Anda di halaman 1dari 14

Perdarahan varises gastro-esofagus, merupakan salah satu komplikasi terbanyak dan hipertensi portal

akibat sirosis, terjadi sekitar 10-30 % seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan
varises sendiri terjadi pada 25-35 % pasien sirosis. Perdarahan ini sering disertai dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi dibanding dengan penyebab perdarahan saluran cerna
yang lain, demikian pula dengan biaya perawatan di rumah sakit yang lebih tinggi. Perdarahan pertama
biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi, bisa sampai 30 %, sementara 70 % dari pasien yang
selamat (survivor) akan mengalami perdarahan ulang setelah perdarahan yang pertama tersebut. Selain
itu, ketahanan hidup selama 1 tahun setelah perdarahan varises biasanya rendah (32 — 80 %).

Selama 3 dekade terakhir ini, pengobatan pasien hipertensi portal telah mengalami kemajuan yang
cukup pesat, dengan tersedianya makin banyak pilihan pengobatan, baik bagi pasien yang belum
maupun yang sudah pernah mengalami perdarahan varises esofagus; demikian pula untuk pengobatan
pada saat perdarahan akut, maupun untuk pengobatan jangka panjang guna mencegah perdarahan
ulang (Tabel 1 dan 2). Seperti kita maklumi, selama bertahun-tahun sebelumnya, pengobatan pertama
perdarahan aktif varises esofagus yang kita kenal hanya terdiri atas pemberian infus vasopressin dan
pemasangan balon tamponade Sengstaken-Blakemore tube 3 (SB tube). Ini menyebabkan angka
kematian penderita dengan perdarahan varises esofagus pada saat itu sangat tinggi, rata-rata di atas
40% (Tabel 3).

Baru sekitar tahun 1970, setelah ditemukannya preparat vasopresor baru, somatostatin dan analognya
pada tahun 1978, pengobatan perdarahan varises esofagus mengalami perubahan revolusioner. Temuan
ini kemudian disusul dengan penggunaan endoskopi untuk pengobatan skleroterapi endoskopik (STE)
sekitar tahun 1973, dan ligasi varises endoskopik (LVE) secara rutin mulai tahun 1986.

Di Indonesia, sirosis hati masih tetap merupakan penyebab perdarahan saluran cerna yang paling
banyak ditemukan. Frekuensinya bervariasi antara 25 — 82 %, tergantung di daerah mana pemeriksaan
dikerjakan. Dari hasil pemeriksaan endoskopi, perdarahan varises esofagus ditemukan hampir merata di
seluruh Indonesia, dengan frekuensi bervariasi antara 15 - 63 %.

Pengobatan pasien dengan perdarahan varises gastro-esofagus meliputi: prevensi terhadap serangan
perdarahan pertama (primary prophylaxis), mengatasi perdarahan aktif, dan prevensi perdarahan ulang
setelah perdarahan pertama terjadi (secondary prophylaxis). Selama beberapa dekade terakhir, banyak
modalitas pengobatan baru dan yang menarik telah ditemukan untuk perdarahan varises ini.

Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya
penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardiopulmoner, transfusi, pengobatan
terhadap perdarahannya sendiri, dan pencegahan terhadap komplikasi.
Diagnosis Perdarahan Varises Esofagus

Pasien dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa: hematemesis,
hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah, dan anemia. Namun harus dipahami bahwa
adanya tanda-tanda yang khas sirosis hati, dengan demikian ada dugaan hipertensi portal, tidak
otomatis menyingkirkan sumber perdarahan lain. Hampir 50% pasien dengan hipertensi portal
mengalami perdarahan non-varises. Beberapa di antaranya disebabkan oleh gastropati hipertensi portal,
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan portal, namun sebagian besar tidak berhubungan
dengan peningkatan tekanan portal. Karena itu pasien-pasien ini membutuhkan pemeriksaan endoskopi
yang segera, untuk menetapkan diagnosis yang pasti, sehingga pengobatan yang adekuat dapat segera
diberikan. Sebelum endoskopi, dilakukan pemasangan pipa nasogastrik, dianjurkan dengan ukuran >30F,
untuk aspirasi dan pencucian lambung. Tidak terdapat bukti bahwa pemasangan pipa ini meningkatkan
risiko pada pasien yang mengalami perdarahan varises. Cara ini selain memberi keuntungan untuk
mengetahui apakah perdarahan masih aktif, juga dapat digunakan untuk membersihkan lambung,
sehingga endoskopi dapat dilakukan lebih efektif.

Dalam Konsensus Baveno I (1990), disebutkan bahwa untuk diagnosis perdarahan varises mutlak
dibutuhkan pemeriksaan endoskopi secepat mungkin. Untuk itu perlu dicatat waktu pemeriksaan
endoskopi (tanggal dan jam pemeriksaan) dalam setiap laporan. Sebagai batasan perdarahan aktif
disebutkan bila tampak ada perdarahan pada saat pemeriksaan endoskopi (oozing atau spurting),
Sebagai tanda bekas perdarahan baru (recent bleeding), dipakai tanda papil putih (white nipple). Sedang
bila terdapat bekuan darah, harus dibersihkan dengan pengyemprotan (wash). Diagnosis perdarahan
varises tanpa sumber perdarahan lain, dapat digunakan bila ditemukan darah dalam lambung dan/atau
endoskopi dikerjakan dalam waktu 24 jam.

