Rhinosinusitis Kronik Baru
Rhinosinusitis Kronik Baru
PENDAHULUAN
salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala
klinik. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan
sehingga infeksi yang menyerang bronkus, paru dapat juga menyerang hidung dan
sinus paranasal.1
gangguan kualitas hidup sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis
lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode
kronis.3
nyata akan menurunkan kualitas hidup akibat obstruksi hidung dan iritasi,
gangguan penghidu, gangguan tidur dan gejala pilek yang persisten5 . Faktor
septum, hipertropi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di
1
dalam rongga hidung yang dibiarkan terus menerus tanpa penanganan
perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. Faktor-faktor fisik, kimia, saraf,
menghabiskan langsung dana kesehatan sebesar 3,4 milyar dolar per tahun. Kasus
rinosinusitis kronis itu sendiri yang sudah masuk data rumah sakit berjumlah 18
sampai 22 juta pasien setiap tahunnya dan kira-kira sejumlah 200.000 orang
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan
PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7
2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435
pasien dan 69%nya adalah sinusitis. Dari jumlah tersebut 30% mempunyai
kendala dari jumlah ini hanya 60%nya (53 kasus) yang dilakukan operasi. Di
2
pada periode Januari 2005-Juli 2006 adalah 21 kasus atas indikasi rinoinusitis, 33
kasus pada polip hidung disertai rinosinusitis dan 30 kasus BSEF disertai dengan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.3
Rinosinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada yaitu
pansinusitis.8
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore yang telah ada saat lahir. Saat
lahir sinus bervolume 6-8 ml kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
dan terletak di maksila pada pipi yang berbentuk segitiga terbalik. Dinding
anterior sinus adalah permukaan fasial os maksilaris yang disebut fosa kanina,
medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar
4
orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
sinus maksilaris berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
paranasalis yang terbesar. Letak ostiumnya yang lebih tinggi dari dasar sehingga
aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. Dasar dari
anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu P1,
P2, M1, M2 dan M3, kadang-kadang juga gigi caninus bahkan akar-akar gigi
tersebut dapat menonjol ke dalam sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
etmoid dan terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. Sama
halnya dengan sinus maksilaris bahwa sinus etmoidalis ini telah ada saat
lahir. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya
letaknya sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior
5
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit disebut
resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang
lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat
tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus
lamina papirasea. Sehingga jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian
dindingnya pecah maka darah akan masuk ke daerah orbita sehingga terjadi
Brill Hematoma.9
Sinus frontalis terdiri dari 2 sinus yang terdapat di setiap sisi pada daerah
dahi di os frontal. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada pada
biasanya berada dekat garis tengah tetapi biasanya berdeviasi pada penjalarannya
6
ke posterior sehingga sinus yang satu bisa lebih besar daripada yang lain. Sinus
kadang kedua sinus frontalis tidak terbentuk atau yang lebih lazim tidak terbentuk
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita yang disebut
dengan tulang kompakta dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus
cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Pneumatisasi sinus spenoidalis
dimulai pada usia 8-10 tahun. Biasanya berbentuk tidak teratur dan sering terletak
di garis tengah. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Saat sinus berkembang pembuluh darah dan nervus dibagian lateral
os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak
di medial dan oleh sel-sel etmoid posterior di lateral. Dinding posterior dibentuk
karotis interna, nervus optikus dan foramen optikus. Penyakit-penyakit pada sinus
7
dibentuk oleh septum sinus tulang intersfenoid yang memisahkan sinus kiri dari
yang kanan. Superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa serta
8
Gambar 2.2. Lokasi sinus dari depan, samping dan belakang (Hazenfield, 2009)
1. Sinus frontal
2. Sinus etmoid
anterior
4. Aliran dari
ethmoid
5. Sinus etmoid
posterior
9
6. Konka media
7. Sinus sphenoid
8. Konka Inferior
9. Hard palate
volume sinus pada tiap kali bernafas sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus. Padahal mukosa sinus tidak
10
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang
tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang
dan mempengaruhi kualitas suara akan tetapi ada yang berpendapat posisi
resonator yang efektif, padahal tidak ada korelasi antara resonansi suara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
11
6. Membantu produksi mukus
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung namun efektif untuk
Etiologi dan faktor predisposisi rinosinusitis kronis cukup beragam. Pada era pra-
berulang dengan penyembuhan yang tidak lengkap. Berbagai faktor fisik, kimia,
rinosinusitis kronis lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah. Defisiensi gizi,
kelemahan tubuh yang tidak bugar dan penyakit umum sistemik perlu
predisposisi.
infeksi sebelumnya misalnya common cold, asma ataupun penyakit alergi seperti
rinitis alergika.
rinosinusitis kronis berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing
dan neoplasma.
