Anda di halaman 1dari 45

UJIAN MID SEMESTER

Nama : Sonia Jamelza


Nim : 1813101041 (smtr 2)
Mata Kuliah : Penulisan Karya Ilmiah
Dosen : Ns. Silvia.S.Kep.Mbiomed

Soal 1 Lakukan Analisis Situasi terhadap fenomena yang anda temukan untuk

diteliti.

1. Pada tahun 2018, sesuai dengan target indicator pembinaan program


gizi tahun 2015-2019, presentase remaja putri yang mendapat tablet
tambah darah sebesar 25%.
2. Pelaksanaan program suplementasi TTD remaja putri pada tahun
2017 di Indonesia tidak sesuai dengan pedoman
3. Keterbatasan logistik tablet tambah darah.

Prevalensi Anemia
1. Program suplementasi TTD remaja putrid dilaksanakan sesuai
dengan pedoman
2. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan program suplementasi TTD
reamatri dengan target minimal 25% dari sasaran.
3. Form pencatatan dan pelaporan yang digunakan seragam.

DASAR HUKUM
1. Peraturan menteri kesehatan no.88 tahun 2014 tentang standar tablet
tambah darah bagi ibu hamil dan wanita usia subur
2. Surat edaran menteri kesehatan nomor : HK.03.03/V/0595/2015
tentang pemberian tablet tambah darah pada remaja putri dan wanita
usia subur.

Soal 2 tetapkan Fenomena yang muncul sebagai sebab dari beberapa kondisi /

keadaan

Mengapa remaja putri mudah mengalami Anemia?

1. Remaja putri yang memasuki masa pubertas mengalami pertumbuhan pesat,

sehingga kebutuhan zat besi juga meningkat untuk membantu pertumbuhannya

Sementara itu, asupan makanan mungkin tidak mengandung zat gizi, termasuk zat

besi, yg cukup untuk kebutuhannya yg meningkat tajam

2. Remaja putri yang sudah mengalami haid akan kehilangan darah setiap bulan

sehingga membutuhkan zat besi lebih banyak untuk mengganti yg hilang

3. sebagian remaja putri kadang-kadang mengalami gangguan haid seperti haid yang

lebih lama dari biasanya atau lebih banyak dari biasanya.


4. Banyak remaja putri melakukan diet yang keliru yang bertujuan untuk menurunkan

berat badan, diantaranya mengurangi asupan protein hewani, padahal protein

terutama protein hewani dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin darah.

Soal 3 jelaskan urgensinya fenomena tersebut diteliti (apa manfaatnya dan apa

dampaknya)

Berbagai dampak buruk Anemia pada remaja, di antaranya:

– Merasa cepat lelah dan lemah, sehingga malas dan lamban melakukan aktivitas, dan

menyelesaikan pekerjaan dalam waktu lebih lama

– Ketangkasan berpikir menurun dan menyebabkan turunnya prestasi di sekolah

– Turunnya kekebalan tubuh sehingga lebih sering menderita penyakit infeksi

Remaja anemia yang kemudian menjadi ibu hamil dapat berdampak buruk pada
dirinya dan janin yang dikandungnya :

1. Meningkatnya risiko melahirkan bayi dengan berat badan di bawah 2.500 gram
(Berat Badan LahirRendah), yang meningkatkan risiko sakit dan meninggal di usia
muda

2. Bayi lahir dengan cadangan zat besi (Fe) yang rendah, yang menyebabkan bayi
mudah mengalami anemia pada usia dini. Anemia pada usia dini yang tidak
segera dikoreksi akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi dan risiko
turunnya kecerdasan

3.Kelahiran bayi sebelum waktunya (prematur)


4. Perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam keselamatan ibu

dan bayinya .

Soal 4 Buatlah telaah Jurnal terhadap Fenomena yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DENGAN


KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMK ANALISIS
KIMIA NUSA BANGSA KOTA BOGOR TAHUN 2018
P Problem 1. menurut World Health Organization(WHO) 2013,
prevalensi anemia didunia sebesar 26,2% dengan
jumlah kejadian pada perempuan sebesar 49,1%.
2. Menurut data hasil riskesdas tahun
2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu
21,7% dengan penderita berumur 5-14 tahun
sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur
15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014).
I Intervensi 1. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan pendekatan Cross
Sectional
2. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri
dengan populasi 301 respponden. Sampel yang telah
digunakan berjumlah 78
responden. menggunakan kuesioner yang berjumlah
15 pertanyaan.
3. Menggunakan Uji Chi-Square.
C Comparation Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p=
1,000. Oleh karena nilai p > α (0,05), maka
dapat disimpullkan bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan dengan kejadian anemia.
Karena hasil p value pengetahuan lebih besar
dari 0,05 yang artinya Ho diterima. Dan dari
hasil uji statistik diperoleh nilai OR sebesar
1,1 kali (95% CI: 0,376 - 2,984) yang artinya
responden yang memiliki pengetahuan kurang
mempunyai peluang 1,1 kali untuk tidak
mengalami anemia dibandingkan dengan
responden yang memiliki pengetahuan baik.
O Output program khusus dalam memberikan infromasi
kesehatan mengenai anemia seperti
memberikan pengetahuan mengenai anemia
pada siswi melalui guru yang mengajar agar
membantu menurunkan angka kejadian
anemia pada siswi

Soal 5 Buatlah Kerangka Teori dan Kerangka Konsep dari Variable yang akan di
teliti

Berikut kerangka teori Anemia pada remaja Putri :


Sumber : UNICEF 1998 dengan Modifikasi
Berikut kerangka konsep Anemia pada remaja putri :

Soal 6 Buat lah Proposal Mini mengenai fenomena tersebut !


