Penulis:
dr. Paksi Satyagraha, M.Kes, Sp.U(K)
Dr. dr. Besut Daryanto, Sp.B, Sp.U(K)
dr. Kurnia Penta Seputra, Sp.U(K)
2019
i
SIRKUMSISI
Kontributor:
dr. Paksi Satyagraha, M.Kes, Sp.U(K)
Dr. dr. Besut Daryanto, Sp.B, Sp.U(K)
dr. Kurnia Penta Seputra, Sp.U(K)
dr. Prasetyo Nugroho
Editor:
dr. Paksi Satyagraha, M.Kes, Sp.U(K)
Dr. dr. Besut Daryanto, Sp.B, Sp.U(K)
dr. Prasetyo Nugroho
dr. Hamdan Yuwafi Naim
ISBN:
Perancang Sampul :
Penata Letak :
Penerbit:
ii
PENGANTAR PENULIS
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas kehendak-Nya,
akhirnya penyusunan buku Sirkumsisi dapat diselesaikan. Buku
ini disusun agar dapat memperkaya khasanah buku-buku urologi
dalam Bahasa Indonesia yang masih terbatas jumlahnya.
Diharapkan dengan adanya buku ini dapat memberikan tambahan
referensi bagi mahasiwa kedokteran, sejawat dokter umum,
perawat dan tenaga paramedik lain mengenai sirkumsisi.
Penulis
iii
Sambutan Ketua PS PDS Urologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
Universitas Brawijaya
v
DAFTAR ISI
2.7.1Perdarahan ..................................................................................................... 38
vii
2.10 Manfaat Sirkumsisi ..................................................................................... 72
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Invervasi pada penis dari nervus dorsalis penis ............. 18
Gambar 18. Contoh balanitis pada pria dewasa, dan postitis pada
anak-anak ......................................................................................... 31
ix
Gambar19. Hipospadia dan dorsal hood ................................................................... 33
Gambar 20. Hipospadia scrotal dengan kulit preputium yang sempurna ... 34
Gambar 24. Anestesi lokal dengan Tehnik Ring Blok Anestesi ........... 46
Gambar 25. Anastesi lokal dengan tehnik Dorsal Nerve Blok ............. 48
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Grading Fimosis menurut Kikiros ............................................... 28
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sirkumsisi adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan
membuang preputium, lipatan kulit yang menutupi kepala penis.
(WHO, 2009). Tindakan ini merupakan salah satu praktek
pembedahan paling sering dan paling tua yang ada di dunia.
Praktek sirkumsisi diyakini sudah mulai dilakukan sejak kurang
lebih 15.000 tahun yang lalu (Gollaher, 2000), namun referensi
tertulis paling tua yang pernah ditemukan adalah pada sebuah
prasasti pada Kuil Khons di Mesir yang dibuat pada jaman Firaun
Rameses II (2345–2182 SM). Pada prasasti tersebut terlihat jelas
bahwa pada pada jaman tersebut sirkumsisi sudah dilakukan
pada anak-anak berusia 10-12 tahun (R.P Charles, 2007).
Sirkumsisi pada jaman dahulu tidak dilatarbalakangi oleh
alasan kesehatan, sebagian besar dari laki-laki pada jaman dahulu
memutuskan dilakukan sirkumsisi karena dilatarbelakangi oleh
alasan keagamaan, seperti yang dilakukan pada orang Yahudi dan
Islam, atau latar belakang ritual seperti pada suku Aztec, aborigin,
maya, dan beberapa suku di Africa. (UNAIDS 2007). Maka dari itu,
angka prevalensi sirkumsisi didunia sangat bervariasi. Pada saat
ini, diperkirakan sekitar 37-39% lak-laki di dunia telah menjalani
Sirkumsisi (Morris, B. J. et al. 2016). Prevalensi di negara-negara
mayoritas berpenduduk Islam atau Yahudi akan sangat tinggi
karena hampir 99% penduduk laki-laki beragama Islam (negara-
negara Arab) atau Yahudi (Israel) melakukan sirkumsisi (WHO
2009), namun dalam satu negara, angka tersebut dapat
berbanding terbalik pada suku atau pemeluk agama yang berbeda.
Seperti di Uganda, angka prevalensi sirkumsisi dari penduduk di
Negara tersebut secara keseluruhan adalah sekitar 26%, dari
jumlah tersebut prevalensi sirkumsisi pada penduduk dengan
agama mayoritas muslim adalah sekitar 97%, sedangkan pada
penduduk dengan mayoritas agama non-muslim hanya sekitar
14%. (WHO/UNAIDS 2007)
Pada zaman modern, sirkumsisi sudah tidak hanya dilatar
belakangi oleh alasan keagamaan ataupun ritual saja, namun juga
karena masalah kesehatan. Menurut penilitian, sirkumsisi dapat
menurunkan angka penyebaran dari Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan Infeksi menular seksual (Siegfried, N. et al. 2009).
