PENDAHULUAN
1
penyalahguna alkohol dan obat-obatan, riwayat keluarga alergi terhadap
obat, perokok, dan orang dengan kelainan pada jantung atau paru atau
ginjal. Prognosis dari anestesi umum biasanya aman karena peralatan
dan obat yang modern serta standar keselamatan yang baik. Sebagian
besar pasien mengalami proses pemulihan yang baik dan tanpa
komplikasi. (MedlinePlus, 2013)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anestesi umum (General Anaesthesia/ GA) adalah suatu
keadaan pada pasien yang telah mendapat obat-obatan untuk
amnesia, analgesia, pelumpuh otot, dan sedasi. Anestesi umum
menggunakan agen intravena dan inhalasi agar menimbulkan akses
pembedahan yang adekuat (Medscape, 2015).
3
Kelarutan dalam darah dan udara rendah sehingga
induksi dan pemulihan dari anestesi cepat
Metabolisme
Sekitar 2,5% dari dosis yang terabsorbsi dimetabolisme,
kebanyakan menjadi fluoride. Penggunaan bersama dengan
golongan eter lain (dietil eter dan isoflurane) menguatkan kestabilan
molekul ikatan eter. Defluorinasi enflurane meningkat pada pasien
yang diterapi dengan isoniazid. Konsentrasi serum ion fluoride lebih
besar setelah administrasi pada pasien obesitas (Aitkenhead,
1996).
Farmakologi :
Sistem respirasi : Tidak mengiritasi sistem
pernapasan dan tidak meningkatkan sekresi saliva
dan bronkus (Aitkenhead, 1996).
4
enflurane tidak memiliki efek vagal sentral sehingga
hipotensi menyebabkan takikardi. Insiden aritmia lebih
sedikit dibanding pada halotan dan lebih sedikit
sensitisasi myocardium pada katekolamin
(Aitkenhead, 1996).
Keuntungan Kerugian
1. Induksi dan pemulihan 1. Aktivitas kejang pada EEG
cepat
2. Biotransformasi dalam
jumlah sedikit dan resiko
disfungsi hepar lebih kecil
3. Relaksasi otot
4. Rendahnya insiden aritmia,
bahkan pada keadaan
tingginya konsentrasi
katekolamin sirkulasi
5
B. Halotan
Properti fisik
Cairan dengan bau yang tidak mengganggu pernapasan dan
tidak berwarna. Halotan didekomposisi oleh cahaya.
Penambahan thymol 0,01% dan penyimpanan dalam botol
berwarna amber menjaganya tetap stabil. Halotan
terdekomposisi dengan soda lime yang dapat digunakan dengan
aman dengan campuran tersebut. Campuran tersebut bersifat
korosif terhadap metal dan sistem pernapasan. Pada keadaan
lembab, bersifat korosif terhadap aluminium, tin, timbal,
magnesium, dan logam. Penyimpanannya harus dalam kontainer
tertutup jauh dari cahaya dan panas (Aitkenhead, 1996).
Metabolisme
Metabolisme halotan di hepar sekitar 20%, biasanya melalui
jalur oksidatif yang hasil akhirnya diekskresi lewat urine. Sejumlah
kecil halotan mungkin mengalami reduksi, khususnya pada
keadaan hipoksemia dan ketika enzim mikrosom hepar distimulasi
oleh agen yang menginduksi enzim seperti phenobarbitone.
Metabolisme reduktif menyebabkan pembentukan metabolit reaktif
dan fluoride, namun tidak sampai menyebabkan disfungsi renal
(Aitkenhead, 1996).
Farmakologi :
6
Sistem respirasi : Tidak mengganggu pernapasan dan
bersifat non iritan selama induksi anestesi. Secara cepat
refleks faring dan laring dapat menghilang dan terjadi
penghambatan sekresi saliva dan bronkus. Pada individu
tanpa premedikasi, halotan terkait dengan peningkatan
tingkat ventilasi dan penurunan volume tidal. PaCO2
meningkat ketika anestesi halotan semakin dalam
(Aitkenhead, 1996).
Dalam beberapa jam halotan menyebabkan penurunan
fungsi mukosiliar setelah anestesi, sehingga menyebabkan
retensi sputum postoperative. Halotan bersifat antagonis
terhadap bronkospasme dan menurunkan resistensi jalan
napas dengan mekanisme inhibisi pusat refleks
bronkokonstriksi dan relaksasi otot polos bronkus
(Aitkenhead, 1996).