Proposal Mini
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMAN 10 Sijunjung

Oleh :

Sonia Jamelza
Nim: 1813101041

Dosen : Ns. Silvia.S.Kep.MBiomed

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES FOR DE KOCK BUKITTINGGI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan hidayah

Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah tugas mata kuliah Penulisan karya ilmiah.

Setelah membaca makalah ini, penulis berharap agar pembaca mendapatkan

informasi dan pengetahuan yang lebih baik, sebagaimana tujuan makalah ini di tulis.

Penulis juga berharap agar setelah membaca makalah ini, pembaca dapat memahami

jawaban atau penjelasan dari tiap rumusan masalah dalam makalah ini. Mengingat

proses penulisan makalah ini, penulis rasakan masih jauh dari kesempurnaan, maka

penulis selalu membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik sehingga

makalah ini kelak menjadi lebih sempurna dan bermanfaat.

Bukittinggi, 02 July 2019

Sonia Jamelza
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................x


DAFTAR ISI....................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Perumusan masalah ......................................................................
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................
1 Tujuan Umum .................................................................................
2 Tujuan Khusus ................................................................................
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
E. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Remaja ............................................................................................
B. Anemia............................................................................................
C. Anemia Gizi ....................................................................................
D. Gejala Anemia ................................................................................
E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia...

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,


HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A.Kerangka Teori .................................... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
B.Kerangka Konsep .......................................................................
C.Hipotesis ....................................................................................
D.Definisi Operasional ..................................................................

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian ...............................................................................33
B. Waktu dan Lokasi Penelitian.
C. Populasi dan Sampel ..........................................................................33
D. Cara Pengumpulan Data ....................................................................34
E. Instrumen Penelitian...........................................................................................................................
F. Pengolahan Data .................................................................................
G. Analisis Data .............................................. ....................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan dalam Pembangunan Jangka Panjang II

memiliki tujuan yang dititik beratkan pada peningkatan kualitas sumber

daya manusia kearah peningkatan kecerdasan dan produktifitas

kesejahteraan rakyat. Keberhasilan pembangunan nasional di suatu bangsa

ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu

sumber daya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat,

dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkat

kesehatan seseorang. Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang

pada umumnya masih di dominasi oleh empat masalah gizi utama,

disamping masalah gizi ganda yang mulai muncul. Keempat masalah gizi

yang belum teratasi adalah masalah Kurang Energy Protein (KEP),

masalah kurang Vitamin A (KVA), masalah Gangguan Akibat Kekurangan

Yodium (GAKY), dan masalah Anemia Gizi Besi (AGB).

Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena

pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh

serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja di

dunia telah mencapai 1.200 juta jiwa atau sekitar 19 % dari total populasi
dunia. Di Indonesia persentase populasi remaja bahkan lebih tinggi yaitu

mencapai 21 % dari total populasi penduduk atau sekitar 44 juta jiwa.

WHO menyebutkan bahwa masalah gizi pada remaja masih terabaikan

karena masih banyaknya faktor yang belum diketahui.

Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam

kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari

masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan

perkembangan fisik, mental, emosional dan social.

Remaja putri adalah peralihan dari anak menjadi dewasa, ditandai

dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai dengan

berfungsinya alat reproduksi seperti menstruasi (umur 10-19 tahun).

Masalah gizi yang banyak terjadi pada remaja putri adalah kurang zat

gizi besi atau anemia. Anemia adalah gejala kekurangan (defisiensi) sel darah

merah karena kadar hemoglobin yang rendah. Kekurangan sel darah merah

akan membahayakan tubuh, sebab sel darah merah berfungsi sebagai sarana

transportasi zat gizi dan oksigen yang diperlukan pada proses fisiologis dan

biokimia dalam setiap jaringan tubuh. Anemia masih merupakan salah satu

masalah gizi yang prevalensinya paling tinggi dibandingkan dengan masalah

kurang gizi lainnya. Kurang darah yang terjadi pada anak-anak dapat

mengganggu proses tumbuh kembangnya, bahkan perkembangan berfikir juga

bisa terganggu dan mudah terserang penyakit.

Secara umum tingginya prevalensi anemia gizi besi antara lain

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kehilangan darah secara kronis, asupan

zat besi tidak cukup, penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan
kebutuhan akan zat besi.

Dampak anemia pada remaja putri yaitu pertumbuhan terhambat,

tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran

dan kesegaran tubuh berkurang, semangat belajar/prestasi menurun, pada saat

akan menjadi calon ibu maka akan beresiko tinggi untuk hamil dan

melahirkan. Dampak anemia pada ibu hamil diantaranya perdarahan pada

waktu melahirkan sehingga dapat menyebabkan kematian ibu.

Di Indonesia, prevalensi anemia pada remaja putri cukup tinggi.

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga prevalensi anemia anak usia

sekolah dan remaja sekitar 26,5%, Wanita Usia Subur (WUS) berkisar 40%.

Sedangkan data dari Riset Kesehatan Dasar diperoleh anemia sebesar 59,9% .

Remaja putri menderita anemia, hal ini dapat dimaklumi karena masa

remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih

tinggi termasuk zat besi. Disamping itu remaja putri mengalami

menstruasi setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi lebih tinggi,

sementara jumlah makanan yang dikonsumsi lebih sedikit daripada pria,

karena pada remaja putri adanya keinginan untuk menjaga penampilan

dan faktor ingin langsing.