Sirkumsisi, juga merupakan salah satu program utama dari WHO
2
dalam rangka mengurangi angka transimisi dari HIV, terutama di
Afrika (WHO/UNAIDS 2011).
Saat ini sudah ada berbagai macam tehnik untuk melakukan
sirkumsisi, mulai dari tindakan sirkumsisi konvensional
menggunakan tehnik pembedahan dorsal slit ataupun guillotine,
sampai penggunaan berbagai macam alat bantu untuk sirkumsisi,
seperti Smart Klamp, Shang Ring, Plasti Bell, dan juga tehnik-
tehnik sirkumsisi tradisional (WHO 2009).
Walaupun terdapat berbagai alasan untuk melakukan
sirkumsisi, perdebatan mengenai sirkumsisi masih terus bergulir.
Di Eropa, dimana sirkumsisi biasanya dilakukan pada saat masih
bayi, masih banya pihak yang tidak setuju dengan tindakan ini, hal
ini ditandai dengan rendahnya prevalensi sirkumsisi dan
penurunan tingkat sirkumsisi yang masif yang terjadi di Negara-
negara Eropa, terutama di Inggris dimana angka sirkumsisi
menurun dari sekitar 35% pada 1930, menjadi 6,5% saja pada
pertengahan 1980 (Crawford, D. A 2002).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Anatomi Penis
5
Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari
diafragma uregenitais, hingga muara uretra eksterna. Di bagian
proksimal korpus spongiosum dilapisi oleh otot bulbo-
kavernosus. Ujung dari korpus spongiosum ini berakhir pada
bagian distal dan disebut sebagai glans penis yang melingkupi
ujung korpora kavernosa (Purnomo BB, 2011).
6
Kulit dari shaft penis memiliki karakterisitik yang sangat
elastis dan tidak memiliki elemen rambut atau kelenjar, kecuali
kelenjar yang memproduksi smegma yang terdapat pada basis
korona. Lapisan kulit ini tidak mengandung lemak dan sangat
mobile dikarenakan lapisan ini hanya memiliki ikatan yang
renggang dengan fasia Dartos dan fasia Buck. Di bagian distal,
lapisan kulit ini menyelubungi glans penis dan membentuk kulup,
lapisan ini menempel dengan kuat pada bagian dibawah korona.
Suplai darah yang menuju lapisan kulit ini berbeda dengan dari
pembuluh darah yang berperan untuk ereksi, suplai darah berasal
dari cabang arteri pudenda eksterna, yang merupakan cabang dari
pembuluh darah femoralis. Pembuluh darah ini memasuki basis
penis dan berjalan secara longitudinal di dalam fasia Dartos.
Sedangkan kulit pada glans penis terfiksasi dikarenakan
penempelan langsung pada tunica albugenia di bawahnya. (I.C
Benjamin et al 2012)
7
Gambar 3. Anatomi dari preputium menutupi glans penis (Grays
Anatomy. 2000)
10
Gambar 5. Sistem suplai arteri pudenda eksterna superfisial (Brandes,
2008)
11
Gambar 6. Suplai arteri preputium (Brandes, 2008)
12
Gambar 7. Penampang cross-sectional penis-preputium (Brandes, 2008)
14
berlanjut menelusuri korpus kavernosa menjadi arteri dorsalis
penis. (Richard L D, et al 2007)
15
secara oblik menembus tunika albugenia, yang membuat vena ini
dapat terkompresi ketika terjadi ereksi, vena dorsalis penis
profunda kemudian berlanjut ke pleksus periprostatik (Gambar 9)
(Yiee, J. H. and Baskin, L. S. 2010).
16
sepasang vena kavernosa, dan dua pasang vena para-arterial
berada di antara fasia Buck dan tunika albugenia (Gambar 10).
Vena Dorsalis Penis Profunda terletak di tengah, dan diapit oleh
sepasang vena Kavernosa walaupun sepasang vena ini terletak
lebih profunda. Lalu arteri Dorsalis Penis kanan dan kiri masing-
masing diapit oleh sepasang vena para-arterial, dari keempat vena
ini darah dari sinus korpus kavernosus didrainase ke sirkulasi
systemic. (Hsu, G. L. et al. 2013)
17
2.1.1.5 Persyarafan Penis
Gambar 11. Inervasi pada penis dari nervus dorsalis penis (Häggström
Mikael 2014.)
18
2.2 Embriologi Penis
Pada minggu ke 3 massa pertumbuhan janin, sel mesenkim
bermigrasi ke sekitar membran kloaka dan membentuk sepasang
cloacal folds, yang kemudian pada bagian kranial menyatu dan
membentuk tuberkulum genital. Di kaudal, membran kloaka
terbagi menjadi dua bagian, urethral fold di bagian anterior dan
anal fold dibagian posterior. (Langman 14th edition, 2019)
Perkembangan genitalia eksterna pada laki-laki dipengaruhi
oleh androgen yang disekresikan oleh testis dari fetus dan
ditandai dengan elongasi secara cepat dari tuberkulum genital
yang kemudian akan disebut phallus. Dalam proses elongasi ini,
phallus menarik urethral folds ke depan untuk membentuk
dinding lateral dari urethral groove yang membentang pada
bagian ventral dari phallus, namun tidak mencapai ujung distal /
glans. Lapisan epithelial dari groove yang berasal dari endoderm
kemudian membentuk urethral plate (gambar 12). (Langman 14th
edition, 2019)
Gambar 13. Bagian distal dari phallus membentuk glans penis dan
urethra pars glandular
20
diperintahkan untuk mengikuti iman Ibrahim AS (Quran 16: 123),
dan salah satunya termasuk tindakan sirkumsisi (WHO, 2010).
