Anda di halaman 1dari 5

Faedah Surat An-Nuur #01: Hukuman Bagi Pezina dan

Peselingkuh
rumaysho.com /16274-faedah-surat-an-nuur-01-hukuman-bagi-pezina-dan-peselingkuh.html

Saat ini Rumaysho.Com akan mengkaji surah An-Nuur


secara rutin. Bahasan perdana ini akan mengulas
surah An-Nuur ayat pertama dan kedua yang
menjelaskan tentang hukum bagi pezina dan
peselingkuh.

Ayat 1-2

‫( اﻟﱠﺰاِﻧَﯿُﺔ‬1) ‫ﺿَﻨﺎَﻫﺎ َوَأْﻧَﺰﻟَْﻨﺎ ِﻓﯿَﻬﺎ َآَﯾﺎٍت َﺑﱢﯿَﻨﺎٍت َﻟَﻌﻠﱠُﻜْﻢ َﺗَﺬﱠﻛُﺮوَن‬ْ ‫ُﺳﻮَرٌة َأْﻧَﺰﻟَْﻨﺎَﻫﺎ َوَﻓَﺮ‬
‫َواﻟﱠﺰاِﻧﻲ َﻓﺎْﺟِﻠُﺪوا ُﻛﱠﻞ َواِﺣٍﺪ ِﻣﻨُْﻬَﻤﺎ ِﻣَﺌَﺔ َﺟﻠَْﺪٍة َوَﻻ َﺗﺄُْﺧْﺬُﻛْﻢ ِﺑِﻬَﻤﺎ َرْأَﻓٌﺔ ِﻓﻲ ِدﯾِﻦ اِﱠﷲ ِإْن‬
َ
(2) ‫ُﻛْﻨُﺘْﻢ ُﺗْﺆِﻣُﻨﻮَن ِﺑﺎِﱠﷲ َواْﻟَﯿْﻮِم اْﻵِﺧِﺮ َوْﻟَﯿْﺸَﻬْﺪ َﻋَﺬاَﺑُﻬَﻤﺎ َﻃﺎِﺋَﻔٌﺔ ِﻣَﻦ اْﻟُﻤْﺆِﻣِﻨﯿَﻦ‬

“(Ini adalah) satu surah yang Kami turunkan dan Kami


wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di
dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat
yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.” (QS. An-Nuur: 1-2)

Faedah Ayat #01

1- Nama surah An-Nuur diambil dari ayat 35,


َْ
ِ ‫اُﷲ ُﻧﻮُر اﻟﱠﺴَﻤﺎَواِت َواﻷْر‬
‫ض‬

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.” (QS. An-Nur: 35)

2- Tidak ada satu hadits pun yang shahih yang menyebutkan keutamaan surah An-Nuur secara khusus.

3- Disebutkan bahwa surah ini diturunkan, menunjukkan bahwa surah ini berasal dari sisi Allah.

4- Kalau Al-Qur’an disandarkan pada sisi Allah maka menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu kalamullah (firman
Allah), bukanlah makhluk.

5- Kalau Al-Qur’an dan surah itu diturunkan, menunjukkan bahwa Allah yang menurunkannya menetap tinggi di
atas. Berarti ayat ini menunjukkan bahwa Allah bukan di mana-mana. Namun ketinggian Allah ini tidaklah
menampik kalau Allah itu dekat, Allah itu bersama hamba-Nya dan ilmu Allah yang berada di mana-mana.

Imam Malik bin Anas rahimahullah mengatakan,


1/5
‫اُﷲ ِﻓﻲ اﻟﱠﺴَﻤﺎِء َوِﻋﻠُْﻤُﻪ ِﻓﻲ ُﻛﱢﻞ َﻣَﻜﺎٍن َﻻ َﯾْﺨُﻠْﻮ ِﻣْﻨُﻪ َﺷْﻲٌء‬

“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari
ilmu-Nya.” (Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 140)