Di Sumatera Barat prevalensi anemia gizi besi berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar sebesar 25,4% sedangkan hasil penelitian yang telah

dilakukan di SMAN 3 Padang pada ditemukan anemia pada remaja putri

sebesar 30%.

Secara umum penelitian mengenai anemia pada remaja putri di


Indonesia sudah cukup banyak dilakukan, tetapi kejadian anemia pada

remaja putri di sekolah menengah atas khususnya di Kabupaten

Sijunjung belum diketahui. Berdasarkan latar belakang diatas dan

berkaitan dengan kejadian anemia pada remaja putri masih tergolong

tinggi, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN I0

Sijunjung Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja

putri di SMAN I0 Sijunjung tahun 2019.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja

putri di SMAN I0 Sijunjung Tahun 2019.

2. Tujuan khusus

1. Diketahuinya gambaran kejadian anemia pada remaja putri di SMAN I0

Sijunjung Tahun 2019.

2. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

anemia pada remaja putri yaitu pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pengetahuan
remaja putri tentang anemia, asupan zat gizi (energi, protein dan zat besi), IMT,

menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi, volume menstruasi, dan konsumsi

tablet tambah darah di SMAN I0 Sijunjung Tahun 2019

3. Diketahuinya hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian anemia pada remaja putri yaitu pendidikan ibu, pekerjaan ayah,

pengetahuan remaja putri tentang anemia, asupan zat gizi (energi, protein dan

zat besi), IMT, menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi, volume

menstruasi, dan konsumsi tablet tambah darah di SMAN I0 Sijunjung tahun

2019.

4. Diketahuinya faktor yang paling dominan terhadap kejadian anemia pada

remaja putri di SMAN I0 Sijunjung tahun 2019.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas

Memberikan informasi mengenai gambaran kejadian anemia pada remaja

putri dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada

remaja putri sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan dan membuat kebijakan program.

2. Bagi Pihak Sekolah

Memberikan informasi dan gambaran tentang kejadian anemia serta


faktor-faktor penyebabnya dalam rangka meningkatkan usaha preventif

dan penanganan lebih lanjut pada remaja putri yang menderita anemia.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sarana pembelajaran melakukan penelitian ilmiah sekaligus

mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan sehingga

dapat diterapkan di masyarakat.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain cross

sectional. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data status anemia diperoleh dengan pemeriksaan darah

menggunakan Hb sahli, data IMT diperoleh dengan melakukan

pengukuran BB/TB, data asupan gizi diperoleh dengan food recall 2x24

jam serta data pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pengetahuan remaja putri

tentang anemia, menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi, volume

menstruasi, dan konsumsi tablet tambah darah dengan pengisian kuesioner.

Sedangkan data sekunder berupa data jumlah siswi dan gambaran

umum SMAN 10 Sijunjung. Sebagai sampel adalah remaja putri kelas X

dan XI.

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Remaja
Menurut Kartono (1990) masa remaja adalah masa penghubung atau masa

peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah remaja atau

adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau

“tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence (dalam bahasa Inggris) yang

dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan

mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999).

Batasan usia remaja diungkapkan oleh beberapa ahli, diantaranya oleh

Monks,dkk (1999) yang membagi fase-fase masa remaja menjadi tiga tahap,

yaitu :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada rentang usia ini remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang sangat

pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat

anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau

dianggap kanak-kanak lagi, namun belum bisa meninggalkan pola

kekanak-kanakannya (Kartono, 1990).

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Kepribadian remaja masih bersifat kekanak-kanakan, namun sudah timbul

unsur baru, yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah

sendiri. Pada rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri

yang lebih berbobot. Pada masa ini remaja mulai menemukan diri sendiri

atau jati dirinya (Kartono, 1990).

3. Masa remaja akhir (18-21 tahun)


Pada rentang usia ini, remaja sudah merasa mantap dan stabil. Remaja

sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang

digariskan sendiri, dengan itikad baik dan keberanian. Remaja sudah

mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru

ditentukannya (Kartono, 1990).

Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta

peningkatan aktivitas yang menjadi karakteristik masa remaja, menyebabkan

peningkatan kebutuhan zat gizi, dan terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini

akan mempengaruhi status gizi (Sayogo, 2006). Meningkatnya aktivitas, kehidupan

sosial, dan kesibukan pada remaja, akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka.

Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi,

dan sama sekali tidak makan siang.

Terutama pada remaja putri, mereka lebih memperhatikan penampilan dirinya,

seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makannya karena enggan menjadi

gemuk, sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006). Jumlah

waktu makan yang ditunda dan makan diluar rumah meningkat mulai awal remaja

sampai remaja akhir. Terdapat peningkatan asupan makanan siap saji yang cenderung

mengandung lemak, kalori, natrium tingi, dan rendah asam folat, serat, dan vitamin

A.