Secara endoskopi batasan perdarahan varises adalah : perdarahan dari varises esofagus atau lambung
yang tampak pada saat pemeriksaan endoskopi, atau ditemukan adanya varises esofagus yang besar
dengan darah di lambung tanpa adanya penyebab perdarahan yang lain. Perdarahan disebut bermakna
secara klinik bila kebutuhan transfusi darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak pasien masuk
rumah sakit, disertai dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg, atau penurunan tekanan
darah lebih dari 20 mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat
masuk rumah sakit.

Sesuai dengan konsensus Baveno (I sampai III) maupun Inggris (UK consensus), untuk menilai beratnya
Sirosis, dapat digunakan skor Child-Pugh (Tabel 4).

Menurut sistem skor di atas, kelas A Child-Pugh sesuai dengan skor 6 atau kurang, Kelas B = skor 7 -9
kelas C = 10 atau lebih.
Pasien dari kelas A, biasanya meninggal akibat efek perdarahannya sendiri, sementara pasien dengan
kelas C, kebanyakan akibat penyakit dasarnya. (Rekomendasi kuat tingkat AI)

Untuk menilai derajat besarnya varises, baik konsensus Inggris maupun Baveno I-1990 sampai dengan
III-2000 semuanya menganjurkan pemakaian cara yang paling sederhana, yaitu membagi menjadi 3
tingkatan (Tabel 5)

Dari Konsensus Baveno II-l995, telah disepakati bahwa pada semua pasien Sirosis hati seyogyanya secara
rutin diperiksa ada tidaknya hipertensi portal, dengan pemeriksaan endoskopi dan USG (sebaiknya
dengan doppler), terutama pada pasien yang belum pernah mengalami perdarahan SMBA. Sarana
diagnosis yang lain seperti: pengukuran tekanan varises dengan cara langsung, angiografi, dan MRI,
hanya dianjurkan untuk keperluan penelitian saja. Dalam Konsensus Baveno II ini ada beberapa
kesepakatan baru yang dibuat, antara lain: perdarahan varises baru berarti secara klinik bila memenuhi
persyaratan membutuhkan minimal 2 unit darah dalam waktu 24 jam. Sedang perdarahan ulang terjadi
bila timbul hematemesis dan atau melena baru, setelah 24 jam keadaan umum pasien stabil (tensi, nadi,
Hb, PCV) pasca perdarahan akut.

Konsensus Baveno III-2000 (41) menyebutkan bahwa diagnosis klinik hipertensi portal (CSPH = clinical
significant of portal hypertension), dapat ditegakkan berdasarkan :

° Meningkatnya gradien tekanan portal di atas batas sekitar 10 mmHg.

Adanya varises, perdarahan varises, dan/atau asites, dapat dipakai sebagai dasar adanya hipertensi
portal secara klinik (CSPH).

Selain itu, semua pasien sirosis seyogyanya dilakukan skrining secara rutin untuk mengetahui adanya
varises pada saat diagnosis awal sirosis dibuat. Pemeriksaan ulang untuk setiap pasien yang dengan atau
tanpa tanda-tanda klinik hipertensi portal (CSPH) dapat dilakukan seperti berikut :

Pada pasien dengan sirosis kompensata tanpa varises, pemeriksaan endoskopi dapat diulangi setiap 2 - 3
tahun, untuk mengetahui kapan varises mulai timbul.

° Pada pasien dengan sirosis kompensata dengan varises kecil, endoskopi dapat diulangi setiap 1 - 2
tahun, untuk mengetahui progresivitas pembesaran varises.

Untuk diagnosis perdarahan akut akibat gastropati hipertensi portal (GHP), dibutuhkan pembuktian
secara endoskopik adanya lesi yang berdarah aktif. Bila ditemukan varises csofagus atau lambung,
endoskopi dapat diulangi dalam waktu 12-24 jam. Untuk klasifikasi GHP, Konsensus Baveno II sepakat
untuk menggunakan sistem skoring seperti dalam tabel 6. Kriteria untuk menetapkan perdarahan kronik
akibat GHP, adalah adanya fecal blood loss, penurunan Hb > 2 gram% dalam 3 bulan, dan saturasi
transferin yang rendah, disertai adanya GHP pada pemeriksaan endoskopi, tanpa adanya kolopati,
duodenopati, supresi sumsum tulang, penyakit ginjal kronik, maupun pemakaian obat-obat antiinflamasi
(OAIN).

FAKTOR RISIKO PADA PERDARAHAN PERTAMA

Faktor-faktor predisposisi dan yang memacu terjadinya perdarahan varises, sampai saat ini masih tetap
belum jelas. Dugaan bahwa esofagitis dapat memacu terjadinya perdarahan varises telah diabaikan.
Pada saat ini faktor- faktor paling penting yang dianggap bertanggung jawab adalah: 1). Tekanan dalam
varises; 2). Ukuran varises; 3). Tekanan di dinding varises, dan; 4). Beratnya penyakit hati.

