Anda di halaman 1dari 13

Artikel Penelitian (New England Journal of Medicine)

Antibiotik Sebagai Bagian dari Manajemen Malnutrisi Akut


Indi Trehan1,2, Hayley S. Goldbach3 , Lacey N. LaGrone4 , Guthrie J. Meuli1 , Richard J. Wang5 ,
Kenneth M. Maleta6 , Mark J. Manary1,6,7
1. Department of Pediatrics, Washington University in St. Louis, St. Louis, Missouri, U.S.A.
2. Department of Paediatrics and Child Health, College of Medicine, University of Malawi, Blantyre,
Malawi
3. Perelman School of Medicine at the University of Pennsylvania, Philadelphia, Pennsylvania, U.S.A.
4. Department of Surgery, University of Washington, Seattle, Washington, U.S.A.
5. Department of Medicine, Weill Cornell Medical College, Cornell University, New York, New York,
U.S.A.
6. Department of Community Health, College of Medicine, University of Malawi, Blantyre, Malawi
7. U.S. Department of Agriculture/Agricultural Research Service, Children’s Nutrition Research
Center, Baylor College of Medicine, Houston, Texas, U.S.A

Correspondence to: Mark J. Manary (manary@kids.wustl.edu)

Abstrak
Latar Belakang
Malnutrisi akut yang berat berkontribusi pada 1 juta kematian di antara anak-anak setiap tahun.
Menambahkan terapi antibiotik rutin pada terapi nutrisi dapat meningkatkan tingkat pemulihan
dan menurunkan angka kematian di antara anak-anak dengan malnutrisi akut di masyarakat.
Metode
Dalam uji coba acak, double-blind, terkontrol plasebo ini, peneliti secara acak meneliti anak-
anak di Malawi, dalam rentang usia 6 hingga 59 bulan, dengan malnutrisi akut yang berat untuk
menerima tambahan terapi amoksisilin, cefdinir, atau plasebo selama 7 hari di samping
makanan terapeutik yang siap pakai untuk pasien rawat jalan malnutrisi akut berat tanpa
komplikasi. Hasil utama adalah tingkat pemulihan gizi dan angka kematian.
Hasil
Sebanyak 2.767 anak-anak dengan malnutrisi akut terdaftar dalam penelitian. Dalam kelompok
amoksisilin, cefdinir, dan placebo (sesuai urutan), 88,7%, 90,9%, dan 85,1% dari anak-anak
yang pulih, masing-masing (risiko relatif kegagalan pengobatan dengan plasebo vs amoksisilin,
1,32; kepercayaan 95% interval [CI], 1,04 hingga 1,68; risiko relatif dengan plasebo vs
cefdinir, 1,64; 95% CI, 1,27-2,11). Tingkat kematian untuk ketiga kelompok masing-masing
4,8%, 4,1%, dan 7,4% (risiko relatif kematian dengan plasebo vs amoksisilin, 1,55; 95% CI,
1,07-2,24; risiko relatif dengan plasebo vs cefdinir, 1,80; 95% CI, 1,22-2,64). Di antara anak-
anak yang pulih, tingkat kenaikan berat badan meningkat di antara mereka yang menerima
antibiotik. Tidak ada interaksi antara jenis malnutrisi akut berat dan kelompok intervensi yang
diamatin pemulihan gizi atau tingkat kematiannya.
Kesimpulan
Penambahan antibiotik pada rejimen terapeutik untuk malnutrisi akut berat tanpa komplikasi
dikaitkan dengan signifikansi peningkatan dalam pemulihan dan tingkat kematian. (Didanai
oleh Yayasan Keluarga Hickey dan lainnya; nomor ClinicalTrials.gov, NCT01000298.).
Pendahuluan
Kontribusi malnutrisi akut yang parah pada keseluruhan beban morbiditas dan
mortalitas anak sangat besar, dengan lebih dari 20 juta anak-anak dengan wasting di seluruh
dunia1, Kwashiorkor merupakan kasus yang tidak terhitung dan tingkat kematian di antara
anak-anak yang dirawat di rumah sakit mencapai50% 1,2. Selama beberapa dekade, manajemen
utama untuk malnutrisi akut berat didasarkan pada rehabilitasi pasien rawat inap dengan susu
formula yang diperkaya. Namun, konsensus internasional sekarang merekomendasikan
penggunaan makanan terapeutik siap pakai (RUTF) - biasanya penyebaran yang diperkaya oleh
pasta kacang, susu bubuk, minyak, gula, dan suplemen mikronutrien pada pasien rawat jalan
sebagai manajemen yang lebih digemari untuk kasus malnutrisi akut berat tanpa
komplikasi. Meskipun hasilnya jauh lebih baik jikadiamati dengan rejimen rawat jalan yang
direvisi ini, 5, 10 hingga 15% dari anak-anak masih belum pulih, yang dicantumkan di uji klinis
terkontrol. Perbaikan sederhana pada kasus – kasus ini sangat bermakna seperti
menyelamatkan ribuan nyawa per tahunnya.
