Anda di halaman 1dari 7

NAMA : JOHAN ARIFIN

NPM : 0116104031

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN ORGANISASI JASA

1. Karakteristik Khusus

a. Sasaran

Aktiva utama perusahaan jasa adalah keterampilan dari staf profesional yang tidak
muncul dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca) perusahaan. Perusahaan jasa
yang menggunakan ketrampilan sebagai aktiva utamanya seperti kantor akuntan,
kantor pengacara, perusahaan arsitektur, kantor konsultan dan lainnya.

Sasaran keuangan mereka adalah untuk memberikan kompensasi yang memadai


kepada para pihak profesional. Umumnya sasaran organisasi terkait adalah
meningkatkan ukuran organisasi. Hal ini mencerminkan tendensi alamiah untuk
mengaitkan keberhasilan dengan ukuran yang besar skala ekonomi dalam
menggunakan usaha dan staf karyawan serta unit sentral yang bertanggung jawab
untuk menjaga organisasi.

b. Profesional

Organisasi profesional adalah organisasi padat karya, dan karyawannya adalah


orang-orang khusus. Banyak profesional lebih menyukai bekerja secara
independen daripada sebagai bagian dan suatu tim.

Contoh penerapan organisasi profesional pada seorang akuntan. Setiap akuntan


harus memiliki etika profesional, artinya Setiap anggota harus berperilaku
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggungjawabnya
kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja, dan
masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan mempromosikan diri dan
pekerjaan, akuntan professional sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik
profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya.

c. Pengukuran Input dan Output


Output organisasi profsional tidak dapat diukur dengan ukuran fisik. tertentu.
Contoh penerapan pengukuran input dan output pada organisasi pelayanan
kesehatan, misalnya efektifitas dari kerja seorang dokter bukanlah diukur dari
berapa pasien yang ia tangani namun diukur melalui kualitas pelayanan yang
diberikan oleh dokter tersebut. Jumlah pasien hanya berkaitan dengan kuantitas
jasa yang diberikan bukan kualitas jasa yang diberikan (meskipun kualitas yang
buruk tercermin dalam pendapatan yang berkurang dalam jangka panjang).

d. Perusahaan Kecil

Dengan beberapa perkecualian, seperti beberapa kantor pengacara dan kantor


akuntan, organisasi profesional biasanya relatif kecil dan beroperasi di satu lokasi
saja.

Manajemen senior dalam organisasi semacam itu dapat secara pribadi mengamati
apa yang sedang berlangsung dan secara langsung memotivasi karyawannya.
Dengan demikian, terdapat lebih sedikit kebutuhan akan sistem pengendalian
manajemen yang canggih, dengan pusat laba dan laporan kinerja formal. Meskipun
demikian, organisasi yang kecilpun tetap membutuhkan anggaran, perbandingan
umum antara kinerja terhadap anggaran, dan suatu cara untuk mengaitkan
kompensasi dengan kinerja.

e. Pemasaran

Pada perusahaan jasa, tidak terdapat pemisah yang jelas antara aktivitas pemasaran
dengan aktivitas produksi.

Sistem pemasaran yang dilakukan oleh organisasi jasa hukum. strategi marketing
dalam layanan jasa hukum memang bukan perkara mudah. Legalpreneur terikat
dengan kode etik yang harus dipenuhi saat mengenalkan jasa hukum yang
ditawarkan. Agar kegiatan marketing berjalan efektif. Langkah-langkah pemasaran
organisasi jasa hukum :

1. Identifikasi Customer Value


Langkah awal mengidentifikasi customer value dilakukan dengan menentukan segmen pasar.
Hal ini dilakukan agar legalpreneur dapat memetakan calon klien yang potensial. Pemetaan dapat
dilakukan berdasarkan geografis, behaviour, jenis kelamin (gender), profesi, dan lain-lain.
Selanjutnya legalpreneur dapat memilah klien potensial sesuai dengan value yang dimiliki.

2. Creating

Setelah melakukan identifikasi customer value, legalpreneur mulai fokus berkreasi untuk
mencari solusi atas permasalahan atau pain yang dihadapi oleh calon klien.