12
Etiologi rinosinusitis kronis dapat berupa virus, bakteri dan jamur dimana
virus adalah penyebab utama infeksi saluran napas atas seperti rinosinusitis,
2.3.1 Virus
2.3.2 Bakteri
Rinosinusitis kronis dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang
berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang
aerob, proporsi terbesar penyebabnya adalah bakteri anaerob dan bakteri gram
negarif11. Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus,
veillonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali juga
terjadi. Pada kasus Rinosinusitis kronik akut eksaserbasi bakteri penyebab yang
terbanyak adalah bakteri anaerob. Bakteri gram negatif dan bakteri aerob
13
termasuk Pseudomonas Aeruginosa sering diisolasi pada pasien yang sudah
2.3.3 Fungi
Misetoma.
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan
Variasi anatomi dan proses patologi dalam hidung dan sinus paranasal
telah banyak diteliti oleh para ahli. Banyak variasi anatomi menyebabkan penyakit
oleh Chao3 telah mengidentifikasi perubahan pada dinding lateral hidung dan
konka media yang merangsang perubahan pada mukosa dan penurunan aerasi
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah
14
rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus
lateral kavum nasi tetapi juga mempunyai peran penting dalam ventilasi kavum
nasi dan sinus paranasal anterior dari partikel bakteri dan alergen serta
anterior melekat pada aparatus lakrimalis, di inferior melekat pada konka inferior,
melekuk ke medial dan terus ke anterior sehingga dalam temuan endoskopi atau
tomografi komputer menyerupai konka media atau disebut double konka media.
yang melekuk ke ke medial dan terus ke anterior ini namun istilah yang kita pakai
di RS. M. Djamil ini adalah double concha seperti yang diungkapkan oleh
bahwa PU dapat sangat melekuk dan membentuk lipatan ke anterior sangat jauh
menyerupai pinggiran topi sehingga memberikan kesan dua konka media atau
15
menurut istilah Kaufman doubled middle turbinate atau double concha.
Stammberger & Wolf seperti yang dikutip oleh Pinas mengatakan bahwa pinggir
media tampak sebagai konka media kedua (second middle concha).8 Deviasi PU
ke medial yang menyerupai konka media ini kadang disebut dengan istilah PU
unsinatus yang membesar juga dapat memberikan gambaran seperti konka media.
ventilasi dan drainase sinus maksila, sinus etmoid dan sinus sfenoid. 7,9,10,12 Chao3
menemukan 1 kasus (1%) pada 100 pasien rinosinusitis kronis dengan double
rinosinusitis kronis. Insiden ini sedikit lebih tinggi dari kasus yang pernah
dilaporkan Bolger (2.5%) dan Asruddin (2%) sedangkan Maru melaporkan kasus
cels)
16
2. Rinitis alergika
3. Hipersensitifitas aspirin
4. Asthma
5. Polip nasi
8. Gangguan hormonal
berulang
14. Merokok
16. GERD
17. Periodontitis
Fungsi dari sinus paranasal masih belum diketahui dengan pasti dan masih
belum ada persesuaian pendapat. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal
tulang muka 3
17
Namun karena berhubungan langsung dengan hidung, maka sinus dapat
inspirasi dari debu, bakteri dan virus yang dilakukan oleh silia dan palut lendir.
Silia epitel saluran respiratori, kelenjar penghasil mukus dan palut lendir
sistem pertahanan tubuh antara epitel dengan virus, bakteri atau benda asing
lainnya.
Sistem mukosiliar akan menjaga agar saluran napas atas selalu bersih dan sehat
dengan mengalirkan keluar partikel debu, bakteri, virus, alergen, toksin dan lain-
lain yang terperangkap pada lapisan mukus ke arah nasofaring. Silia memiliki
partikel asing dan bakteri yang terhirup ke rongga hidung menuju nasofaring dan
Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke satu arah (active
18
lapisan tersebut. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung
yang tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi gerak
seorang perenang. Silia tidak bergerak secara serentak tetapi berurutan seperti
efek domino (metachronical waves) dengan arah yang sama pada satu area. Gerak
silia mempunyai frekuensi denyut (ciliary beat frequency) sebesar 1000 getaran
lokal pada hidung dan sinus paranasal bergantung kepada transportasi mukosiliar
yang dikenal sebagai bersihan mukosilier. Bersihan mukosilier yang baik akan
mukosilier ditentukan oleh keadaan silia, palut lendir dan interaksi antara
permukaan mukosa menjadi terganggu sehingga akan memicu infeksi pada rongga
hidung.