Dalam tulisan-tulisan lain, sirkumsisi diperintahkan
sebagai salah satu dari lima perilaku yang harus diikuti oleh
seorang laki-laki untuk mencapai tingkat kehormatan dan
martabat yang tinggi. Sirkumsisi juga secara universal hampir
dipraktikkan di antara orang-orang Yahudi. Pembenaran agama
untuk orang Yahudi berasal dari Genesis 17, yang menyatakan
bahwa sirkumsisi adalah perjanjian dengan Allah dan bahwa
semua anak laki-laki harus disirkumsisi pada hari kedelapan
kehidupan. Kebanyakan agama lain, termasuk Kristen, Hindu dan
Budha, cenderung memiliki sikap netral terhadap tindakan
sirkumsisi ini (WHO, 2010).
Sirkumsisi juga telah dipraktikkan secara luas untuk alasan
non-agama selama berabad-abad di Afrika Barat dan di beberapa
bagian Afrika tengah, timur dan selatan, serta di antara penduduk
asli Australia dan suku Aztec dan Maya di Amerika, di Filipina. dan
timur Indonesia dan di berbagai pulau Pasifik, termasuk Fiji dan
Polinesia baru-baru ini, sirkumsisi telah menjadi umum. Dalam
beberapa budaya, sirkumsisi merupakan bagian integral dari
ritual peralihan menuju kedewasaan dan dikaitkan dengan faktor-
faktor seperti maskulinitas, identitas diri dan spiritualitas.
Misalnya, sirkumsisi di Turki dilihat sebagai bagian dari menjadi
seorang pria dan anggota masyarakat. Dalam pengaturan lain,
sirkumsisi paling sering dilakukan saat masa neonatal atau pada
masa kanak-kanak, dengan alasan utama yang dianggap
meningkatkan kebersihan penis, atau untuk menyesuaikan
dengan norma social (WHO, 2010).
22
Gambar 12. Prasasti sirkumsisi pada Kuil Khons di Mesir (R Peter
Charles. History of Circumcision, from the Earliest Times to
the Present. 2007)
23
2.5 Prevalensi Sirkumsisi
24
Pada bagian lain dari sub-Sahara Afrika, faktor etnisitas
adalah penentu utama dari dilakukannya sirkumsisi. Secara
keseluruhan, persentase prevalensi yang rendah ditemukan di
Rwanda (9%), Burundi (<20%) dan Uganda (25%), dan memiliki
nilai persentase yang lebih tinggi di negara lain (70% di Republik
Serikat Tanzania, 84% di Kenya, 92,5% di Ethiopia, 93% di
Kamerun dan lebih dari 80% di Chad, Republik Demokratik
Kongo, Djibouti, Eritrea dan Somalia). Sebaliknya, sirkumsisi
jarang terjadi di negara-negara Afrika bagian selatan, dengan
perkiraan prevalensi sekitar 15% di Botswana dan Swaziland,
10% di Zimbabwe, 17% di Zambia, 21% di Malawi dan Namibia
dan 35% di Afrika Selatan. Perkiraan persentase prevalensi lebih
tinggi ditemukan di Mozambik (60%), Angola (> 80%) dan
Madagaskar (98%). Sirkumsisi merupakan tindakan yang sangat
lazim di negara-negara muslim di Asia seperti Bangladesh,
Malaysia, Indonesia, Pakistan, termasuk juga di Republik Korea
dan Filipina. Namun, di bagian negara lain yang ada di Asia
Tenggara, termasuk Wilayah Administratif Khusus Hong Kong,
Thailand, Vietnam, Republik Demokrasi Rakyat Laos, Kamboja ,
Myanmar, Cina, Jepang, dan Taiwan, China, Sirkumsisi masih
termasuk tindakan yang tidak lazim. Hanya 3% anak laki-laki
Tionghoa yang datang ke klinik di Wilayah Administratif Khusus
Hong Kong untuk dilakukan sirkumsisi. Tujuan dilakukannya
sirkumsisi ini baik karena alasan medis, karena dokter
merekomendasikannya sebagai rutinitas, untuk preferensi
keluarga atau untuk manfaat kesehatan yang dirasakan. Dari
sampel 1145 anak laki-laki yang ada di Taiwan yang berusia
diantara 7 hingga 13 tahun, hanya ada 8% dari mereka yang telah
dilakukan sirkumsisi. Sebuah penelitian baru-baru ini tentang ibu
dari bayi laki-laki di Mysore, India selatan, menemukan bahwa,
seperti yang diharapkan, prevalensi dikaitkan dengan agama,
dengan 57% Muslim anak laki-laki disirkumsisi dibandingkan
dengan 2,5% anak laki-laki non-Muslim. Prevalensi sirkumsisi
yang relatif rendah di antara anak laki-laki Muslim dalam sebuah
penelitian, kemungkinan karena usia muda anak laki-laki pada
saat wawancara (90% dari ibu Muslim melaporkan bahwa mereka
25
biasanya akan menyunat putra mereka pada usia yang lebih besar
dari satu tahun) (WHO,2010).