Seorang remaja dapat mengalami peningkatan risiko defisiensi zat besi, karena

kebutuhan yang meningkat sehubungan dengan pertumbuhan. Remaja putri


membutuhkan makanan dengan kandungan zat besi yang tinggi terlebih yang sudah

mengalami haid setiap bulan. Remaja yang berasal dari sosial ekonomi rendah,

sumber makanan yang adekuat tidak terpenuhi, mempunyai risiko defisiensi zat besi

sebelum hamil.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan pada remaja, yaitu

pola makan keluarga, teman sebaya, dan media (Arisman, 2004). Remaja yang sering

makan bersama dengan keluarganya memiliki pola makan lebih baik dengan

makanan yang lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang jarang makan bersama

dengan keluarga (Arimurti, 2009). Remaja dengan aktivitas sosial

tinggi,memperlihatkan peran teman sebaya menjadi tampak jelas. Di kota besar

sering kita lihat kelompok-kelompok remaja bersama-sama makan dirumah makan

yang menyajikan makanan siap saji (fast food). Masa remaja merupakan target utama

iklan restoran cepat saji, makanan ringan, dan minuman manis, yang akan

mempengaruhi pilihan makanan. Dengan kemudahan akses terhadap media, akan

memiliki pengaruh jangka panjang terhadap pilihan makanan dan menghasilkan

kebiasaan makan yang buruk pada remaja (Ayustaningwarno, 2009).

Dalam hubungannya dengan proses perkembangan, masa remaja

merupakanmasa transisi dari kontrol eksternal (paling sering ornagtua) ke kontrol

internal. Masa ini merupakan periode yang sangat penting dan berpengaruh terhadap

perkembangan pola tingkah laku, yang meliputi pola makan dan perawatan diri.

Sumber-sumber informasi di luar keluarga, seperti media (TV dan radio) dapat
menjadi lebih bermakna. Oleh sebab itu, masa remaja merupakan masa yang tepat

untuk intervensi pendidikan dasar (Koblinsky, 1996).

B. Anemia
Husaini (1989) menyatakan bahwa anemia disebabkan oleh penurunan

produksi sel darah merah dan hemoglobin, peningkatan pengrusakan sel-sel

merah (hemolisis) atau kehilangan darah karena perdarahan berat. Anemia

didefinisikan suatu keadaan yang mana nilai Hb dalam darah lebih rendah dari

keadaan normal (WHO, 2001). Batas kadar normal Hb untuk kelompok orang

ditentukan menurut umur dan jenis kelamin seperti yang diperlihatkan dalam

tabel dibawah ini :

KELOMPOK UMUR Hb (gr/dl)


1. 6 bulan – 59 bulan 11
ANAK – ANAK 2. 5 – 11 tahun 11,5
3. 12 – 14 tahun 12

1. Wanita > 14 tahun 12


DEWASA 2. Wanita Hamil 11
3. Laki-laki > 14 tahun 13

Berdasarkan etiologinya, Baldy (1992) menerangkan anemia dapat dibagi

menjadi dua. Penyebab utama adalah meningkatnya kehilangan sel darah merah

dan gangguan atau penurunan pembentukan sel. Meningkatnya kehilangan sel

darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan dan penghancuran sel. Perdarahan

dapat disebabkan oleh trauma atau luka, perdarahan kronik karena polip pada

kolon, penyakit keganasan, hemoroid, dan menstruasi yang abnormal. Etiologi

yang kedua adalah pembantukan sel darah merah yang terganggu. Setiap keadaan
yang mempengaruhi sumsum trulang dimasukkan dalam kelompok ini, seperti :

(1) keganasan yang tersebar seperti kanker, obat dan zat toksik, serta radiasi; (2)

penyakit menahun melibatkan ginjal dan hati, infeksi dan defisiensi endokrin.

Kekurangan vitamin-vitamin penting seperti vitamin B12, vitamin C dan zat besi

juga dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga

menimbulkan anemia.

Menurut Junadi (1995), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya

anemia :

1. Sebab langsung, yaitu karena ketidakcukupan zat besi dan infeksi penyakit.

Kurangnya zat besi dalam tubuh disebabkan karena kurangnya asupan

makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup, namun bioavailabilitas

rendah, serta makanan yang dimakan mengandung zat penghambat absorpsi

besi.

2. Sebab tidak langsung, yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,

aktifitas wanita tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana ibu

dan anak wanita tidak menjadi prioritas.

3. Sebab mendasar yaitu masalah ekonomi, antara lain rendahnya pendidikan,

redahnya pendapatan, status sosial yang rendah dan lokasi geografis yang

sulit.

C. Anemia Gizi

Anemia yang disebabkan karena kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi

esensial seperti zat besi atau zat gizi mikro lainnya seperti asam folat dan vtamin
B12 disebut anemia gizi. Kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial yang

digunakan untuk pembentukan sel darah merah, merupakan penyebab sebagan

besar anemi baik di Negara barat maupun di Negara timur, dengan prevalensi

tertinggi di Negara- negara berkembang (Husaini, 1989).

Anemia dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan defisiensi zat

besi pada populasi. Hal ini dapat diibaratkan sebagai puncak gunung es dalam air

dimana anemia merupakan puncak sementara defisiensi zat besi adalah kaki

gunung yang berada dalam air (Hallberg, 1988). Menurut WHO (2001) apabila

prevalensi anemia lebih dari 20 % pada populasi dengan umur dan jenis kelamin

sama, maka defisiensi besi di asumsikan 50 % dari jumlah populasi tersebut,

sedangkan bila prevalensi anemia lebih dari 40 % maka diasumsikan defisiensi

besi terdapat pada seluruh populasi.