Creating bukanlah sekedar mencipta ide. Proses ini menuntut legalpreneur menyusun strategi jitu
untuk menawarkan solusi efektif yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan calon klien yang
dituju. Legalpreneur harus banyak melakukan riset untuk menghasilkan rencana aksi yang
mumpuni. Jangan lupa, legalpreneur juga harus mempertimbangkan kapasitas dan kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki.

3. Delivering

Delivering memaksa legalpreneur menjalankan konsep creating secara total. Penting bagi
legalpreneur untuk menunjukkan performa jasa hukumnya sebaik mungkin.

Supaya delivering berjalan sukses, legalpreneur wajib memiliki infrastruktur yang mumpuni.
Keadaan ini menuntut legalpreneur tidak tanggung-tanggung dalam menggelontorkan dana untuk
operasional, fasilitas, dan teknologi yang tepat sasaran. Legalpreneur mengerti benar jika
kekuatan infrastruktur akan berpengaruh signifikan dalam menunjang strategi marketing yang
dijalankan.

4. Communicating

Communicating berbicara soal menyampaikan pesan pada klien sesuai customer value. Tahap ini
menuntut legalpreneur menampilkan strategi komunikasi yang komprehensif dan mudah
dipahami. Legalpreneur harus menyampaikan manfaat dan nilai lebih produk sebagai poin
utama. Legalpreneur juga sebaiknya melakukan strategi komunikasi dengan cara storytelling.
Metode storytelling ini menjadi pilihan ampuh yang mampu menjembatani value dengan jasa
hukum yang ditawarkan. Agar bisa menggunakan storytelling sebagai bagian strategi
communicating, legalpreneur harus bisa membuat cerita yang dipercaya sekaligus disukai calon
klien. Syarat utama membuat kisah yang baik adalah dengan melakukan komunikasi dengan
orang yang akan mendengarkan cerita. Klien dapat dilibatkan dalam proses penyusunan cerita
atau mungkin saja cerita yang dibangun justru berdasarkan dari pengalaman klien sendiri.

5. Maintaining dan re-identifying

Maintaining berarti menjaga perfoma layanan jasa hukum yang ada dengan baik. Namun sekedar
memelihara kinerja tidaklah memadai, legalpreneur harus selalu memeriksa kembali kesesuaian
antara value yang dibangun dengan performa jasa hukum yang diberikan. Legalpreneur
sebaiknya menjalankan re-identifying secara berkala. Tujuannya tentu beradaptasi dengan tren
yang sedang berjalan. Identifikasi ulang ini sedikit banyak akan membuat perubahan berkala
pada kegiatan operasional tanpa menghilangkan esensi jasa layanan hukum itu sendiri.

2. Sistem Pengendalian Manajemen

a. Penentuan Harga

Harga jual dan pekerjaan ditetapkan dengan cara tradisional di banyak perusahaan-
perusahaan profesional. Jika profesi tersebut merupakn salah satu profesi di mana
para anggotanya sudah terbiasa untuk mencatat jadwal waktu mereka, penentuan
biaya profesional yang harus dibayar biasanya dikaitkan dengan Tarif tagihan per
jam biasanya didasarkan pada kompensasi dari tingkat profesional tersebut (dan
bukannya kompensasi dari orang tertentu), ditambah dengan beban untuk biaya
overhead dan laba.

Contoh penentuan harga pada organisasi jasa terdapat 4 metode untuk menetapkan
harga yaitu :

1. Berbasis Permintaan

Suatu metode yang menekankan pada berbagai faktor yang memengaruhi selera
dan kesukaan pelanggan berdasarkan kemampuan dan kemauan pelanggan untuk
membeli, manfaat yang diberikan produk dan perilaku konsumen secara umum.

2. Berbasis Biaya

Faktor penetapan harga yang dipengaruhi aspek penawaran atau biaya, dan
bukannya aspek permintaan. Harga akan ditentukan berdasarkan biaya produksi
dan pemasaran produk yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga menutupi
biaya langsung, overhead, dan juga laba/rugi.