26
sementara Burundi, Rwanda dan Uganda memiliki prevalensi
sirkumsisi laki-laki yang sangat rendah (WHO, 2007, 2009).
2.5.1 Fimosis
27
bayi, balita, dan anak pra sekolah, kulit tampak tebal dan tidak
dapat tertarik disertai perlengketan ke glans. Hal ini bertahan
sampai terjadinya proses keratinisasi lapisan epitel antara glans
dan lapisan dalam preputium yang memisahkan antara kulit
preputium dari glans. Hal ini disebut fimosis fisiologis, yang tidak
berhubungan dengan kondisi patologis.
29
Tabel 1. Grading Fimosis menurut Kikiros (Sookpotarom, P. et al. 2013)
Derajat 0 Kulit preputium dapat diretraksi secara sempurna,
hanya ada perlengketan kongenital dengan glans
penis
Derajat 1 Kulit preputium dapat diretraksi, namun terdapat
perlengketan di belakang glans penis
Derajat 2 Kulit prepitium dapat ditraksikan hingga glans
penis dapat terekspose sebagian
Derajat 3 Dapat diretraksi sebagian, meatus urethra dapat
terlihat
Derajat 4 Dapat diretraksi minimal, namun glans penis
ataupun muara urethra eksternal tidak dapat
terekspose
Derajat 5 Sama sekali tidak dapat diretraksi
2.5.2 Parafimosis
31
Gambar 17. Langkah reduksi manual pada paraphimosis, (b) memberi
tekanan pada daerah yang edem, (c) menekan glans penis
dengan ibujari dan menarik preputium, (d) menjaga agar
preputium tidak kembali teretraksi. (Vilke et al, 2008)
2.5.3 Balanopostitis
32
Balanopostitis yang akut dapat digambarkan dengan
adanya eritema dan edema pada preputium, atau pada sebagian
kasus yang patognomis, digambarkan dengan discharge purulent
pada orifisium dari preputium. Disuria menjadi gejala penyerta
yang paling umum dikeluhkan oleh pasien. Bakteri penyebab
terjadinya balanopostitis yang paling umum adalah Escherichia
coli dan Proteus vulgaris walaupun sekitar 30% kasus
balanopostitis memberikan hasil kultur yang steril. Balanopostitis
bisa terjadi ketika preputium dapat teretraksi secara penuh dan
mudah, dan pada pasien dengan usia tua, disertai dengan gejala-
gejala dari diabetes mellitus (Rickwood, 2002).
(a) (b)
Gambar 18. (a) balanitis pada pria dewasa, tampak glans penis
mengalami inflamasi (Pandya Ipsa et al, 2014), (b) Positiis
pada anak-anak, tampak preputium mengalami inflamasi
Urologi Malang, 2018)
33
2.6 Kontraindikasi Sirkumsisi
2.6.1 Hipospadia
35
Gambar 19. Hipospadia scrotal dengan kulit preputium yang sempurna.
Karena preputium yang sempurna, hipospadia tipe ini sering terlewat.
Penekanan pada sisi lateral akan memperlihatkan meatus (Hurwitz,
2012) (Courtesy of Seattle Children’s Hospital, Department of Urology)
2.6.2 Epispadia
36
Gambar 20. Epispadias dengan meatus uretra berada di bagian dorsal
dari penis dan tidak terdapat preputium di bagian dorsal (Hurwitz,
2012)
2.6.3 Mikropenis
37
tindakan sirkumsisi pada kondisi ini dapat membuat penis terlihat
semakin lebih kecil (Hurwitz, 2012).
38
Gambar 21. Buried penis pada seorang anak laki-laki yang belum
dilakukan sirkumsisi. Palpasi dapat memperlihatkan shaft
penis yang berada di dalam kulit penopubic (Hurwitz,
2012) (courtesy of Seattle Children’s Hospital, Department
of Urology)
39
Gambar 22. Transposisi Penoskrotal. Perhatikan posisi penis
yangtertelan oleh skrotum (Hurwitz, 2012).
40
Gambar 23. Torsio penis. Perhatikan orientasi yang abnormal dari
meatus, gunakan garis median dari skrotum sebagai panduan (Hurwitz,
2012).
