PENDAHULUAN
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang dicapai dalam abad XX, pengobatan
penyakit yang dilakukan terus menerus disempurnakan berdasarkan hasil-hasil penelitian
ilmiah mutakhir (scientific method), sehingga pengobatan menjadi lebih efisien, efektif
dan aman (safe), termasuk berbagai hal yang berkaitan dengan pembuatan obat.
Keamanan dalam pengobatan meliputi berbagai aspek, di antaranya adalah (1) aspek
yang menyangkut kualitas obat yang digunakan dan (2) aspek yang menyangkut
penggunaan obat dalam praktek pengobatan (regimen dosis, penanganan obat saat
penggunaan, dll.). Faktor keamanan suatu produk obat mencakup berbagai aspek yang
setiap bentuk sediaan memiliki aspek keamanan yang berbeda satu sama lain. Di antara
berbagai jenis sediaan obat, sediaan obat suntik (termasuk sediaan infus) adalah sediaan
obat yang persyaratan untuk keamanannya paling tinggi.
Di bawah ini akan disampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan medical safety
ditinjau dari sudut obat.
1
MUTU OBAT DAN PENGAWASANNYA
Secara umum, mutu atau kualitas terdiri dari 9 dimensi sebagai berikut:
Dimensi mutu yang sifatnya normatif tersebut kemudian diturunkan menjadi persyaratan-
persyaratan mutu yang bersifat teknis, yang akan berbeda antara suatu bentuk sediaan
obat dengan sediaan obat lainnya.
2
munculnya bukti-bukti baru yang harus diperhatikan untuk keamanan dan kemanfaatan
obat yang digunakan. Mutu obat di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM).
Selanjutnya di bawah ini akan dibahas parameter mutu obat yang khusus terkait dengan
masalah keamanan atau safety dalam praktek kedokteran.
Bahan baku obat, khususnya bahan baku zat aktif, harus dijamin keamanannya sebelum
dipakai untuk membuat sediaan obat. Dalam hal ini bahan baku obat harus bebas dari
bahan-bahan asing (foreign substances) atau pengotor (impurities).
Bahan-bahan pengotor tersebut berasal dari bahan awal untuk sintesis, senyawa hasil
samping sintesis yang lain (senyawa sejenis), senyawa hasil urai , pelarut untuk proses
sintesis, dan bahan-bahan lain yang dilepaskan oleh wadah/peralatan sintesis seperti
logam berat dan ion-ion anorganik lainnya. Kalaupun boleh ada, bahan-bahan tersebut
dibatasi jumlahnya karena bisa berbahaya bagi tubuh, sehingga pengujiannya biasa
disebut uji batas.
Sebagai contoh adalah untuk bahan baku parasetamol (yang dibuat secara sintetik),
persyaratan batas cemaran mencakup:
Contoh lain adalah untuk bahan baku amoksisilin dan ampisilin (antibiotika semisintetik),
cemaran yang harus diuji batasnya adalah senyawa dimetilanilin.
Parameter keamanan untuk sediaan obat berbeda antara tiap bentuk sediaan obat. Yang
paling banyak persyaratan keamanannya adalah sediaan obat suntik (injeksi), dan untuk
3
sediaan bentuk injeksi yang paling ketat lagi persyaratannya adalah persyaratan untuk
sediaan obat infus.
Selain persyaratan resmi di atas, sediaan injeksi juga harus isotonik (boleh sedikit
hipertonis) dan sedapat mungkin isohidris. Sediaan hipotonis dapat menyebabkan
plasmolisis, sedangkan sediaan injeksi yang tidak isohidris dapat menyebabkan rasa sakit
pada pasien saat digunakan.
Persyaratan mutu untuk bentuk sediaan obat lain, misalnya untuk bentuk sediaan tablet
atau kapsul, yang berhbungan dengan keamanan obat antara lain mencakup persyaratan
kadar, keseragaman sediaan dan persyaratan bioekivalensi.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa contoh persyaratan mutu sediaan obat yang
menyangkut keamanan obat.
Persyaratan sterilitas
Sediaan obat suntik atau sediaan parenteral (termasuk infus) harus steril (bebas mikroba)
karena jika tidak steril dapat menimbulkan bahaya timbulnya infeksi oleh mikroba yang
pathogen. Dengan demikian maka sediaan obat ini harus disterilkan.
4
berhubungan dengan keamanan obat. Kadar obat yang terlalu tinggi dapat menimbulkan
efek toksik.
Persyaratan mutu kemasan yang berhubungan dengan keamanan (safety) tergantung dari
bahan apa kemasan dibuat dan tergantung sediaan obat yang akan dikemas.
5
Semua wadah gelas harus memenuhi persyaratan ketahanan kimia, yaitu syarat batas
pembebasan bahan alkalis.