3. Berbasis Laba
Penetapan harga yang didasarkan pada keseimbangan biaya dan pendapatan.
Metode ini memiliki 3 pendekatan yaitu, target profit pricing (penetapan harga
berdasarkan target keuntungan), target return on sales pricing (target harga
berdasarkan penjualan), dan target return on investment pricing sebuah
perusahaan.

4. Berbasis persaingan

Penetapan harga yang dilakukan dengan mengikuti apa yang dilakukan pesaing.
Metode ini memiliki 3 pendekatan melalui sistem penjualan di bawah harga normal
pesaing untuk menarik konsumen, menyamakan harga agar persaingan tidak terlalu
besar atau memberi harga lebih tinggi dari pesaingnya dengan asumsi bahwa
produk yang mereka tawarkan memiliki kualitas lebih baik.

b. Pusat Laba dan Penetapan Harga Transfer

organisasi nirlaba biasanya menggunakan pusat laba. Unit- unit pendukung seperti
pemeliharaan, proses informasi, transformasi, telekomunikasi, percetakan dan
sejumlah material dan jasa, membebankan layanan diberikan pada unit yang
mengkonsumsi layanan tersebut.

c. Perencanaan Strategis dan Penyusunan Anggaran

Secara umum, system perencanaan strategis formal di organisasi professional tidak


berkembang sebaik di perusahaan manufaktur dengan struktur yang sama, dan
organisasi professional tidak memiliki kebutuhan yang besar akan system
semacam itu. Rencana strategis dari suatu organisasi professional biasanya terdiri
atas rencana pengisian karyawan untuk jangka panjang, bukan rencana penuh
untuk seluruh aspek operasi perusahaan. Dalam suatu organisasi profesional,
aktiva utamanya adalah manusia. Meskipun organisasi tersebut menghindari
fluktuasi jangka pendek dalam jumlah karyawan, perubahan dalam ukuran dan
komposisi karyawan lebih mudah untuk dilakukan dan lebih mudah untuk dibalik
dibandingkan dengan perubahan dalam kapasitas fisik pabrik.

d. Pengendalian Operasi
Rasio waktu yang ditagih (billed time ratio), yang merupakan
rasio dari jumlah jam yang dapat ditagih terhadap jumlah jam yang
tersedia, dipantau secara ketat. Jika ternyata penggunaan waktu yang
sebaliknya merupakan waktu menganggur atau untuk alasan pemasaran
atau pelayanan umum, beberapa penugasan dibebankan dengan tarif
yang lebih rendah dari tarif normal, maka varians harga yang
ditimbulkan harus dipantau secara ketat.

Ketidakmampuan untuk menetapkan standar bagi kinerja tugas,


keinginan untuk melaksanakan pekerjaan dalam tim, masalah yang
ditimbulkan karena mengelola organisasi matriks, dan karakteristik
perilaku dari profesional, semuanya memperumit perencanaan dan
pengendalian atas operasi sehari-hari dalam organisasi profesional.
Ketika pekerjaan dilaksanakan oleh tim proyek, maka pengendalian
difokuskan pada proyek. Rencana tertulis untuk setiap proyek
dibutuhkan, dan laporan tepat waktu harus dibuat, yang membandingkan
kinerja aktual dengan kinerja yang direncanakan dalam hal biaya,
jadwal, dan kualitas.

e. Pengukuran dan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan penilaian manusia yang dilakukan oleh


atasan, rekan kerja, diri sendiri, bawahan dan klien. Penilaian yang dibuat
oleh atasan adalah penilaian yang paling umum. Untuk itu, organisasi
professional semakin banyak yang menggunakan system formal untuk
mengumpulkan penilaian kinerja sebagai dasar keputusan personalia dan
untuk diskusi dengan professional tersebut. Penilaian oleh rekan sekerja
atau oleh bawahan kadang kala merupakan bagian dari system
pengendalian formal. Di beberapa organisasi, individu dapat diminta
untuk membuat penilaian atas dirinya sendiri. Ekspresi kepuasan atau
ketidakpuasan dari klien juga merupakan dasar yang penting untuk
menilai kinerja, meskipun ekspresi semacam itu mungkin tidak selalu
tersedia.

Anda mungkin juga menyukai