Husaini (1980), bahwa kadar Hb yang kurang dari standar dapat digunakan

sebagai indikator anemia gizi sepanjang pevalensi anemia pada masyarakat

tersebut masih tinggi. Kekurangan (defisiensi) zat besi dan anemia kekurangan zat

besi adalah suatu keadaan yang berbeda. Defisiensi zat besi merupakan kondisi

kekurangan cadangan zat besi dalam tubuh ditandai dengan kurangnya

pembentukan sel darah merah. Sedangkan anemia defisiensi besi adalah anemia

yang disebabkan karena defisiensi zat besi ekstrim dengan karakteristik sel darah

merah berkurang dan kadar Hb yang rendah dengan gejala kelelahan, lesu, sakit

kepala, pucat, tidak tahan dingin, dan penurunan daya konsentrasi (Hallberg,

1988).
D. Gejala Anemia

Gejala anemia menurut Arisman (2004) biasanya tidak khas dan sering tidak

jelas seperti pucat, mudah lelah, berdebar, dan sesak nafas. sedangkan menurut

Depkes (1998) dan Supariasa (2002), gejala/tanda-tanda anemia antara lain 5 L

(lelah, lesu, lemah, letih, lalai), bibir tampak pucat, nafas pendek, lidah licin,

denyut jantung meningkat, susah buang air besar, nafsu makan berkurang,

kadang-kadang pusing, dan mudah mengantuk.

E. Dampak Anemia

Dampak yang ditimbulkan akibat anemia terjadi pada perkembangan fisik dan

psikis yang terganggu, penurunan kerja fisik dan daya pendapatan, penurunan

daya tahan terhadap keletihan, peningkatan angka kesakitan dan kematian (WHO,

1996). Anemia yang diderita oleh remaja putri dapat menyebabkan menurunya

prestasi belajar, menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit

infeksi. Selain itu pada remaja putri yang anemia, tingkat kebugarannyapun akan

turun yang berdampak pada rendahnya produktifitas dan prestasi olahraganya dan

tidak tercapainya tinggi badan maksimal karena pada masa ini terjadi puncak

pertumbuhan tinggi badan (peak higth velcity) (Depkes, 2003).

F. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Anemia pada Remaja

Putri

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada

Remaja Putri
1. Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam

penunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan

makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Bagi

keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih

mudah menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi,

sehingga dapat

Menurut Hermina, 1992 dalam Qomariah (2006)

menyatakan pendidikan yang dilalui oleh seseorang ikut

membantu merubah perilaku dan memperoleh informasi yang

lebih luas dan baik. Hal ini secara tidak langsung akan

mempengaruhi kesadaran hidup sehat dengan menjaga status

gizi. Pendidikan orang tua terutama ibu adalah bagaimana ibu

memahami dan mempraktekkan kehidupan yang sehat untuk

keluarganya, karena ibu adalah kunci utama untuk hidup sehat

dalam suatu keluarga terutama dalam penyediaan makanan

bergizi bagi keluarganya. Faktor pendidikan merupakan faktor

penting yang mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi.

2 . Pekerjaan Ayah

Suhardjo (1989) menyatakan bahwa status pekerjaan

orang tua atau mata pencaharian utama kepala keluarga dan

anggota keluarga berpengaruh secara tidak langsung pada status


gizi remaja putri sebagai bagian dari anggota keluarga. Pekerjaan

akan berhubungan dengan daya beli keluarga dan pemilihan

pangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi

dan kesehatan seluruh anggota keluarganya khususnya remaja

putri.

3 . Pengetahuan remaja putri tentang Anemia

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Hasil penelitian Handayani pada remaja putri di

Kabupaten Bintan menunjukkan ada hubungan pengetahuan

tentang anemia dengan kejadian anemia dimana diperoleh bahwa

61,8% responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang

anemia menderita anemia sedangkan kelompok responden yang

memiliki pengetahuan baik tentang anemia hanya 13,9% yang

menderita anemia.

4 . Asupan Zat Gizi

1. Asupan Energi dan Protein

Zat gizi yang dapat menghasilkan energi diperoleh dari

karbohidrat, lemak dan protein. Fungsi utama karbohidrat adalah


sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan

metabolisme protein. Kecukupan karbohidrat di dalam diet akan

mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Sehingga

fungsi protein dalam proses pengangkutan zat gizi termasuk besi

ke dalam se-sel tidak terganggu.

Energi merupakan kebutuhan gizi utama setiap manusia,

karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai yang

dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan zat gizi lain juga tidak

terpenuhi seperti protein, vitamin, dan mineral termasuk

diantaranya adalah zat besi. Fungsi zat besi sebagai pembentuk

sel darah merah akan menurun pada akhirnya dapat

menyebabkan menurunnya kadar hemoglobin darah (Krummel,

1996). Transportasi zat gizi di mukosa sel dan di dalam darah

sangat membutuhkan mekanisme protein yang sangat spesifik

sebagai carrier. Protein ini disebut transferrin yang disintesa di

hati. Transferrin akan membawa zat besi dalam darah yang akan

digunakan pada sintesa hemoglobin.

Asupan Zat Besi

Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan.

Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana

makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan

yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam).
Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan

zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik

oleh usus. Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang

berasal dari konsumsi zat besi dari makanan sehari-hari

merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia.

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme

(40%) dan besi non hem. Besi non hem merupakan sumber

utama zat besi dalam makanan. Terdapat dalam semua jenis

sayuran misalnya sayuran hijau, kacang-kacangan, kentang dan

serealia serta beberapa jenis buah-buahan. Sedangkan besi hem

hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain

daging, ikan, ayam, hati dan organ – organ lain. Sebagian besar

penduduk di negara yang (belum) sedang berkembang tidak

(belum) mampu menghadirkan bahan kaya Fe di meja makan.