Murid Imam Syafi’i yang terkenal cerdas yaitu Imam Al-Muzani rahimahullah mengatakan, “Ketauhidan
seseorang tidaklah sah sampai ia mengetahui (meyakini) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-nya dengan sifat-
sifat-Nya.” (Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 201). Imam Al-Muzani rahimahullah juga menyatakan, “Allah itu ‘Aali
(Mahatinggi) di atas ‘Arsy-nya. Namun Allah itu dekat pada makhluk-Nya dengan ilmu-Nya.” (Syarh As-Sunnah ,
Imam Al-Muzani, hlm. 81)

6- Imam Mujahid dan Qatadah rahimahumallah menyatakan bahwa ayat “surah ini Kami turunkan”, maksudnya
adalah surah ini berisi penjelasan halal, haram, perintah, larangan, hingga masalah hukum hudud (hadd). (Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:486). Hukuman hadd adalah hukuman badaniyah dengan cara dan kadar tertentu
(menurut syari’at), dikenakan karena hak Allah Ta’ala yang dilanggar. (Lihat Minhah Al-‘Allam, 8:373.)

7- Dalam surah An-Nuur ini disebutkan hukum yang hendaknya diikuti. Surah ini juga diturunkan sebagai
penjelas agar manusia bisa mengambil pelajaran.

Faedah Ayat #02

8- Wanita pezina dan laki-laki sama-sama didera dengan 100 kali cambukan. Ini berlaku bagi pezina yang masih
bujang. Namun bagi yang telah menikah, maka dikenai hukuman rajam sebagaimana kisah wanita Juhainah
dalam hadits berikut ini.

Dari Abu Nujaid ‘Imran bin Al-Hushain Al-Khuza’i, ia berkata,


‫ﱢ‬ ‫ﱢ‬ ‫ﱢ‬
‫ َوِﻟَﯿﱠﻬﺎ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ َوِﻫَﻰ ُﺣْﺒَﻠﻰ ِﻣَﻦ اﻟ ِﱠﺰﻧﻰ َﻓَﻘﺎَﻟْﺖ َﯾﺎ َﻧِﺒ َّﻰ اَﷲ َأَﺻْﺒُﺖ َﺣًّﺪا َﻓﺄَِﻗْﻤُﻪ َﻋَﻠ َّﻰ َﻓَﺪَﻋﺎ َﻧِﺒ ُّﻰ اَﷲ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫َأ َّن اْﻣَﺮَأًة ِﻣْﻦ ُﺟَﻬْﯿَﻨَﺔ َأَﺗْﺖ َﻧِﺒ َّﻰ اَﷲ‬
ّ ّ ‫ﱢ‬
‫ َﻓُﺸَﻜْﺖ َﻋَﻠْﯿَﻬﺎ ِﺛَﯿﺎُﺑَﻬﺎ ُﺛَّﻢ َأَﻣَﺮ ِﺑَﻬﺎ َﻓُﺮِﺟَﻤْﺖ ُﺛَّﻢ َﺻَﻠﻰ َﻋَﻠْﯿَﻬﺎ َﻓَﻘﺎَل َﻟُﻪ ُﻋَﻤُﺮ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ َﻓَﻔَﻌَﻞ َﻓﺄََﻣَﺮ ِﺑَﻬﺎ َﻧِﺒ ُّﻰ اَﷲ‬.« ‫َﻓَﻘﺎَل » َأْﺣِﺴْﻦ ِإَﻟْﯿَﻬﺎ َﻓِﺈَذا َوَﺿَﻌْﺖ َﻓﺎﺋِْﺘِﻨﻰ ِﺑَﻬﺎ‬
‫ﱢ‬ ‫ﱢ‬
« ‫ُﺗَﺼِﻠّﻰ َﻋَﻠْﯿَﻬﺎ َﯾﺎ َﻧِﺒ َّﻰ اَﷲ َوَﻗْﺪ َزَﻧْﺖ َﻓَﻘﺎَل » َﻟَﻘْﺪ َﺗﺎَﺑْﺖ َﺗْﻮَﺑًﺔ َﻟْﻮ ُﻗِﺴَﻤْﺖ َﺑْﯿَﻦ َﺳْﺒِﻌﯿَﻦ ِﻣْﻦ َأْﻫِﻞ اﻟَْﻤِﺪﯾَﻨِﺔ َﻟَﻮِﺳَﻌﺘُْﻬْﻢ َوَﻫْﻞ َوَﺟْﺪَت َﺗْﻮَﺑًﺔ َأْﻓَﻀَﻞ ِﻣْﻦ َأْن َﺟﺎَدْت ِﺑَﻨْﻔِﺴَﻬﺎ َِﷲ َﺗَﻌﺎَﻟﻰ‬