7
Uterus : Halotan merelaksasi otot uterus dan dapat
menyebabkan perdarahan postpartum (Aitkenhead, 1996).
Keuntungan Kerugian
8
C. Isoflurane
Sifat fisik
Tidak berwarna, mudah menguap dengan bau yang sedikit
tajam, stabil, tidak bereaksi dengan metal atau substansi lain, tidak
membutuhkan bahan pengawet, dan tidak mudah terbakar pada
konsentrasi klinis (Aitkenhead, 1996).
Metabolisme
Sekitar 0,17% dosis yang terabsorbsi dimetabolisme.
Kebanyakan metabolsme yang terjadi adalah oksidasi
menghasilkan diflurometanol dan asam trifluroasetat (Aitkenhead,
1996).
Farmakologi :
Sistem respirasi : Seperti halotan dan enflurane, isoflurane
menyebabkan depresi ventilasi, penurunan volume tidal,
akan tetapi terjadi peningkatan ventilasi pada keadaan tidak
adanya obat opioid (Aitkenhead, 1996).
9
hipotensi, peningkatan tekanan diastolik akhir pada ventrikel
kiri, dan penurunan pengisian ventrikel (Aitkenhead, 1996).
Keuntungan Kerugian
1. Induksi dan pemulihan 1. Bau yang agak tajam
cepat menyebabkan induksi
2. Biotransformasi minimal melalui inhalasi kurang
dengan resiko rendah menyenangkan,
toksisitas hepar atau renal khususnya pada anak-
3. Stabilitas kardiovaskular anak sehingga
4. Relaksasi otot menghambat tingkat
induksi anestesi.
2. Vasodilatasi koroner
dengan kemungkinan
coronary steal syndrome
pada konsentrasi inspirasi
tinggi
10
D. Perbandingan dari halotan, enfluran dan isofluran
Farmakokinetik
Sistem Respirasi
System kardiovaskular
Enfluran menyebabkan penurunan cadiac output paling
besar, sedangkan isofluran hanya menyebabkan sedikit penurunan
cardiac output. Pada keadaan normocapnea, isofluran
menyebabkan vasodilatasi perifer terbesar. Sesuai urutanya dalam
menyebabkan hipotensi adalah enfluran>isofluran>halotan
(Aitkenhead, 1996).
Aritmia
Aritmia biasa terjadi pada pemberian halotan dan tidak pada
enfuran maupun isofluran. Setelah pemberian eksogen adrenalin,
kestabilan irama jantung pada pasien dengan anestesi isofluran
11
lebih baik, sedikit kurang baik dengan enfluran dan kurang baik
pada halotan (Aitkenhead, 1996).
Neuromuscular junction
E. Sevofluran
Sifat fisik
Sevofluran memiliki bau yang tidak mengganggu
pernapasan dan tidak mudah terbakar, dengan koefisien parsial
darah/ udara sebesar 0.6, koefisien dalam minyak 55 dan nilai MAC
sekitar 2%. Disimpan dalam botol berwarna amber dan bersifat
stabil. Pada keadaan dimana terdapat air, sevofluran mengalami
hidrolisis dan reaksi ini juga terjadi dengan soda lime, sehingga ada
pendapat mengatakan bahwa sevofluran tidak boleh digunakan
dalam sirkuit tertutup atau system aliran lambat mengandung soda
lime (Aitkenhead, 1996).
Metabolisme
Sekitar 3% dari dosis yang terabsorbsi dimetabolisme
melalui defluorinisasi di liver. Konsentrasi puncak rata- rata ion
12
fluoride setelah 60 menit pada 1 MAC adalah 22 mmol/L, dimana
lebih tinggi disbanding isofluran (Aitkenhead, 1996).
Farmakologi :
Sistem Respirasi : Tidak mengiritasi saluran napas bagian
atas dan tetap dapat menyebabkan depresi napas
(Aitkenhead, 1996).
F. Desfluran
Metabolisme
Terdapat sangat sedikit defluorinasi pada desfluran setelah
setelah prolonged anestesi, yang mana terdapat sedikit
peningkatan serum dan urin trifluorocetic acid level (Aitkenhead,
1996).
Farmakologi :
Sistem Respirasi : Desfluran menyebabkan depresi
respirasi yang derajatnya hampir sama dengan isofluran,
13
dan dapat mengiritasi saluran napas, maka dari itu tidak
disarankan untuk induksi gas anestesi (Aitkenhead, 1996).
