Anda di halaman 1dari 3

Metode Dakwah Muhammadiyah

Sebagai gerakan dakwah yang multidimensi, Muhammadiyah senantiasa melakukan revitalisasi sebagai
upaya penguatan terus-menerus langkah-langkah dakwah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
menuju terwujudnya cita-cita dan tujuan Muhammadiyah, yaitu masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Peningkatan intensitas dan ekstensitas dakwah Muhammadiyah selalu menjadi agenda penting
Muhammadiyah dari waktu ke waktu.

Secara historis-kronologis dapat diketahui bahwa Muhammadiyah selalu meninjau dan menyempurnakan
konsep dakwahnya, baik dalam tataran teoritik-ideologis maupun pada tataran strategi, taktik dan teknis
operasional.

Pada tataran ideologis, Muhammadiyah senantiasa merumuskan kembali prinsip-prinsip perjuangan dan
dakwahnya, ketika terjadi perubahan di dalam masyarakat. Perubahan dimaksud, bukan diarahkan kepada
pergeseran haluan dakwah, tetapi lebih pada penyempurnaan konsep ideologisnya sebagai antisipasi atas
perubahan sosial yang terjadi. Hal ini dapat dikaji, betapa konsistensi pemikiran dan prinsip dakwah
Muhammadiyah, mulai dari Muqadimah AD, Kepribadian Muhammadiyah, Keyakinan dan Cita-cita
Hidup, hingga Pedoman Hidup Islami.1

Namun, dalam tataran konseptual, belum ditemukan konsep dakwah yang disusun oleh Muhammadiyah
secara sistematis dan komprehensif, kecuali dengan disusunnya konsep gerakan jamaah dan dakwah
jamaah (GJ-DJ), pada Muktamar ke-37, pada tahun 1967 dan konsep dakwah kultural pada Sidang
Tanwir di Denpasar tahun 2002, yang disempurnakan pada Sidang Tanwir di Makassar tahun 2003.

Buku konsep dakwah Muhammadiyah yang dipandang memiliki cakupan cukup lengkap adalah buku
dengan judul Islam dan Dakwah: Pergumulan antara Nilai dan Realitas yang disusun dan diterbitkan
Majelis Tabligh PP Muhammadiyah 1985-1990 yang disunting oleh Ahmad Watik Pratiknya, anggota
pengurus Majelis Tabligh pada saat itu. Buku tersebut memuat pokok-pokok pikiran mengenai: (1)
pandangan hidup Islam, seperti konsep Islam, iman, ihsan dan takwa, hakekat ibadah dan akhlak, (2)
Islam sebagai landasan kehidupan Muslim, seperti Islam sebagai sumber hukum, Islam sebagai sumber
konsep, pandangan Islam tentang keadilan sosial, kebudayaan, kekuasaan, ekonomi dan pembangunan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Islam dalam dinamika sejarah, (3) hakikat Muhammadiyah, (4)
Gambaran masyarakat Indonesia, (5) Identifikasi Permasalahan Dakwah, (6) Pola Kebijaksanaan Dakwah
Muhammadiyah dan (7) Kompetensi da’i dan mubaligh Muhammadiyah.2

Muhammadiyah memandang bahwa dakwah memiliki pengertian yang luas, yakni upaya untuk mengajak
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajaran Islam ke dalam
kehidupan yang nyata. Dengan demikian, dakwah dapat bermakna pembangunan kualitas sumber daya

1
Hamdan Hambali. Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, hlm. 2

2
A. Watik Pratiknya (ed.), Islam dan Dakwah: Pergumulan antara Nilai dan Realitas (Yogyakarta: PP Muhammadiyah Majelis
Tabligh, 1988), hlm. viii-ix.
insani, pengentasan kemiskinan, mencerdaskan masyarakat. Juga, dapat berarti perluasan penyebaran
rahmat Allah, seperti telah ditegaskan bahwa Islam merupakan rahmatan lil alamin.3

Dengan pemaknaan yang luas itu, maka sebenarnya seluruh dimensi gerakan dan usaha Muhammadiyah
adalah dakwah, sehingga tafsir dakwah Muhammadiyah diwujudkan dalam usaha-usaha penanaman
ideologi, pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan, tabligh dan penyiaran Islam, tarjih dan
pengkajian pemikiran Islam, gerakan perempuan (Aisyiyah), serta pembinaan generasi muda (melalui
organisasi otonom: Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
Ikatan Remaja Muhammadiyah, Kepanduan Hizbul Wathon, dan Seni Beladiri Tapak Suci).

Hanya saja dalam praktiknya, visi dakwah belum begitu kuat menjiwai unsur-unsur gerakan
Muhammadiyah, seperti dalam pendidikan. Penelitian Ahmadi menunjukkan bahwa ideologisasi dalam
program pendidikan Muhammadiyah belum sepenuhnya berhasil, karena terjebak pada pragmatisme dan
rutinitas, yang berakibat pada lemahnya penanaman ideologi Muhammadiyah.4

Ikatan Mahasiswa Muhammariyah dalam perannya mengembangkan konsep Gerakan Amar Ma'ruf Nahi
Munkar menganut ideologi pergerakan yang menjadi dasar dalam pergerekannya sebagaimana yang
terkandung dalam Tri Kompetensi Dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiya (IMM); religiusitas,
intelektualitas. dan humanitas.

Trilogi IMM memiliki tujuan yang mana mampu membawa mahasiswa khususnya kader IMM untuk
bisa menjadi mahasiswa yang memiliki karakter keislaman yang kuat, cerdas dalam berpikir serta mampu
merangkul masyarakat luas melalui dakwahnya.5

Religusitas atau gerakan keagamaan sebagaimana yang dijabarkan dalam Trilogi IMM adalah senantiasa
memberikan pembaharuan keagamaan menyangkut pemahaman pemikiran dan realisasinya dalam
kehidupan. Menjadikan Islam sebagai idealitas sekaligus jiwa yang menggerakan. Moto yang harus kita
realisasikan adalah “dari Islam kita berangkat (sebagai landasan dan semangat) dan kepada islam kita
berproses (Islam sebagai Cita-cita

Intelektualitas sendiri dapat dimaknai dengan berprosesnya para kader untuk menjadi pusat-pusat
unggulan terutama dalam hal intektual. Melalui wadah ini diharapkan kader-kader ikatan mampu menjadi
ide-ide pembaharuan dan pengembangan. Sebagai kader IMM harus mampu berfikir universal tanpa
tersekat-sekat oleh aklusivisme. sebagai salah satu dari kelompok Intektual yang memimpinkan kemajuan
dalam berbagai lini kehidupan

3
PP Muhammadiyah, Dakwah Kultural Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004), hlm. 20-21.

4
Ahmadi, “Muhammadiyah Pasca Kemerdekaan: Pemikiran Keagamaan dan Implikasinya dalam Pendidikan” Disertasi IAIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2002, hlm. 294-296.

5
Markhatun Shalihah, "Konflik Kepentingan diantara Organisasi Gerakan Mahasiswa Islam Di Universitas Negeri Yogyakarta"
Jurnal Pendidikan, th 2017, hlm. 8
Adapun yang terakhir yaitu, humanitas adalah bahwa melakukan perubahan bukan hanya dengan
segudang konsep, melainkan adalah perjuangan mewujudkan kosep – konsep tersebut atau ide-ide
perubahan, Pada fase ini dibutuhkan kerja keras semangat,ketabahan,kesabaran dan stamina yang besar
agar tidak berhenti di tengah jala. Yang perlu disadari dan di bangun oleh kader-kader IMM adalah dalam
mewujudkan perubahan peradaban yang berkemajuan dalam kehidupan. Menurut Ketua Umum DPP
IMM Najih Prasetyo dalam sambutannya di sebuah acara Lokakarya Nasional Sosial Pemberdayaan yang
diselenggarakan oleh DPP IMM pada tanggal 22-24 Februari 2019 di Kampus FISIP Universitas
Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jakarta adalah tidak sebatas makna sempitnya saja yaitu, dengan agenda
bakti sosial. Lebih dalam menurut beliau bahwa humanitas bagi kader IMM perlu dimaknai dengan
implementasi aktivitas pendampingan yang masif dan berkelanjutan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis hendak mennggunakan hal itu sebagai acuan standarisasi
bagaimana peran ORMAWA dan UKM UMS dalam mensukseskan dakwah Muhammadiyah dan sejauh
mana peran ORMAWA dan UKM UMS dalam penerapan nilai-nilai ke-Muhammadiyahan di lingkungan
mahasiswa dan masyarakat sekitar.

Anda mungkin juga menyukai