larva hingga menjadi nimfa pada D. pteronyssinus
di laboratorium membutuhkan waktu sekitar 1-2 hari pada suhu 25oC dan
kelembaban 80% (Podder et al. 2009).
Nimfa. Nimfa merupakan tahapan perkembangan setelah larva. Tahapan ini
terdiri dari tiga tahapan yaitu protonimfa, deutonimfa dan tritonimfa (Hadi dan
Soviana 2010). Tahapan nimfa ditemukan empat pasang kaki dan mengalami
3
Morfologi Tungau
Tubuh tungau berukuran sekitar 500 μm dan berat sekitar 5-10 mg, seperti
halnya caplak. Tubuh tungau terbagi menjadi dua bagian yang besar yaitu
gnatosoma (anterior) dan idiosoma (posterior) (Krantz dan Walter 2009). Bagian
idiosoma tidak mempunyai skutum atau perisai dorsal. Tungau memiliki mata
tunggal dan tiga pasang tungkai untuk tungau dewasa. Mulut tungau umumnya
tidak memiliki hipostom, kecuali pada Mesostigmata sedangkan untuk stigmata
atau lubang pernafasan letaknya berbeda-beda. Subordo Mesostigmata (contohnya
Dermanyssidae) mempunyai stigmata yang terletak di antara pasangan tungkai
ketiga dan keempat. Tungau Prostigmata (contohnya, Demodicidae) terletak di
bagian depan tubuh, dan tungau Astigmata bernafas melalui permukaan tubuhnya
yang lembut. Bagian tubuh yang lembut dilindungi oleh beberapa lempeng ventral
di antara bagian tubuh yang lain (Hadi dan Soviana 2010).
Gnatosoma atau capitulum menyerupai kepala pada arthropoda, dan bagian
ini merupakan karakter penting untuk taksonomi. Bagian gnatosoma ini terdapat
beberapa bagian alat tubuh yaitu: epistome/tectum, hypostome, palpi dan chelicera
(kelisera). Kelisera merupakan organ utama yang berfungsi untuk sebagai alat
makan. Bentuk dan ukuran kelisera berbeda berbeda tetapi alat ini teradaptasi untuk
menembus, mengisap, atau mengunyah makanan. Bagian kelisera jantan dilengkapi
4
dengan spermatodactyl, yaitu alat untuk mentrasfer sperma ke tubuh tungau betina
(Hartini et al. 2009).
Idiosoma mempunyai fungsi sama dengan abdomen, thoraks, bagian kepala
serangga dan berbagai organ yang berfungsi sebagai alat gerak, pernafasan,
perkawinan, peraba serta sekresi. Bagian abdomen TDR terdapat kutikula yang
memiliki lurik yang berbeda beda pada setiap spesies, dan digunakan sebagai
identifikasi (Hartini et al. 2009).
Stadium pradewasa (protonimfa dan deutonimfa) dan dewasa tungau
mempunyai kaki empat pasang, sedangkan tingkatan larva mempunyai tiga pasang
kaki. Bagian kaki terdiri dari koksae, trokhanter, femur, genu, tibia, tarsus, dan
cakar (claw). Bagian dari kaki ini dan aksesorisnya seperti jumlah bulu dan bentuk
tonjolan (spur) merupakan karakter yang penting untuk membedakan jenis TDR
(Krantz dan Walter 2009).
bersin, hidung tersumbat, dan rinore/hidung berair. Kondisi tersebut akan berujung
sebagai penyebab timbulnya penyakit asma (Pawangkar et al. 2012). Reaksi alergi
terdiri dari 2 fase, yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak
kontak dengan alergen sampai 1 jam setelah kontak dan reaksi alergi fase lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktivitas)
setelah terpapar alergen dan dapat berlangsung sampai 24–48 jam (Natalia 2015).
Bagian tubuh TDR yang menyebabkan alergen yaitu kutikula, organ seksual,
saluran pencernaan dan TDR yang sudah mati serta tinjanya yang merupakan
allergen potensial. Antigen pada D. pteronyssinus terutama di saluran cerna dan
kutikula. Tungau diperkirakan menghasilkan 2000 partikel tinja, 50 telur, dan 4
kutikula, sehingga secara tidak langsung memperlihatkan bahwa >95% alergen
tungau berasal dari partikel tinja, dalam masa tiga bulan kehidupannya (Mantu et
al. 2016).