“Ada seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan ia
dalam keadaan hamil karena zina. Wanita ini lalu berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya
Rasulullah, aku telah melakukan sesuatu yang perbuatan tersebut layak mendapatkan hukuman rajam.
Laksanakanlah hukuman hadd atas diriku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memanggil wali wanita
tersebut, lalu beliau berkata pada walinya, “Berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila ia telah melahirkan
(kandungannya), maka datanglah padaku (dengan membawa dirinya).”

Wanita tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu,
beliau meminta wanita tersebut dipanggil, lalu diikat pakaiannya dengan erat (agar tidak terbuka auratnya ketika
menjalani hukuman rajam, -pen.). Kemudian saat itu diperintah untuk dilaksanakan hukuman rajam. Wanita itu
pun meninggal dunia, lantas beliau pun menyolatkannya. Ketika itu ‘Umar berkomentar pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Engkau menyolatkan dirinya, wahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?” Beliau
bersabda, “Wanita ini telah bertaubat dengan taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibagi kepada 70
orang dari penduduk Madinah maka itu bisa mencukupi mereka. Apakah engkau dapati taubat yang lebih baik
dari seseorang mengorbankan jiwanya karena Allah Ta’ala?” (HR. Muslim, no. 1696).

9- Ditambahkan dalam hadits selain dikenakan 100 kali cambukan, nantinya akan diasingkan.

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ﱢ‬ ‫ﱢ‬
‫ُﺧُﺬْوا َﻋِﻨّﻲ ُﺧُﺬْوا َﻋِﻨّﻲ َﻗْﺪ َﺟَﻌَﻞ اُﷲ َﻟُﻬ َّﻦ َﺳِﺒْﯿًﻼ َاﻟِْﺒْﻜُﺮ ِﺑﺎﻟِْﺒْﻜِﺮ َﺟﻠُْﺪ ِﻣﺎَﺋٍﺔ َوَﻧْﻔُﻲ َﺳَﻨٍﺔ َواﻟَﺜﱡﯿﺐ ِﺑﺎﻟَﺜﱢﯿﺐ َﺟﻠُْﺪ ِﻣﺎَﺋٍﺔ َواﻟ َّﺮْﺟُﻢ‬

“Ambillah dariku, ambillah dariku! Allah telah menjadikan bagi mereka jalan keluar. (Apabila berzina) jejaka
dengan gadis (maka haddnya) dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun. (Apabila berzina) dua orang yang
2/5
sudah menikah (maka hadd-nya) dicambuk seratus kali dan dirajam.” (HR. Muslim, no. 1690)

Dalam hadits Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berkata pada seseorang yang anaknya telah berzina,

‫َوَﻋَﻠﻰ اْﺑِﻨَﻚ َﺟﻠُْﺪ ِﻣﺎَﺋٍﺔ َوَﺗْﻐِﺮﯾُﺐ َﻋﺎٍم‬

“Bagi anakmu yang telah berzina, nantinya akan dikenakan hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama
setahun.” (HR. Bukhari, no. 2695 dan Muslim, no. 1697)

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjatuhkan hukuman cambuk dan
mengasingkan pelaku zina; Abu Bakr pun demikian. (HR. Tirmidzi, no. 1438. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih.)

Mengenai diasingkan di sini, diterangkan oleh ulama Syafi’iyah yaitu diasingkan dari negerinya ke tempat lain
sejauh jarak safar dan diasingkan selama setahun setelah menjalani hukuman cambuk terlebih dahulu. (Lihat
Hasyiyah ‘ala Al-Qaul Al-Mukhtar , 2:180.)