41
Gambar 24. Penoscrotal webbing (tanda panah). Shaft penis tampak
seperti pendek dengan karakteristik khas yaitu bagian
dorsal yang lebih besar dan bagian ventral yang tertambat
(Hurwitz, 2012)
42
telah dilaporkan. Tingkat komplikasi meningkat hingga 85% pada
sirkumsisi yang dilakukan oleh penyunat tradisional di negara
berkembang. Dalam sebuah studi dari 400 kasus yang dilakukan
oleh Bazmamoun dkk., disimpulkan bahwa pada anak-anak di
bawah 2 tahun dan pada bayi baru lahir, stenosis meatal dapat
berkembang sebagai akibat dari menggosok ujung penis yang
tidak terlindungi dan meatus uretra eksternal pada popok atau
pada kulit mereka sendiri, dan ini bisa dicegah dengan memakai
vaseline pada ujung penis selama 6 bulan pada anak-anak dengan
popok (Hegazy, 2012).
2.7.1 Perdarahan
2.7.2 Sepsis
2.7.3 Fistula
44
Stenosis meatal ini merupakan konsekuensi langsung dari
sirkumsisi yang jarang ditemukan pada laki-laki yang belum
dilakukan sirkumsisi. Etiologi dari kasus ini diperkirakan karena
adanya iritasi pada meatus uretra eksternus yang jarang terjadi
apabila seseorang memiliki preputium yang normal. Stenosis
meatal akibat sirkumsisi dapat menjadi penyebab dari
pyelonefritis rekuren dan uropati obstruktif dengan meatotomi
merupakan tatalaksana kuratif yang dapat dilakukan (Williams,
1993).
45
Tabel 2. Studi prospektif dari frekuensi komplikasi pada studi terhadap
sirkumsisi neonatal dan infant (Weiss, 2010)
46
2.8 Perkembangan Metode Sirkumsisi
47
Tabel 3. Dosis Lidokain 2% (WHO, 2009)
49
masukkan 2-3ml agen anestesi untuk memblok nervus
dorsalis penis.
3. Lalu, arahkan ujung jarum spuit menuju ke sisi lateral kanan
dan kiri penis secara bergantian, lakukan aspirasi seperti
yang dilakukan di langkah yang sebelumnya, setelah
dipastikan tidak ada darah yang teraspirasi, perlahan
masukan agen anestesi sedikit demi sedikit sehingga
membentuk separuh cincin anestesi pada daerah dorsal
shaft penis
4. Setelah itu, lakukan tusukan lagi pada arah jam 3 dan 9 ke
arah ventral penis, untuk membuat suatu cincin anestesi
yang sempurna. Jangan melakukan tusukan pada arah jam
06.00, karena kemungkinan untuk jarum spuit mencederai
urethra dan menusuk pembuluh darah ketika dilakukan
infiltrasi lebih besar.
5. Setelah anestesi dimasukkan, tunggu sekitar 5 menit
sebelum memulai tindakan pembedahan untuk memberikan
waktu agar obat anestesi yang telah diadministrasikan
dapat bekerja secara sempurna. Lakukan tes sensasi
sebelum memulai dengan cara mencubit preputium
menggunakan klem arteri untuk memastikan apakah agen
anestesi yang telah diberikan telah bekerja atau belum, bila
pasien masih merasakan nyeri, agen lokal anestesi
tambahan dapat diberikan kepada pasien hingga pasien
sudah tidak merasakan nyeri, namun tetap harus
memperhatikan dosis maksimal dari obat tersebut agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
50
Anestesi secara melingkar
pada basis shaft penis
Gambar 23. Anestesi lokal dengan Tehnik Ring Blok Anestesi (WHO,
2009)
51
4. Aspirasi jarum, dan pastikan jarum tidak mengenai
pembuluh darah dengan tanda tidak ada darah yang
masuk kedalam spuit ketika diaspirasi.
5. Masukkan agen anestesi dekat dengan nervus dorsalis
penis
6. Tunggu sekitar 5 menit setelah penyuntikan agen anestesi
agar memberikan waktu untuk obat anestesinya untuk
bekerja
52
Gambar 24. Anestesi lokal dengan tehnik Dorsal Nerve Blok (WHO,
2009)
2.8.1.3 Dorsumsisi
53
6. Lalu lakukan pemotongan pada sisa preputium dengan
menyisakan bagian frenulum
7. Lakukan ligase arteri pada arteri frenularis di arah jam 6,
selanjutnya dilakukan pemotongan pada arah jam 6
8. Observasi, bila ditemukan perdarahan segela lakukan
kontrol perdarahan
9. Jahit secara secara single interrupted pada seluruh luka
10. Prosedur selesai, lakukan perawatan luka secara terbuka
54
2.8.1.4 Guilotine / Forcep Guided
55
Gambar 26. Tehnik Forceps Guided (Urologi Malang, 2018)
56
pada anak-anak masih belum memiliki laporan yang jelas. Tehnik
ini menggunakan suatu alat dengan 4 bagian perangkat yang
berfungsi melindungi glans, memberikan hemostasis dan untuk
mereseksi preputium, selain itu, keuntungan lain dari tehnik ini
adalah tidak membutuhkan jahitan (Gambar 23) (Peleg D, 1998).
