Anda di halaman 1dari 7

TUGAS AKHIR MODUL 3

Oleh : Amelia Dwi Sundari


PROSES PRODUKSI BAHAN KIMIA YANG MELIBATKAN REAKSI
KESETIMBANGAN

1. Pembuatan Asam Sulfat (H 2SO4) Menggunakan Proses Kontak


Pembuatan asam sulfat melalui proses kontak dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
 Tahap I : pembentukan SO 2
Belerang yang sudah dilelehkan direaksikan dengan O 2 membentuk gas SO2
S(s) + O2(g) → SO2(g) ΔH = –296,9 kJ
 Tahap II : pembentukan SO 3
Gas SO2 direkasikan dengan O 2 pada suhu ~450 oC dan tekanan 2–3 atm membentuk gas
SO3 dengan bantuan katalis V 2O5.
2SO2(g) + O2(g) ⇄ 2SO3(g) ΔH = –191 kJ
Pemilihan kondisi optimum pembuatan SO 3 adalah sebagai berikut :
Faktor Reaksi : 2SO2(g) + O2(g) ⇄ 2SO3(g) ΔH = –191 kJ Kondisi Optimum
Reaksi bersifat eksoterm. Suhu rendah akan
menggeser kesetimbangan ke kanan. Akan tetapi, laju
Suhu reaksi akan menjadi lambat. Pemilihan suhu juga ~450oC
harus memperhitungkan faktor antara lain korosi pada
suhu tinggi.
Total mol pereaksi lebih besar dibanding total mol
produk reaksi. Penambahan tekanan akan menggeser
Tekanan 2–3 atm
reaksi kesetimbangan ke kanan. Pada tekanan sedikit
diatas 1 atm, reaksi sudah menghasilkan ~97% SO 3
Katalis tidak menggeser kesetimbangan ke kanan,
Katalis V2 O5
tetapi mempercepat laju reaksi secara keseluruhan.
 Tahap III : pembentukan H 2SO4
Pada tahap ini, SO3 tidak langsung direkasikan dengan H 2O untuk membentuk H2SO4,
tetapi dilarutkan kedalam campuran 98% H 2SO4 dan 2% H2O membentuk larutan yang
disebut oleum.
SO3(g) + H2SO4(aq) → H2S2O7(l)
Oleum kemudian diencerkan dengan air untuk membentuk lelehan H 2SO4 pekat.
H2S2O7(l) + H2O(l) → H2SO4(l)

2. Pembuatan Asam Nitrat (HNO 3) Menggunakan Proses Oswald


Pembuatan asam nitrat (HNO 3) menggunakan proses Oswald dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
 Tahap I : Pembentukan NO
NH3 bereaksi dengan O2 pada suhu 900oC dan tekanan 4–10 atm membentuk NO dengan
bantuan katalis Pt–Rh melalui reaksi kesetimbangan berikut :
4NH3(g) + 5O2(g) ⇄ 4NO(g) + 6H2O(l) ∆H = –907 kJ
Pemilihan kondisi proses yang optimum sebagai berikut :
Reaksi : 4NH3(g) + 5O2(g) ⇄ 4NO(g) + 6H2O(l) ∆H = –907 Kondisi
Faktor
kJ Optimum
Reaksi bersifat eksoterm. Suhu rendah akan menggeser
Suhu kesetimbangan ke kanan. Akan tetapi, laju reaksi akan 850–900oC
menjadi lambat.
Total mol pereaksi (NH 3 dan O2) lebih besar dibanding
Tekanan total mol produk reaksi (NO). Penambahan tekanan akan 4–10 atm
menggeser reaksi kesetimbangan ke kanan.
Katalis tidak menggeser kesetimbangan ke kanan, tetapi
Katalis Pt–Rh
mempercepat laju reaksi secara keseluruhan.
 Tahap II : pembentukan NO 2
Gas NO dari tahap I didinginkan sampai suhu 25–40 oC sebelum direkasikan dengan O2
pada tekanan 7–12 atm membentuk gas NO 2 sesuai reaksi :
2NO(g) + O2(g) ⇄ 2NO2(g) ∆H = –114 kJ
Pemilihan kondisi proses yang optimum sebagai berikut :
Kondisi
Faktor Reaksi : 2NO(g) + O2(g) ⇄ 2NO2(g) ∆H = –114 kJ
Optimum
Reaksi bersifat eksoterm. Suhu rendah akan menggeser
Suhu 25–40oC
kesetimbangan ke kanan.
Total mol pereaksi (NO dan O 2) lebih besar dibanding
Tekanan total mol produk reaksi (NO 2). Penambahan tekanan akan 7–12 atm
menggeser reaksi kesetimbangan ke kanan.
 Tahap III : pembentukan HNO 3
Gas NO2 dari tahap II direaksikan dengan air (H 2O) membentuk HNO 3 dan gas NO sesuai
reaksi : 3NO2(g) + H2O(l) ⇄ 2HNO3(g) + NO(g)
Gas NO yang terbentuk didaur ulang untuk optimasi proses (digunakan kembali pada
tahap II).