Untuk kemasan bahan plastik untuk mengemas sediaan larutan injeksi (termasuk obat
infus) harus memenuhi persyaratan:
- uji reaktivitas yang dilakukan secara biologi (in vitro atau in vivo)
- uji kimia-fisika, yang meliputi uji batas bahan tidak mudah menguap, sisa
pemijaran, logam berat dan kapasitas pendaparan
Karakteristik lain bahan kemasan plastik untuk sediaan injeksi yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan keamanan adalah kejernihan dan fleksibilitas. Kualitas
kejernihan (transparency) kemasan sediaan injeksi sangat penting untuk pengawasan
kejernihan sediaan injeksi secara visual yang dilakukan terhadap semua unit hasil
produksi. Fleksibilitas wadah (khusus untuk sediaan infus) berhubungan dengan
kesempurnaan delivery infus. Kenyataan yang terjadi, botol infus yang tidak/kurang
fleksibel sering ditusuk jarum suntik oleh perawat untuk memperlancar aliran infus, tanpa
disadari bahwa penusukan yang dilakukan dapat menyebabkan masuknya udara tidak
steril ke dalam wadah. Semua persyaratan tersebut di atas, baik persyaratn yang resmi
maupun yang tidak resmi, selalu diikuti, diperhatikan dan dipenuhi oleh PT Sanbe
Farma dalam rangka menghasilkan produk dengan jaminan keamanan yang tinggi..
Mutu harus dibangun, didisain dan direncanakan melalui suatu sistem penjaminan mutu
(Quality Assurance System). Sistem penjaminan mutu dilakukan untuk mencapai,
mempertahankan dan memperbaiki mutu, yang mengintegrasikan kegiatan-kegiatan:
- Penetapan spesifikasi
- Disain produk (formulasi)
- Instalasi fasilitas/peralatan produksi
- Produksi
- Inspeksi
- Kaji ulang
Aturan cara pembuatan obat yang baik (CPOB atau GMP) memberikan pedoman kepada
industri farmasi dalam jaminan mutu produk.
Penerapan sistem penjaminan mutu sangat penting terutama untuk sediaan obat yang
pengawasan mutunya (quality control) tidak bias dilakukan secara lengkap/sempurna.
6
Sebagai contoh adalah persyaratan sterilitas untuk sediaan obat steril. Pada dasarnya
semua produk steril yang dipasarkan harus memenuhi syarat sterilitas (hanya boleh ada 1
unit produk yang tercemar dari satu juta produk yang dibuat). Persyaratan ini sulit
dilakukan dengan meggunakan cara-cara sampling yang biasa dengan menerapkan
prinsip-prinsip statistika yang ada. Dengan demikian maka dalam proses produksinya
cara sterilisasi yang digunakan harus benar-benar dapat menjamin hasil steriltas produk
yang ditargetkan. Dalam hal ini EMEA memberikan pedoman (decision tree) bagaimana
memilih cara sterilisasi yang akan digunakan untuk suatu produk steril, seperti
disampaikan dalam lampiran.
PENUTUP
Terdapat berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam mencapai evidence based
medical safety, salah satunya adalah aspek mutu produk obat yang berhubungan dengan
keamanan produk. Jaminan terhadap keamanan suatu produk obat harus dibangun
melalui penerapan sistem penjaminan mutu (Quality Assurance System) dan tidak bisa
hanya mengandalkan pemeriksaan mutu di akhir produksi, terutama untuk persyaratan
keamanan produk yang pemeriksaannya tidak bias dilakukan secara lengkap.
Berbagai faktor yang mempengaruhi mutu produk, sejak perencanaan sampai
pengawasan mutu produk, diterapkan secara utuh di fasilitas-fasilitas produksi PT Sanbe
Farma, untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan sampai digunakan pada pasien,
khususnya persyaratan mutu yang berkaitan dengan keamanan (safety) obat.
7
PUSTAKA
8
DECISION TREE FOR STERILISATION CHOICES
FOR AQUEOUS PRODUCTS
NO YES
NO YES
NO YES
9
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS
A. DATA PRIBADI
B. PENDIDIKAN
10
C. PENGALAMAN/TUGAS PENDIDIKAN /PENGAJARAN
1 FA-222 Statistika S1
2 FA 422 Biofarmasi *) S1*)
3 FA-510 Farmasi Perapotekan Profesi
4 FA-520 Farmasi Industri *) Profesi
5 FA-724 Biofarmasi*) S2
6 FA-725 Pengendalian Mutu Secara Statistik S2
7 FA-726 Teori Farmakokinetik S2
8 FA-746 Farmakokinetik Klinik*) S2
9 FA-3222 Teknologi Farmasi Sediaan Likid & Semi-solid S1
10 FA-6124 Biostatistik & Statistik Farmasi*) S2
11 FA-6122 Kimia Kinetik & Stabilitas Obat S2
12 FA-7121 Pengembangan Bentuk Sediaan Obat*) S2
13 FA-9101 Metodologi Riset & Filsafat Ilmu *) S3
*)
Tugas kuliah tahun akademik 2005/2006.
D. PENGALAMAN MANAJERIAL
E. PENGALAMAN PROFESIONAL
1. Konsultan bidang Biofarmasi dan Farmakokinetik pada PT. Kalbe Farma, 1984-
1986.
2. Konsultan bidang Biofarmasi dan Farmakokinetik pada PT. Sanbe Farma, 1986
- sekarang;
3. Konsultan Nasional WHO bidang Biofarmasi pada PPOM, 1990 - 1991.
4. Anggota Tim Penyusunan Farmakope Indonesia IV, Ditjen POM Depkes RI,
1992.
5. Asesor/Asesor Kepala Komite Akreditasi Nasional Badan Standardisasi Nasional
(KAN/BSN), 2001-sekarang.
6. Tenaga Ahli bidang Biofarmasi pada Badan Pengawas Obat dan Makanan ( Badan
POM), 2002-sekarang.
11
F. TUGAS/JABATAN LAIN
H. TANDA PENGHARGAAN
12