Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEKNOLOGI FARMASI DAN RANCANGAN FORMULA

“Regulasi Penggunaan Eksipien dalam Sediaan Farmasi”

Dosen Pengampu : Anita Sukmawati, Ph.D.,Apt.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Joko Kristianto (V100170014)
Annie Rahmatillah (V100170016)
Juwita Rahmawati (V100170018)
Novan Visia F. (V100170019)

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
A. PENDAHULUAN

Obat selalu diberikan dalam bentuk sediaan yang pada umumnya


terdiri dari zat aktif dan zat tambahan yang disebut eksipien. Beragam tujuan
ditambahkannya eksipien di dalam suatu sediaan obat, diantaranya adalah untuk
memudahkan proses penyiapan sediaan obat tersebut, untuk meningkatkan
kualitas sifat dan bentuk sediaan obat sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
pasien. Terdapat berbagai macam jenis eksipien, diantaranya adalah agen
disintegrasi, pengencer, pelicin, pelarut, agen pensuspensi, agen pengemulsi,
pewarna, perasa, pengawet, penstabil kimia, dan masih banyak lagi. Mulanya,
eksipien tidak dianggap penting dalam sediaan obat, namun seiring
berkembangnya waktu, eksipien menjadi perhatian yang cukup besar. Selain
karena eksipien dapat menawarkan biaya produksi yang lebih efisien, eksipien
juga berperan besar dalam upaya terciptanya suatu bentuk sediaan obat yang baru.
Kehadiran eksipien dalam sediaan obat dapat memberikan efek yang cukup
signifikan seperti peningkatan absorbsi, efikasi, keamanan, peningkatan
bioavalabilitas, peningkatan stabilitas, peningkatan disolusi, dan masih banyak
lagi. Sehingga eksipien menjadi kunci dalam pengembangan formulasi sediaan
obat yang dapat memberikan kualitas lebih kepada pasien (Verma, et al 2016)..
Eksipien memberikan peran penting pada kualitas suatu sediaan obat
dalam proses penghantaran efek farmakologis zat aktif. Sediaan obat pada
umumnya menggunakan beberapa jenis eksipien dimana eksipien tersebut dapat
memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap performa suatu
sediaan obat termasuk dalam hal kemanan farakologisnya. Sehingga perlu adanya
regulasi yang mengatur tentang penggunaan eksipien dalam sediaan obat.