Pada sebagian besar kasus, tekanan portal yang merefleksikan (menunjukkan) tekanan intravarises, dan
gradien tekanan vena hepatika (HVPG = hepatic venous pressure gradient) lebih besar dari 12 mmHg,
dibutuhkan untuk terjadinya perdarahan varises esofagus; namun tidak ditemukan hubungan lurus
antara beratnya hipertensi portal dan risiko terjadinya perdarahan varises. Gradien tekanan vena
hepatika (HPVG) menunjukkan tendensi lebih tinggi pada pasien yang mengalami perdarahan, demikian
pula pasien yang mempunyai varises yang lebih besar. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan
bahwa risiko perdarahan varises meningkat dengan makin besarnya ukuran varises.

Dengan menggunakan model in vitro, Polio dan Groszmann menunjukkan bahwa pecahnya varises
berhubungan dengan tegangan (tension) pada dinding varises. Tegangan ini tergantung pada radius
varises. Pada model ini, meningkatnya ukuran varises dan mengurangnya tebal dinding varises,
menyebabkan varises pecah.

Gambaran endoskopi, seperti bintik kemerahan (red spots) dan tanda wale, pertama kali dikemukakan
oleh Dagradi. Kedua tanda ini digambarkan sebagai sangat penting dalam meramalkan terjadinya
perdarahan varises. Dalam penelitian retrospektif di Jepang (The Japanese Research Society for Portal
Hypertension), Beppu dan kawan-kawan menunjukkan bahwa 80% pasien yang mempunya varises
kebiruan (blue varices) atau bintik kemerahan (cherry red spots) ternyata mengalami perdarahan
varises. Hal itu menimbulkan dugaan bahwa keduanya merupakan prediktor penting untuk terjadinya
perdarahan varises esofagus pada Sirosis.

Kedua penelitian ini - The North Italian Endoscopic Club (NIEC) dan data dari Jepang menunjukkan
bahwa risiko perdarahan tergantung pada 3 faktor : 1). Beratnya penyakit hati (diukur dengan klasifikasi
Child); 2). Ukuran varises, dan; 3). Tanda kemerahan (red wale markings).
Penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa gradien tekanan vena hepatika (HVPG) dan tekanan
intravarises juga merupakan prediktor independen untuk timbulnya perdarahan varises yang pertama.

Sebagai ringkasan, 2 faktor terpenting (utama) yang menentukan risiko perdarahan varises adalah :
beratnya penyakit hati dan ukuran varises. Pengukuran gradien tekanan vena hepatika (HPVG) berguna
sebagai petunjuk untuk seleksi pasien, guna menentukan cara pengobatan dan responsnya terhadap
terapi.

PROGNOSIS PERDARAHAN VARISES AKUT

Angka kematian rata-rata pada serangan perdarahan pertama pada sebagian besar penelitian
menunjukkan sekitar 50%. Angka kematian ini berhubungan erat dengan beratnya penyakit hati. Dalam
pengamatan rata-rata selama 1 tahun, angka kematian rata-rata akibat perdarahan varises berikutnya
adalah sebesar 5 % pada pasien dengan Child kelas A, 25 % pada Child kelas B, dan 50 % pada Child kelas
C. Walaupun kreatinin serum dapat dipakai sebagai prediktor ketahanan hidup secara menyeluruh pada
beberapa penelitian, klasifikasi Child masih dianggap lebih superior dibanding prediktor-prediktor lain,
dalam menentukan mortalitas dalam 6 minggu atau 30 hari setelah perdarahan pertama.

Vinel dan kawan-kawan menunjukkan bahwa HVPG dapat dipakai sebagai prediktor ketahanan hidup,
bila diukur 2 minggu setelah perdarahan akut. Masih belum jelas, apakah perdarahan aktif pada saat
pemeriksaan endoskopi dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas. Namun perdarahan aktif pada saat
endoskopi ini dapat dipakai sebagai prediktor terjadinya perdarahan ulang yang lebih awal. Risiko
kematian menurun dengan cepat sesudah perawatan di rumah sakit, demikian pula risiko kematian ini
menjadi konstan sekitar 6 minggu setelah perdarahan.

Indeks hati (Tabel 7) juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis
melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien yang
mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0-2), angka kematian antara 0-16 %, sementara yang
mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3-8) angka kematian antara 18-40 %.

PROFILAKSIS PRIMER (PRIMARY PROPHYLAXIS)

Karena 30-50% pasien dengan hipertensi portal akan mengalami perdarahan dari varises, dan sekitar 50
% akan meninggal akibat efek perdarahan pertama, tampaknya sangat rasional untuk membuat
panduan pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya varises, juga perdarahan varises. Namun
sebagian besar penelitian yang dipublikasi tidak mempunyai cukup data untuk menunjukkan cara
pengobatan mana yang paling efektif.
Bedah pintasan profilaksis telah banyak dicoba dengan cara acak, penelitian dengan metaanalisis
menunjukkan keuntungan yang bermakna dalam menekan perdarahan varises, tetapi ternyata juga
menunjukkan peningkatan risiko terjadinya ensefalopati hepatik dan mortalitas pada pasien yang
dilakukan operasi pintasan. Inokuchi dan kawan-kawan berhasil menunjukkan penurunan yang
bermakna dalam perdarahan varises dan mortalitas pada pasien yang mendapat pengobatan dengan
berbagai macam prosedur devaskularisasi. Namun ada sejumlah masalah yang berhubungan dengan
interpretasi penelitian ini, karena tiap-tiap senter (ada 22 pusat penelitian) ternyata menggunakan
teknik devaskularisasi yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini masih membutuhkan konfirmasi lebih
jauh.

Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan varises masih tetap
propanolol, yang terbukti dapat menurunkan gradien tekanan portal, menurunkan aliran darah vena
azigos, dan juga tekanan varises. Efek ini disebabkan karena vasokonstriksi splanknik dan penurunan
volume semenit. Hasil metaanalisis menunjukkan bahwa risiko perdarahan lebih rendah secara
bermakna, namun untuk angka kematian hanya berbeda sedikit. Perhatian terhadap pemakaian
vasodilator, seperti isosorbid mononitrat tumbuh karena dalam penelitian terbukti bahan ini dapat
menekan tekanan portal sama efektifnya dengan propanolol. Kombinasi nadolol dan isosorbid
mononitrat telah dibandingkan dengan nadolol sebagai obat tunggal, dalam penelitian acak terkontrol.
Ternyata terapi kombinasi dapat menekan frekuensi perdarahan secara bermakna, tetapi tidak berbeda
dalam angka kematian pasien.

Terdapat bukti-bukti yang kuat bahwa penurunan denyut nadi istirahat sebesar 25 % dengan
penghambat beta (propanolol, atenolol, atau nadolol) dapat mencegah perdarahan pertama, karena
penurunan ini berhubungan langsung dengan penurunan tekanan portal. Isosorbide- S-mononitrate 2 x
40 mg, dalam penelitian yang belum terlalu banyak, efektif juga untuk mencegah perdarahan yang
pertama. Masih dibutuhkan metodologi penelitian yang lebih baik untuk menetapkan siapa saja yang
mempunyai risiko yang paling tinggi untuk berdarah, sehingga dengan demikian dapat diketahui siapa
saja yang paling diuntungkan untuk pengobatan profilaksis. Metodologi yang lebih baik juga dibutuhkan
untuk menetapkan obat mana yang efektif untuk menurunkan tekanan portal.

Endoskopi juga telah dipakai sebagai salah satu teknik untuk mencegah perdarahan varises. Sklero
Terapi Endoskopi (STE) telah dipakai sejak beberapa tahun untuk pengobatan perdarahan varises,
namun akhir-akhir ini tidak dianjurkan lagi sebagai pengobatan profilaksis karena kurang efektif. Ligasi
varises endoskopi (LVE) mungkin bermanfaat untuk pengelolaan perdarahan varises akut, tetapi untuk
pengobatan profilaktik masih belum banyak dipakai, sehingga efektivitasnya juga masih perlu
dibuktikan.
Pada saat ini skleroterapi endoskopi (STE) belum dapat direkomendasi sebagai terapi profilaksis untuk
perdarahan varises pada pasien sirosis. Sarin dan kawan-kawan membandingkan terapi ligasi varises
(LVE) dengan tanpa terapi aktif dengan cara acak, dan hasilnya menunjukkan terjadi penurunan secara
bermakna perdarahan varises pada pasien yang mendapat pengobatan LVE. Sementara angka kematian
tidak berbeda. Penelitian selanjutnya yang menyangkut 120 pasien, menunjukkan hasil yang sama. LVE
juga telah dibandingkan dengan propanolol dalam penelitian secara acak, hasilnya menunjukkan bahwa
LVE dapat menekan frekuensi perdarahan pertama, namun tidak mempengaruhi angka kematian.

Sesuai dengan rekomendasi Inggris, juga rekomendasi Baveno III-2000, metode profilaksis primer yang
paling baik dan efektif adalah :

° Terapi farmakologi dengan propranolol merupakan modalitas terapi terbaik yang ada pada saat ini.
(Rekomendasi tingkat AI.)

Tujuan pengobatan dengan propanolol : Menurunkan gradien tekanan vena hepatika (HVPG = hepatic
venous pressure gradient) menjadi kurang dari 12 mmHg. (Rekomendasi tingkat AI).

Dosis: Mulai dengan dosis 2 x 40 mg, dinaikkan hingga 2 x 80 mg bila perlu. Pemakaian long acting
propanolol dalam dosis 80 atau 160 mg dapat dipakai untuk memperbaiki ketaatan pasien.
(Rekomendasi tingkat AI).

Pada kasus di mana terdapat kontraindikasi atau terjadi intoleransi tehadap propanolol, pengobatan LVE
merupakan pilihan utama (Rekomendasi tingkat AI).

Dalam situasi di mana baik propanolol maupun LVE tidak dapat digunakan, isosorbide mononitrate
dapat dipakai sebagai obat pilihan utama (2 x 20 mg). (Rekomendasi tingkat BI.)

1. Siapa yang harus dilakukan surveilans untuk perdarahan varises ?

° Semua pasien dengan sirosis sebaiknya dikerjakan endoskopi pada saat diagnosis dibuat.
(Rekomendasi tingkat CI).

2. Berapa kali pasien sirosis harus di endoskopi ?

° Bila pada saat endoskopi pertama tidak ditemukan varises, pasien sirosis harus dilakukan endoskopi
berkala dengan jarak 3 tahun sekali. (Rekomendasi tingkat AII).

° Bila ditemukan varises kecil pada saat diagnosis dibuat, pasien harus dilakukan endoskopi berkala
setiap tahun sekali. (Rekomendasi grade aii).

3.Pasien sirosis mana yang harus diberi profilaksis primer ?

- Bila dibuat diagnosis varises tingkat 3, pasien harus mendapat profilaksis primer, tanpa melihat
beratnya gangguan faal hati pasien (Rekomendasi tingkat AI).