5 . IMT (index masa tubuh )

Indek Massa Tubuh atau Body Mass Index disebut juga

Quatelet’s Index. Pengukuran IMT merupakan salah satu metoda

pengukuran antropometri yang dapat dipakai dalam menentukan

status gizi. Status gizi merupakan cerminan kecukupan konsumsi

zat gizi masa-masa sebelumnya yang berarti bahwa status gizi

saat ini merupakan hasil kumulasi konsumsi makanan

sebelumnya.
Salah satu pengukuran antropometri untuk mengetahui

keadaan gizi adalah dengan mengukur berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB) dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh

(IMT) yaitu hasil pembagian BB dalam kg dengan kuadrat TB

dalam satuan m2 (BB/TB2). Indeks Massa Tubuh (IMT)

merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT menurut

Depkes RI adalah:

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi

Kategor Keterangan IMT


Kurus Kekurangan berat badan tingkat < 17,0
berat
Kekurangan berat badan tingkat 17,0-
ringan 18,4
Normal Normal 18,5-
25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat 25,1-
ringan 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

6 . Mentruasi

Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi. Rata-

rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus menstruasi

28 hari. Diduga 10 persen wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml per

bulan. Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia


karena wanita tidak mempunyai persediaan fe yang cukup dan absorbsi

fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya fe saat

menstruasi.

1. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi menurut Wijiastuti (2006) adalah jarak antara

mulainya menstruasi yang lalu dengan menstruasi berikutnya. Panjang

siklus menstruasi yang normal dianggap sebagai siklus menstruasi yang

klasik adalah 28 hari. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia

seseorang. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada remaja usia 12

tahun adalah 25,1 hari sedangkan pada wanita usia 43 tahun adalah 27,1

hari. Dan pada wanita usia 55 tahun adalah 51,9 hari. Jadi panjang siklus

menstruasi seseorang bervariasi (Biran 1990).

2. Lama Menstruasi

Lama menstruasi adalah waktu yang dialami seorang wanita

selama berlangsungnya proses menstruasi. Lama menstruasi biasanya

berlangsung 3-6 hari. Ada yang 1-2 hari dan diikuti darah sedikit-

sedikit tetapi ada yang sampai 7 hari (Jones, 1996). Pada wanita

biasanya lama menstruasi itu tetap (Qomariah, 2006).

3. Volume Menstruasi

Volume menstruasi adalah jumlah darah yang keluar selama

menstruasi seseorang. Rata-rata jumlah atau volume menstruasi

seseorang antara 25-30 ml. Lebih tua usia seseorang biasanya akan
lebih banyak. Bila jumlah darah menstruasi lebih dari 80 ml dianggap

patologik dan jika berlangsung lama bisa mengalami anemia. Biran

(1990) mengemukakan bahwa volume darah bisa diukur berdasarkan

jumlah pembalut yang digunakan. Secara teknis telah dikembangkan

untuk mengukur secara objektif jumlah darah yang terkumpul dalam

pembalut wanita/tampon. Jumlah pembalut yang diganti 1-3 kali sehari

masih termasuk normal (Biran, 1990).

7. Konsumsi Tablet Tambah Darah

Anemia gizi besi pada remaja putri sering terjadi dikarenakan

ketidakcukupan intake zat besi dalam makanannya. Salah satu upaya

untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi karena kurangnya intake zat

besi dari makanan yang efektif adalah dengan mengkonsumsi tablet

besi dan folat (picciano, 1999 dalam Nurhayati, 2005).

8. Pengukuran asupan zat gizi

Asupan gizi dinilai dengan metode food recall 24 jam. Prinsip

dari metode ini adalah mengingat kembali, dan mencatat jumlah serta

jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam.

Metode ini adalah metode yang paling banyak dan paling mudah

digunakan. Proses mengingat ini dipandu oleh pewawancara terlatih

yang idealnya adalah seorang ahli gizi, atau orang lain yang mengerti

tentang pangan dan gizi, serta mampu menggunakan instrument baku

disamping harus pula menguasai jenis pangan yang tersedia dipasaran.


Kelebihan cara ini adalah mudah dalam pelaksanaannya karena

yang menyiapkan model makanan dan mencatat adalah pewawancara,

responden tidak dituntut harus melek huruf.


BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,
HIPOTESIS DAN DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Teori

Berdasarkan teori UNICEF 1998, masalah gizi dipengaruhi oleh beberapa

baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah.

Pertama, penyebab langsung yaitu ketidak seimbangan antara asupan

makanan dan berkaitan dengan penyakit infeksi. Kekurangan asupan makanan

membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan terkena penyakit infeksi.

Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

asuh anak tidak memadai serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan

seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola

pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian

dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik

fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah

tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh

seluruh keluarga.

Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan,

dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan

terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik

pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang

ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga

pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

Menurut Wijanarka, 2007 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


rendahnya kadar Hb pada remaja putri yaitu kehilangan darah yang disebabkan oleh

perdarahan menstruasi, kurangnya zat besi dalam makanan yang dikonsumsi,

penyakit yang kronis, misalnya TBC, Hepatitis, dsb, pola hidup remaja putrid.

Berdasarkan teori-teori yang diuraikan di atas, maka kerangka teori dalam penelitian

ini adalah:

Sumber : UNICEF 1998 dengan modifikasi


B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen


C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka peneliti membuat hipotesis

sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada

remaja putri di SMAN 10 Sijunjung tahun 2019.

2. Ada hubungan antara pekerjaan ayah dengan kejadian anemia pada

remaja putri di SMAN I0 Sijunjung tahun 2019.