METODE
Pengambilan sampel tungau debu dilakukan di Asrama yang terbagi dua yaitu
Asrama Putra C1 dan C3 dan Asrama Putri A5 Sylvasari. Pengambilan sampel
tungau debu asrama putra diambil secara acak sebanyak 30 kamar dan pengambilan
sampel tungau debu asrama putri diambil secara acak sebanyak 20 kamar. Debu
diambil dengan menggunakan vacuum cleaner (penghisap debu) dan sapu kecil
plastik pada setiap kamar. Lokasi pengambilan debu di dalam asrama dipilih dari
tiga titik yaitu, tempat tidur (debu seprai, debu bantal, debu kasur, debu ranjang),
perabot (kursi, meja, lemari, furniture dll), dan lantai. Debu yang berasal dari setiap
titik dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berbeda dan diberi label.
Analisis Data
Keanekaragaman Jenis
Indeks Keanekaragaman
Tabel 1 Jumlah dan Presentase Jenis Tungau Debu Rumah di Asrama Mahasiswa
IPB 2015
Jumlah TDR dari Asrama Mahasiswa IPB sebanyak 2105 dari jumlah
keseluruhan sampel seberat 150 gram debu. Enam jenis TDR ditemukan di Asrama
Mahasiswa IPB, masing-masing tergolong dalam tiga subordo yang berbeda yaitu
Astigmata, Prostigmata, dan Mesostigmata. Sebanyak tiga famili yang berbeda,
antara lain Glycyphagidae (B. tropicalis, Blomia spp), Pyrogliphidae (D.
pteronyssinus dan D. farinae), dan Cheyletidae.
B. tropicalis terbanyak ditemukan di Asrama Mahasiswa IPB. B. tropicalis
merupakan tungau debu rumah yang menyebabkan asma dan rhinitis (Chua et al.
2007). Li et. al (2009) melaporkan 40.7% dari 4545 pasien yang positif asma dan
rhinitis akibat TDR B. tropicalis menggunakan test skin prick, dengan usia pasien
5-34 tahun. Tungau ini termasuk kategori tungau dengan waktu generasi, periode
oviposisi dan perkembangan telur dalam waktu singkat (r-selected) dibandingkan
dengan jenis tungau lainnya (Collof 2009). Hal ini menyebabkan tungau B. tropicalis
dapat dengan mudah ditemukan di asrama.
D. pteronyssinus kedua terbanyak ditemukan di Asrama Mahasiswa IPB.
TDR ini merupakan tungau yang banyak ditemukan di permukiman manusia dan
bersifat kosmopolit di seluruh dunia (Arlian dan Platts-Mills 2002). D. pteronyssinus
dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada suhu 16-35oC, dari telur sampai dengan
dewasa kira-kira 20 hari (Liao et al. 2010). Tungau jantan D. pteronyssinus dapat
bertahan hidup sekitar 77 hari sedangkan pada tungau betina sekitar 45 hari dan
tungau betina dapat menghasilkan 40-80 telur selama hidupnya (Collof 1987).
Famili Cheyletidae dapat ditemukan pada setiap titik pengambilan sampel di
Asrama Mahasiswa IPB. Tungau famili Cheyletidae ini merupakan penyebab
dermatitis Cheyletiellosis (Cheyletiella) pada manusia dan dapat menularkan anjing
dan kucing. Tungau ini memiliki gerakan yang sangat cepat, secara berkala
menempel sangat kuat pada bagian epidermis, dan menembus dengan cheliceranya
untuk menghisap cairan jaringan (Danny et al. 2015).
9
Blomia tropicalis
Dermathopagoides pteronyssinus
Dermathopagoides farinae
tungau berjenis kelamin jantan yaitu kaki pertama lebih besar dan epimeres coxae
I (cxe) membentuk Y atau V (Collof dan Spieksma 1992).
A B
C D
E
Gambar 1 jenis-jenis Tungau Debu Rumah yang di temukan di Asrama.
B. tropicalis (A), D. pteronyssinus (B), D. farinae (C), Mesostigmata (D), dan Cheyletidae (E)
11
Mesostigmata
Cheyletidae
Kelimpahan nisbi dan angka dominasi TDR yang terdapat di lokasi penelitian
menunjukan hasil bervariasi sebagaimana terlihat di Tabel 2. Kelimpahan nisbi
adalah perbandingan antara banyaknya jenis TDR dengan jumlah keseluruhan TDR
yang ditemukan, dinyatakan dalam persen. Hasil kelimpahan nisbi di Asrama
Mahasiswa IPB tertinggi ditemukan pada B. tropicalis (42.42%), D. pteronyssinus
(19.10%), Cheyletidae (14.63%), Blomia spp (9.8%), Mesostigmata (8.79%), dan
D. farinae (5.23%).
Nilai frekuensi 1.00 artinya disetiap lokasi ditemukan jenis TDR tersebut.
