Anda di halaman 1dari 3

STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL

Pengembangan obat tradisional harus terdiri dari enam tahapan yaitu seleksi, penyaringan zat biologic,
pengujian farmako-dinamik, pengujian toksisitas, pengembangan sediaan formulasi obat, dan pengujuan
klinik pada manusia sehingga obat-obat tradisional tersebut dapat digunakan di masyarakat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Yuslianti, et al., 2016). Standarisasi merupakan serangkaian
parameter, pengukuran unsur-unsur terkait paradigma mutu yang memenuhi syarat standar. Selain itu,
standarisasi dapat diartikan sebagai serangkaian proses yang akan melibatkan berbagai metode analisis
kimiawi berdasarkan data farmakologis, juga akan melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi yang
didasarkan dengan kriteria umum keamanan atau toksikologi terhadap suatu ekstrak alam. Standarisasi
juga dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan prosuk yang diharapkan dapat lebih
meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat yang berasal dari bagan alam, mutu dalam artian
memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya (Mustapa, et al., 2020).

Standarisasi obat tradisional merupakan hal yang perludiperhatikan dalam rangka pengembangan obat
tradisional Indonesia menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka (Yuslianti, et al., 2016). Standarisasi
terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik. Dimana, standarisasi parameter spesifik
merupakan aspek yang berfokus pada senyawa atau golongan senyawa, meliputi identitas ekstrak,
organoleptic, kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dan kadar kandungan kimia. Sedangkan,
standarisasi parameter non spesifik merupakan parameter yang tidak berhubungan langsung dengan
aktivitas farmakologis tetapi dapat mempengaruhi aspek keamanan dan stabilitas ekstrak serta kesedian
yang dihasilkan, yang berfokus pada aspek kimia dan fisis meliputi penentuan susut pengeringan, bobot
jenis, kadar air, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam (Mustapa, et al., 2020).

Standardisasi farmastikal meliputi uji mutu bahan alam yaitu standardisasi simplisia, standardisasi
metode pembuatan sediaan termasuk pelarut yang digunakan, dan standardisasi sediaan jadi.
Standardisasi pengujian keamanan bahan alam dan pengujian khasiat bahan alam pre-klinik dan klinik.
Disarankan bahwa perlu koordinasi penelitian antar departemen, perguruan tinggi, lembaga/ pusat
penelitian perlu ditingkatkan agar penelitian mengacu pada standardisasi farmasitikal, tidak terjadi
duplikasi, dan pemborosan dana penelitian. Pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi non
pemerintah perlu menyediakan dana untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian, termasuk
informasi mengenai tahapan standardisasi farmasitikal, penelitian, dan pengembangan obat tradisional
menjadi fitofarmaka sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan. (Yuslianti, et al., 2016).
Gambar …. Tahapan standardisasi obat tradisional menuju fitofarmaka

Sumber: (Yuslianti, et al., 2016)

Pengembangan bahan obat tradisional ditunjukan agar dapat diterima di pelayanan kesehatan
formal/profesi dokter dimana bukti empiric harus didukung oleh bukti ilmiah yang didapat secara
sistematik. Dimana, tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut (Yuslianti, et al., 2016);

1. Tahapan seleksi
Dilakukan sebelum memulai penelitian untuk memilih jenis obat tradisional/obat herbal yang akan
diteliti dan dikembangkan. Kemudian, obat herbal tersebut diharapkan berkhasiat untuk penyakit.
2. Tahapan uji preklinis
Merupakan persyaratan uji untuk calaon obat. Dimana, disini diperoleh informasi tentang
farmakologi, farmakoinetik dan farmakodinamik untuk memprediksi efek pada manusia, toksisitas
untuk melihat keamanannya. kemudian pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
terisolasi atau organ terisolasi secara in vitro dan pengujian pada hewan secara in vivo.
3. Tahapan uji toksisitas
Terdiri dari uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji
teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Hal ini untuk mengetahui; dosis obat, seberapa
banyak obat tersebut akan menyebabkan toksik dan berapa lama jangka waktunya. Penelitian
dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji
dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in
vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada
manusia.
4. Tahapan uji klinis
Uji klinis obat tradisional dilakukan untuk membuktikan khasiat dan keamanannya. Dilakukan ke
manusia apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji
preklinis. Pada uji klinis obat tradisional prinsip etika uji klinis harus dipenuhi. Standardisasi sediaan
merupakan hal yang penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan. Terbagi menjadi
empat fase, yaitu;
a) Fase I: obat tradisional diujikan pada sukarelawan sehat, pada fase ini ditentukan keamanan
suatu obat dan tolerabilitas obat tradisional.
b) Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding.
c) Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
d) Fase III: uji klinis definitif, melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru dibandingkan efek
dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui.
e) Fase IV: pascapemasaran, untuk mengamati efek samping yang jarang atau lambat timbulnya.

Obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang
merugikan, setelah mengalami uji preklinis dapat langsung dilakukan uji klinis dengan pembanding. Obat
tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinis pendahuluan (fase I dan II) guna
mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut (Yuslianti, et al., 2016).

DAPUS
Mustapa, M. A., Abdulkadir, W. & Halid, I. F., 2020. Standarisasi Parameter Spesifik Ekstrak Metanol Biji
Kebiul (Caesalpinia Bonduc L.) Sebagai Bahan Baku Obat Herbal Terstandar. Journal Syifa Sceiences and
Clinical Research, 2(1), pp. 49-59.

Yuslianti, E. R., Bachtiar, B., FatmaSuniarti, D. & B.Sutjiatmo, A., 2016. Standardisasi Farmasitikal Bahan
Alam Menuju Fitofarmaka Untuk Pengembangan Obat Tradisional Indonesia. Dentika Dental Journal,
19(2), pp. 179-185.

Anda mungkin juga menyukai