3. Ada hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang anemia dengan

kejadian anemia pada remaja putri di SMAN I0 Sijunjung tahun 2019 .

4. Ada hubungan antara asupan zat gizi (energi, protein dan zat besi)

dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 10 Sijunjung Tahun

2019.

5. Ada hubungan antara IMT dengan kejadian anemia pada remaja putri di

SMAN I0 Sijunjung Tahun 2019.

6. Ada hubungan antara menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi,

volume menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN

10 Sijunjung 2019.

7. Ada hubungan antara konsumsi tablet tambah darah dengan kejadian

anemia pada remaja putri di SMAN I0 Sijunjung tahun 2019.

8. Adanya faktor yang paling dominan terhadap kejadian anemia pada

remaja putri di SMAN I0 Sijunjung Tahun 2019.


D. Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Anemia Suatu keadaan dimana Pemeriksaan Hb sahli 0. Anemia < 12 Ordinal
kadar hemoglobin laboratorium gr/dl
kurang dari normal 1. Tidak anemia ≥
(WHO, 2000) 12gr/dl
2 Pendidikan Jenjang pendidikan Wawancara Kuesioner 0. Rendah < SMA Ordinal
Ibu terakhir yang pernah 1. Tinggi ≥ SMA
ditempuh secara formal
oleh ibu responden
(BPS, 2003)
3 Pekerjaan Pekerjaan yang Wawancara Kuesioner 0. Pekerjaan tidak Ordinal
Ayah dilakukan oleh ayah tetap: tani/buruh,
responden untuk wiraswasta
mendapatkan 1. Pekerjaan tetap:
penghasilan untuk PNS/TNI/Polri,
memenuhi kebutuhan karyawan swasta
keluarga (Qomariah,
2006)
4 Pengetahuan Tingkat pengetahuan Wawancara Kuesioner 0. Kurang < mean Ordinal
Remaja Putri remaja putri tentang 1. Baik ≥ mean
tentang anemia berdasarkan
Anemia persentase jawaban
yang benar dalam
kuesioner (Nurhayati,
2005).
5 Asupan Energi Banyaknya makanan wawancara Kuesioner 0. Kurang < 80% Ordinal
yang mengandung AKG
energi yang 1. Cukup ≥ 80%
dikonsumsi sehari-hari AKG
dibandingkan terhadap
angka kecukupan gizi
yang dianjurkan
(WNKPG, 1998)
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
6 Asupan Banyaknya makanan Wawancara Formulir 0. Kurang < 80% Ordinal
Protein yang mengandung food recall AKG
protein yang 2x 24 jam 1. Cukup ≥ 80%
dikonsumsi sehari-hari AKG
dibandingkan terhadap
angka kecukupan gizi
yang dianjurkan
(WNKPG, 1998)
7 Asupan Zat Banyaknya makanan wawancara Formulir 0. Kurang < mean
Besi yang mengandung zat food recall 1. Cukup ≥ mean
besi yang dikonsumsi 2x 24 jam
sehari-hari
dibandingkan terhadap
angka kecukupan gizi
yang dianjurkan
(WNKPG, 1998)
8 IMT/U Keadaan status gizi Pengukuran Timbangan 0. Tidak normal Ordinal
remaja putri yang BB dan TB seca dan (kurus, sangat
diperoleh dari microtois kurus, gemuk,
perhitungan berat obesitas
badan (dalam 1. Normal
kilogram)dibagi
kuadran tinggi badan
(dalam meter) diolah
dengan WHO anthro
plus.
9 Menstruasi Keadaan responden Wawancara Kuesioner 0. Sedang Nominal
pada saat pemeriksaan menstruasi
Hb sedang menstruasi 1. Tidak sedang
atau tidak menstruasi
10 Siklus Jarak antara mulainya Wawancara Kuesioner 0. Tidak normal > 1 Ordinal
Menstruasi menstruasi yang lalu kali sebulan
dengan menstruasi 1. Normal 1 kali
berikutnya (Biran, sebulan
1990)
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
11 Lama Waktu yang dialami Wawancara Kuesioner 0. Tidak normal > 7 Ordinal
Menstruasi oleh responden selama hari
berlangsungnya 1. Normal ≤ 7 hari
Menstruasi
12 Volume Volume darah yang Wawancara Kuesioner 0. Tidak normal > 3 Ordinal
Menstruasi keluar pada saat kali ganti
menstruasi berlangsung pembalut
diukur dengan jumlah 1. Normal ≤ 3 kali
pembalut yang ganti pembalut
digunakan dalam sehari
(Biran, 1990)
13 Konsumsi Jumlah tablet tambah Wawancara Kuesioner 0. Tidak konsumsi Ordinal
Tablet Tambah darah yang dikonsumsi 1. Konsumsi
Darah responden 1 tablet
setiap minggu dan 1
tablet setiap hari
selama menstruasi
(Depkes, 2005)
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain

cross sectional yaitu untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan

variabel independen dimana pengumpulan data untuk variabel independen maupun

dependen dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus. Setiap subjek penelitian

hanya diobsevasi sekali saja dalam suatu waktu selama penelitian berlangsung

(Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 10 Sijunjung tahun 2019.

B. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMAN 10 Sijunjung yang dilaksanakan pada bulan Agustus

Tahun 2019.

C. Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X dan XI di SMAN I0

Sijunjung yaitu sebanyak 324 siswi.