19
ostium di regio meatus medius akibat reaksi radang pada hidung yang
didalamnya.
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat
dialirkan maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila
dalam sinus sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi
menjadi lebih kental sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh
Wilma, 2007).
20
Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik yang
frontal dan maksila tetapi kelainan dasarnya tidak pada sinus-sinus itu
yang merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang
didaerah KOM seperti peradangan, udema atau polip maka hal itu akan
kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau
hipertrofi konka media maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit
2001).
baik.3
21
Bakteri juga akan memproduksi toksin yang akan merusak silia.
sinus.
sel mast dan limfosit kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti
rongga sinus juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal dan sistemik.
sistemik yang mempengaruhi adalah: infeksi saluran nafas atas oleh karena
22
ostium sinus. Keadaan ini akan mempersempit ostium sinus yang secara
Oksigen yang ada dalam rongga sinus akan diresorbsi oleh kapiler
akan mengganggu fungsi sinus dimana kelumpuhan gerak silia ini akan
yang berkurang dan sempitnya ostium merupakan kondisi yang baik untuk
pertumbuhan kuman.
predisposisinya.3
23
disebabkan alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung
mukosilia hal ini menyebabkan silianya menjadi kurang aktif dan sekret
retensi lender yang kemudian timbul infeksi oleh bakteri aerob maupun
resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM berperan penting pada
sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat lebih
24
Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis.
Polipoid berasal dari edema mukosa dinding lateral cavum nasi dimana
stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut mukosa yang sembab makin
bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus
koanal kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip
dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian
kecil polip koanal yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus
sfenoetmoid.
25
Polusi,
Zat kimia
Hilangnya
silia
Sumbatan Alergi,
Drenase yg Perubaha
Mekanis tidak
defisiensi
n mukosa
memadai
imun
Infeksi
Sepsis residual
Gambar 2.4. Siklus dari peristiwa yang berulang pada rinosinusitis kronis
26
Gambar 2.5. Purulen pada infeksi sinus maksilaris (Cody, 1991)
27
Gambar 2.6. Kista atau polip pada sinus maksilaris sinistra 8
28
Gambar 2.8. Polip hidung dengan tangkainya 3
29
Gambar 2.10. Polipektomi hidung. Suatu pengait digunakan untuk menjerat dan menarik
polip10
Perubahan patologi yang terjadi pada mukosa dan dinding tulang sinus saat
berlangsungnya peradangan supuratif adalah seperti yang biasa terjadi dalam rongga
menyebabkan udema dan hipertrofi membran mukosa yang kemudian menjadi polipoid
dan pada kasus yang sangat akut keseluruhan rongga sinus dapat terisi oleh membran
mukosa yang edema sehingga rongga sinus menjadi menghilang (Ronald, 1995).
Sel goblet hiperplasi dan akan terjadi infiltrasi seluler kronis. Ulserasi epitel akan
dalam mukosa yang menebal dan fibrosis dari strauma submukosa yang melapisinya.
30
Perubahan dalam mukosa pada saat ini bisa irreversibel dan bila penyebab infeksi telah
Ada 4 tipe yang berbeda dari infeksi hidung dan sinus; kongesti akut, purulen
sebagai:
1. Adematous
3. Fibrous
epitel. Penebalan ini didalam struktur seluler terdiri dari timbunan sel-sel spiral, bulat,
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang
b. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat udema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.
c. Setelah beberapa jam atau beberapa hari, serum dan lekosit keluar melalui epitel
yang melapisi mukosa kemudian bercampur dengan bakteri, debris epitel dan mukus.
31
Pada beberapa kasus, terjadi perdarahan kapiler dan darah bercampur dengan sekret.
Sekret yang mula-mula encer dan sedikit kemudian menjadi kental dan banyak karena
d. Pada banyak kasus resolusi terjadi dengan absorbsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran lekosit memakan waktu 10 sampai 14 hari. Akan tetapi pada kasus lain
peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen. Lekosit dikeluarkan dalam
jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi
karena perubahan jaringan belum menetap kecuali proses segera berhenti. Apabila
perubahan jaringan akan terjadi permanen maka akan terjadi keadaan kronis. Tulang
dibawahnya dapat terlihat tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.7
2. Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik
limfatik.7
Hidung sebagai salah satu organ yang menonjol pada penyakit alergi, rinitis
kronik dan sinusitis yang menunggangi perubahan alergi, komplikasi pada obstruksi
anatomis karena edema dan akhirnya efek lanjut gangguan alergenik kronik seperti
32
2.7 Gejala Klinis Rinosinusitis Kronis
kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Yang merupakan kriteria mayor dari
a. Nyeri atau rasa tekan pada bagian wajah di daerah yang terkena merupakan ciri khas
atau refered pain. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau
dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri dahi atau seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Sedangkan pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan
di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila
b. Gejala hidung dan nasofaring berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal (post
nasal drip).
c. Gejala faring yaitu rasa sakit tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
d. Terdapat purulen pada pemeriksaan. Pada rinoskopi anterior ditemukan sekret kental
purulen dari meatus medius atau meatus superior sedangkan pada rinoskopi posterior
g. Gejala di saluran cerna oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
b. Demam.
c. Halitosis.
33
d. Kelelahan (fatigue).
komplikasi di paru berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial sehingga
eustachius.4
Nyeri kepala pada rinosinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari dan akan
berkurang atau atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti
tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung
Pada sinusitis yang disebabkan oleh jamur para ahli membagi sebagai bentuk
invasif dan non infasif. Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan
invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif kronik sering terjadi pada pasien dengan
progresif yang juga bisa menginvasi sampai ke orbita atau intra kranial tetapi
Sinusitis jamur non invasif atau misetoma merupakan kumpulan jamur dalam
rongga sinus tanpa invasi kedalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Tidak mengenai
sinus maksila. Gejala krinis berupa sinusitis kronis dengan rinore purulen, post nasal drip
dan nafas bau. Kadang ada masa jamur di kavum nasi. Pada operasi dapat ditemukan
materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam sinus.
34
2.8 Diagnosis Rinosinusitis Kronis
Kriteria rinosinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak
akut, masing-masing < 4 kali / < 6 kali / > 4 kali / > 6 kali /
hari
Tabel 2.1. Kriteria rinosinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut
Allergy (AAOA), dan American Rhinologic Society (ARS) adalah rinosinusitis yang
berlangsung lebih dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau lebih atau 1 gejala
Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis gejala mayor skor diberi skor
2 dan gejala minor skor 1 sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai berikut;
Gejala Mayor:
35
Nyeri sinus = skor 2
Batuk = skor 1
Demam = skor 1
Halitosis = skor 1
Pengukuran skor total gejala klinik dikelompokkan menjadi dua, yaitu; sedang-
berat (skor ≥8) dan ringan (skor <8) dengan Skor total gejala klinik: skala nominal.
Dari gambaran klinik ini barulah kita dapat menentukan langkah diagnosis dari
rinosinusitis kronis yang dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
fisik untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasalis yang dilakukan dengan
inspeksi dari luar, palpasi, perkusi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior dan
36
transiluminasi. Transiluminasi hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris
dipakai adalah posisi Waters. Pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila dengan
waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan
Pemeriksaan CT–Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber
masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada
satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik pada kasus-
kasus kronik yang tidak membaik dengan terapi, rinosinusitis dengan komplikasi,
evaluasi preoperatif dan jika ada dugaan keganasan. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) lebih baik daripada tomografi komputer dalam resolusi jaringan lunak dan
sangat baik untuk membedakan rinosinusitis karena jamur, neoplasma dan perluasan
intrakanialnya, namun resolusi tulang tidak tergambar baik dan harganya mahal.14
Selain score tersebut diatas juga dapat menggunakan VAS (visual analog
37
Tidak terlalu mengganggu 10cm sangat mengganggu
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
Pemeriksaan
Nasoendoskopi – tidak terlihat adanya polip di meatus medius jika diperlukan setelah
rinosinusitis kronik termasuk perubahan polipoid pada sinus dan atau meatus medius
tetapi menyingkirkan penyakit polipoid yang terdapat pada rongga hidung untuk
mengisi kuesioner untuk alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
38
2.9.2 Rhinosinusitis kronik dengan polip nasi
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
Pemeriksaan
menggunakan endoskopi
Mengisi kuesioner untuk alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
39
Tingkat Keparahan Gejala
Diagnosis:
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
40
Pemeriksaan
Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:
• penyakit parah
• pasien imunokompromais
41
2.10 Komplikasi Rinosinusitis Kronis
akut. Komplikasi yang dapat terjadi ialah osteomielitis dan abses subperiostal,
42
Osteomielitis dan abses subperiostal penyebab terseringnya pada tulang
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise, demam dan menggigil dan biasanya ditemukan pada anak-
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Karena pada hakekatnya mata merupakan struktur yang dikelilingi pada 3 sisi
oleh sinus-sinus, frontalis di atas, etmoidalis di medial dan maksilaris di bawah, maka
keadaan yang melibatkan sinus-sinus ini dapat meluas untuk melibatkan isi orbita.