3. Pembuatan Amonia (NH 3) Menggunakan Proses Haber–Bosch


Bahan baku proses Haber–Bosch berasal dari gas alam, air dan udara. Gas hidrogen diperoleh
dari reaksi gas alam (mengandung metana) dengan uap air, sedangkan gas nitrogen diperoleh
dari udara.
CH4 + H2O ⇄ CO + 3H2
Kemudian gas CO yang terbentuk direaksikan lagi dengan uap airsehingga menghasilkan gas
H2 dan gas CO2
CO + H2O ⇄ CO2 + H2
Gas H2 digunakan untuk membuat gas ammonia, sedangkan gas CO 2 yang dihasilkan akan
dugunakan untuk memproduksi urea (CO(NH 2)2). Reaksi nitrogen dan hidrogen dilakukan
pada suhu 450oC dibantu dengan katalis (Besi oksida) dengan reaksi sebagai berikut :
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H = –92,4 kJ
Pemilihan kondisi proses yang optimum sebagai berikut :
Kondisi
Faktor Reaksi : N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H = –92,4 kJ
Optimum
Reaksi bersifat eksoterm. Suhu rendah akan menggeser
Suhu kesetimbangan ke kanan. Akan tetapi, laju reaksi akan 400–600oC
menjadi lambat.
Total mol pereaksi (N2 dan H2) lebih besar dibanding
total mol produk reaksi (NH 3). Penambahan tekanan
Tekanan akan menggeser reaksi kesetimbangan ke kanan. Akan 150–300 atm
tetapi tekanan sistem dibatasi antara lain oleh
kemampuan alat dan faktor keselamatan.
Pengambilan NH3 secara terus menerus akan menggeser
Konsentrasi –
kesetimbangan ke kanan
Katalis tidak menggeser kesetimbangan ke kanan, tetapi Fe dengan
mempercepat laju reaksi secara keseluruhan. campuran Al2O3,
Katalis
KOH dan garam
lainnya

4. Pembuatan Urea (CO(NH2)2) Menggunakan Proses Wochler


Bahan baku pembuatan urea ada 2 macam yaitu ammonia dan karbon dioksida. Sintesa
urea dapat berlangsung dengan bantuan tekanan tinggi. Sintesa ini dilakukan untuk pertama
kalinya oleh BASF pada tahun 1941 dengan bahan baku karbon dioksida (CO 2) dan amoniak
(NH3).
Sintesa urea berlangsung dalam 2 bagian. Selama bagian reaksi pertama berlangsung
dari amoniak dan karbon dioksida akan terbentuk amonium karbamat. Reaksi ini bersifat
eksoterm.
2NH3(g) + CO2(g) NH2COONH4(s) ∆ H=−159,7 k J
Pada bagian kedua dari amonium karbamat terbentuk urea dan air. Reaksi ini bersifat
endoterm.
NH2COONH4(s) NH2CONH2(aq) + H2O(l) ∆ H=41,43 k J
Sintesa dapat ditulis menurut persamaan reaksi sebagai berikut :
2NH3(g) + CO2(g) ⇄ NH2CONH2(aq) + H2O (l) ∆ H=−118,27 k J
Kedua bagian reaksi berlangsung dalam fase cair pada interval temperatur mulai 170-
190 ℃ dan pada tekanan 130-200 bar. Reaksi keseluruhan adalah eksoterm. panas reaksi
diambil dalam sistem dengan jalan pembuatan uap air. Bagian reaksi kedua merupakan langkah
yang menentukan kecepatan reaksi dikarenakan reaksi ini berlangsung lebih lambat daripada
reaksi bagian pertama.
Pemilihan kondisi proses yang optimum sebagai berikut :
Kondisi
Faktor Reaksi : 2NH3(g) + CO2(g) ⇄ NH2CONH2(aq) + H2O(l) ∆H = –118,27 kJ Optimu
m
Reaksi bersifat eksoterm. Suhu rendah akan menggeser kesetimbangan 170–
Suhu
ke kanan. 190oC
Total mol pereaksi (NO dan O 2) lebih besar dibanding total mol produk
130–200
Tekanan reaksi (NO2). Penambahan tekanan akan menggeser reaksi
bar
kesetimbangan ke kanan.