Banyak penelitian, 6-15 tetapi tidak semua, 16,17 telah menunjukkan prevalensi infeksi
yang tinggi dan signifikan secara klinis di antara anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena
malnutrisi berat. Pengamatan ini menyebabkan pedoman pengobatan kasus malnutrisi berat
merekomendasikan penggunaan rutin agen antibiotik bahkan untuk anak-anak yang dirawat
sebagai pasien rawat jalan4, walaupun pasien rawat jalan kemungkinan lebih kecil untuk
memiliki infeksi sistemik daripada pasien dengan kasus dengan komplikasi yang
membutuhkan perawatan rawat inap. Rekomendasi penggunaan antibiotik rutin didasarkan
pada pendapat ahli dan belum diuji secara langsung dalam uji klinis18; data observasional
menunjukkan bahwa antibiotik tidak perlu dan mungkin bahkan berbahaya pada anak dengan
malnutrisi akut berat tanpa komplikasi (yaitu, anak-anak dengan nafsu makan yang baik dan
tanpa disertai tanda-tanda sepsis)19.
Sebagian besar anak-anak dengan malnutrisi akut sekarang dapat dirawat di pusat
kesehatan pedesaan di seluruh negara berkembang20,21 Menyediakan terapi antibiotik selain
RUTF untuk semua anak dengan malnutrisi dalam konteks ini tidak hanya akan menjadi
kompleks dan meningkatkan pengeluaran biaya, tetapi bisa dibilang tidak perlu atau bahkan
berbahaya.19 Peneliti melakukan uji klinis prospektif untuk menentukan apakah pemberian
rutin oral antibiotik sebagai bagian dari manajemen malnutrisi akut berat per rawat jalan pada
anak-anak di Malawi berkaitan dengan perbaikan hasil terapi. Kawasan pedesaan Malawi
mayoritas adalah agraris Afrika sub-Sahara dan dihuni terutama oleh petani.22.Kurang lebih
sekitar 11% populasi di Malawi telah terinfeksi oleh HIV dan 53% anak – anak stunting (height
for age z score of less than 2).

Method
Studi Populasi dan Kelayakan
Peneliti memasukkan anak-anak dari Desember 2009 hingga Januari 2011 di 18 klinik
pemberian makanan nutrisi di pedesaan Malawi. Setiap anak diukur berat, panjang, dan lingkar
lengan atas. Anak-anak yang berusia 6 hingga 59 bulan, dengan edema (indikasi kwashiorkor),
anak – anak dengan weight for height z score < 3 (indikasi marasmus), atau keduanya
(marasmus-kwashiorkor) memenuhi syarat dimasukkan dalam penelitian. Setiap anak yang
memenuhi syarat tersebut diberi makan uji RUTF25 30 g di bawah pengawasan seorang
perawat untuk memverifikasi bahwa anak itu kandidat yang tepat untuk terapi rawat jalan.
Anak-anak dengan sakit parah yang tidak dirasa mampu untuk mengkonsumsi dosis uji di
klinik tersebut dirawat di rumah sakit untuk manajemen rawat inap. Penjelasan terperinci dari
metode studi disediakan dalam tambahan lampiran dan protokol studi, keduanya tersedia
dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org.
Kelegalan Studi
Penelitian ini disetujui oleh komte etik Malawi University, Washington University di St. Louis,
dan pemerintah Malawi. Peneliti mengumpulkan dan yang memonitor keamanan studi, terkait
efek samping dan hasil studi sementara. Pengurus anak-anak yang memenuhi syarat diberikan
persetujuan lisan dan tertulis sebelum pendaftaran untuk ikut serta dalam elemen penelitian.
Antibiotik dibeli dengan biaya dari Apotek Rumah Sakit St. Louis Children. RUTF dibeli
dengan biaya dari Project Peanut Butter, yang berbasis di Blantyre, Malawi. Penulis pertama
dan terakhir menjamin untuk akurasi dan kelengkapan data dan analisis yang dilaporkan,serta
kesesuaian laporan dengan protokol penelitian.
Desain dan intervensi studi
Studi ini merupakan studi dengan basis randomized, double-blind, placebo-controlled trial
membandingkan hasil gizi dan kematian di antara anak-anak dengan malnutrisi akut berat tanpa
komplikasi yang menerima perawatan sebagai pasien rawat jalan dengan atau tanpa antibiotik.