CVS : Obat ini tidak menimbulkan efek pada jantung sama
halnya dengan isofluran (Aitkenhead, 1996).
2.3.1 Sifat
Sifat ideal agen anestesi intravena adalah:
1. Onset cepat. Hal ini dicapai oleh agen yang utamanya
tidak terionisasi pada pH darah dan yang sangat larut
dalam lemak; sifat ini menyebabkan penetrasi ke blood
brain barrier.
2. Pemulihan cepat. Pulih sadar yang lebih awal biasanya
ditimbulkan oleh redistribusi cepat obat dari otak ke
jaringan lain yang memiliki perfusi baik, terutama otot.
Konsentrasi plasma obat menurun, dan obat dapat
berdifusi ke luar dari otak sepanjang gradien konsentrasi.
Kualitas lamanya pemulihan lebih berhubungan dengan
kecepatan metabolisme obat; obat-obat dengan
metabolisme lambat diasosiasikan dengan “prolonged
hangover” dan akan terakumulasi bila digunakan dalam
dosis berulang atau infus untuk rumatan anestesi.
3. Analgesia pada konsentrasi subanestesi
4. Depresi kardiovaskular dan respirasi yang minimal
5. Tidak memiliki efek emetik
14
6. Tidak memiliki efek eksitatorik (batuk, cegukan, gerakan
involunter) saat induksi
7. Tidak memiliki emergence phenomena (mimpi buruk)
8. Tidak berinteraksi dengan neuromuscular blocking drugs
9. Tidak nyeri saat diinjeksi
10. Tidak menimbulkan venous sequelae
15
Interaksi
dengan - - - - -
relaksan
Muntah
- - - ++ +
post-operasi
Delirium
- - - ++ -
berat
Aman dari
kejadian - - + + -
porfiria
Sumber: Aitkenhead, 1996, p. 140
2.3.2 Macam
A. Propofol
Propofol (diprivan, recofol) merupakan derivat fenol
yang sangat larut lemak namun hampir tidak larut dalam air.
Dahulu, propofol diformulasikan dalam Chremophor EL.
Namun, sejumlah obat lain yang diformulasikan dengan zat
pelarut ini berhubungan dengan pelepasan histamin dan
tingginya angka kejadian reaksi anafilaktoid, dan reaksi
yang sama terjadi pada formula propofol. Sehingga,
propofol diformulasikan ulang dalam emulsi lemak
berwarna putih susu putih yang mengandung minyak
kedelai (soya bean oil) dan fosfatid telur yang dimurnikan
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg)
(Latief, 2010).
Propofol dimetabolisme hepar dan metabolitnya
dieksresikan melalui ginjal (terutama glukoronida); 0,3%
propofol dieksresikan tanpa mengalami perubahan. Waktu
paruh propofol sekitar 3-4,8 jam (Aitkenhead, 1996).
16
dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita
hamil tidak dianjurkan (Latief, 2010).
Farmakologi:
1. CNS: anestesia diinduksi dalam 20-40 detik
setelah administrasi i.v. transfer dari darah ke otak
lebih lambat dibandingkan dengan tiopenton, reflex
bulu mata yang terlambat, yang normalnya
digunakan sebagai tanda penurunan kesadaran
setelah pemberian agen anestesi barbiturate.
Overdosis propofol ditandai dengan hilangnya
kontak verbal. Frekuensi EEG menurun dan
amplitude meningkat. Propofol dilaporkan dapat
menimbulkan kejang sehingga pemberiannya perlu
diawasi pada pasien epilepsi. Biasanya, kecepatan
metabolisme otak, CBF, dan TIK menurun.
Pemulihan kesadaran cepat dan menimbulkan
efek “hangover” yang minimal setelah periode post
anestesi (Aitkenhead, 1996).
2. CVS: tekanan arterial menurun disebabkan oleh
vasodilatasi (Aitkenhead, 1996).
3. Respirasi: setelah induksi, apnea terjadi lebih
sering, dan pada durasi yang lebih lama daripada
tiopenton. Selama pemberian infuse propofol,
volume tidal lebih rendah dan RR lebih cepat
dibandingkan pada saat sadar. Terdapat
penurunan respon ventilasi terhadap
karbondioksida (Aitkenhead, 1996).
4. Otot skelet: penurunan tonus (Aitkenhead, 1996).
5. GIT: tidak ada efek (Aitkenhead, 1996).
6. Uterus & plasenta: efek terhadap tonus maupun
transfer plasenta tidak begitu diketahui
(Aitkenhead, 1996).
17
7. Hepatorenal: penurunan fungsi ginjal sementara,
Aliran darah hepar menurun karena penurunan
tekanan arteri dan cardiac output (Aitkenhead,
1996).
8. Endokrin: konsentrasi kortisol plasma menurun
setelah administrasi propofol (Aitkenhead, 1996).
Efek samping:
1. Depresi CVS: hipotensi pada pasien dengan
hipovolemik, atau hipertensi, atau pasien dengan
penyakit jantung yang terjadi akibat pemberian
propofol secara lambat atau infus (Aitkenhead,
1996).
2. Depresi pernapasan: apnea (Aitkenhead, 1996).
3. Excitatory phenomena (Aitkenhead, 1996).
4. Nyeri pada tempat suntikan (Latief, 2010).
5. Reaksi alergi: ruam kulit, reaksi anafilkasis (tidak
lebih sering dibanding tiopenton) (Aitkenhead,
1996).
B. Tiopental
Thiopental merupakan tiobarbiturat, misalnya
barbiturate yang mengandung sulfur (WHO, 1988) dikemas
dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau
belerang atau seperti bawang putih, memiliki rasa yang
pahit, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg (Latief,
2010; Aitkenhead, 1996). Sebelum digunakan dilarutkan
dalam aquades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25
mg) (Latief, 2010). Seperti barbiturate pada umumnya,
thiopental memiliki efek depresi otak, sehingga
menyebabkan kesadaran menurun disertai dengan depresi
pusat pernafasan dan pusat vasomotor (WHO, 1988).
18
Thiopental hanya boleh digunakan dalam intravena
dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan perlahan-lahan
dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis
dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan
menimbulkan nyeri hebat apalagi bila masuk ke dalam
arteri akan menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis
jaringan sekitar. Bila hal ini terjadi dianjurkan memberikan
suntikan infiltrasi lidokain (Latief, 2010). Pemulihan terjadi
akibat obat keluar dari otak dan akan disebarkan ke
jaringan lain. Barbiturate di detoksifikasi di hepar dalam
waktu beberapa jam. Bila diberikan dosis thiopental
ulangan maka pada suatu saat cadangan dalam tubuh
akan menjadi jenuh dan pasien baru sadar setelah berjam-
jam atau bahkan berhari-hari. Oleh karena itu, pemberian
thiopental ulangan tidak diberikan untuk memperpanjang
anestesi. Untuk tindakan yang memerlukan waktu singkat
(1-2 menit) dapat digunakan dosis tunggal thiopental, tetapi
hati-hati karena dapat menyebabkan spasme laring akibat
kesakitan atau stimulasi vagal (misal: dilatasi nasal) (WHO,
1988).
Thiopental dalam darah 70% diikat oleh albumin,
sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga dosis
thiopental pada pasien dengan kadar albumin rendah harus
dikurangi. Thiopental dapat diberikan secara kontinyu pada
kasus tertentu di ICU, tetapi jarang digunakan untuk
anestesi intravena total (Latief, 2010).
C. Ketamine
Ketamin (ketalar) merupakan derivat phencyclidine
merupakan obat yang unik karena ketamin berbeda dalam
berbagai hal dibandingkan dengan obat anestesi lainnya
serta menyebabkan anestesi disosiatif dibandingkan
19
dengan depresi general CNS (Aitkenhead 1996; WHO,
1988).
Pada dosis anestesi menimbulkan keadaan seperti
orang kesurupan, sehingga disebut anestesi disosiatif,
dimana didapatkan efek analgesia yang dalam dan reflex
faring dan laring yang ringan. Juga terdapat peningkatan
aktivitas simpatis, dengan peningkatan stimulasi
kardiovaskuler ringan dan sedikit peningkatan tekanan
arteri, TIK, dan intraokuler. Ketamin memiliki efek
bronkodilator dan bila diberikan dalam dosis tinggi
intramuskular menimbulkan peningkatan produksi saliva
(WHO, 1988). Ketamine kurang digemari untuk induksi
anestesia karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat
menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi
buruk (Latief, 2010).
Sebaiknya sebelum pemberian ketamin, diberikan
sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium)
dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi
salivasi diberikan sulfas atropine 0,01 mg/kg (Latief, 2010).
Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg
dan untuk intramuskular 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam
cairan bening kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1 ml = 50
mg) dan 10% (1 ml = 100 mg) (Latief, 2010).
Farmakologi (Aitkenhead, 1996):
1. CNS: ketamin sangat larut lemak. Setelah injeksi
i.v ketamin menginduksi anestesi dalam waktu 30-
60 detik. Amnesia terjadi lebih dari 1 jam setelah
pasien sadar. Dapat menimbulkan delirium, tidur
tidak nyenyak, disorientasi, agitasi. Mimpi buruk
dan halusinasi terjadi selama pemulihan
kesadaran dan lebih dari 24 jam. Mimpi buruk
20
jarang terjadi pada anak dan lansia. Angka
kejadian delirium dan halusinasi dapat diturunkan
dengan pemberian stimulasi taktil dan verbal
selama recovery period, atau dengan pemberian
opioid secara bersamaan, butirofenon,
benzodizepin, atau physostigmine; bagaimanapun
mimpi buruk tetap terjadi.
Terjadi perubahan EEG hilangnya alpha rhytm dan
theta activity. Kecepatan metabolisme otak
meningkat pada beberapa daerah otak, dan CBF,
CBV, TIK meningkat.
2. CVS: tekanan arteri meningkat 25% dan denyut
jantung meningkat 20%. Cardiac output meningkat,
konsumsi oksigen myokard; efek inotropik
disebabkan oleh peningkatan influks kalsium oleh
cAMP. Stimulasi simpatis perifer menurun,
menyebabkan vasodilatasi pada jaringan yang
diinervasi oleh reseptor α-adrenergic, dan
vasokonstriksi pada reseptor β.
3. Respirasi: apnea sementara terjadi selama injeksi
i.v. dilatasi otot bronkus
4. Otot skelet: tonus otot meningkat
5. GIT: hipersalivasi
6. Uterus & plasenta: menembus plasenta.
Konsentrasi fetal sama dengan konsentrasi
maternal.
7. Mata: peningkatan tekanan intraocular yang
bersifat sementara. Gerakan bola mata tetap
terjadi selama anestesi pembedahan.
21
dengan menggunakan forsep atau seksio sesaria. Tidak
mempunyai efek relaksasi otot, kadang-kadang ekstremitas
menjadi kaku dalam posisi yang abnormal karena terjadi
perubahan tonus otot (WHO, 1988). Ketamin relatif mahal,
sehingga penggunaannya terbatas. Ketamin menimbulkan
delirium, mimpi buruk dan halusinasi (Aitkenhead, 1996).
Halusinasi yang terjadi pada pemberian ketamin sebagai
obat tunggal dapat dikurangi dengan pemberian
premedikasi sedative dengan benzodiazepin atau
butirofenom (WHO, 1988). Ketamin menimbulkan hipertensi
dan takikardi (berbahaya bila diberikan pada pasien
hipertensi dan iskemia jantung), prolonged recovery,
salvasi, peningkatan TIK, reaksi alergi (ruam kulit)
(Aitkenhead, 1996).
D. Metoksital (Methoksiton)
Merupakan anestesi kuat, berupa bubuk yang
dilarutkan untuk membuat larutan 1% dengan dosis tidur
rata-rata 1 mg/kgBB. Digunakan sebagai alternatif
thiopental . Setelah pemberian dosis tunggal, pasien sadar
lebih cepat dibandingkan thiopental, tapi masih
berpengaruh dalam 24 jam sehingga pasien dilarang
megendarai mobil, mengoperasikan mesin, atau minum
alkohol selama 24 jam kemudian (WHO, 1988).
E. Etanolone
Etanolone (3α-hydroxy-5β-pregnan-20-one; juga
dikenal sebagai 5β-pregnanolone) sama halnya dengan
propofol sangat tidak larut dalam air dan diformulasikan
dalam emulsi 10% Intralipid. Merupakan larutan isotonik pH
7,5. Bila dibandingkan dengan propofol, etanolone lebih
22
jarang menimbulkan nyeri pada tempat injeksi dan depresi
napas.
Induksi lebih lambat dibanding propofol. Eliminasi 1-2
jam, klirens 1-3 L/kg/jam. Metabolisme di hepar dan
sebagian obat dieksresikan melalui empedu tanpa
mengalami perubahan (Aitkenhead, 1996).
Administrasi etanolone berhubungan dengan
peningkatan denyut jantung namun sedikit atau tidak
menyebabkan penurunan tekanan arteri. Etanolone
menurunkan cardiac output jauh lebih besar dibandingkan
propofol, sehingga menyebabkan sedikit perubahan
afterload (Aitkenhead, 1996).
Dosis etanolone yang menimbulkan anestesi (0,5-1
mg/kg) (Aitkenhead, 1996).
F. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sulfentanil) untuk induksi
diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu
kardiovaskular sehingga banyak digunakan untuk induksi
pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia digunakan
opioid digunakan fentanil dosis induksi 0,1 mikrogram/kgBB
(Latief, 2010).
23
selama anestesi ringan dan membantu ahli bedah untuk mengatasi
organ dan jaringan tertentu.
24
Relaksan otot mempunyai sifat yang mirip dengan asetilkolin
dan akan berikatan dengan reseptor asetilkolin, tetapi efeknya
setelah berikatan berbeda dari asetilkolin (WHO, 1998).
25
Efek samping suksinil ialah:
26
3. Eter-fenolik: galiamin
4. Nortoksiferin : alkuronium (Latief, 2010).
Dosis Dosis
Durasi
awal rumatan Efek samping
Menit
(mg/kg) (mg/kg)
Nondepol long-acting
0.40-
d-tubokurarin (tubarin) 0.10 30-60 Histamin +, hipotensi
0.60
0.08- 0.015- Vagolitik, takikardi,
Pankuronium 30-60
0.12 0.020 tensi >
0.20-
Metakurin 0.05 40-60 Histamin +, hipotensi
0.40
0.05- 0.01-
Pipekuronium 40-60 Kardiovaskular stabil
0.12 0.015
0.02- 0.005-
Doksakurium 45-60 Kardiovaskular stabil
0.08 0.010
0.15-
Alkurium (alloferin) 0.05 40-60 Vagolitik, takikardia
0.30
Nondepol intermediate acting
Gallamin (flaxedil) 4-6 0.5 30-60 Histamin ±, hipotensi
Aman untuk hepar,
Atrakurium (tracrium) 0.5-0.6 0.1 20-45
ginjal
0.015-
Vekuronium (norcuron) 0.1-0.2 25-45
0.02
Rokuronium (esmeron) 0.6-1.0 0.10-0.15 30-60
0.15-
Cistacuronium 0.02 30-45 Isomer atrakurium
0.20
Nondepol short-acting
0.20-
Mivakurium (mivacron) 0.05 10-15 Histamin +, hipotensi
0.25
Ropacuronium 1.5-2.0 0.3-0.5 15-30
Depol short-acting
Suksinilkolin (scolin) 0.1 3-10
Dekametonium
27
Pilihan pelumpuh otot
28
Neostigmin digunakan sebagai antagonis terhadap efek
residu pada relaksasi dan depolarisasi pada akhir operasi.
Merupakan inhibitor asetilkolinesterase dan karena itu
meningkatkan konsentrasi asetilkolin pada ujung saraf.
Asetilkolinesterase Menghambat efek relaksan otot dengan
cara berkompetisi dengan obat relaksan untuk menduduki
reseptor. Jika digunakan sebagai obat tunggal, neostigmin
menimbulkan bradikardia berat (bahkan sampai henti jantung)
dan menyebabkan peningkatan sekresi akibat stimulasi
kolinergik ujung nervus vagus. Sehingga harus diberikan
hanya dengan atau segera setelah pemberian atropin
intravena. Dosis normal untuk atropin adalah 0,02 mg/kgbb
dan neostigmin 0,04 mg/kgbb. Efek relaksan non-depolarisasi
dapat hilang sempurna sekurang-kurangnya 15 menit setelah
pemberian yang terakhir (WHO, 1988).
29
napas (breath holding) pada tahap II dan arrest napas
(respiratory arrest) karena kelumpuhan medulla tahap
IV. Tahan napas dapat diketahui karena adanya
tanda- tanda yang misalnya penderita bergerak-gerak
disamping itu anestesi baru sebentar dimulai.
Pupil : lebar
Tahap ini dibagi menjadi 4 bidang. Ciri umum dari tahap III ini
adalah :
Napas jadi teratur (dapat dilihat dari gerakan napas dan suara
napas) seperti orang tidur nyenyak. Reflek bulu mata negatif, otot-
otot jadi lemas, sehingga kepala mudah digerakkan.
Bidang I ( plane I)
30
Bidang 2 (plane 2)
Napas : sama seperti bidang 1 hanya besarnya (amplitudo)
berkurang
Bola mata : tidak bergerak
Pupil : kecil
Bidang 3 (plane 3)
Napas : napas perut mulai lebih besar dari napas dada. Gerak
dada tertinggal
Bola mata : tidak bergerak.
Bidang 4 (plane 4)
31
BAB III
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33