Dikarenakan belum ada laporan yang jelas dan valid perihal usia
yang optimal untuk dilakukannya sirkumsisi dengan tehnik
Gomco clamp ini, dapat dikatakan bahwa penggunaan tehnik ini
pada usia yang melebihi early infant tergolong mengkhawatirkan
(Horowitz, 2001).
Gambar 27. Gomco Klamp terdiri dari 4 bagian: bell, platform, hooking
arm, dan screw. Disatukan setelah meletakkan bell
sepenuhnya diatas glans (b) kulit ditarik melalui lubang
pada platform. Homestasis didapatkan dengan
merapatkan screw (c) dan kemudian kulit di eksisi (Krill
et al, 2011)
58
penis mungkin diperlukan jika melewati batas glans. Petroleum
jelly dapat diaplikasikan secara bebas saat mengganti popok
sampai glans mengalami reepitelisasi. (Krill et al., 2011).
2.8.2.2 Plastibell
59
Benang jahit poliester/silk kemudian diikatkan dengan kencang
disekitar groove/basis dari plastibell, kulit yang berlebih di eksisi
mengitari batas plastibell. Bagian bell akan ditinggal di penis
selama 7-10 hari. Dressing luka tidak diperlukan pada prosedur
ini. Bayi boleh pulang segera kerumah setelah prosedur dan
diberikan paracetamol 10 mg/kg. (Jan IA. 2004)
61
Mogen Klamp sendiri mayoritas digunakan dalam upacara
keagamaan oleh orang yahudi, yang disebut dengan Bris Millah
atau disebut juga Brit. Dalam upacara tersebut, operator dari
sirkumsisi dilakukan oleh seseorang yang disebut mohel. Namun
karena proses sirkumsisi yang mudah dan cepat, alat ini juga
sering digunakan oleh tenaga medis dalam melakukan sirkumsisi.
Kelemahan dari alat ini adalah seorang operator harus sangat
berhati-hati saat melakukan pemotongan preputium, karena saat
melakukan pemotongan operator tidak dapat melihat dan
mengevaluasi glans penis, sehingga ada kemungkinan untuk glans
penis dapat ikut terpotong saat mengeksisi preputium. (WHO,
2009)
62
Gambar 32. Tara Klamp (Abdulwahab-ahmed, A, 2013)
63
Gambar 33. Smart Klamp (Abdulwahab-ahmed, A, 2013)
64
membentuk sebuah tumpukan yang terdiri dari cincin dalam,
preputium yang berlebihan, dan cincin terluar. (Ma Qi et al, 2018)
67
Wound Suture may
II 0.59% IPC or IO
Dehisence be needed
Wound
II-III 0,3% IPC or IO Antibiotics
infection
Deletion of Surgery may
III-IV 0,47% IO
outer plate be needed
Protrusion of Surgery may
III-IV 0,59% IO
outer plate be needed
Frenulum Surgery may
III-IV 0,47% IO
misalignment be needed
Penile skin Surgery may
III-IV 0,3 % IO
scars be needed
IO: Improper Operation; IPC: Improper postoperative care
2.8.2.7 PrePex
68
bagian alur dari cincin bagian dalam. Preputium akan terjepit di
antara cincin bagian dalam dan cincin elastis. Hasilnya adalah
nekrosis iskemik dari preputium yang "terperangkap". Perangkat
PrePex (Gambar 33) dibongkar kira-kira seminggu setelah
penempatan dan prepeusium yang mengalami nekrosis diambil
dari penis. Dikatakan aman dan efektif dalam peluncuran massal
sirkumsisi laki-laki dewasa untuk pencegahan infeksi HIV
(Abdulwahab-ahmed, 2013).
Gambar 37. Struktur dari PrePex, dan cara penggunaannya (WHO 2010)
69
2.9 Sirkumsisi Prosedur Konvensional vs Instrumen
70
dibandingkan dengan tehnik pembedahan konvensional (Bakare,
2008).
Berdasarkan studi yang dilakukan di Fakultas kedokteran
Universitas Kafkas, Turki, dilakukan studi pada 250 anak laki-laki,
dimana 125 anak dilakukan sirkumsisi dengan tehnik
pembedahan/konvensional, dan 125 sisanya dilakukan sirkumsisi
dengan menggunakan smart klem. Berdasarkan tabel 4,
didapatkan bahwa orang tua lebih khawatir dan cemas pada
kelompok yang dilakukan prosedur dengan smart klem, hal ini
disebabkan karena edema penis lebih banyak muncul pada
kelompok dengan smart klem, dan komplikasi perdarahan pada
kelompok smart klem lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
konvensional yaitu 6% berbanding 4%. Selain itu, tingkat
kecemasan dari orang tua meningkat karena subjek membawa
suatu “alat” yang masih menempel pada kelamin subyek yang
membuat rasa tidak nyaman dan nyeri pada subjek. Akan tetapi,
kelompok smart klem memiliki waktu operasi yang lebih pendek,
dan juga follow-up post prosedur yang lebih singkat, sedangkan
hasil keluaran kosmetik dan komplikasinya hampir sama
(Karadag et al., 2015).