B. PEMBAHASAN

1. REGULASI STUDI PREKLINIS EKSIPIEN


Penggunaan eksipien dalam formulasi obat berkembang pesat.
Perkembangan tersebut terlihat dari meningkatnya kebutuhan akan peningkatan
kualitas dan teknologi eksipien pada skala industri farmasi. Hal yang menjadi
perhatian utama pada penggunaan eksipien yang meningkat ini, adalah profil
keamanan bahan tersebut. Informasi tentang keamanan eksipien sangat penting
untuk diketahui, mengingat beberapa kejadian tidak diinginkan dalam penggunaan
obat, terjadi karena keberadaan eksipien. Pengembangan obat baru melibatkan
serangkaian uji pra klinis dan klinis, guna mengetahui efikasi dan keamanan baik
zat aktif maupun eksipien. Beberapa data yang digunakan untuk menunjukkan
keamanan yang berkaitan dengan uji klinis dan ijin edar suatu produk, di
antaranya adalah : profil absorbsi, metabolisme, distribusi, ekskresi, data
farmakokinetik, data genotoksisitas, dan penyelidikan karsinogenisitas suatu
bahan obat. Dewasa ini, penggunaan dan informasi keamanan suatu eksipien baru
dan eksipien yang telah dikembangkan, menjadi suatu hal penting dalam proses
pengembangan obat baru. Aspek utama yang dipertimbangkan dalam proses
pengembangan eksipien adalah data kimia, data manufaktur dan data praklinis.
Uji praklinis dalam pengembangan eksipien dipengaruhi oleh tidak tersedianya
pedoman internasional tentang evaluasi keamanan eksipien, daftar eksipien yang
disetujui dan kurangnya strategi untuk uji praklinis dari eksipien (Kattering,
2002).
Eksipien bukan zat inert seperti yang dibahas sebelumnya. Eksipien
mungkin memiliki reaksi toksikologi yang merugikan baik oleh eksipien itu
sendiri atau dalam formulasi obat. Sehingga mengharuskan danya evaluasi
praklinis eksipien sebelum dimasukkan dalam formulasi. Banyak peran fungsional
eksipien dalam formulasi obat. Sejumlah efek samping seperti hipersensitivitas,
alergi atau anafilaksis disebabkan oleh eksipien. Studi praklinis menjadi
keharusan untuk eksipien baru (Maner, 2002). Eksipien baru yang tergolong
kategori menengah adalah zat yang dihasilkan dari modifikasi struktural dari
eksipien 'yang telah disetujui, bahan tambahan makanan yang telah disetujui,
bahan tambahan dalam makanan yang dimodifikasi secara struktural, atau
konstituen dari lebih dari satu obat counter (OTC). Namun menurut pedoman
yang ditentukan oleh Pusat Penelitian dan Penelitian Obat Center for Drug
Evaluation and Research (CDER) dan Center for Biologics Evaluation and
Research (CBER)” Guidance for the industry nonclinical studies for safety
evaluation of pharmaceutical excipients”, yang dimaksud sebagai eksipien baru
adalah bahan tidak aktif yang secara internasional ditambahkan ke produk
terapeutik dan diagnostik, tetapi diyakini bahwa bahan aktif ini tidak memiliki
efek terapeutik pada dosis yang dimaksudkan, meskipun dapat bertindak untuk
meningkatkan penghantaran produk (misalnya meningkatkan penyerapan pada
pelepasan kontrol zat obat) dan mereka tidak sepenuhnya memenuhi syarat oleh
yang ada data keamanan sehubungan dengan tingkat paparan paparan paparan saat
ini atau rute administrasi (Verma, et al 2016).
Berdasarkan The International Pharmaceutical Excipients Council
(IPEC) tahun 2006, eksipien baru harus memiliki data keamanan yang mendukung
sebelum digunakan dalam formulasi. Adapun yang dianggap sebagai eksipien
baru adalah eksipien yang merupakan jenis bahan kimia baru dan atau eksipien
hasil modifikasi dari eksipien yang telah terdaftar. Secara spesifik disebutkan
bahwa yang tergolong sebagai eksipien baru, adalah eksipien yang belum terdaftar
dalam 3 kompendia berikut :