5. Pembuatan Syn–gas
Proses pembuatan gas sintesis terdiri dari: proses steam reforming, oksidasi parsial, CO2
reforming, dan autothermal reforming.
a. steam reforming
Steam reforming merupakan reaksi endotermis antara gas alam (metana) dengan steam
menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida yang disebut juga gas sintesis (syngas).
CH4 + H2O ⇄ CO + 3H2 ∆Ho298 = +206 kJ/mol
Secara tipikal, reaksi ini berlangsung pada suhu antara 700 dan 850 oC, tekanan antara 3 dan
25 bar, dan menggunakan katalis berbasis Ni. Karena steam reforming gas alam memiliki
rasio H2/CO tinggi (stoikhiometri H2/CO = 3), maka reaksi ini bisa dikatakan ideal untuk
mendapatkan aliran gas hidrogen dengan kemurnian tinggi dari produk syngas.
b. CO2 reforming (Dry reforming)
Dry reforming merupakan reaksi antara gas alam (metana) dan CO2 dengan bantuan katalis,
rasio H2/CO pada produk syngas yang didapat sebesar 1. Rasio ini disarankan untuk
pembuatan hidrokarbon fraksi lebih tinggi lewat reaksi Fischer-Tropsch, dan memungkinkan
dalam produksi turunan hidrokarbon teroksidasi, yang mengeliminasi kebutuhan
penyesuaian rasio H2/CO dalam reaksi Water Gas Shift.
CH4 + CO2 ⇄ 2CO + 2H2 ∆Ho298 = +247 kJ/mol
Reaksi ini ideal apabila produk syngas digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan
bahan bakar cair penting yang membutuhkan H2 dan CO.Namun, reaksi ini termasuk mahal
karena sifat reaksinya endotermis, sehingga membutuhkan banyak energi. Selain itu,
kerugian utama dry reforming terletak pada pembentukan secara signifikan zat padat karbon
(coke) yang terdeposisi pada permukaan katalis (sisi aktif), sehingga dapat mereduksi umur
katalis, yang disebabkan adanya gas CO2 sebagai input.
Secara umum, proses CO2 reforming dapat dilihat pada gambar berikut :
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa feed yang berupa gas alam akan masuk ke dalam
reakror reformer bersamaan dengan CO2. Hasilnya yaitu CO dan H2. Sama seperti steam
reforming, untuk meningkatkan konsentrasi H2, hasil dari reformer akan masuk ke tahap
CO-shift conversion dan hasil sampingnya adalah CO 2. CO2 yang dihasilkan ini akan
dikembalikan ke reaktor reformer untuk meningkatkan efisiensi.
c. oksidasi parsial
Proses oksidasi parsial dari gas metana merupakan reaksi katalitik di mana metana bereaksi
langsung dengan oksigen dengan adanya katalis, dan produk syngas yang dihasilkan
memiliki rasio H2/CO baik, yaitu 2.
CH4 + ½O2 ⇄ CO + 2H2
Reaksi ini bersifat eksotermis, sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan steam
reforming dan dry reforming, karena membutuhkan sedikit energi termal. Namun, proses ini
merupakan proses mahal karena harus bereaksi dengan oksigen murni. Selain itu, proses
reaksi ini bersifat bahaya karena gas metana (CH 4) bereaksi dengan oksigen (O2) dapat
menyebabkan ledakan apabila reaksi tidak diberi perhatian penting.
Secara umum, proses oksidasi parsial dapat dilihat pada gambar berikut :