Namun dari nilai frekuensi di lokasi penelitian tidak ada yang mendapatkan hasil
nilai frekuensi 1.00, hanya B.tropicalis yang hampir mendekati yaitu 0.84.
Perkalian kelimpahan nisbi dengan frekuensi jenis TDR menghasilkan angka
dominasi spesies yang berbeda-beda yaitu B. tropicalis (35.63), D. pteronyssinus
(14.13), Cheyletidae (11.12), Blomia spp (7.08), Mesostigmata (6.50), dan D.
farinae (3.56). Hasil perhitungan indeks Keanekaragaman jenis TDR menurut
rumus Krebs (1987) pada Asrama Mahasiswa IPB termasuk dalam kategori sedang
yaitu sebesar 1.557.
Tabel 2 Kelimpahan nisbi dan angka dominasi Tungau Debu Rumah yang
terdapat pada lokasi penelitian di Asrama Mahasiswa IPB 2015
Kepadatan dan sebaran TDR di Asrama Mahasiswa IPB di sajikan pada Tabel
3. Sebaran TDR di Asrama Putra C1 dan C3 terbanyak pada lantai (45.95%), diikuti
tempat tidur (27.11%) dan perabot (26.94%). Berbeda halnya dengan asrama putra,
di Asrama Putri A5 sebaran TDR terbanyak pada perabot (48.50%), lantai (29.66%)
dan tempat tidur (21.84%).
Rata-rata kepadatan tertinggi asrama putra ditemukan pada lantai sebesar
17.57 ± 22.07 tungau/gram debu. Sebanyak 30 kamar yang diperiksa terdapat 22
(73.33%) kamar yang positif TDR. Tempat tidur memiliki kepadatan TDR sebesar
10.37 ± 26.13 tungau/gram debu dan hanya 17 (27.11%) kamar yang ditemukan
positif TDR dari 30 kamar yang diperiksa. Perabot kamar dengan kepadatan TDR
sebesar 10.30 ± 13.77 tungau/gram debu dan 21 (26.94%) kamar yang ditemukan
positif TDR dari 30 kamar yang diperiksa.
Kepadatan TDR tertinggi di asrama putri terdapat pada perabot kamar sebesar
21.55 ± 22.40 tungau/gram debu. Sebanyak 15 (48.50%) kamar ditemukan positif
TDR dari 20 kamar yang di periksa. Lantai memiliki kepadatan TDR sebesar 13.8
± 17.82 tungau/gram debu dengan 17 (29.66%) kamar yang ditemukan positif TDR
dari 20 kamar yang diperiksa. Tempat tidur dengan kepadatan TDR sebesar 9.71 ±
19.61 tungau/gram debu dan hanya 12 (21.84%) kamar yang ditemukan positif
TDR dari 20 kamar yang diperiksa.Tingginya kepadatan TDR pada lantai dan
perabot di Asrama Mahasiswa IPB disebabkan lantai tidak dibersihkan atau dipel
dengan menggunakan bahan pembersih lantai secara rutin dan barang-barang tak
terpakai seperti tas dan buku-buku diletakkan di bawah kolong begitu saja. Hal ini
menyebabkan banyaknya bahan organik yang menjadi asupan makanan TDR.
Zuzana et al. (2015) melaporkan di asrama mahasiswa di Eropa Tengah (Slovakia),
kepadatan TDR lebih banyak ditemukan pada tempat tidur, kasur, sprei, dan
pakaian tidur dibandingkan pada lantai. Area tersebut merupakan bahan serat yang
mendukung habitat bagi TDR dan juga banyak ditemukan skuama yang merupakan
asupan makanan bagi TDR.
Tabel 3 Kepadatan dan Sebaran Tungau Debu Rumah di Asrama Mahasiswa IPB
2015
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ogg B. 2015. Managing Dust Mites. Hubslide. [internet] [diunduh 2015 Nov 19].
Tersedia pada: https://hubslide.com/hubslide/311-dusmi-
s575676ab390ab8e8461b0ad8.html
Pawankar R, Bunnag C, Khaltaev N, Bousquet J. 2012. Allergic Rinitis and Its
Impact on Asthma in Asia Pacific and the ARIA Update 2008. WAO J. 5(3) 212-
217.
Podder R, Biswas H, Gupta SK, Saha GK. 2009. Life-cycle of hause dust mite
Dermatophagoides pteronyssinus (Acari: Pyrogylphidae) under laboratory
conditions in kolkata metropolis. Acarina. 17(2): 239-242.
Potter MF. 2012. House dust mites. Entomology At The Kentucky Univesity.
[internet].[diunduh 2015 Des 22]. Tersedia pada:
https://entomology.ca.uky.edu/ef646
Roden AL. 2012. Exraction Efficiency and Identification Guide to Common House
Dust and Storage Mites. Georgia: [Thesis] Graduate Faculty of the University of
Georgia in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree.
Santoso H. 1998. The value of a single skin prick testing for specific IgE
Dermatophagoides pteronyssinus to distinguish atopy from non-atopic
asthmatic children in the tropics. Asian Pac J Allergy Immunol. 16:69-74.
Solarz K. 2006. Allergenic mites in habitats associated with man in Poland.
Biological Lett. 43 (2): 299-306
Southcott RV. 1999. Larvae of Leptus (Acarina:Erythraeidae), free-living or
ectoparasitic on arachnids and lower insects of Australia and Papua New Guinea,
with description of reared post-larval instars. Zool. J. Linn. Soc. 127: 113-276.
Sun J, Shen L, Chen J, Yu J, Yin J. 2014. Mite and Boolouse fauna from vacuumed
dust samples from beijing. Allergy Asthma Immunol. 6(3): 257-262.
Sungkar S. 2004. Di dalam Kolali FM, Sorisi A, Pijoh V. 2013. Tungau debu rumah
di Kelurahan Ranotana Weru Kecamatan Wanea Kota Manado. Jurnal e-
Biomedik (eBM). 1(2): 977-980.
Takai T, Okamoto Y, Okubo K, Nagata M, Sakaguchi M, Fukutomi Y, Saito A,
Yasueda H, Masuyama K. 2015. Japanese Society of Allergology task force
report on standardization of house dust mite allergen-vaccines Secondary
publication. J Allergology. 64(2): 181-186.
Thomas WR. 2010. Geography of house dust mite allergen. Asian Pac J Allergy
Immunol. 28: 211-24.
Wallace MMH, Holm E. 1983. Establishment and dispersal of the introduced
predatory mite Macrocheles peregrinus Krants, in Australia. J Aus Ent Soc. 22:
345–348.
Walzl MG. 1992. Ultrastructure of the reproductive system of the house dust mites,
Dermatophagoides farinae and D. pteronyssinus (Acari: Pyroglyphidae) with
remarks on spermatogenesis and oogenesis. Exp Appl Acarol. 16(1-2): 85-116.
Warner A, Bostrom S, Moller C, Kjelman NIM. 1999. Mite fauna in the home and
sensitivity to house-dust and storage mites. Allergy. 54: 681-690.
[WHO] World Health Organization. 1988. Dust mite allergens and asthma: a
worldwide problem. Bulletin of the World Health Organizatio. 66 (6): 769-780.
Zuzana Krumpálová, Matúš Kostrab, Peter Fenďa. 2015. Dust mites (Acarina:
Pyroglyphidae) in university campus housing Central Europe. Institute of
Zoology, Slovak Academy of Sciences. Biologia. 70(6): 797-801.
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Shofan Amalul Haqi merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara dari pasangan Suyatno (alm) dan Nelmi Hauzani. Penulis
dilahirkan di Way Jepara pada tanggal 18 Juli 1993. Pendidikan formal penulis
sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Way Jepara, yaitu SDN 1 Braja Sakti,
SMPN 1 Way Jepara dan SMAN 1 Way Jepara. Pada tahun 2011 Penulis diterima
di jurusan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Darmaga Bogor melalui jalur
SNMPTN Undangan.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis tergabung dalam organisasi.
Adapun organisasi yang diikuti yaitu Himpunan Minat Profesi Satwa Liar sebagai
anggota (2012/2013) dan sebagai Anggota External (2013/2014).
17
Lampiran
A B
C
Gambar Habitat TDR di Asrama (A) Tempat tidur (B) Meja belajar (C)
Lemari dan lantai