a. The FDA Inactive Ingredient database


b. satu atau beberapa dari , U.S. Pharmacopeia (USP-NF), European
Pharmacopoeia (Ph. Eur.), atau Japanese Pharmacopoeia (JP),
c. atau kompendia lain yang telah umum dipakai sebagai acuan, seperti
“Handbook of Pharmaceutical Excipients” atau “Fiedler: Lexikon
der Hilfsstoffe für Pharmazie, Kosmetik und angrenzende Gebiete”
(Encyclopedia of excipients for pharmaceutical, cosmetic and related
use).
Eksipien yang telah terdaftar dalam berbagai kompendia telah disertai
dengan berbagai data spesifikasi, batasan jumlah yang dapat digunakan, dan
informasi keamanannya. Sehingga tidak perlu dilakukan uji untuk menyediakan
informasi tersebut. Berbeda dengan eksipien baru yang belum diketahui profil
kemanannya, maka sebelum digunakan harus melewati serangkaian uji nonklinis
dan klinis, untuk dapat digunakan dalam formulasi (FDA, 2005).
Berdasarkan guideline ICH S7A yang bertajuk “Safety Pharmacology
Studies For Human Pharmaceuticals” tahun 2000, keamanan eksipien yang
merupakan bahan farmasetik dalam pembuatan obat, harus diuji melalui
serangkaian tahapan uji. Studi farmakologi dapat dibagi menjadi tiga kategori:
farmakodinamik primer, studi farmakodinamik sekunder dan studi farmakologi
keselamatan. Dalam hal ini, studi keamanan farmakologi didefinisikan sebagai
studi yang menyelidiki potensi efek farmakodinamik yang tidak diinginkan dari
suatu zat pada fungsi fisiologis dalam kaitannya dengan paparan dalam kisaran
dosis terapeutik dan dosis di atas dosis terapeutik. Rangkaian studi keamanan
farmakologis adalah sebagai berikut:
a. Uji In Vitro
 Tidak terbatas pada isolasi organ atau jaringan, kultur sel, fragmen
seluler, organela subseluler, reseptor, kanal ion, transporter, dan
enzim.
 Uji In Vitro dapat dijadikan studi pendukung untuk uji In Vivo, seperti
untuk memprediksi profil mekanisme aksi suatu substansi.
 Uji in Vitro harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menunjukkan hubungan antara konsentrasi substansi dan efek yang
ditimbulkan.
b. Uji In Vivo
 Sistem uji merupakan animal model.
 Sistem harus didesain untuk dapat menggambarkan hubungan dosis-
respon dari adverse effect yang diamati.
 Pada umumnya, dosis yang menimbulkan adverse effect harus
dibandingkan dengan dosis yang memunculkan efek farmakodinamik
primer pada spesies uji atau efek terapeutik yang diusulkan pada
manusia, jika memungkinkan.
 Dapat memberikan gambaran rentang jendela terapeutik suatu
substansi.
c. Uji efek farmakologis spesifik
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengamati efek yang timbul oleh
substansi uji, terhadap fungsi vital berbagai organ, diantaranya :
 Sistem saraf pusat
 Sistem karduovaskuler
 Sitem pernafasan
d. Uji tentang Metabolit, Isomer, dan Produk Jadi
Secara umum, setiap senyawa induk dan metabolit utamanya,
harus dievaluasi terkait pengaruh farmakologinya pada manusia. Evaluasi
metabolit utama sering dilakukan melalui studi senyawa induk pada hewan.
e. Durasi Studi
Studi keamanan farmakologi umumnya dilakukan dengan
pemberian dosis tunggal. Ketika efek farmakodinamik hanya terjadi setelah
durasi pengobatan tertentu, atau ketika hasil dari studi non-klinis dosis
berulang atau hasil dari penggunaan pada manusia menimbulkan
kekhawatiran tentang efek farmakologinya, durasi studi kemanan
farmakologi dapat disesuaikan.

2. REGULASI EKSIPIEN SEDIAAN OBAT BEBAS

Eksipien yang digunakan digunakan dalam resep dan produk OTC harus
mendapat persetujuan dari FDA, dengan rincian nama produsen, komposisi,
properti, fungsi dan aplikasi, toksikologi dan status peraturan aditifnya. Eksipien
merupakan peran penting dalam pembuatan suatu sediaan farmasi dengan tujuan
membantu zat aktif dalam proses produksi sehingga dihasilkan suatu bentuk
sediaan tablet, kapsul, emulsi, suspensi dan lain-lain. Contoh jenis-jenis eksipien
adalah pengental, pengemulsi, pewarna, penstabil, pengawet dan lain-lain (Saluja
V., 2013).

Dalam peraturan BPOM persyaratan eksipien yang dituliskan dalam registrasi


obat harus meliputi sebagai berikut:

1. Cas No. 1
Di isi sesuai dengan eskipien yang digunakan.
2. Nama
Eksipien dan eksipien dalam kombinasi dituliskan sesuai nama
International Nonproprietary Names (INN) dan International
Nonproprietary Names Modified (INNM). Eksipien yangdigunakan harus
sesuai dengan ketentuan bahan tambahan yang berlaku.
Zat warna dituliskan dengan nama sederhana yang umum/common name,
harus dituliskan nomor indeks warnanya (CI number) dan mencantumkan
kelarutan dalam air (Dye) atau dalam minyak (Lake). Contoh: Brilliant
Blue FCF C142090 (Dye). Zat warna yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan tentang bahan tambahan yang berlaku.
3. Jumlah
Diisi sesuai jumlah Eksipien yang digunakan per satuan dosis.