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa proses oksidasi parsial hampir sama dengan
steam reforming ataupun dry reforming. Tahap oksidasi parsial dilakukan dengan
mengontakkan feed yang berupa gas alam yang telah mengalami feed pretreatment dengan
oksigen. Lalu ketahap CO-shift untuk meningkatkan konsentrasi H 2. Setelah itu akan masuk
ke tahap acid gas removal untuk mengurangi kandungan CO2 dan sisa sulfur. Tahap terakhir
yaitu adsorpsi untuk menghilangkan kandungan CO2 yang tersisa.
d. autothermal reforming
Reaksi autothermal reforming pada metana merupakan gabungan dari dua reaksi: steam
reforming dan oksidasi parsial. Oleh karena itu, pada reaksi steam reforming, zat-zat juga
dikontakkan dengan aliran gas oksigen, dengan adanya katalis. Maka, proses ini melibatkan
tiga zat (CH4, H2O, dan O2).
Proses autothermal reforming dirancang untuk menghemat energi, karena sumber energi
termal yang dibutuhkan berasal dari reaksi oksidasi parsial metana tersebut. Jadi proses
membutuhkan energi termal yang juga dihasilkan, yang disebut dengan Autotermal. Dalam
pembuatan syngas, nilai rasio H2/CO syngas merupakan fungsi dari fraksi reaktan gas yang
dimasukkan ke input proses. Maka, rasio H2/CO bisa bernilai 1 atau 2.
Secara umum, proses autothermal reforming dapat dilihat pada gambar berikut :

Berdasarkan gambar di atas dapat terlihat bahwa autothermal reforming merupakan


gabungan antara steam reforming dan oksidasi parsial. Hal ini dapat terlihat pada bagian
reaktor dimana feed berupa gas alam yang telah mengalami desulfurizer dikontakkan
dengan steam dan oksigen. Didalam reaktor tersebut terdapat katalis yang sama seperti
dengan katalis steam reforming untuk mempercepat reaksi.

6. Pembuatan Kapur (CaCO 3)


Setelah ditambang, batu kapur dibakar dalam tungku raksasa untuk mengubah CaCO 3
menjadi CaO dan CO 2, sesuai reaksi :
CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
Proses selanjutnya, CaO yang terbentuk kemudian dicampur dengan air dan diaduk, sehingga
terbentuk Ca(OH)2. Kalsium hidroksida yang terbentuk kemudian disaring untuk
memisahkan senyawa–senyawa pengotor.
CaO(g) + H2O(l) → Ca(OH)2(s)
Ca(OH)2 yang telah disaring kemudian direaksikan dengan CO 2 sehingga membentuk CaCO 3
dan air, sesuai reaksi :
Ca(OH)2(s) + CO2(g) → CaCO3(s) + H2O(l)
Hasil reaksi (CaCO 3) disaring dan dikeringkan yang selanjutnya dihaluskan menjadi bubuk
CaCO3.
Suhu optimum >900 oC

7. Pembuatan Etanol dari reaksi etena dengan air.


Alkohol dibuat dalam skala produksi dengan mereaksikan etena dengan uap. Katalis yang
digunakan adalah silikon dioksida padat yang dilapisi dengan asam fosfat(V).
Reaksi yang terjadi dapat balik (reversibel).
Dari persamaan kesetimbangan, dapat dilihat bahwa konversi bahan baku untuk ethanol disukai
oleh suhu rendah, tekanan tinggi dan konsentrasi uap tinggi. Untuk mencapai laju reaksi
diterima, suhu 500 K digunakan dengan adanya katalis. Meningkatkan tekanan mendorong
reaksi ke sisi produk, tetapi juga menyebabkan polimerisasi etena. Tekanan yang lebih tinggi
juga berarti peningkatan biaya modal dan operasional. Dalam prakteknya, proses ini umumnya
dioperasikan di bawah tekanan 60-70 atm.

Anda mungkin juga menyukai