- Bila pasien mempunyai varises tingkat 2, dengan gangguan faal hati Child kelas B atau C, mereka harus
mendapat profilaksis primer. (Rekomendasi tingkat BI).
PENATALAKSANAAN AWAL (INITIAL MANAGEMENT)

Langkah pertama yang paling penting dalam pengelolaan perdarahan varises akut adalah segera mulai
resusitasi dan proteksi jalan napas untuk mencegah terjadinya aspirasi. Endoskopi dini dapat
mengevaluasi saluran cerna bagian atas secara lebih akurat untuk membuat diagnosis sumber
perdarahan, serta menentukan pengobatan secara tepat. Di negara-negara maju, setiap pasien dengan
perdarahan akut saluran makan bagian atas (SMBA), terutama perdarahan varises, dianjurkan diawasi di
rumah sakit, bila perlu di ruangan perawatan intensif, walaupun perdarahan tampaknya ringan. Bila ada
Tim Hipertensi Portal, sebaiknya Tim tersebut telah dilibatkan sejak awal perawatan pasien. Setelah
keadaan umum pasien stabil, segera dilakukan pemeriksaan endoskopi darurat untuk menetapkan
penyebab perdarahan dan menentukan pengobatan yang tepat.

Konsensus Baveno III-2000 (41) merekomendasikan bahwa pemberian darah harus dikerjakan secara
hati-hati dan lebih konsematif, dengan menggunakan sel darah yang dipadatkan (PRC = packed red cell),
cukup untuk mempertahankan hematokrit antara 25 — 30 %, dan pemberian cairan pengganti plasma
(plasma expander) untuk mempertahankan hemodinamik yang stabil. Mengenai pemberian obat-obat
koagulopati dan pengobatan terhadap trombositopeni, masih diperlukan data yang lebih banyak.
Adanya infeksi harus dipertimbangkan pada semua pasien. Karena itu pemberian antibiotika profilaksis
seyogyanya dilakukan sebagai bagian pengobatan rutin untuk semua pasien pada saat masuk rumah
sakit.

Intervensi awal untuk setiap pasien dengan perdarahan akut adalah pemasangan akses intravena yang
baik, selanjutnya mulai dengan penggantian volume darah yang hilang (volume replacement). Hampir
pada semua pasien, tindakan ini dapat dimulai dengan cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah.
Bila pasien masih berdarah aktif, dan diketahui kemungkinan besar ada hipertensi portal, vasopressin
atau octreotide dapat diberikan dalam dosis empirik sebagai usaha untuk menurunkan tekanan portal
dengan cepat. Dengan demikian dapat menurunkan risiko atau menghentikan perdarahannya.
Vasopressin diberikan dalam dosis 0.1-1.0 unit/menit, meskipun dosis di atas 0.6 unit/menit masih
diragukan efektifitasnya. Obat ini dapat menimbulkan vasokonstriksi bermakna, yang dapat
menyebabkan iskemi atau nekrosis organ. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner atau
penyakit pembuluh darah perifer, merupakan kontraindikasi pemberian obat ini. Pemberian nitrogliserin
intravena dalam dosis 0.3 mg/menit, atau secara sublingual, maupun transdermal (patch) dapat
ditambahkan pada vasopressin untuk menurunkan risiko terhadap komplikasi pada jantung dan
pembuluh darah. Octreotide (analog sintetik dari somatostatin) dapat menurunkan tekanan portal tanpa
menimbulkan efek samping seperti pada vasopressin. Penelitian menunjukkan bahwa dosis efektif
octreotide adalah 25-200 mcg/jam secara intravena, dengan atau tanpa didahului bolus 50 - 100 mcg.
Plasma segar beku (FFP = fresh frozen plasma) dapat diberikan pada pasien yang terus berdarah yang
menunjukkan PPT yang memanjang. Demikian pula tombosit (TC = thrombocyte concentrate) dapat
diberikan bila trombosit < 50,000/ml dan perdarahan masih berlangsung.
Pasien dengan ensefalopati, intoksikasi, atau gangguan mental/kesadaran yang lain, perlu dilakukan
pemasangan intubasi endotrakheal sebelum pemeriksaan endoskopi, atau prosedur invasif lain, karena
risiko aspirasi cukup tinggi. Setiap pasien dengan perdarahan varises mempunyai tambahan risiko tinggi
untuk mengalami efek samping yang lebih berat, bila terjadi komplikasi seperti aspirasi pneumonia atau
infeksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sirosis yang mengalami perdarahan,
menunjukkan perbaikan perjalanan klinik dengan pemberian antibiotika profilaksis (amoksisilin-asam
klavulanik dan siprofloksasin).