4. Satuan
Diisi sesuai satuan Eksipien yang digunakan seperti:
a. Kilogram disingkat kg
b. Gram disingkat g
c. Miligram disingkat mg
d. Mikrogram disingkat mcg
e. Liter disingkat L
f. Mililiter disingkat mL
g. Sentimeter disingkat cm
h. Gram ekivalen disingkat grek
i. Miligram ekivalen disingkat mgrek
j. Unit internasional disingkat IU
k. Micromole disingkat mcmol
l. Mole disingkat mol
m. Nanogram disingkat ng
n. Sentimeter persegi disingkat cm2
o. Colony forming units disingkat CFU
p. Plaque forming units disingkat PFU
q. Cell Culture Infectious Dose 50% disingkat CCID50
5. Sumber hewan/manusia
Pada kolom pertama dicantumkan “Ya” jika Eksipien bersumber
dari hewan/manusia dan “Tidak” jika Eksipien tidak bersumber dari
hewan/manusia. Pada kolom kedua dicantumkan jenis hewan atau manusia
sebagai sumber Eksipien. Contoh: Ya; bovine. Ya; human/manusia. Untuk
Eksipien bersumber dari hewan dan/atau manusia, harus ada informasi
adventitious agents (contohnya, sumber, spesifikasi, uraian uji yang
dilakukan, data keamanan virus).
6. Fungsi
Diisi sesuai fungsi/kegunaan Eksipien yang digunakan.
7. Produsen
Diisi dengan nama produsen Eksipien disertai alamat lengkap dengan
nama jalan, nomor, dan kota.
8. Negara Produsen
Diisi dengan negara produsen Eksipien.

Bahan tambahan yang sering ditambahkan dalam proses pembuatan tablet adalah
sebagai berikut:

a. Bahan pengisi
Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang
ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan, dengan tujuan untuk
penyesuaian bobot dan ukuran sediaan farmasi sesuai dengan yang
dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam proses pembuatan,
dan meningkatkan mutu sediaan tablet (Siregar, 2010).
Contoh Pengisi: Laktosa, laktosa anhidrat, starch 1500, Mikrokristalin
selulosa (Rowe et al, 2009)
b. Bahan pengikat
Bahan pengikat ditambahkan pada saat dalam bentuk kering maupun
basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi
tablet yang dicetak langsung (Siregar, 2010).
Contoh pengikat (Rowe et al, 2009):
No Eksipien Konsentrasi kegunaanya
1. Pati 5-10%
2. Gelatin 2-10%
3. Sukrosa 50-75%
4. Akasia 10-25%
5. PVP K-30 3-15%

c. Bahan pengancur
Bahan penghancur berfungsi untuk memceah tablet dan granul menjadi
partikel zat aktifnya.
Contoh penghancur (Agoes, 2006):
No Eksipien Konsentrasi kegunaanya
1. Avicel Ph 101 5-20%
2. Amilum NF 5-20%

d. Bahan pelincir
Bahan pelincir berfungsi sebagai bahan tambahan yang ditambahkan untuk
mencegah tablet melekat pada mesin cetak.
Contoh pelincir
No Eksipien Konsentrasi kegunaannya
1. Mg-Stearat 0,2-0,3%
2. Talk 1-5%
3. PEG
4. Kalsium stearat
5. Parafin