Infeksi (%) 5 3
Ketidakpuasan 14 (n:18) 8
kosmetik (%)
71
Inner mucosal length 5,09 ± 1,22 14,10 ±3,46
(mm)
FG
TK P
Method
Interval between circumcision and visit (days)
Mean 95 83
62 (42-
Median (IQR) 48 0,60
109)
Clinical examination
Any sign of adverse event 1 7 0,004
Current infection 0 0 0,072
Delayed wound healing 1 4 0,004
Problem with appearence 1 6 0,001
Exicive skin removad 0 0 -
Insufficient skin removed 0 0 -
Participant report during postoperative visite
Mean pain score (0-10) 6,1 9,5 0,003*
Bleeding within the 2 next weeks 0 4 0,02
Lesion to the penis 0 4 0,02
Infection following circumcision 0 6 0,002
72
Sweeling or hematoma within 2
0 15 <0,001
weeks
Problem with urinating 0 3 0,056
Satisfied with penis appearance 29 16 0,056
Any reported erectile dysfunction 0 0 -
73
Distance beetwen incision line and coronal sulcus less than 5mm
Yes 18 28% 30 47% 16 25% 64 30 0,0010
No 14 4% 4 11% 18 50% 36 4
74
diluar hal tersebut direkomendasikan untuk penggunaan
pembedahan konvensional (Tabel 7). Pemilihan dari ukuran
Plastibell dan perhatian yang ketat akan waktu follow-up
sangatlah penting untuk hasil akhir yang baik dengan prosedur ini
(Mousavi dan Salehifar, 2008).
Delayed 0 0 0 1 8 1
failing
No 6 186 9 9 325 20
Complication
Akhirnya, Cao et al. (2015) melakukan studi perbandingan
penggunaan ShangRing, melalui review sistematik yang
ditemukan dari 7 studi, sesuai dengan tabel 8, prosedur Shang
Ring memiliki waktu operasi yang lebih pendek dibandingkan
konvensional, kemudian dari skor nyeri intraoperatif yang lebih
rendah secara signifikan dibanding kelompok konvensional, dan
hasil keluaran akhir yang lebih memuaskan. Berkaitan dengan
waktu penyembuhan luka tidak didapatkan perbedaan antara
ShangRing dan konvensional. Keuntungan lain dari ShangRing
adalah prosedur yang mudah dengan langkah-langkah yang lebih
sedikit, dengan waktu rerata 6.1 menit atau 13.4 dari 6 studi,
kemudian nyeri intraoperatif yang lebih rendah disebabkan oleh
75
waktu operasi yang pendek, pemberian anestesi lokal dan tidak
membutuhkan tehnik penjahitan. ShangRing juga memiliki
keuntungan dalam mengontrol perdarahan, dan sama halnya
dengan Plastibell, pemilihan ukuran yang sesuai dapat
meningkatkan kesembuhan dan keberhasilan dari prosedur.
Dapat dikatakan bahwa ShangRing lebih direkomendasikan
dibandingkan dengan konvensional (Cao et al., 2015).
CI: confidence interval; df: degree of freedom; MD: Mean difference; RR:
Risk ratio
77
2.10.2 Pencegahan Keganasan
79
suatu efek protektif yang diperlihatkan dengan penurunan
persentase relative risk dari infeksi HIV yang didapat sebesar
50% setelah 12 bulan dan 54% setelah 24 bulan. Hasil ini juga
dikonfirmasi dengan meta-analisis dari sebuah studi yang
mengatakan bahwa tindakan sirkumsisi dapat mencegah infeksi
HIV pada 17 orang laki-laki pada setiap 1000 laki-laki dalam
kurun waktu 2 tahun. Dibawah ini merupakan kumpulan
beberapa studi observasional yang menunjukkan apakah terdapat
efek protektif dari sirkumsisi laki-laki terhadap HIV yang didapat
pada laki-laki heteroseksual. (Vella et al., 2017)
<20%
Seroprevalensi >80% sirkumsisi Seroprevalensi
sirkumsisi
80
2.11 Hubungan Sirkumsisi dengan tingkat kepuasan seksual
81
Tabel 12. Efek dari Sirkumsisi terhadap kepuasan seksual pada
beberapa studi di dunia (Szabo R, 2000)
Sexual
Author Study Outcome
assessment
Increase IELT
Senkul et al. Observational BMFI
and no change
No difference
Kigozi et al. Randomized IIEF
between groups
More orgasm
Frisch et al. Case-control Survey
difficulties
82
BAB III
KESIMPULAN
83
Sirkumsisi merupakan salah satu praktek pembedahan
tertua dan tersering dilakukan di dunia. Seiring dengan
berjalannya waktu, telah ditemukan berbagai manfaat medis dari
sirkumsisi, mulai dari menurunkan angka penularan IMS dan HIV,
hingga mengurangi resiko terjadinya kanker penis. Metode
sirkumsisi juga telah mengalami perkembangan, mulai dari
metode konvensional dengan pembedahan, hingga ditemukannya
berbagai macam instrumen sirkumsisi.
84
DAFTAR PUSTAKA
Abdulwahab-ahmed, A. and Mungadi, I. A. (2013) ‘Techniques of
Male Circumcision’, (1), pp. 1–8. doi: 10.4103/2006-
8808.118588.
85
Feldblum P, Martinson N, Bvulani B et al. 2016. Safety and Efficacy
of the PrePex Male Circumcision Device: Results From Pilot
Implementation Studies in Mozambique, South Africa, and
Zambia. J Acquir Immune Defic Syndr 2016;72:S43–S48
86
Experience of 316 cases. Pak Journal Medical Science July-
Sept. Vol. 20 No. 3 Page 175-180
Ma Qi, Fang Li, Yin Wei-qi et al. 2018. Chinese Shang Ring Male
Circumcision: A Review. Urologia Internationalis Vol.100
Page 127-133
Peng YF, Cheng Y, Wang GY, Wang SQ, Jia C, Yang BH, et al. Clinical
application of a new device for minimally invasive
circumcision. Asian Journal of Andrology 2008; 10 (3):447–
54.
88
Rickwood A.M.K. 2002. Medical Indications for Circumcision. BJU
International (1999), 83, Suppl. 1, 45-51. Alder Hey
Children’s Hospital, Liverpool, UK.
R Peter Charles. (2007) History of Circumcision, from the Earliest
Times to the Present.
Sadler, T. W. (2019) LANGMAN`S MEDICAL EMBRYOLOGY. 14th
edn. Wolters Kluwer.
Siegfried, N. et al. (2009) ‘Male circumcision for prevention of
heterosexual acquisition of HIV in men’, Cochrane Database
of Systematic Reviews. John Wiley & Sons, Ltd. doi:
10.1002/14651858.CD003362.pub2.
Sookpotarom, P. et al. (2013) ‘Is half strength of 0.05 %
betamethasone valerate cream still effective in the
treatment of fimosis in young children?’, Pediatric Surgery
International, 29(4), pp. 393–396. doi: 10.1007/s00383-
012-3253-9.
Szabo R dan Short RV. 2000. How Does Male Circumcision Protect
Against HIV Infection? British Medical Journal Page 1592-
1594
89
acceptability. 2007.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43749/1/
9789241596169_eng.pdf
90
INDEX
Lidocain
1
BIOGRAFI PENULIS
1
Dr. dr. Besut Daryanto, Sp.B, Sp.U(K).
penulis lahir di Gresik, 30 April 1962.
Beliau menjalani pendidikan dokter umum
di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta dan selanjutnya menjalani
pendidikan spesialis bedah umum di
Universitas Diponegoro Semarang pada
tahun 1999 dan spesialis urologi di
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
pada tahun 2005. Penulis awalnya bekerja sebagai staf medis di
RS Muara Teweh Kalimantan Tengah sejak tahun 1999 hingga
2000. Pada tahun 2006 beliau ditugaskan di RS dr. Saiful Anwar
/Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Semangat
mengajar yang tinggi membuat beliau juga menjadi tenaga
pengajar di Universitas Brawijaya sejak saat itu. Dengan
dukungan berbagai aspek, penulis pun ditunjuk sebagai ketua
SMF Urologi RS dr. Saiful Anwar Malang sejak tahun 2008 hingga
sekarang. Selain itu beliau juga aktif mengajar di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas
Islam Malang. Beliau juga aktif mengikuti berbagai organisasi baik
tingkat nasional maupun internasional seperti IAUI, SIU, EAU.
APSSM, AUA, dan UAA. Beliau juga merupakan wakil ketua IAUI
(Ikatan Ahli Urologi Indonesia) dengan masa jabatan hingga 2021.
2
dr. Kurnia Penta Seputra, Sp.U(K), lahir di
Ponorogo, 10 Mei 1973. Penulis menjalani
pendidikan dokter umum di Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga hingga
tahun 1997-2003, serta menyelesaikan
pendidikan Spesialis Urologi di Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga pada
2007. Selanjutnya penulis menjadi Staf
pengajar di Departemen Urologi RS Dr.
Saiful Anwar Malang pada 2009 hingga
saat ini. Untuk mengembangkan Departemen Urologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya, penulis mengikuti program
Internasional Training Course on Invasive Bladder Cancer di
Mansoura University Mesir pada 2010 dan Fellowship Urologic
Laparoscopic di Binh Dan Hospital di Vietnam pada 2012,
Selanjutnya penulis mendirikan sub Urologi-Onkologi. Penulis
juga aktif mengikuti berbagai organisasi baik tingkat nasional
maupun internasional seperti IAUI, UAA, EAU. APSSM, AUA, dan
SIU.
3
SINOPSIS BUKU