Yang paling sering adalah sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi
serta cabang-cabang arteri yang mempunyai nama yang sama pada setiap sinusnya
Seperti cabang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai konka, meatus
dan septum. Cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai
sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Sedangkan sinus maksilaris
diperdarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbitalis serta
alveolaris dari arteri maksilaris interna dan cabang faringealis dari arteri maksilaris
kavernosus yang rapat di bawah membrana mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas
konka media dan inferior serta bagian bawah septum di mana ia membentuk jaringan
erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior dan
sfenopalatina, seperti pada vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke
yang terlibat langsung adalah termasuk juga divisi oftalmikus misalnya bagian depan
43
dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior
yang merupakan cabang dari nervus nasolabialis yang berasal dari nervous
oftalmikus. Pada sfenoid dapat pula timbul gejala pada mata tetapi hanya karena
a. Selulitis orbita: edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
b. Abses subperiosteal: pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
c. Abses orbita: pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.
Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva
merupakan tanda khas abses orbita juga proptosis yang makin bertambah.
vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik, dan
yang selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik.
a. Meningitis akut: salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung
dari sinus yang berdekatan seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui
44
b. Abses dura: adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat sehingga pasien hanya
mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan
c. Abses subdural: adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
d. Abses otak: setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat
Sedangkan untuk kelainan paru berupa bronkitis kronik dan bronkiektasis, selain
itu dapat pula timbul asma bronkial (Mangunkusumo dan Rifki, 2003).
Penanganan rinosinusitis kronis dapat dilakukan dengan cara konservatif dan operatif
mengeradikasi kuman. Jika telah ditemukan faktor predisposisinya maka dapat dilakukan tata
laksana yang sesuai yaitu dengan penanganan konservatif, dengan pemberian antibiotika
yang sesuai untuk mengatasi infeksinya serta obat-obatan simptomatis lainnya seperti
analgetik berupa aspirin atau preparat kodein dan kompres hangat pada wajah juga dapat
dan tetes hidung poten seperti fenilefrin dan oksimetazolin cukup bermanfaat untuk
mengurangi udem sehingga dapat terjadi drainase sinus. Terapi pendukung lainnya seperti
45
Adapun antibiotika yang dapat dipilih pada terapi rinosinusitis, diantaranya dapat dilihat
SINUSITIS AKUT
Lini pertama
dosis
Dewasa: 3 x 500 mg
Dewasa: 4 x 250-500mg
Lini kedua
Dewasa: 2 x 875 mg
Cefuroksim 2 x 500 mg
Dewasa: 2 x 250 mg
hari berikutnya.
SINUSITIS KRONIK
46
Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Dewasa: 2 x 875 mg
selama 4 hari
Tabel 2.2. Antibiotika yang dapat dipilih pada terapi rinosinusitis (Piccirillo, 2004)
Selain itu, dapat juga dibantu dengan diatermi gelombang pendek (Ultra Short Wave
Diathermy) selama 10 hari di daerah sinus yang sakit. Tindakan ini membantu memperbaiki
drainase dan pembersihan sekret dari sinus yang sakit. Untuk sinusitis maksila dilakukan
pungsi dan irigasi sinus sedangkan untuk sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid dilakukan
pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian sinus dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah
5 – 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen berarti mukosa
sinus sudah tidak dapat kembali normal (perubahan irreversibel), maka dapat dilakukan
operasi radikal untuk menghindari komplikasi lanjutan. Untuk mengetahui perubahan mukosa
masih reversibel atau tidak dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan sinoskopi untuk
Bila penanganan konservatif gagal maka dilakukan terapi operatif yaitu dengan cara
mengangkat mukosa sinus yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena.
Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc sedangkan untuk sinus etmoid
dilakukan etmoidektomi yang biasa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar
(ekstranasal).3
47
Namun, akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang sehingga saat operasi kta
dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi pada rongga-rongga sinus.
Jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang
tersumbat diperlebar yang disebut dengan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).
Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-meatal yang menjadi
sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali
48