Semua anak menerima konseling standar dan RUTF yang menyediakan sekitar 175 kkal per
kilogram berat badan per hari. Satu kelompok menerima 80 hingga 90 mg suspensi amoksisilin
per kilogram per hari, dibagi menjadi dua dosis harian; kelompok kedua menerima kira-kira 14
mg suspensi cefdinir per kilogram per hari, dibagi menjadi dua dosis harian. Suspensi 250 mg
amoksisilin per 5 ml digunakan, dan dosis yang diberikan kepada setiap anak adalah
berdasarkan jumlah bulat yang bisa diberikan oleh lapangan apoteker penelitian menggunakan
tanda pada jarum suntik plastik; pembulatan dosis obat yang sama digunakan untuk cefdinir.
Kelompok kontrol menerima plasebo dua kali sehari. Pengasuh diinstruksikan untuk
memberikan obat studi sebagai tambahan RUTF selama 7 hari pertama terapi.
Prosedur Studi
Peserta dikelompokkan ke kelompok studi mereka ketika pengasuh menggambar sebuah
amplop buram berisi salah satu dari Sembilan huruf kode yang sesuai dengan salah satu dari
tiga intervensi kelompok. Pengasuh dan personel studi yang terlibat dalam penilaian klinis dan
analisis data tidak mengetahui tugas intervensi. Obat-obatan dan placebo didistribusikan dalam
botol plastik buram, dengan jarum suntik plastic yang ditandai dengan dosis yang sesuai untuk
anak. Setelah dilakukan distribusi kelompok intervensi penelitian, perawat
menginstruksikansetiap pengasuh dalam menggunakan jarum suntik untuk
mengadministrasikan terapi dan mengawasi intervensi dosis di klinik. Setelah mendapatkan
intervensi dan instruksi dari pengasuh, masing-masing anak pulang ke rumah dengan
membawa terapi uji yang diberikan serta 2 minggu jatah RUTF. Anak-anak dijadwalkan untuk
dilakukan follow jp / kunjungan pada interval 2 minggu, pada saat itu dilakukan pengukuran
ulang antropometri; pengasuh juga diminta menanyakan dan mengevaluasi tentang riwayat
penyakit sekarang anak dan kepatuhan terhadap intervensi yang ditugaskan.
Anak-anak yang terus mengalami pitting edema pada kedua tungkai atau yang memiliki z-
score berat-untuk-tinggi di bawah −2SD pada follow up24tetap dalam penelitian dan menerima
konseling gizi dan persediaan RUTF 2 minggu lagi. Setiap anak yang kondisi secara
substansialnya memburuk selama penelitian atau anak yang masih dalam keadaan kekurangan
gizi / malnutrisi setelah enam kali kunjungan dirujuk untuk perawatan rawat inap. Anak-anak
yang tidak kembali untuk tindak lanjut kunjungan dikunjungi di rumah oleh petugas kesehatan
masyarakat dan anggota tim studi. Anak-anak dipertimbangkan telah pulih ketika mereka
mencapai klinis tanpa edema dan nilai z-score berat-untuk-tinggi −2SD atau lebih tinggi. Anak-
anak yang menarik diri dari penelitian, setelah kurang gizi setelah enam kali kunjungan tindak
lanjut, dirawat di rumah sakit dengan alasan apa pun selama studi, ataupun meninggal dianggap
mengalami kegagalan pengobatan.
Analisis statistik
Tujuan primer studi ini adalah pemulihan nutrisi dan menurunnya tingkat kematian dalam tiga
kelompok studi. Peneliti telah menetapkan sampel sebanyak 900 anak di setiap kelompok akan
memberikan power penelitian 80% pada tingkat alfa 0,05 untuk mendeteksi kekurangan 4 poin
persentase dalam tingkat kegagalan terapi / intervensi, dengan perkiraan kegagalan terapi
sebesar 11% 26 dan pengurangan 3,5 poin persentase dalam angka kematian dari suatu estimasi
kematian subjek studi sebesar 8%.
Selain itu, satu analisis subkelompok yang ditentukan sebelumnya dilakukan untuk
mengevaluasi interaksi antara jenis malnutrisi akut berat dengan pemberian intervensi dengan
angka pemulihan dan kematian sebagai tujuan utama. Interaksi ini dievaluasi dalam berbagai
model regresi logistik yang memasukkan karakteristik dasar itu dan mencari secara signifikan
berkorelasi dengan hasil utama dalam analisis univariat.