PENGOBATAN DEFINITIF (DEFINITIVE THERAPY)

Pipa Sengstaken-Blakemore (SB tube) dengan modifikasi Minnesota (dengan penambahan lubang
aspirator di atas balon esofagus) dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan varises esofagus atau
varises lambung di daerah proksimal, namun harus dipastikan dulu sumber perdarahannya. SB tube
harus dipasang secara tepat dan dengan pengawasan (monitoring) yang ketat, karena risiko
kemungkinan terjadinya komplikasi yang sedang sampai berat. Pada umumnya dianjurkan untuk
melakukan inflasi balon esofagus maupun lambung pada awalnya, dan segera dilakukan deflasi dalam
waktu 12 - 24 jam, untuk menghindari kerusakan mukosa. Sekali balon dikempeskan, dianjurkan untuk
segera dilakukan pengobatan lanjutan untuk mencegah perdarahan ulang, karena perdarahan ulang
setelah pengempesan SB tube terjadi sekitar 80 % atau lebih. Beberapa pengobatan definitif termasuk
antara lain : terapi endoskopi (STE atau LVE), embolisasi transhepatik atau transmesenterik
(minilaparotomi), operasi (pintasan/shunt, ligasi, devaskularisasi), Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunts (TIPS), atau orthotopic liver transplantation (OLT).

Terapi definitif awal yang terpilih adalah STE atau LVE. Baik penyuntikan bahan sklerosan (1.5% sodium
tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleate) dan pemasangan ligator pada varises esofagus, terbukti
dapat mencegah perdarahan ulang varises dan memperpanjang ketahanan hidup pasien (survival).
Untuk mencapai tujuan ini, pasien harus diterapi secara berkala dan teratur, dengan pengobatan awal
selanjutnya dengan interval 1-2 minggu sampai varises dapat dieradikasi. Makin cepat eradikasi tercapai,
makin baik hasil prevensi perdarahannya. Sayangnya, STE mempunyai banyak efek samping seperti :
demam, nyeri dada, mediastinitis, efusi pleura, tukak esofagus yang dalam, perforasi esofagus, dan
striktur). LVE lebih efektif dari pada STE, mempunyai efek samping jauh lebih sedikit, juga menunjukkan
perdarahan ulang yang lebih sedikit serta mortalitas yang lebih baik dibanding STE. Dengan pemakaian
ligator ganda (multiple ligators), pemakaian overtube dapat dikurangi bahkan dihindari, sehingga LVE
menjadi lebih aman dan lebih cepat.

Embolisasi radiologik pada arteri koronaria gastrika dan kolateralnya, yang memberi pasokan pada
varises yang berdarah, dapat menghentikan perdarahan secara efektif. Namun pendekatan transhepatik
menjadi sulit pada hati yang sangat sirotik, keras, dan disertai asites, dan dapat menimbulkan risiko
komplikasi yang sangat tinggi, Pendekatan lewat vena transmesenterik tampaknya dapat mengatasi
masalah ini, namun membutuhkan insisi kecil, yang tetap masih dapat memberi tambahan komplikasi.
Tindakan bedah mempunyai hasil yang sangat bervariasi. Devaskularisasi lambung bagian proksimal dan
esofagus, dengan atau tanpa transeksi esofagus, mempunyai beberapa keuntungan, namun tindakan ini
belum dapat diterima secara luas sebagai tindakan yang aman dan efektif. Pintasan portosistemik
dengan bermacam cara, sangat efektif untuk menghentikan perdarahan, tetapi mempunyai angka
morbiditas dan mortalitas yang bermakna, khususnya pada pasien dengan Child C. Pintasan mesokaval
(H-graft) dan splenorenal distal (Warren) telah dikembangkan untuk menekan angka ensefalopati pasca
pintasan. Meskipun hasilnya cukup lumayan, pada beberapa kasus pintasan ini dapat mengalami
pembuntuan (clotting), sehingga ensefalopati tetap dapat timbul di kemudian hari.

Pengenalan prosedur TIPS menambah perbaikan dan makin banyaknya variasi pilihan pengobatan pada
pasien yang mengalami kegagalan dengan pengobatan endoskopi. Di tangan seorang radiolog yang
handal atau terlatih, kesuksesan prosedur TIPS dapat mencapai 95% kasus. Pintasan ini dapat
menurunkan tekanan portal secara efektif sampai <12 mmHg, sehingga dapat menekan angka
perdarahan ulang cukup tinggi. Pintasan ini juga tetap mempunyai risiko untuk buntu, karena itu perlu di
monitor secara berkala dengan USG atau dengan venografi, pada banyak kasus. Dengan demikian, TIPS
sering dianggap sebagai jembatan emas menuju ke transplantasi hati. Prosedur ini juga dapat digunakan
pada pasien yang bukan kandidat transplantasi, yang menginginkan untuk kembali, untuk manajemen
tindak lanjut. Sayangnya, ensefalopati cukup sering dijumpai pasca TIPS, yang membatasi penggunaan
cara ini, khususnya pada pasien dengan fungsi hati yang jelek. Transplantasi hati masih tetap merupakan
pilihan paling baik untuk pasien dengan perdarahan varises yang tidak terkontrol.

Adanya varises lambung merupakan situasi yang lebih sulit untuk diatasi, karena biasanya tidak mudah
dieradikasi baik dengan STE maupun LVE. STE dengan jumlah sklerosan yang banyak dikatakan sedikit
lebih baik daripada dengan dosis standard, namun hasilnya tetap lebih jelek dibandingkan dengan hasil
pengobatan pada varises esofagus. Kombinasi STE + LVE dilaporkan efektif pada pasien dengan varises
terisolasi di daerah kardia lambung. Pasien-pasien ini membutuhkan pengobatan supresi asam lebih
banyak setelah pemasangan ligator, untuk menghindari dislokasi ligator lebih awal. Penyuntikan bahan
lem atau glue (sianoakrilat) ke dalam varises lambung cukup efektif, tapi bahan ini belum tersedia di AS.
Pasien-pasien seperti ini seyogyanya disiapkan untuk pemasangan pintasan lebih awal, dibanding pasien
dengan perdarahan varises esofagus.