10- Tidak boleh berbelas kasih dalam menerapkan hukuman hadd, misalnya kasihan karena yang dihukum
adalah sudah sepuh atau kasihan karena hukumannya terlalu berat. Padahal hikmah dijatuhkan hukuman hadd
di antaranya adalah sebagai penebus dosa (kafarat). Dari ‘Abdullah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyatakan dalam suatu majelis,
ُ
‫َوَﻣْﻦ َأَﺻﺎَب َﺷْﯿًﺌﺎ ِﻣْﻦ َذِﻟَﻚ َﻓُﻌﻮِﻗَﺐ ِﺑِﻪ َﻓُﻬَﻮ َﻛﱠﻔﺎَرٌة َﻟُﻪ َوَﻣْﻦ َأَﺻﺎَب َﺷْﯿًﺌﺎ ِﻣْﻦ َذِﻟَﻚ َﻓَﺴَﺘَﺮُه اﱠﷲ َﻋَﻠْﯿِﻪ َﻓﺄَْﻣُﺮُه ِإَﻟﻰ اِﱠﷲ ِإْن َﺷﺎَء َﻋَﻔﺎ َﻋﻨُْﻪ َوِإْن َﺷﺎَء َﻋﱠﺬَﺑُﻪ‬

“Barang siapa terkena hukuman hadd, lantas ia dikenakan hukuman, maka itu adalah kafarat untuknya.
Sedangkan orang yang terkena hukuman hadd lantas Allah menutupinya, maka urusannya diserahkan pada
Allah. Jika mau, Allah akan memaafkannya. Jika mau, Allah akan menyiksanya.” (HR. Muslim, no. 1709)

11- Hukuman hadd diterapkan kalau memang yang berbuat zina berterus terang atau terdapat saksi.

12- Dalam ayat disebut “fajliduu”, hendaklah dicambuk, berarti yang menerapkan hukuman hadd adalah
penguasa atau majikan dari hamba sahaya. Sehingga eksekusi hadd bukan jadi wewenang seorang kyai atau
ustadz.

13- Apakah seseorang harus melaporkan tindakan zinanya pada penguasa sehingga mendapat hukuman hadd
atau ia sebaiknya menyembunyikannya sembari bertaubat?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa dalam hal ini ada rincian.

Jika seseorang yang berzina dapat melakukan taubat nashuha (taubat yang tulus), ia betul-betul
menyesali dosanya dan bertekad tidak akan melakukannya lagi, maka lebih baik ia tidak pergi pada
penguasa untuk melaporkan tindakan zina yang telah ia lakukan dan ia melakukan taubat secara
sembunyi-sembunyi. Moga Allah menerima taubatnya.
Jika seseorang sulit melakukan taubat nashuha, ia takut terjerumus lagi dalam dosa yang sama, maka
lebih baik ia mengakui perbuatan zinanya dengan melapor pada penguasa atau pada qodhi (hakim),
lantas ia dikenai hukuman had. (Syarh Riyadh Ash-Shalihin , 1:169)

Kalau Allah tutupi dosa tersebut, baiknya ditutupi dan bertaubat dengan taubat nashuha (yang tulus). Dari Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َأﱡﯾَﻬﺎ اﻟﻨﱠﺎُس َﻗْﺪ آَن َﻟُﻜْﻢ َأْن َﺗﻨَْﺘُﻬﻮا َﻋْﻦ ُﺣُﺪوِد اِﱠﷲ َﻣْﻦ َأَﺻﺎَب ِﻣْﻦ َﻫِﺬِه اﻟَْﻘﺎُذوَراِت َﺷْﯿًﺌﺎ َﻓﻠَْﯿْﺴَﺘِﺘْﺮ ِﺑِﺴﺘِْﺮ اِﱠﷲ َﻓِﺈﻧﱠُﻪ َﻣْﻦ ُﯾْﺒِﺪى َﻟَﻨﺎ َﺻْﻔَﺤَﺘُﻪ ُﻧِﻘْﻢ َﻋَﻠْﯿِﻪ ِﻛَﺘﺎَب اِﱠﷲ‬