3. REGULASI EKSIPIEN UNTUK OBAT YANG BARU


Pemilihan eksipien untuk obat dengan zat aktif baru, haruslah jelas.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
24 tahun 2017 menyatakan bahwa konsentrasi dan karakteristik yang
mempengaruhi tampilan obat harus dijelaskan sesuai dengan fungsinya masing-
masing. Eksipien pada obat baru yang mengandung New Chemical Entity harus
disetujui oleh FDA (Saluja & Sekhon, 2014). FDA dan ICH menyebutkan pula
bahwa jika eksipien tersebut belum pernah dipakai pada obat yang telah beredar,
maka regulasinya sama dengan NCE untuk diuji terlebih dahulu secara preklinis
dan sebagainya (Saluja & Sekhon, 2014).
Pada Tabel dibawah ini, akan digambarkan prioritas eksipien. Tujuannya
adalah untuk menghindari resiko yang dapat memperbesar biaya produksi obat
(Kozarewicz & Loftsson, 2018).
Prioritas Tipe Senyawa Keterangan
1 Eksipien yang sebelumnya telah Dapat digunakan tanpa
digunakan pada produk yang evaluasi toksikologi
sudah beredar di pasaran (dengan tambahan. Tidak perlu
konsentrasi yang sama atau lebih melampirkan informasi
tinggi) tambahan terkait dengan
pengajuan produk
(karena sudah ada
sebelumnya)
2 Eksipien yang sebelumnya telah Hanya dibutuhkan
digunakan pada suatu produk yang beberapa evaluasi pra
namun konsentrasinya lebih klinis tambahan
rendah dibandingkan produk baru.
3 Eksipien yang sebelumnya telah Profil keamanan
digunakan meskipun tidak pada eksipien telah diketahui
rute pemberian yang sama. dan hanya beberapa
tambahan data pra klinis
yang diperlukan untuk
mengetahui
keamanannya jika
diberikan pada rute
pemberian yang baru
4 Eksipien yang telah digunakan Beberapa data keamanan
untuk produk kosmetik dan telah berlaku yang mana
makanan hanya memerlukan
evaluasi pra klinik
khusus. Evaluasi pra
klinik dibutuhkan meski
lebih sedikit
dibandingkan dengan
evaluasi pada NCE
5 Eksipien baru (novel excipient), Evaluasi pra klinik
seperti NCE khusus perlu dilakukan
untuk mengetahui
keamanannya. Dan juga
perlu dilakukan studi
farmakokinetik.

Untuk jenis obat baru yang akan beredar, maka eksipien juga perlu
mengalami serangkaian uji. Berikut adalah spesifikasi dan metode pengujian
eksipien menurt PerKa BPOM RI Nomor 24 tahun 2017:
1. Spesifikasi Eksipien
Untuk spesifikasi eksipien maka mengacu pada pedoman ICH untuk
obat baru yaitu Q6A. Pada pedoman ICH, uji spesifikasi eksipien
terbagi menjadi dua, yaitu universal dan spesifik (umum dan khusus).
Untuk uji yang bersifat universal, meliputi:
a. Uji kualitatif, jika ada perubahan pada warna dan organoleptis
maka identifikasi dengan spektroskopi infra merah atau HPLC/UV
diode array atau HPLC/MS atau GC/MS.
b. Uji keberadaan impurities, baik yang bersifat organic, non organic
maupun sisa pelarut.

Sedangkan untuk uji yang bersifat khusus, meliputi:

a. Sifat fisiko-kimia, yaitu pH, titik lebur, dan indeks refraksi.


b. Ukuran partikel yang mempengaruhi kecepatan disolusi dan
biovailabilitas/ stabilitas.
c. Bentuk polimorfisme yang dapat dianalisis dengan teknik: solid
state IR, X-ray powder diffraction, thermal analysis procedures
seperti DSC, TGA, DTA, raman spectroscopy, solid state NMR,
dan optical microscopy.
d. Uji bentuk kiral pada senyawa baru
- Pengotor: satu enansiomer yang mengontrol enansiomer lain
harus dipertimbangkan, tetapi batasnya lebih besar.
- Assay: penetapan selektif bagian enansiomer dengan Chiral
Assap Procedure atau campuran antara Achiral Assay dengan
uji enantiometric impurity.
- Identifikasi: membedakan enansiomer single dari enansiomer
lawan rasemik.
e. Kandungan Air
- Higroskopi
- Terdegradasi karena kelembaban
- Bentuk hidrat secara stoikiometri
Kriteria yang diterima tergantung pada efek dari kelembaban.
f. Zat pengotor non organic
Kriteria keberterimaan perlu disesuaikan dengan farmakope yang
berlaku.
g. Batas kandungan mikroba
- Total dari mikroorganisme anerobik
- Total dari ragi dan kapang
- Ketiadaan bakteri
2. Prosedur Analisis
Prosedur analisis yang digunakan untuk pengujian eksipien harus
dicantumkan jika diperlukan. Menurut IPEC tahun 2008, prosedur
analisis dilakukan seperti pada tabel dibawah ini:
Tipe prosedur IDENTIFIKASI UJI PENGOTOR ASSAY
analisis Disolusi
(hanya
pengukuran)
Karkteristik Kuantitatif Batas
Akurasi - + - +
Ripitabilitas - + - +
Presisi - + (1) - + (1)
intermedia
Spesifisitas (2) + + + +
LOD - - (3) + -
LOQ - + - -
Linearitas - + - +
Range - + - +
Keterangan:
- Parameter ini tidak perlu dievaluasi
+ Parameter ini perlu dievaluasi
(1) Jika ripitabilitas sudah dilakukan, maka intermedia tidak perlu
dilakukan
(2) Jika satu teknik analisis tidak cukup untuk menetapkan
spesifisitasnya, maka teknik analisis lain diperlukan untuk
menunjang hasil spesifisitas
(3) Mungkin diperlukan pada beberapa kasus
3. Eksipien Bersumber dari Hewan dan/atau Manusia
Untuk Eksipien bersumber dari hewan dan/atau manusia, harus ada
informasi adventitious agents (contohnya, sumber, spesifikasi, uraian
uji yang dilakukan, data keamanan virus).
4. Eksipien Baru
Informasi rinci mengenai pembuatan, karakterisasi dan kontrol, yang
dapat digunakan untuk mendukung data keamanan nonklinik atau
klinik.
4. EVALUASI EKSIPIEN UNTUK SEDIAAN FARMASI
Eksipien yang dipilih untuk suatu formula obat, perlu diidentifikasi
keamanannya secara farmakologi. Berikut adalah rekomendasi evaluasi bagi
eksipien yang akan dipilih untuk suatu produk (FDA, 2005):
(1) Keamanan Farmakologi
Eksipien baru yang potensial akan dievaluasi secara tepat untuk aktivitas
farmakologis menggunakan uji standar. Evaluasi ini yaitu studi toksikologi
atau studi farmakologi.
(2) Eksipien Ditujukan untuk Penggunaan Jangka Pendek
Evaluasi keamanan dari eksipien baru digunakan dalam masa penggunaan
klinis dari 14 hari berturut-turut atau lebih sedikit per episode pengobatan.
Berikut pengujiannya:
 Studi toksikologi akut yang dilakukan di kedua spesies hewan pengerat
dan spesies nonproduk mamalia dengan rute administrasi yang
ditujukan untuk penggunaan klinis (lihat panduan CDER untuk uji
Dosis Akut dan Dosis Tunggal Industri Farmasi).
 Proses absrobsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi eksipien
dipelajari setelah pemberian oleh rute klinis yang relevan untuk spesies
yang sama yang digunakan dalam studi keselamatan nonklinis (lihat
panduan ICH S3A dan S3B).
 Eksipien dievaluasi dalam baterai standar studi toksikologi genetik
yang dibahas dalam panduan ICH S2B.7
 Direkomendasikan bahwa studi toksikologi dosis ulang 1-bulan
dilakukan di kedua spesies hewan pengerat dan spesies mamalia.
 Evaluasi toksikologi eksipien sesuai dalam pedoman ICH SA5 dan
S5B, harus mencakup hal sebagai berikut: (a) penilaian potensi yang
mempengaruhi kesuburan atau perkembangan embrio dini untuk
implantasi; (b) teratology pada kedua spesies hewan pengerat dan
spesies mamalia non pengerat; dan (c) efek pada perkembangan
prenatal dan postnatal. Cara yang paling efisien untuk mengatasi
perkembangan yang berbeda ini adalah menggunakan penelitian uji
tunggal (seperti yang ada dalam panduan ICH S5A) untuk menilai
semua fase toksisitas reproduksi, dalam hubungannya dengan studi
teratology pada spesies nonroden, asalkan tersedia data yang
memprediksi eksipien memiliki toksisitas minimal.

(3) Potensi eksipien Ditujukan untuk Penggunaan Intermediet


Evaluasi keselamatan nonklinis dari eksipien baru yang potensial yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam produk obat yang diberi label untuk
penggunaan klinis lebih dari 2 minggu tetapi kurang dari atau sama
dengan 3 bulan per episode pengobatan, berikut pengujiannya:
 Studi toksikologi 1 bulan berguna untuk menetapkan dosis yang akan
digunakan dalam penelitian selama 3 bulan.
 Studi toksikologi dosis berulang selama 3 bulan dilakukan di kedua
spesies hewan pengerat dan spesies mamalia nonroden oleh rute
administrasi yang tepat.
 Dapat meminta studi tambahan (misalnya, penelitian yang melibatkan
pemberian parenteral). Permintaan ini biasanya didorong oleh
pertanyaan yang diajukan dalam studi yang diselesaikan.

(4) Eksipien yang digunakan jangka panjang


Maksud jangka panjang disini adalah jika obat yang digunakan oleh
pasien selama lebih dari 3 bulan. Syarat untuk uji keamanannya adalah
sebagai berikut:
 Uji yang dilakukan harus berurutan dari (1), (2), (3) dan seterusnya.
Uji pada tiap sub bab tersebut tidak harus dilakukan, namun dapat
menjadi pertimbangan utama.
 Direkomendasikan untuk melakukan uji toksikologi dengan dosis
berulang selama 6 bulan pada subjek hewan uji rodensia. Uji ini
meliputi patologi, histopatologi, dan toksikokinetik.
 Studi toksikologi kronis dilakukan pada hewan mamalia non rodensia
dengan rute pemberian yang tepat.
 Evaluasi potensi karsinogenik
(5) Eksipien yang digunakan untuk produk pulmonary, injeksi, atau topikal
 Uji yang dilakukan harus berurutan dari (1), (2), (3), dan (4)
 Uji sensitisasi
 Untuk eksipien pada produk injeksi, maka hendaknya mengikuti aturan
seperti dibawah ini:
a. Studi hemolisis secara in vitro dengan beberapa konsentrasi I.V
(bolus atau infus)
b. Potensial bahaya pada otot dapat dilakukan dengan menginjeksikan
eksipien secara I.M atau S.C
c. Evaluasi ikatan protein
 Studi iritasi okuler (jika digunakan untuk mata).
(6) Photosafety Data
Setiap eksipien yang akan digunakan dalam suatu produk, disarankan
untuk melakukan evaluasi phorosafety data menurut pedoman dari CDER.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2006, Pengembangan Sediaan Farmasi, Penerbit ITB, Bandung.

Food and Drug Administration, 2005, Guidance for Industry Nonclinical Studies
for the Safety Evaluation of Pharmaceutical Excipients, U.S. Department
of Health and Human Services

International Conference on Harmonization, 2000, S7A : Safety Pharmacological


Studies For Human Pharaceutical, ICH Harmonised Tripartite Guidelines.

International Pharmaceutical Excipients Council, 2006, Good Manufacturing


Practices Guide for Pharmaceutical Excipients, IPEC-PQG.

Kettering U, 2002, The Purpose and Content of Pharmacopoeial Monographs for


Excipients, Proceedings of International Symposium, Brussels, Council of
Europe
Kozarewicz, P., & Loftsson, T., 2018, Novel excipients – Regulatory challenges
and perspectives – The EU insight, International Journal of Pharmaceutics,
546(1–2), 176–179. http://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2018.05.048

Maner S, 2002, Excipients Functionality/Impact on Product quality and process


performance, Proceeding of International Symposium, Brussels.
Peraturan Kepala BPOM RI, No. 24 Tahun 2017, Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat.

Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.

Saluja V, et al., 2013, The Regulation of Pharmaceutical Excipinets, J. Exipients


and Food Chem. 4 (3)

Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet
DasarDasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Verma S, et al, 2016, Pharmaceutical excipients: A regulatory aspect, The Pharma


Innovation Journal

Anda mungkin juga menyukai