Sesuai dengan rekomendasi Inggris : idealnya pasien dengan perdarahan varises seyogyanya dirawat di
unit dimana tenaga yang ada sudah familiar dengan pengelolaan pasien dan penggunaan semua alat-
alat untuk intervensi secara rutin. (Rekomendasi tingkat CII).

1. Resusitasi

2. Saat Melakukan Endoskopi

- Secepat mungkin begitu hemodinamiknya stabil. (Rekomendasi tingkat BIII).

3. Mengatasi Perdarahan
° LVE (ligasi varises endoskopik) merupakan pilihan pertama. (Rekomendasi tingkat AI) .

° Bila LVE sulit karena perdarahan yang masif dan terus berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan,
STE dapat dikerjakan (Rekomendasi tingkat AI).

- Bila endoskopi tidak memungkinkan, pemberian vasokonstriktor seperti octreotide atau glypressin,
atau pemasangan pipa Sengstaken (dengan pengawasan yang ketat), dapat dikerjakan sambil menunggu
tindakan yang lebih definitif. (Recommendation grade AI).

4. Kegagalan Mengatasi Perdarahan Aktif

- Dalam keadaan di mana perdarahan sulit dikontrol, pipa Sengstaken dapat dipasang, sampai
pengobatan lanjutan seperti terapi endoskopi, TIPSS, atau tindakan bedah dapat dikerjakan.
(Rekomendasi tingkat BI).

- Pada saat ini konsultasi kepada spesialis harus segera dikerjakan, dan bila mungkin juga pemindahan
pasien ke unit spesialis yang lebih pengalaman dalam menangani keadaan seperti ini. (Rekomendasi
tingkat BII).

- Modalitas pengobatan seperti antara lain, intervensi bedah seperti transeksi esofagus atau TIPSS harus
ditetapkan dulu berdasarkan pengalaman serta tersedianya spesialis yang biasa mengerjakan tindakan
tersebut di pusat rujukan yang dituju. (Rekomendasi tingkat BII).

PENGOBATAN JANGKA PANJANG PROFILAKSIS SEKUNDER (SECONDARY PROPHYLAXIS)

Sementara terapi endoskopi secara berkala dapat menimbulkan eradikasi varises, menekan perdarahan
ulang, dan memperbaiki ketahanan hidup (survival) pasien sirosis, tindakan ini khususnya hanya terbatas
pada pasien dengan Child A dan B. Sampai saat ini belum ada satu penelitian pun yang menunjukkan
perbaikan ketahanan hidup pada pasien Child C, bahkan pada beberapa penelitian pengurangan
perdarahan ulangpun tidak terbukti. Demikian pula pada perbandingan endoskopi versus prosedur
pintasan pada pasien Child C. Karena itu sampai saat ini masih belum terbukti secara jelas, dari sekian
banyak variasi pilihan pengobatan, tindakan apa yang paling terpilih, khususnya dalam hal cost
efectivity. Tampaknya pilihan terapi terbaik saat ini masih tergantung pada : tersedianya sarana serta
tenaga terlatih, serta kondisi pasien secara keseluruhan.

Penurunan tekanan portal secara medik (dengan bantuan obat), telah terbukti dapat menurunkan risiko
perdarahan ulang. Tindakan ini dapat dikerjakan dengan pengobatan tunggal atau dengan kombinasi
terapi endoskopi, untuk mendapatkan hasil maksimal dalam hal perbaikan ketahanan hidup dan
mengurangi perdarahan ulang. Penghambat beta merupakan obat yang biasanya digunakan untuk
menurunkan tekanan portal, namun efeknya hanya dapat diperkirakan saja, mengingat tidak ada
tindakan non-invasif yang dapat dipakai untuk mengukur tekanan portal. Tujuan baku yang hendak
dicapai adalah penurunan nadi pada saat istirahat sebesar 25 %, dengan menggunakan propanolol,
atenolol, atau nadolol. Hasil yang lumayan juga telah dibuktikan dengan penggunaan isosorbid-S-
mononitrat (ISMN) 40 mg, 2 kali sehari. Hasilnya mungkin akan lebih baik bila dilakukan kombinasi
antara penghambat beta + isosorbid. Bila varises telah mengalami eradikasi dengan STE atau LVE,
pengobatan medis dapat dihentikan, kecuali terjadi masalah lain, seperti timbulnya portal hypertensive
gastropathy.

Sesuai dengan rekomendasi Inggris, profilaksis sekunder untuk perdarahan varises pada sirosis dapat
dilakukan dengan cara-cara berikut

Ligasi Varises Endoskopik (LVE)

- Setelah perdarahan aktif varises dapat diatasi, varises harus dieradikasi dengan cara endoskopik.
Pilihan pertama adalah LVE. (Rekomendasi tingkat AI).

o Dianjurkan setiap varises diligasi dengan 1 ligator setiap minggu sampai varises menghilang.
(Rekomendasi tingkat BII).

- Pemakaian over tube sebaiknya dihindari karena dapat menambah komplikasi. (Rekomendasi tingkat
BII).

o Setelah varises berhasil dieradikasi, pasien harus tetap diikuti dengan endoskopi berkala setiap 3 bulan
dams bulan. Bila terjadi varises baru, segera dilakukan eradikasi ulang. (Rekomendasi tingkat AII).

Skleroteterapi Endoskopik (STE)

° Bila LVE tidak memungkinkan, STE dapat dikerjakan (Rekomendasi tingkat BI).

° Bahan sklerosan yang dipakai tergantung persediaan yang ada.

° Interval antara pengobatan sama seperti LVE di atas. (Rekomendasi tingkat AII).

Penghambat Beta Non-selektif dengan atau Tanpa Terapi Endoskopik

- Kombinasi STE dengan penghambat beta non-selektif, maupun beta bloker tunggal, dapat digunakan.
Bila yang dipilih yang terakhir, maka sebaiknya dlakukan pemeriksaan pengukuran HVPG, untuk
memastikan bahwa pengobatan tersebut berhasil menurunkan tekanan HVPG di bawah 12 mmHg.
(Rekomendasi tingkat AII).

TIPSS (Tranjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt)

- TIPSS lebih efektif dibanding terapi endoskopik dalam menekan perdarahan ulang varises esofagus,
tetapi tidap dapat memperbaiki ketahanan hidup pasien, dan sering diikuti ensefalopati hepatik.
Tindakan ini hanya dikte akan pada pusat tertentu yang mempunyai faSilitas untuk tindakan
(Rekomendasi tingkat AI).
VARISES LAMBUNG

Khusus untuk varises lambung, rekomendasi Inggris menganjurkan cara-cara pengelolaan sebagai
berikut :

Klasifikasi Varises Lambung

Primer. Varises lambung dapat dideteksi dengan pemeriksaan endoskopi. Sekunder. Varises lambung
yang timbul dalam waktu 2 tahun setelah eradikasi varises esofagus.

Macam-macam (tipe) varises lambung

1. Gastro-oesophageal varices tipe 1 dan 2 (GOV) : varises lambung yang merupakan lanjutan varises
esofagus dan biasanya timbul di daerah kurvatura minor dan fundus.

2. Isolated gastric varices tipe 1 dan 2 (IGV) : varises lambung yang bukan merupakan lanjutan varises
esofagus, dan biasanya timbul di daerah fundus atau di tempat manapun di lambung, termasuk korpus,
antrum, pilorus, dan duodenum. (Rekomendasi tingkat BII).

Pengelolaan Perdarahan Aktif Varises Lambung

Varises Gastro-oesophageal. Pengobatan sama dengan varises esofagus. (Rekomendasi tingkat BII).

Isolated gastric varices (IGC). 1. Pengobatan awal : STE dengan bahan sklerosan khusus : butyl-
cyanoacrylate, atau thrombin. (Rekomendasi tingkat BII), 2. Bila terjadi kegagalan, tamponade balon
Sengstaken- Blakemore. (Rekomendasi tingkat BII) 3. Untuk pengobatan jangka panjang perdarahan
varises : TIPSS atau bedah pintasan. (Rekomendasi tingkat BII.)

KESIMPULAN

Diagnosis hipertensi portal secara klinik (CSPH - clinical significant of portal hypertension) dapat
ditegakkan dengan adanya : varises, perdarahan varises, dan/atau asites. Secara endoskopi batasan
perdarahan varises adalah : perdarahan dari varises esofagus atau lambung yang tampak pada saat
pemeriksaan endoskopi, atau ditemukan adanya varises esofagus yang besar dengan darah di lambung
tanpa adanya penyebab perdarahan yang lain. Pembagian gradasi varises yang paling sederhana yang
dianjurkan saat ini adalah dalam 3 tingkatan : kecil, sedang dan besar. Semua pasien sirosis hati
seyogyanya dilakukan skrining adanya varises pada saat diagnosis sirosis mulai ditegakkan.

Untuk tata laksana medik perdarahan akut varises esofagus, penggunaan obat-obat farmakologik seperti
somatostatin dan analognya (octreotide), serta analog vasopressin (Terlipressin atau Glypressin) dan
vasopressin + nitrogliserin, masih tetap merupakan obat optimal yang menjadi pilihan pertama, sambil
menunggu tindakan yang lebih definitif terapi endoskopik, khususnya ligasi varises esofagus (LVE), telah
diterima secara luas sebagai sarana pengobatan endoskopik yang definitif untuk menghentikan
perdarahan varises akut. Skleroterapi endoskopik (STE) hanya dicadangkan bila LVE tidak mungkin
dikerjakan karena sesuatu alasan. Untuk pencegahan primer sebelum terjadi perdarahan, dapat
diberikan penghambat beta atau nitrat jangka lama, baik sebagai kombinasi atau obat tersendiri,
khususnya pada pasien dengan varises esofagus yang besar, atau varises sedang dengan gangguan faal
hati sedang sampai berat. Sedang untuk pencegahan sekunder perdarahan ulang, skleroterapi
endoskopik (STE) dan ligasi varises esofagus (LVE), keduanya telah diterima secara luas sebagai sarana
pengobatan endoskopik yang definitif, untuk pencegahan perdarahan ulang, karena dapat dipakai untuk
menimbulkan oblitrasi varises esofagus. Untuk mendapatkan efek yang lebih maksimal, diharapkan
kombinasi terapi endoskopik dan farmakologik, akan merupakan pilihan pengobatan yang ideal di masa
depan.

Anda mungkin juga menyukai