“Wahai sekalian manusia, aku telah mengingatkan kalian untuk berhati-hati pada batasan-batasan Allah.
Barangsiapa terjerumus dalam perbuatan yang jelek, hendaknya ia menutupi dirinya dengan tirai Allah. Karena
barangsiapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka kami pasti akan menegakkan ketetapan hukum
Allah atasnya.” (HR. Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar , 1: 86; Al-Hakim, 4: 244; Al-Baihaqi, 8: 330.
3/5
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 8: 435 menyatakan bahwa sanad hadits ini kuat atau
shahih. Al-Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.)

14- Kenapa pezina perempuan disebut lebih dahulu barulah pezina laki-laki? Para ulama menyebutkan:

Wanita yang sering tabarruj (mempercantik diri dengan dandan menor, -pen.) sehingga membangkitkan
syahwat.
Wanita yang juga mempersilakan laki-laki untuk menyetubuhinya. Namun jika terjadi paksaan, tidak ada
hukuman hadd.
Syahwat wanita itu lebih tinggi dibanding pria, itu umumnya. Wanita memang dasarnya pemalu. Namun
ketika terjadi perzinaan, hilanglah rasa malu tersebut dan syahwatnya begitu tinggi. Demikian diutarakan
oleh Imam Al-Qurthubi.
Di zaman ini dapat dibuktikan bahwa perempuan yang jadi penyebab terbesar tersebarnya perzinaan.
Sampai-sampai pelacur untuk saat ini mudah menawarkan diri di rumah-rumah.
Kerugian terbesar dari perzinaan dan perselingkuhan diderita oleh perempuan dibandingkan laki-laki.
Ketika sudah terjadi, rasa malu karena perut bunting tentu sulit disembunyikan oleh kaum hawa. (Lihat
At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Surat An-Nuur , hlm. 11.)

15- Hendaklah hukuman hadd bagi pezina disaksikan oleh sekelompok orang (ada ulama yang berpendapat
empat orang sebagaimana saksi dalam zina, ada pula yang mengatakan tiga orang). Di antara hikmah perlu
disaksikan sekelompok orang ketika eksekusi hadd adalah:

supaya yang lainnya mendapatkan pelajaran dan takut berbuat zina,


supaya orang beriman terdorong untuk bertaubat dan memperbanyak istighfar,
supaya adanya syari’at dan cara eksekusi hadd diketahui oleh kaum muslimin. (Lihat At-Tashiil li Ta’wil
At-Tanzil – Tafsir Surat An-Nuur, hlm. 29.)

Semoga bermanfaat, hanya Allah beri taufik dan hidayah.

Referensi:

1. At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Surat An-Nuur . Cetakan kedua, tahun 1423 H. Syaikh Musthafa bin
Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
2. Hasyiyah ‘ala Al-Qaul Al-Mukhtar fii Syarh Ghayah Al-Ikhtishar. Cetakan pertama, tahun 1432 H. Dr. Sa’ad
Ad-Din bin Muhammad Al-Kubi. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
3. Minhah Al-‘Allam Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan.
Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
4. Mukhtashar Al-‘Uluw li Al-‘Aliyy Al-Ghaffar. Cetakan kedua, tahun 1412 H. Imam Adz-Dzahabi. Tahqiq:
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.
5. Syarh As-Sunnah . Cetakan kedua, tahun 1432 H. Al-Imam Al-Muzani. Tahqiq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit
Maktabah Darul Minhaj.
6. Syarh Riyadh Ash-Shalihin . Cetakan tahun 1426 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit
Madarul Wathon.
7. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim . Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Abu Ishaq Al-Huwaini.
Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
8. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat An-Nuur. Cetakan pertama, tahun 1436 H. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Ibnu ‘Utsaimin.

4/5

Diselesaikan @ Perpus Rumaysho, Panggang, Gunungkidul, 28 Dzulqa’dah 1438 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

5/5

Anda mungkin juga menyukai