Hasil sekunder yang menarik termasuk penambahan berat badan, dan panjang, apakah
antibiotik dikaitkan dengan peningkatan tingkat efek samping terapi, dan waktu untuk
pemulihan. Intention to treat analysis digunakan, dan semua tes dua sisi. Hasil dibandingkan
dengan penggunaan uji chi-square dan uji eksak Fisher; variabel kontinu dibandingkan dengan
menggunakan uji-t Student dan analisis perbedaan. Rasio risiko relatif untuk hasil dalam ketiga
kelompok intervensi juga dihitung, dan Kaplan-Meier digunakan sebagai media plotting waktu
untuk pemulihan dan kematian.

Hasil
Populasi penelitian
Sebanyak 3.212 anak-anak dengan malnutrisi akut berat diidentifikasi dari Desember 2009
hingga Januari 2011; setelah pengecualian anak-anak yang tidak memenuhi syarat, penelitian
ini mencakup 2767 anak-anak (Gbr. S1 dalam Lampiran Tambahan). Baseline karakteristik
anak-anak yang terdaftar adalah serupa yang tercantum dalam tiga kelompok (Tabel 1, dan
Tabel S1 di Tambahan Lampiran).

Studi Intervensi dan Efek Samping


Sebanyak 924 anak-anak secara acak dikelompokkan dalam kelompok intervensi amoksisilin,
923 untuk kelompok cefdinir, dan 920 untuk kelompok plasebo. Pengasuh mengatakan 98
persen dari anak-anak menyelesaikan seluruh regimen penelitian selama 7 hari (Tabel S2 dalam
Tambahan Lampiran). Tidak ada kasus alergi parah atau anafilaksis yang diidentifikasi.
Sebanyak tiga efek samping yang dianggap reaksi obat yang dilaporkan: ruam papular
menyeluruh pada anak yang menerima amoksisilin, sariawan pada anak yang menerima
cefdinir, dan diare berdarah yang sembuh spontan sementara perawatan berlanjut pada anak
yang menerima cefdinir. Anak-anak yang menerima plasebo memiliki tingkat batuk yang lebih
tinggi dan diare pada follow up pertama daripada anak – anak yang menerima agen antibiotik;
pengasuh anak-anak yang diberikan amoksisilin melaporkan kelompok intervensi mereka
paling jarang batuk, sedangkan anak-anak yang menerima cefdinir memiliki tingkat pelaporan
terendah diare (Tabel S2 dalam Lampiran Tambahan).
Pemulihan Status Gizi dan Angka Kematian
Secara keseluruhan, 88,3% dari anak-anak terdaftar dalam penelitian ini pulih dari malnutrisi
akut berat (Tabel 2). Anak-anak dengan kwashiorkor marasmus merupakan kelompok anak –
anak dengan malnutrisi yang tingkat kepulihannya rendah dan tingkat kematiannya lebih tinggi
dibandingkan dengan anak – anak yang hanya memiliki kwashiorkor atau marasmus saja.
Proporsi anak-anak yang menerima plasebo secara signifikan tingkat kepulihann lebih rendah
dibandingkan di antara mereka yang menerima amoksisilin (3,6 poin persentase lebih rendah;
interval kepercayaan 95% [CI], 0,6 hingga 6,7) atau cefdinir (5,8 poin persentase lebih rendah;
95% CI, 2,8 hingga 8,7). Kematian menyumbang proporsi terbesar pada anak-anak yang tidak
pulih dalam setiap kelompok studi dan untuk setiap jenis malnutrisi akut berat. Tingkat
kematian seluruhnya mencapai angka 5.4%, tetapi tingkat secara signifikan lebih tinggi di
antara anak-anak yang menerima plasebo daripada di antara mereka yang menerima
amoksisilin (risiko relatif, 1,55; 95% CI, 1,07 ke 2.24) atau cefdinir (risiko relatif, 1,80; 95%
CI, 1,22-2,64). Tidak ada perbedaan signifikan dalam penyebab kematian, seperti yang
dilaporkan melalui otopsi verbal (mis., investigasi terstruktur atas berbagai peristiwa mengarah
ke kematian), diidentifikasi di antara tiga kelompok penelitian (Tabel S3 dalam Lampiran
Tambahan). Meskipun estimasi pemulihan gizi lebih tinggi dan angka kematian lebih rendah
di antara anak-anak yang menerima cefdinir daripada di antara mereka yang menerima
amoksisilin, perbedaannya tidak signifikan (P = 0,22 untuk pemulihan dan P = 0,53 untuk
kematian, untuk perbandingan amoksisilin dan cefdinir dengan regresi logistik). Tingkat
pemulihan lebih tinggi dan tingkat kematian lebih rendah di antara anak-anak yang menerima
antibiotik daripada di antara mereka yang menerima plasebo, melintasi sejumlah karakteristik
dasar (Gbr. S2 dalam Lampiran Tambahan).
Hasil Sekunder
Hasil sekunder
Anak-anak dengan kwashiorkor marasmik pulih secara signifikan lebih lambat dari anak - anak
dengan kwashiorkor atau marasmus (Tabel 3). Analisis survival Kaplan – Meier untuk semua
anak-anak dalam penelitian menunjukkan bahwa waktu untuk pemulihan lebih pendek pada
kelompok cefdinir daripada pada kelompok amoksisilin atau kelompok plasebo dan lebih
pendek pada kelompok amoksisilin daripada pada kelompok plasebo (Gbr. 1A). Begitu pula
dengan anak-anak yang menerima agen antibiotik bertahan lebih lama daripada mereka yang
menerima plasebo (Gbr. 1B).
Berat badan bertambah sejak pendaftaran hingga kunjungan tindak lanjut kedua secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok anak – anak yang menerima cefdinir dibandingkan
kelompok yang menerima placebo. Anak – anak yang menerima antibiotik juga memiliki LLA
lebih tinggi dibandingkan anak – anak yang menerima placebo.
Kriteria Dasar Terkait Pemulihan
Dibandingkan dengan anak-anak yang tidak sembuh, mereka yang pulih secara signifikan lebih
tua dan lebih cenderung masih memiliki keluarga (ayah) dan masih di rumah (Tabel S4 di
Lampiran Tambahan). Di antara anak-anak dengan marasmus atau kwashiorkor marasmik,
mereka yang LLA dan z-score BB/TB nya lebih rendah, memiliki kecenderungan untuk gagal
dalam pengobatan dan meninggal. Anak-anak dengan z-score terendah adalah anak – anak
yang kemumgkinan pulihnya hampir tidak ada. Meski hanya 874 dari 2765 anak (31,6%) dites
untuk HIV, mereka yang diketahui Seropositif HIV, terutama jika tidak menerima ARV,
memiliki risiko kegagalan pengobatan dan juga kematian lebih tinggi. Gejala infeksi akut dan
nafsu makan buruk keduanya ditangani saat pendaftaran dan pada kunjungan tindak lanjut
pertama (Tabel S5 dalam Lampiran Tambahan) juga dikaitkan dengan peningkatan risiko
kegagalan pengobatan.
Model regresi logistik berganda untuk baseline karakteristik intervensi yang terkait dengan
nutrisi pemulihan menunjukkan bahwa usia yang lebih muda, kwashiorkor marasmik, stunting,
pajanan atau infeksi HIV, dan batuk sebelum pendaftaran dikaitkan dengan peningkatan risiko
kegagalan pengobatan (Tabel 4). Faktor-faktor ini juga terbukti berkorelasi signifikan dengan
peningkatan risiko kematian; selain itu, laporan pengasuh selera makan yang datanya didapat
dari pendaftaran secara signifikan berkorelasi dengan penurunan risiko kematian. Seperti hasil
analisis univariat, penerimaan amoksisilin atau cefdinir sangat berkorelasi dengan peningkatan
hasil, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara amoksisilin dan cefdinir. Istilah
interaksi antara jenis gizi buruk akut dan jenis intervensi yang dilakukan terbukti tidak
signifikan (P = 0,98 untuk pemulihan gizi dan P = 0,45 untuk kematian).
Diskusi
Meskipun perbaikan telah dilakukan dalam perawatan malnutrisi akut berat selama dekade
terakhir, dengan penggunaan luas RUTF, lebih dari 1 juta anak-anak per tahun masih mati
karena penyakit ini.21 Mengingat tingginya insiden malnutrisi akut berat di seluruh dunia,
jumlah anak yang meninggal tetap sangat tinggi, meskipun telah terbukti terdapat pemgobatan
yang cukup baik untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam doubleblind ini, uji coba acak
terkontrol plasebo, peneliti menemukan bahwa penambahan rutin amoksisilin atau cefdinir ke
pasien rawat jalan manajemen malnutrisi akut berat dikaitkan dengan perbaikan yang nyata
dalam tingkat pemulihan dan kematian dan peningkatan berat dan penambahan yang signifikan
pada LLA.
Penurunan 24,4% (95% CI, 4,1 hingga 40,4) pada kegagalan pengobatan diamati ketika
amoksisilin ditambahkan ke terapi rutin dan pengurangan 38,9% (95% CI, 21,1 hingga 52,7)
diamati dengan cefdinir (Tabel 2). Selain itu, 35,6% (95% CI, 6,9-55,4) penurunan angka
kematian diamati dengan amoksisilin, dan 44,3% (95% CI, 18,0 hingga 62,2) penurunan angka
kematian diamati dengan cefdinir. Hasil sekunder (Tabel 3) juga umumnya konsisten dengan
temuan ini, dengan waktu terpendek untuk pemulihan dan pertambahan berat badan dan lingkar
lengan atas di antara anak-anak yang menerima cefdinir dan waktu terlama untuk pemulihan
dan kenaikan terkecil dalam berat badan dan lengan atas lingkar di antara mereka yang
menerima plasebo.
Penelitian ini dilakukan di pedesaan sub-Sahara Afrika di populasi pertanian subsisten stabil
dengan beban berat kerawanan pangan dan infeksi HIV dan yang didapat, sindrom
imunodefisiensi, sehingga hasil ini mungkin tidak harus berlaku di populasi lain, dan dengan
demikian validasi dipertimbangkan dalam konteks lain. Namun, tidak ada interaksi antara jenis
gizi buruk akut dan kelompok intervensi diamati, menunjukkan bahwa faktor ini tidak
mengacaukan randomisasi yang sudah dijalankan. Meski hanya sejumlah anak terbatas telah
diuji untuk HIV, sebagian besar anak yang terinfeksi mengalami kegagalan pengobatan atau
meninggal (Tabel S4 dalam Tambahan Lampiran), memberikan bukti lebih lanjut untuk
keperluan menyediakan perawatan terpadu untuk infeksi HIV dan gizi buruk pada anak-anak
seperti itu.28,29
Selama studi ini, kami mengejar strategi agresif untuk menentukan status klinis anak yang
mangkir dari penelitian. Hampir semua anak yang peneliti cari infonya lebih lanjut, meninggal
atau sedang sakit parah sehingga mereka perlu dirawat di rumah sakit. Kasus kematian
merupakan kasus yang paling tinggi menyumbang angka pada anak – anak yang lost to follow
up daripada dalam penelitian lain di Malawi, 26,30,31 di mana anak-anak cenderung hanya
dikategorikan telah menarik diri dari penelitian.Amoksisilin yang digunakan dalam penelitian
ini berharga rata-rata $ 2,67 per anak, dan biaya cefdinir adalah $ 7,85 tetapi mungkin akan
lebih rendah jika digunakan dalam skala besar. Untuk perbandingan, biaya RUTF adalah
sekitar $ 50 untuk kursus terapi. Pengasuh melaporkan kepatuhan yang sangat baik dan tidak
melaporkan kesulitan dalam memberikan obat.Di antara anak-anak yang menerima antibiotik,
tingkat efek samping yang umum (terutama diare) lebih rendah dibandingkan di antara anak-
anak yang menerima plasebo (TabelS2 dalam Lampiran Tambahan). Orang mungkin
berspekulasi bahwa ini mungkin menyarankan mekanisme efektifitas yang potensial di
armamentarium malnutrisi (mis., menurunkan angka pneumonia bakteri dan diare dehidrasi di
anak immunocompromised).
Anak-anak yang terdaftar dalam penelitian ini tidak mengalami komplikasi berat kekurangan
gizi akut, seperti halnya sebagian besar kekurangan gizi anak-anak yang datang untuk dirawat,
21
di mana mereka semua menunjukkan nafsu makan yang baik saat pendaftaran dan tidak ada
tanda-tanda klinis sepsis. Proporsi kecil anak-anak yang tidak memenuhi kriteria dipindahkan
ke perawatan rawat inap. Mukosa pertahanan (baik pernapasan dan usus) diketahui
dikompromikan dalam pengaturan terbatas sumber daya seperti Malawi, 32terutama di antara
anak-anak yang kekurangan gizi.33,34 Studi tentang bakteremia pada anak dengan malnutrisi11
menunjukkan infeksi bakteri invasif yang parah disebabkan oleh permukaan mukosa yang
terganggu ini. Jadi, meskipun anak-anak ini tidak secara spesifik menunjukkan tanda-tanda
sepsis pada saat pendaftaran, antibiotik efektif dalam menurunkan risiko komplikasi ini akan
berkembang selama perawatan nutrisi. Meskipun ancaman semakin meningkat,resistensi
antimikroba di negara berkembang35-38 tidak bisa diabaikan dan contoh bakteri yang sangat
resisten telah diamati pada anak-anak kurang gizi, 39 kami percaya penggunaan rutin antibiotik
patut dipertimbangkan secara serius karena diamati manfaat pemulihan dan gizi penurunan
risiko kematian pada populasi berisiko tinggi.
Hasil kami menunjukkan bahwa anak-anak malnutrisi akut tanpa komplikasi parah yang
memenuhi syarat untuk terapi rawat jalan4 tetap beresiko untuk infeksi bakteri parah dan bahwa
pemasukan antibiotik secara rutin sebagai bagian dari terapi nutrisi mereka tetap diperlukan.
Penelitian prospektif, acak, doubleblind, studi terkontrol plasebo menggantikan studi
sebelumnya beruoa studi retrospektif, studi yang tidak terkontrol, 19 yang tidak menunjukkan
manfaat terapi amoksisilin rutin. Hasil penelitian itu sepertinya dikacaukan oleh banyak /
besarnya perbedaan karakteristik dasar antara anak-anak yang menerima antibiotik dan mereka
yang tidak dan mungkin juga dikacaukan oleh faktor-faktor lain yang tidak didata dalam
implementasi protokol pemberian makan terapeutik antara kedua kelompok. Diperlukan studi
lebih lanjut mengevaluasi hasil jangka panjang dari penggunaan antibiotik rutin di anak dengan
malnutrisi akut berat tanpa komplikasi dan untuk menentukan apakah populasi sasaran berisiko
tinggi dapat didefinisikan dengan lebih baik.
Daftar Pustaka
References
1. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, et al. Maternal and child undernutrition: global and regional
exposures and health consequences.Lancet 2008;371:243-60.
2. Bhutta ZA, Ahmed T, Black RE, et al. What works? Interventions for maternal and child
undernutrition and survival. Lancet 2008;371:417-40.
3. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and other senior health workers.
Geneva: World Health Organization, 1999.
4. Community-based management of severe acute malnutrition: a joint statement of the World Health
Organization, World Food Programme, the United Nations System Standing Committee on Nutrition,
and the
United Nations Children’s Fund. Geneva: World Health Organization, 2007.
5. Ciliberto MA, Sandige H, Ndekha MJ, et al. Comparison of homebased therapy with ready-to-use
therapeutic food with standard therapy in the treatment of malnourished Malawian children: a
controlled,
clinical effectiveness trial. Am J Clin Nutr 2005;81:864-70.
6. Friedland IR. Bacteraemia in severely malnourished children. Ann Trop Paediatr 1992;12:433-40.
7. Johnson AW, Osinusi K, Aderele WI, Adeyemi-Doro FA. Bacterial aetiology of acute lower
respiratory infections in preschool Nigerian children and comparative predictive features of bacteraemic
and nonbacteraemic illnesses. J Trop Pediatr 1993;39:97-106.
8. Wolf BH, Ikeogu MO, Vos ET. Effect of nutritional and HIV status on bacteraemia in Zimbabwean
children who died at home. Eur J Pediatr 1995;154:299-303.
9. Archibald LK, Kazembe PN, Nwanyanwu O, Mwansambo C, Reller LB, Jarvis WR. Epidemiology
of bloodstream infections in a bacilli Calmette-Guérin-vaccinated pediatric population in Malawi. J
Infect
Dis 2003;188:202-8.
10. Norton EB, Archibald LK, Nwanyanwu OC, et al. Clinical predictors of bloodstream infections and
mortality in hospitalized Malawian children. Pediatr Infect Dis J 2004;23:145-51.
11. Berkley JA, Lowe BS, Mwangi I, et al. Bacteremia among children admitted to a rural hospital in
Kenya. N Engl J Med 2005;352:39-47.
12. Babirekere-Iriso E, Musoke P, Kekitiinwa A. Bacteraemia in severely malnourished children in an
HIV-endemic setting. Ann Trop Paediatr 2006;26:319-28.
13. Bachou H, Tylleskär T, Kaddu- Mulindwa DH, Tumwine JK. Bacteraemia among severely
malnourished children infected and uninfected with the human immunodeficiency virus-1 in Kampala,
Uganda. BMC Infect Dis 2006;6:160.
14. Maitland K, Berkley JA, Shebbe M, Peshu N, English M, Newton CR. Children with severe
malnutrition: can those at highest risk of death be identified with the WHO protocol? PLoS Med
2006;3(12):e500.
15. Sigaúque B, Roca A, Mandomando I, et al. Community-acquired bacteremia among children
admitted to a rural hospital in Mozambique. Pediatr Infect Dis J 2009;28:108-13.
16. Nathoo KJ, Chigonde S, Nhembe M, Ali MH, Mason PR. Community-acquired bacteremia in
human immunodeficiency virus-infected children in Harare, Zimbabwe. Pediatr Infect Dis J
1996;15:1092-7.
17. Bahwere P, Levy J, Hennart P, et al. Community-acquired bacteremia among hospitalized children
in rural central Africa. Int J Infect Dis 2001;5:180-8.
18. Lazzerini M, Tickell D. Antibiotics in severely malnourished children: systematic review of
efficacy, safety and pharmacokinetics. Bull World Health Organ 2011; 89:594-607.
19. Trehan I, Amthor RE, Maleta K, Manary MJ. Evaluation of the routine use of amoxicillin as part of
the home-based treatment of severe acute malnutrition. Trop Med Int Health 2010;15:1022-8.
20. Collins S, Dent N, Binns P, Bahwere P, Sadler K, Hallam A. Management of severe acute
malnutrition in children. Lancet 2006;368:1992-2000.
21. Manary MJ, Sandige HL. Management of acute moderate and severe childhood malnutrition. BMJ
2008;337:a2180.
22. Lin CA, Boslaugh S, Ciliberto HM, et al. A prospective assessment of food and nutrient intake in a
population of Malawian children at risk for kwashiorkor. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2007;44:487-93.
23. United Nation Children’s Fund (UNICEF). The state of the world’s children 2011. New York:
United Nations Children’s Fund, 2011 (http:// www.unicef .org/sowc2011/).
24. WHO child growth standards and the identification of severe acute malnutrition in infants and
children. Geneva: World Health Organization, 2009.
25. Manary MJ. Local production and provision of ready-to-use therapeutic food (RUTF) spread for
the treatment of severe childhood malnutrition. Food Nutr Bull 2006;27:Suppl:S83-S89.
26. Linneman Z, Matilsky D, Ndekha M, Manary MJ, Maleta K, Manary MJ. A largescale operational
study of home-based therapy with readyto- use therapeutic food in childhood malnutrition in Malawi.
Matern
Child Nutr 2007;3:206-15.
27. Gross R, Webb P. Wasting time for wasted children: severe child undernutrition must be resolved
in non-emergency settings. Lancet 2006;367:1209-11.
28. Heikens GT, Bunn J, Amadi B, et al. Case management of HIVinfected severely malnourished
children: challenges in the area of highest prevalence. Lancet 2008;371:1305-7.
29. Trehan I, O’Hare BA, Phiri A, Heikens GT. Challenges in the management of HIV-infected
malnourished children in sub-Saharan Africa. AIDS Res Treat 2012; 2012:790786.
30. Amthor RE, Cole SM, Manary MJ. The use of home-based therapy with ready-touse therapeutic
food to treat malnutrition in a rural area during a food crisis. J Am Diet Assoc 2009;109:464-7.
31. Oakley E, Reinking J, Sandige H, et al. A ready-to-use therapeutic food containing 10% milk is less
effective than one with 25% milk in the treatment of severely malnourished children. J Nutr 2010;140:
2248-52.
32. Glennie SJ, Williams NA, Heyderman RS. Mucosal immunity in resource-limited setting: is the
battle ground different? Trends Microbiol 2010;18:487-93.
33. Behrens RH, Lunn PG, Northrop CA, Hanlon PW, Neale G. Factors affecting the integrity of the
intestinal mucosa of Gambian children. Am J Clin Nutr 1987; 45:1433-41.
34. Brewster DR, Manary MJ, Menzies IS, O’Loughlin EV, Henry RL. Intestinal permeability in
kwashiorkor. Arch Dis Child 1997;76:236-41.
35. Okeke IN, Aboderin OA, Byarugaba DK, Ojo KK, Opintan JA. Growing problem of multidrug-
resistant enteric pathogens in Africa. Emerg Infect Dis 2007;13: 1640-6.
36. Reddy EA, Shaw AV, Crump JA. Community- acquired bloodstream infections in Africa: a
systematic review and metaanalysis. Lancet Infect Dis 2010;10:417- 32
37. Mandomando I, Sigaúque B, Morais L, et al. Antimicrobial drug resistance trends of bacteremia
isolates in a rural hospital in southern Mozambique. Am J Trop Med Hyg 2010;83:152-7.
38. Ashley EA, Lubell Y, White NJ, Turner P. Antimicrobial susceptibility of bacterial isolates from
community acquired infections in sub-Saharan Africa and Asian low and middle income countries. Trop
Med Int Health 2011;16:1167-79.
39. Woerther PL, Angebault C, Jacquier H, et al. Massive increase, spread, and exchange of extended
spectrum β-lactamase- encoding genes among intestinal Enterobacteriaceae in hospitalized children
with severe acute malnutrition in Niger. Clin Infect Dis 2011;53:677-85.
Copyright © 2013 Massachusetts Medical Society.
Lampiran:
Tabel 1
Tabel 2:
Tabel 3:
Tabel 4

Gambar 1

Anda mungkin juga menyukai