Sampel

Sampel adalah sebagian kecil atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dipilih

dengan teknik probability sampling (random sample) dengan cara acak sederhana atau

simple random sampling.


D. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data status

anemia diperoleh dengan pemeriksaan darah dengan Hb sahli, data IMT diperoleh

dengan melakukan pengukuran BB/TB, data asupan gizi diperoleh dengan food recall

2x24 jam serta data pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pengetahuan remaja putri tentang

anemia, menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi, volume menstruasi, dan

konsumsi tablet tambah darah dengan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder

berupa data jumlah siswi dan gambaran umum SMAN 10 Sijunjung.

E . Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran pada masing-

masing variabel, data disampaikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menurut

masing-masing variabel yang akan diteliti. Variabel dependen yaitu kejadian anemia

pada remaja putri, sedangkan variabel independen meliputi pendidikan ibu, pekerjaan

ayah, pengetahuan remaja putri tentang anemia, asupan zat gizi (energi, protein, zat

besi), IMT, menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi, volume menstruasi dan

konsumsi tablet tambah darah.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Analisis yang dipakai pada analisis bivariat adalah uji kai kuadrat

(Chi square test). Pada dasarnya uji ini dilakukan untuk melihat ada/tidaknya

perbedaan proporsi yang bermakna antara distribusi frekuensi yang diamati dengan

yang diharapkan. Derajat kemaknaan yang dipakai adalah pada p value < 0,05.
3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan beberapa variabel

independen pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pengetahuan remaja putri tentang anemia,

asupan zat gizi (energi, protein, zat besi) IMT, menstruasi, siklus menstruasi, lama

menstruasi, volume menstruasi dan konsumsi tablet tambah darah dengan variabel

dependen (kejadian anemia pada remaja putri) secara bersamaan sehingga dapat

mengetahui variabel independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap

variabel dependen, apakah variabel independen berhubungan dengan variabel

dependen dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak, dan bagaimana bentuk hubungan

beberapa variabel independen dengan variabel dependen apakah berhubungan

langsung maupun tidak langsung.

Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi

logistik ganda dengan model prediksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam

analisis ini yaitu seleksi bivariat dengan melakukan analisis bivariat antara variabel

independen dan dependen, bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p < 0,25 maka

variabel tersebut masuk model multivariat.

Langkah selanjutnya adalah pemodelan yang bertujuan untuk memperoleh model

yang terdiri dari beberapa variabel independen yaitu pendidikan ibu pekerjaan ayah,

pengetahuan remaja putri tentang anemia, asupan zat gizi (energi, protein, zat besi)

IMT, menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi, volume menstruasi dan

konsumsi tablet tambah darah yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian

variabel dependen yaitu kejadian anemia pada remaja putri. Pemodelan dilakukan

dengan memilih variabel yang dianggap penting dengan cara mempertahankan variabel

yang mempunyai p value < 0,05 dan mengeluarkan variabel yang p valuenya > 0,05

secara bertahap mulai dari variabel yang mempunyai p value terbesar. Jika hasil selisih
hasil OR yang didapat antara sebelum dan sesudah variabel dikeluarkan tidak ada yang

> 10% maka variabel tersebut dikeluarkan, namun jika ada yang >10 % maka variabel

tersebut dimasukkan lagi dalam model. Begitu seterusnya sehingga didapatkan model

akhir yang nantinya akan dianalisa dan diinterpretasikan, kriteria untuk melihat

variabel yang paling berpengaruh adalah dari nilai exp (B) dimana semakin besar nilai

exp (B) semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen (Hastono, 2007).

F. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah melalui tahapan pengolahan data sebagai

berikut:

1. Editing Data

Tahap ini merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian kuesioner, yaitu:

a. Memeriksa kelengkapan data, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan

kuesioner, apakah semua pertanyaan telah dijawab.

b. Memeriksa apakah jawabannya sesuai dengan pertanyaan dan jawaban konsisten

dengan pertanyaa-pertanyaan yang lain.

2. Coding

Coding data dilakukan dengan cara memberikan kode pada setiap jawaban yang

diberikan pada lembar jawaban yang tersedia dengan tujuan untuk memudahkan

dalam proses entry data.

3. Entry Data

Data yang sudah diberi kode dan diedit dimasukkan ke komputer untuk dilakukan

analisa.

4. Cleaning Data

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah saat
memasukkan data ada kesalahan atau tidak seperti kesalahan pengkodean, ketidak

lengkapan dan sebagainya


DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Biran. (1990). Gangguan Haid pada Remaja dan Dewasa. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Achmad Djaeni. (2016). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat

Almatsier, (2015). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Arisman. (2014). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Chaerulsidqy, Diqi. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia


pada Siswa Tiga SLTP di Bogor Tahun 2016 (Analisis Data Sekunder). Depok: Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Departemen Gizi, (2017). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Depkes, RI. (2015). Gizi dalam Angka sampai Tahun 2003. Jakarta: Direktorat Gizi
Masyarakat

Depkes, RI. (2017). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007.

Jakarta: Depkes RI
Depkes, RI. (2016). Kita Bisa Lebih Berprestasi tanpa Anemia. Jakarta: Direktorat Bina
Gizi Masyarakat

Kemenkes, RI. (2016). Ketentuan Umum Penggunaan Standar Antropometri WHO 2005.
Jakarta: Kemenkes RI

Fatmah, (2017). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga

Fauziah, Nur. (2016). Faktor Determinan Kejadian Anemia Siswa SMP di Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu (Analisis Data Sekunder Tahun 2005). Depok: Tesis
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai