Anda di halaman 1dari 21

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen pemerintahan yang
sangat penting untuk mencapai kesemakmuran Negara khususnya di negara Islam.
Dizaman Kekhalifahan mempunyai sistem penetapan pemimpin tersendiri sesuai
ajaran-ajaran islam yang tentu telah sesuai kriteria-kriteria pemimpin islam itu
sendiri dan juga mempunyai sitem kepemimpinan yang selalu berpatokan dengan
ajaran islam sendiri.
Di zaman modern ini bentuk pemerintahan dan kepemimpinan di berbagai
negara khususnya negara Islam semakin berkembang selalu mengalami peradaban-
peradaban politik dari zaman-zaman dan tentunya mempunyai perpbedaan dari
zaman khalifah terdahulu. Untuk itu sangat penting untuk mengkaji pemerintahan
negara Islam di zaman sekarang ini. Tujuannya kita sebagai mahasiswa bisa
mengetahui dan memahami gejolak-gejolak politik di negara-negara Islamserta
perbedaan bentuk pemerintahan dan kepemimpinan era kekhalifahan dengan era
modern sekarang.

1
B. PEMBAHASAN

1. PEMERINTAHAN PASCA KHILAFAH DI DUNIA MUSLIM

Dalam materi kali ini, kelompok kami akan membahas secara singkat
mengenai Negara muslim di sekitar sistem dan bentuk pemerintahan masing-masing
Negara secara global. Tujuannya untuk melihat betapa beragamnya sistem dan
bentuk pemerintahan di kalangan umat Islam pada zaman modern ini.
A. Turki
Babak ke empat atau perubahan terakhir dari praktek pemerintahan di dunia
Islam terjadi di abad XX yang di pelopori oleh Musthafa Kemal Attaturk di tubuh
kerajaan Turki Usmani. Kerajaan ini ia ubah menjadi pemerintahan berbentuk
republic dan di susun pula konstitusinya pada tahun 1921, dan ditegaskan bahwa
kedaulatan terletak di tangan rakyat. Perubahan ini terjadi atas usul Musthafa Kemal
Attaturk kepada Dewan Nasional Turki (dibentuk tahun 1920) untuk menghapuskan
lembaga kesultanan yang disetujui Dewan di tahun 1922, dan sebagai gantinya di
bentuk republik Turki pada bulan Oktober 1923 dan Musthafa Kemal di pilih sebagai
presidennya yang berkedudukan di kota Ankara. Sebagai imbalan atas penghapusan
lembaga itu, usul golongan islam agar satu artikel ditambahkan dalam konstitusi
yang menyatakan agama resmi Negara Republik Turki adalah Islam, diterima oleh
Dewan. Pada saat itu Khalifah di Istanbul dibiarkan tetap memegang kekuasaan
sucinya.tapi karena kedua penguasa ini, Khalifah dan Presiden saling bersaing dan
sama-sama bersikap sebagai kepala Negara ,maka akhirnya pada tanggal 3 maret
1924 lembaga kekhalifahan pun di hapuskan oleh Dewan Nasional sekaligus
berakhirnya pemerintahan bentuk khilafah di dunia islam.sejak itu Turki menjadi
Negara republic yang murni.1
Tampaknya baik Musthafa Kemal maupun Dewan Nasional belum puas
dengan terobosan itu. Mereka ingin membebaskan Turki dari label agama,untuk itu
di tahun 1928 artikel 2 konstitusi tentang agama Negara di hapuskan, dan tahun 1937

1
Suyuthi Pulungan. 2014. Fiqih Siyasah. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Hlm 191

2
prinsip secularism dimasukkan ke dalam konstitusi .Dengan perubahan itu,
Konstitusi Turki pasal 1 menyatakan bahwa Negara Turki adalah Negara Republik,
nasionalis, kerakyatan, kenegaraan, sekularisme, dan revolusionis.
Berbagai kebijakan dan keputusan politik Musthafa Kemal yang selalu
didukung oleh Dewan Nasional tersebut bertujuan untuk membawa Republik Turki
menjadi Negara sekuler murni dan Negara Modern yang maju.Musthafa Kemal
dengan pahan sekularismenya, menurut Harun Nasution tidak bermaksud
menghilangkan Islam dari masyarakat Turki,melainkan tujuannya untuk
menghilangkan kekuasaan agama di lapangan politik dan pemerintahan.
B. Mesir.
Bentuk pemerintahan ini adalah republic sejak tahun 1952 dengan nama resmi
Republik Arab Mesir. Sebelumnya, sejak tahun 1952 setelah merdeka dari Inggris,
Mesir adalah Negara yang berbentuk monarki konstitusional. Pada tahun 1952,
pemerintahan monarki dijatuhkan oleh Gamal Abdul Nasser, dan mengubahnya
menjadi Negara republic. Kepala Negara dan pemerintahan adalah presiden dengan
masa jabatan 6 thn .
Konstitusi 1980 menyatakan Republik Arab Mesir adalah Negara demokrasi
dan sosialis.kedaulatan berada di tangan rakyat, dan rakyat adalah sumber kekuasaan
Negara. Semua warga Negara memperoleh status persamaan di depan
hukum,memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang ras, asal
keturunan, agama, atau keyakinan. Ditetapkan pula islam adalah agama Negara,
bahasa Arab adalah bahasa resmi Negara dan prinsip hukum islam menjadi sumber
utama dalam pembuatan dan perumusan undang-undang.2
C. Irak
Negara republic di bagian Barat daya Asia.nama resmi republic Irak, kepala
Negara dan pemerintahan adalah presiden .konstitusi 22 september 1968
menyatakan, republic irak adalah Negara demokrasi rakyat dan Negara berdaulat.
Politik ekonomi Negara didasarkan pada sosialisme. Kekuasaan tertinggi Negara
berada di tangan dewan komando revisioner yang dikepalai oleh presiden, dewan

2
Ibid. Hlm, 193

3
komando ini bertugas membuat dan menetapkan kebijaksanaan umum pemerintah,
mengumumkan undang-undang hingga pemilihan Dewan Nasional.
D. Syiria
Negara republic yang merdeka sejak tahun 1948.nama resmi Republic Arab
Syiria.kepala Negara dan pemerintahan adalah presiden, yang paling berkuasa di
Negara itu. Konstitusi 1973 menyatakan bahwa syiria adalah Negara demokrasi
rakyat sosialis. Presiden di pilih rakyat sekali dalam tujuh tahun.
E. Arab Saudi
Negara ini adalah berbentuk monarki atau kerajaan. Nama resmi Kerajaan
Arab Saudi (Al-mamlakah al-‘arabiyah al-sa’udiyah). Negara kerajaan ini di bentuk
pada tahun 1932 oleh Abdul Aziz Al-Saud,kepala Negara dan pemerintahan adalah
raja.Raja juga berkedudukan sebagai pembuat undang-undang, sebagai pemimpin
politik dan imam atau pemimpin agama. Seorang raja dipilih dari keluarga besar
Saudi. Kerajaan Arab Saudi tidak memiliki konstitusi tertulis. Sistem hukum yang
dipakai adalah syari’at islam yang berlaku bagi setiap orang di wilayah hukum
kerajaan ,artinya baik al-Qur’an maupun produk hukum hasil ijtihad para ulama yang
bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul merupakan Undang-undang dasar
Kerajaan Arab Saudi,walaupun Arab Saudi Negara monarki dan berhukum kepada
syari’at islam,namun tidak berarti menganut “monarki absolute” dan “monarki
theokrasi”,sebab kekuasaan raja dibatasi oleh syariat itu sendiri dan ia harus tunduk
kepadanya dan di tubuh organisasi kerajaan itu terdapat pula Majelis Syura yang
anggota nya ditunjuk oleh raja.3
F. Jordania
Negara yang memperoleh kemerdekaan penuh dari inggris tahun 1946,
Negara ini juga berbentuk monarki, tapi monarki konstitusi. Nama resmi adalah
Kerajaan Jordania Hasyimiyah yang diperintah oleh seorang raja.menurut konstitusi
1952, raja juga sebagai panglima angkatan bersenjata mengangkat perdana menteri
dan anggota kabinet sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislative
berada pada parlemen yang terdiri dari Senat,Dewan Perwakilan Rakyat dan
Raja.sedangkan yudikatif berada pada berbagai mahkamah yang bebas. Islam adalah

3
Ibid 194

4
agama Negara dan bahasa Arab bahasa resmi.Hukum Islam dijadikan sebagai salah
satu sumber hukum utama dalam pembuat hukum dan Undang-undang.
Negara lain yang mengambil bentuk monarki berkonstitusi adalah
Maroko.undang-undang dasarnya menyatakan bahwa Maroko adalah kerajaan yang
berkonstitusi dan demokratis. Kedaulatan berada di tangan bangsa dan Islam adalah
agama Negara, semua warga Negara berhak menyatakan pendapat.Negara kerajaan
ini menganut sistem banyak partai.Hukum islam hanya berlaku di bidang-bidang
tertentu yaitu perkawinan, pembagian harta warisan dan wakaf menurut madzhab
Maliki.
G. Uni Emirat Arab
Negara ini merdeka pada tahun 1971 dari inggris yang terletak di pantai timur
Semenanjung Arab. Nama resmi adalah Al-Imarah al-‘arabiyah al-Muttahidah.Uni
Emirat Arab adalah negara federasi Islam dari tujuh keemiran. Kepala pemerintahan
dipegang oleh perdana menteri.hukum Islam diberlakukan bagi semua warga
Negara, sistem hukum terdiri dari undang-undang sipil dan hukum syariat islam.
H. Oman
Negara ini disebut kesultanan dengan sistem monarki sejak tahun 1970, nama
resmi adalah Kesultanan Oman (Sulthanah ‘Uman). Diperoleh oleh seorang sultan
yang juga bertindak sebagai menteri luar negeri dan menteri pertahanan. Oman tidak
memiliki konstitusi, lembaga legislative dan partai politik, Undang-undang yang
diberlakukan adalah Syari’at Islam.
I. Pakistan
Negara ini dibentuk pada tanggal 15 Agustus 1947. Kepala Negara dijabat
oleh presiden dan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri. Kekuasaan
legislative dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan kekuasaan eksekutif oleh
Mahkamah Agung. Konstitusi Negara pada tahun 1973 menyatakan bahwa nama
resmi Negara ini adalah “Republik Islam Pakistan” ,dan tidak akan diundangkannya
suatu undang-undang yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.4

4
Ibid, hlm, 196

5
J. Iran
Negara ini berbentuk republic dengan nama resmi Pepublik Islam Iran yang
disahkan pada tanggal 24 April 1979.Agama resmi adalah Islam menurut paham
Syi’ah.tapi aliran-aliran islam lain dihormati. Demikian pula penganut Kristen,
Yahudidan Zoroaster secara resmi diakui akan hak dan keberadaanya sebagai
kelompok penganut agama minoritas. Urusan politik, ekonomi dan sosial didasarkan
pada konsep spiritual dan etik islam.sedangkan sistem hukum di Negara ini sedang
menjalani proses untuk memberlakukan hukum islam bagi semua aspek kehidupan.
Presiden dipilih oleh rakyat setiap 4 tahun sekali. Presiden adalah kepala
pemerintahan dan pelaksana konstitusi, coordinator lembaga-lembaga eksekutif,
legislative, dan yudikatif, mewakili Negara dalam hubungan dunia
internasional.mengangkat perdana menteri dan kabinet atas persetujuan majelis dan
memimpin siding kabinet.
K. Malaysia
Negara yang memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 30 Agustus
1957 dan menjadi Federation of Malaysia pada tanggal 16 september 1963.Kepala
Negara dijabat oleh seorang raja dengan gelar Sultan Yang Dipertuan Agong,
sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri .kekuasaan
legislative berada di tangan parlemen,terdiri dari Yang Dipertuan Agong, Dewan
Negara atau Senat dan Dewan Rakyat. Konstitusi Kerajaan Federatif Malaysia tahun
1971 menyatakan agama resmi Federasi adalah Islam,konstitusi juga menetapkan
bahwa prinsip-prinip keadilan, persamaan, kebebasan, berserikat dan menyatakan
pendapat bagi semua warga Negara, dan mempunyai hak untuk berkumpul dan
bersrikat serta kebebasan beragama.5
L. Indonesia
Negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dari tangan kaum
colonial oleh seluruh rakyat melalui perjuanga kekuatan, gerakan politik dan
diplomatic serta kekuatan iman. Negara Kesatuan Indonesia mengambil bentuk
pemerintahan Republik. Kepala Negara dan pemerintahan dijabat oleh presiden yang
dipilih 5 tahun sekali. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif untuk

5
Ibid, hlm.200

6
melaksanakan amanat UUD 1945, ia bekerja atas mandate MPR, pemegang
kekuasaan legislative.6

2. BENTUK PEMERINTAHAN ISLAM


Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang lain sama sekali
dengan sistem-sistem pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang
menjadi landasan berdirinya, pemikiran, pemahaman, standar serta hukum-hukum
yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun dari aspek undang-
undang dasar serta undang-undang yang diberlakukannya, ataupun dari aspek bentuk
yang menggambarkan wujud negara tadi, maupun hal-hal yang menjadikannya beda
sama sekali dari seluruh bentuk pemerintahan yang ada di dunia.

1. Pemerintahan Islam Bukan Monarchi


Sistem pemerintahan Islam tidak berbentuk monarchi. Bahkan, Islam tidak
mengakui sistem monarchi, maupun yang sejenis dengan sistem monarchi.

Kalau sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra mahkota),


dimana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang
tuanya, seperti kalau mereka mewariskan harta warisan. Sedangkan sistem
pemerintahan Islam tidak mengenal sistem waris. Namun, pemerintahan akan
dipegang oleh orang yang dibai’at oleh umat dengan penuh ridla dan bebas memilih.

Sistem monarchi telah memberikan hak tertentu serta hak-hak istimewa


khusus untuk raja saja, yang tidak akan bisa dimiliki oleh yang lain. Sistem ini juga
telah menjadikan raja di atas undang-undang, dimana secara pribadi memiliki
kekebalan hukum. Dan kadangkala raja hanya simbol bagi umat, dan tidak memiliki
kekuasaan apa-apa, sebagaimana raja-raja di Eropa. Atau kadangkala menjadi raja
dan sekaligus berkuasa penuh, bahkan menjadi sumber hukum. Dimana raja bebas
mengendalikan negeri dan rakyatnya dengan sesuka hatinya, sebagaimana raja di
Saudi, Maroko, dan Yordania.

Lain halnya dengan sistem Islam, sistem Islam tidak pernah memberikan
kekhususan kepada khalifah atau imam dalam bentuk hak-hak istimewa atau hak-hak

6
Ibid, hlm.202

7
khusus. Khalifah tidak memiliki hak, selain hak yang sama dengan hak rakyat biasa.
Khalifah juga bukan hanya sebuah simbol bagi umat yang menjadi khalifah namun
tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Disamping khalifah juga bukan sebuah simbol
yang berkuasa dan bisa memerintah serta mengendalikan negara beserta rakyatnya
dengan sesuka hatinya. Namun, khalifah adalah wakil umat dalam masalah
pemerintahan dan kekuasaan, yang mereka pilih dan mereka bai’at dengan penuh
ridla agar menerapkan syari’at Allah atas diri mereka. Sehingga khalifah juga tetap
harus terikat dengan hukum-hukum Islam dalam semua tindakan, hukum serta
pelayanannya terhadap kepentingan umat.

Disamping itu, dalam pemerintahan Islam tidak mengenal wilayatul


ahdi (putra mahkota). Justru Islam menolak adanya putra mahkota, bahkan Islam
juga menolak mengambil pemerintahan dengan cara waris. Islam telah menentukan
cara mengambil pemerintahan yaitu dengan bai’at dari umat kepada khalifah atau
imam, dengan penuh ridla dan bebas memilih.7

2. Pemerintahan Islam Bukan Republik


Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik. Dimana sistem
republik berdiri di atas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya jelas di tangan
rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk memerintah serta membuat aturan,
termasuk rakyatlah yang kemudian memiliki hak untuk menentukan seseorang untuk
menjadi penguasa, dan sekaligus hak untuk memecatnya. Rakyat juga berhak
membuat aturan berupa undang-undang dasar serta perundang-undangan, termasuk
berhak menghapus, mengganti serta merubahnya.

Sementara sistem pemerintahan Islam berdiri di atas pilar akidah Islam, serta
hukum-hukum syara’. Dimana kedaulatannya di tangan syara’, bukan di tangan
umat. Dalam hal ini, baik umat maupun khalifah tidak berhak membuat aturan
sendiri. Karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT. semata. Sedangkan
khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi hukum-hukum untuk dijadikan
sebagai undang-undang dasar serta perundang-undangan dari kitabullah dan sunah

7
Ibid, hlm.203

8
Rasul-Nya. Begitu pula umat tidak berhak untuk memecat khalifah. Karena yang
berhak memecat khalifah adalah syara’ semata. Akan tetapi, umat tetap berhak
untuk mengangkatnya. Sebab Islam telah menjadikan kekuasaan di tangan umat.
Sehingga umat berhak mengangkat orang yang mereka pilih dan mereka bai’at untuk
menjadi wakil mereka.

Dalam sistem republik dengan bentuk presidensilnya, seorang presiden


memiliki wewenang sebagai seorang kepala negara serta wewenang sebagai seorang
perdana menteri, sekaligus. Karena tidak ada perdana menteri dan yang ada hanya
para menteri, semisal presiden Amerika. Sedangkan dalam sistem republik dengan
bentuk parlementer, terdapat seorang presiden sekaligus dengan perdana menterinya.
Dimana wewenang pemerintahan dipegang oleh perdana menteri, bukan presiden.
Seperti republik Prancis dan Jerman Barat.

Sedangkan di dalam sistem khilafah tidak ada menteri, maupun kementerian


bersama seorang khalifah seperti halnya dalam konsep demokrasi, yang memiliki
spesialisasi serta departemen-departemen tertentu. Yang ada dalam sistem khilafah
Islam hanyalah para mu’awin yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas
mereka adalah membantu khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah
para pembantu dan sekaligus pelaksana. Ketika khalifah memimpin mereka, maka
khalifah memimpin mereka bukan dalam kapasitasnya sebagai perdana menteri atau
kepala lembaga eksekutif, melainkan hanya sebagai kepala negara. Sebab dalam
Islam tidak ada kabinet menteri yang bertugas membantu khalifah dengan memiliki
wewenang tertentu. Sehingga mu’awin tetap hanyalah pembantu khalifah untuk
melaksanakan wewenang-wewenangnya.8
Selain dua bentuk tersebut –baik presidensil maupun parlementer– dalam
sistem republik, presiden bertanggungjawab di depan rakyat atau yang mewakili
suara rakyat. Dimana rakyat beserta wakilnya berhak untuk memberhentikan
presiden, karena kedaulatan di tangan rakyat.

8
Misbah. Pemerintahan di Negara-negara Islam Sekitar. (Sumenep: Cahaya Ilahi,1999). 13

9
Kenyataan ini berbeda dengan sistem kekhilafahan. Karena seorang amirul
mukminin(khalifah), sekalipun bertanggungjawab di hadapan umat dan wakil-wakil
mereka, termasuk menerima kritik dan koreksi dari umat serta wakil-wakilnya,
namun umat termasuk para wakilnya tidak berhak untuk memberhentikannya.
Amirul mukminin juga tidak akan diberhentikan kecuali apabila menyimpang dari
hukum syara’ dengan penyimpangan yang menyebabkan harus diberhentikan.
Adapun yang menentukan pemberhentiannya adalah hanya mahkamah madhalim.
Kepemimpinan dalam sistem republik, baik yang menganut presidensil
maupun parlementer, selalu dibatasi dengan masa jabatan tertentu, yang tidak
mungkin bisa melebihi dari masa jabatan tersebut. Sementara di dalam sistem
khilafah, tidak terdapat masa jabatan tertentu. Namun, batasannya hanyalah apakah
masih menerapkan hukum syara’ atau tidak. Karena itu, selama khalifah
melaksanakan hukum syara’, dengan cara menerapkan hukum-hukum Islam kepada
seluruh manusia di dalam pemerintahannya, yang diambil dari kitabullah serta sunah
Rasul-Nya maka dia tetap menjadi khalifah, sekalipun masa jabatannya amat
panjang. Dan apabila dia telah meninggalkan hukum syara’ serta menjauhkan
penerapan hukum-hukum tersebut, maka berakhirlah masa jabatannya, sekalipun
baru sehari semalam. Sehingga tetap wajib diberhentikan.9

Dari pemaparan di atas, maka nampak jelas perbedaan yang sedemikian jauh
antara sistem kekhilafahan dengan sistem republik, antara presiden dalam sistem
republik dengan khalifah dalam sistem Islam. Karena itu, sama sekali tidak
diperbolehkan untuk mengatakan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah sistem
republik, atau mengeluarkan statemen: “Republik Islam”. Sebab, terdapat perbedaan
yang sedemikian besar antara kedua sistem tersebut pada aspek asas yang menjadi
dasar tegaknya kedua sistem tersebut, serta adanya perbedaan di antara keduanya
baik dari segi bentuk maupun substansi-substansi masalah berikutnya.

3. Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran


Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran, bahkan sistem
kekaisaran jauh sekali dari ajaran Islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan
sistem Islam –sekalipun ras dan sukunya berbeda serta sentralisasi pada pemerintah

9
Ibid, hlm.15

10
pusat, dalam masalah pemerintahan– tidak sama dengan wilayah yang diperintah
dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran, sebab
sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal
pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini telah
memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di
wilayah pusat.

Sedangkan tuntunan Islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap


sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain dalam wilayah-wilayah negara.
Islam juga telah menolak ikatan-ikatan kesukuan (ras). Bahkan, Islam memberikan
semua hak-hak rakyat dan kewajiban mereka kepada orang non Islam yang memiliki
kewarganegaraan. Dimana mereka memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana
yang menjadi hak dan kewajiban umat Islam. Lebih dari itu, Islam senantiasa
memberikan hak-hak tersebut kepada masing-masing rakyat –apapun madzhabnya–
yang tidak diberikan kepada rakyat negara lain, meskipun muslim. Dengan adanya
pemerataan ini, jelas bahwa sistem Islam berbeda jauh dengan sistem kekaisaran.
Dalam sistem Islam, tidak ada wilayah-wilayah yang menjadi daerah kolonial,
maupun lahan ekploitasi serta lahan subur yang senantiasa dikeruk untuk wilayah
pusat. Dimana wilayah-wilayah tersebut tetap menjadi satu kesatuan, sekalipun
sedemikian jauh jaraknya antara wilayah tersebut dengan ibu kota negara Islam.
Begitu pula masalah keragaman ras warganya. Sebab, setiap wilayah dianggap
sebagai satu bagian dari tubuh negara. Rakyat yang lainnya juga sama-sama
memiliki hak sebagaimana hak rakyat yang hidup di wilayah pusat, atau wilayah-
wilayah lainnya. Dimana otoritas pejabatnya, sistem serta perundang-undangannya
sama semua dengan wilayah-wilayah yang lain.10

4. Pemerintahan Islam Bukan Federasi


Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang membagi
wilayah-wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam
pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem
kesatuan. Yang mecakup seluruh negeri seperti Marakis di bagian barat dan
Khurasan di bagian timur. Seperti halnya yang dinamakan dengan mudiriyatul

10
Ibid, hlm.17

11
fuyum ketika ibu kota Islam berada di Kaero. Harta kekayaan seluruh wilayah
negera Islam dianggap satu. Begitu pula anggaran belanjanya akan diberikan secara
sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya. Kalau seandainya
ada wilayah telah mengumpulkan pajak, sementara kebutuhannya kecil, maka
wilayah tersebut akan diberi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, bukan berdasarkan
hasil pengumpulan hartanya. Kalau seandainya ada wilayah, yang pendapatan
daerahnya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, maka negara Islam tidak akan
mempertimbangkannya. Tetapi, wilayah tersebut tetap akan diberi anggaran belanja
dari anggaran belanja secara umum, sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Baik
pajaknya cukup untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Sistem pemerintahan Islam juga tidak berbentuk federasi, melainkan
berbentuk kesatuan. Karena itu, sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang
berbeda sama sekali dengan sistem-sistem yang telah populer lainnya saat ini. Baik
dari aspek landasannya maupun substansi-substansinya. Sekalipun dalam beberapa
prakteknya hampir ada yang menyerupai dengan praktek dalam sistem yang lain.

Disamping hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, sistem pemerintahan


Islam adalah sistem pemerintahan sentralisasi, dimana penguasa tertinggi cukup di
pusat. Pemerintahan pusat mempunyai otoritas yang penuh terhadap seluruh wilayah
negara, baik dalam masalah-masalah yang kecil maupun yang besar. Negara Islam
juga tidak akan sekali-kali mentolelir terjadinya pemisahan salah satu wilayahnya,
sehingga wilayah-wilayah tersebut tidak akan lepas begitu saja. Negaralah yang
akan mengangkat para panglima, wali dan amil, para pejabat dan penanggung jawab
dalam urusan harta dan ekonomi. Negara juga yang akan mengangkat para qadli di
setiap wilayahnya. Negara juga yang mengangkat orang yang bertugas menjadi
pejabat (hakim). Disamping negara yang akan mengurusi secara langsung seluruh
urusan yang berhubungan dengan pemerintahan di seluruh negeri.11
Pendek kata, sistem pemerintahan di dalam Islam adalah sistem khilafah.
Dan ijma’ sahabattelah sepakat terhadap kesatuan khilafah dan kesatuan negara serta
ketidak bolehan berbai’at selain kepada satu khalifah. Sistem ini telah disepakati
oleh para imam mujtahid serta jumhur fuqaha’. Yaitu apabila ada seorang khalifah

11
Ibid, hlm.20

12
dibai’at, padahal sudah ada khalifah yang lain atau sudah ada bai’at kepada seorang
khalifah, maka khalifah yang kedua harus diperangi, sehingga khalifah yang pertama
terbai’at. Sebab secara syar’i, bai’at telah ditetapkan untuk orang yang pertama kali
dibai’at dengan bai’at yang sah.

3. PENGERTIAN PEMERINTAHAN ISLAM


Islam adalah sistem yang sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang
mengatur segala bentuk interaksi antar sesama manusia, seperti sistem sosial,
ekonomi, politik, dsb. Aturan-aturan semacam ini meniscayakan adanya negara yang
akan melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan tersebut kepada manusia. Islam
telah menetapkan sistem yang khas bagi pemerintahan. Islam juga telah menetapkan
sistem yang khas untuk mengelola pemerintahan. Di samping itu, Islam menuntut
seluruh hukum syara (Islam) kepada rakyatnya.
Negara Islam adalah negara yang bersifat politis. Negara Islam tidak bersifat
sakral. Kepala negaranya tidak dianggap memiliki sifat-sifat orang suci. Negara yang
dimaksud di sini adalah Khilafah Islamiyah yang dikepalai oleh Khalifah, yang
kadang-kadang disebut sebagai amirul mukminin, sulthan, atau imam.
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia
untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke
segenap penjuru dunia. Menegakkan Khilafah hukumnya wajib bagi seluruh kaum
muslimin. Melaksanakan kewajiban ini sebagaimana melaksanakan kewajiban lain
yang telah dibebankan Allah SWT kepada kaum muslimin, adalah suatu keharusan
yang menuntut pelaksanaan tanpa tawar-menawar lagi dan tidak pula ada kompromi.
Melalaikannya adalah salah satu perbuatan maksiat yang terbesar dan Allah akan
mengazab para pelakunya dengan azab yang sangat pedih.12

Dalil mengenai kewajiban menegakkan Khilafah dalam Al Quran,


bahwasanya Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah saw untuk menegakkan
hukum di antara kaum muslimin dengan hukum-hukum yang telah diturunkan-Nya.
Allah SWT berfirman:

12
Ibid,

13
“Maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan apa yang Allah turunkan, dan
janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang
telah datang kepadamu.” (TQS. Al Maidah: 48)

“Hai, orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil
Amri di antara kamu sekalian.” (TQS. An Nisaa: 59)

Maksud dan Tujuan Pemerintahan di dalam Islam


Allah telah menjelaskan beberapa maksud dan tujuan dari pemerintahan Islam, yakni
1. Memelihara agama
Negara, terutama khalifah bertanggung jawab untuk memelihara akidah
Islam. Dalam hal ini dilakukan dengan mengoptimalkan wewenang yang telah
diberikan oleh syara kepadanya. Negaralah satu-satunya institusi yang berhak
menghukum orang-orang murtad dan memberi peringatan kepada siapa saja yang
menyeleweng dari agama. Sabda Rasulullah saw.
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah” (HR. Bukhari)

Bagi rakyat non muslim tidak dipaksa berakidah Islam. Dibiarkan dengan
akidah yang diyakininya dan menjalankan ibadah sesuai perintah agamanya dan
tidak diperkenankan mensyiarkannya. Namun, jika seorang non muslim memeluk
Islam maka tidak diperkenankan kembali ke agama sebelumnya (murtad). Apabila
hal itu terjadi maka diberlakukan sanksi bagi orang yang murtad.13

2.Mengatur urusan masyarakat dengan cara menerapkan hukum syara kepada


mereka tanpa membeda-bedakan antara satu individu dengan yang lainnya. Firman
Allah SWT:

“Hendaklah kamu menetapkan hukum di antara mereka berdasarkan apa yang


diturunkan Allah” (TQS. Al Maidah: 49)

13
ibid

14
Sabda Rasulullah saw:
“Seorang imam (kepala negara) adalah pengatur dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas pengurusannya tersebut.”

3.Menjaga negara dan umat dari orang-orang yang merongrong negara. Caranya
dengan melindungi batas-batas negara, mempersiapkan pasukan militer yang kuat
dan senjata canggih untuk melawan musuh, sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Rasul saw, dan para khalifah sesudah beliau. Firman Allah SWT:

“Persiapkanlah untuk (menghadapi) mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi,
berupa kuda-kuda yang ditambatkan agar kalian menggentarkan musuh Allah dan
musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya.”
(TQS. Al Anfal: 60)

4.Menyebarkan dakwah Islam kepada segenap manusia di luar wilayah Daulah, yaitu
dengan cara menjalankan jihad sebagaimana yang dilakukan Rasulullah pada
beberapa peperangan, misalnya penaklukan Mekah dan perang Tabuk. Begitu juga
pernah dilakukan oleh para Khalifah sesudah beliau. Mereka melakukan banyak
penaklukan seperti ke wilayah Syam, Irak, Mesir, Afrika Utara, dan
menyebarluaskan Islam di sana. Rasulullah saw bersabda:
“Jihad tetap (terus) berlangsung sejak aku diangkat menjadi rasul sampai generasi
terakhir dari umatku memerangi Dajjal. Jihad tidak dapat dibatalkan oleh zalimnya
pemimpin yang buruk atau adilnya pemimpin yang adil.”14
5.Menghilangkan pertentangan dan perselisihan di antara anggota masyarakat
(muslim dan non muslim) dengan penuh keadilan. Hal ini dilakukan dengan cara
menjatuhkan sanksi kepada mereka yang berbuat zalim, memperlihatkan keadilan
terhadap orang yang dizalimi sesuai dengan hukum yang disyariatkan Allah. Firman
Allah SWT:

14
ibid

15
“Jika kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menghukumi
dengan adil.” (TQS. An Nisa: 58)

Abu Bakar ra pernah berkata: “Orang yang (dianggap) kuat di tengah-tengah


kalian adalah lemah dihadapanku, hingga aku dapat mengambil (hak tersebut)
darinya. Orang yang (dianggap) lemah di tengah-tengah kalian adalah kuat
dihadapanku, hingga aku dapat mengambil (haknya) itu untuknya.”

4. ASAS-ASA POLITIK ISLAM


Sistem pemerintahan Islam tegak berdasarkan asas berikut:

1. Kedaulatan di tangan Syara’

Seorang individu tidak boleh memelihara urusan umat atau individu-individu


lain dengan sesuka hatinya. Segala perbuatan individu dan umat terikat dengan
perintah dan larangan Allah SWT. Dengan kata lain, menurut pandangan Islam, tak
satu pun manusia mempunyai hak legislasi (membuat hukum). Dengan demikian,
tidak ada lembaga legislatif di dalam struktur pemerintahan Islam karena kedaulatan
berada di tangan hukum syara, yaitu al Qur’an dan as Sunnah. Bukan berada di
tangan umat. Firman Allah SWT:
“Menetapkan hukum itu hanya milik Allah.” (TQS. Al An’am: 57)

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS. Al Maidah: 44)15

2. Kekuasaan di tangan umat


Kaum muslimin memiliki kewajiban melaksanakan hukum-hukum syariat. Akan
tetapi, kaum muslimin secara keseluruhan tidak mungkin dapat menerapkan syariat
Islam terhadap mereka sendiri tanpa adanya penguasa (hakim). Oleh karena itu,
syariat memberikan hak untuk mengangkat penguasa (Khalifah) kepada umat.

15
ibid

16
Dengan kata lain, umatlah yang memilih Khalifah dan memberikan bai’at
kepadanya. Khalifahlah yang mewakili umat dalam menjalankan aktivitas kekuasaan
(pemerintahan). Imam Muslim meriwayatkan bahwa Ubadah bin Shamit berkata:

“Kami telah membai’at Rasulullah saw untuk setia mendengarkan dan menaati
perintahnya., baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam keadaan yang
kami senangi ataupun tidak kami senangi.”

3. Mengangkat seorang Khalifah adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin

Syariat telah mewajibkan setiap muslim untuk membai’at seorang Khalifah.


Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang mati dan di atas pundaknya tidak ada bai’at maka matinya adalah
mati jahiliyah.” (HR. Muslim)

Selain itu, kaum muslimin di seluruh dunia tidak boleh memiliki lebih dari
satu pemimpin dan lebih dari satu negara. Sistem pemerintahan Islam merupakan
sistem kesatuan. Negara yang satu, sistem yang satu, dan Khalifah yang satu. Berikut
hadits yang yang berkaitan dengan perkara ini:

“Apabila ada dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.”
(HR. Muslim)

4. Khalifah satu-satunya pihak yang berhak melakukan tabanni (adopsi)


terhadap hukum-hukum syara serta menegakkan konstitusi dan perundang-
undangan.16
Khalifah sebagai kepala negara memiliki kewajiban untuk mengatur urusan
kaum muslim. Syariat Islam memberikan kepadanya amanah untuk melindungi dan
memelihara urusan umat. Inilah latar belakang mengapa umat memberikan
kekuasaan kepada kepala negara untuk memerintah berdasarkan hukum-hukum

16
ibid

17
Allah SWT. Oleh karena itu, Khalifah akan berusaha keras menegakkan Islam di
tengah-tengah masyarakat dan menyerukan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Khalifah pun memiliki kewenangan untuk menetapkan salah satu pendapat
(menjadi hukum) di antara pendapat-pendapat yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Dalam hal ini terdapat kaidah syara yang berbunyi: “Perintah Imam
(Khalifah) akan menghilangkan perselisihan”. Kaum muslimin wajib terikat dengan
hukum yang nantinya dipilih oleh Khalifah karena ketaatan kepada pemimpin
merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah saw. Firman
Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri di
antara kamu.” (TQS. An Nisa:59)

5.Struktur pemerintahan Islam tegak atas tujuh pilar, yaitu:

1.Kepala negara, yaitu Khalifah.


2.Pembantu kepala negara (Muawin), yaitu Muawin Tafwidl dan Muawin Tanfidz
3.Gubernur (Wali)
4.Panglima perang (Amirul Jihad) dan Angkatan Bersenjata
5.Lembaga peradilan (Qadli)
6.Aparat administrasi (Jihazul Idari)
7.Majelis Umat (Beranggotakan muslim dan non muslim, baik laki-laki maupun
perempuan.17 Fungsinya melakukan koreksi kepada penguasa, tidak membuat
hukum/undang-undang karena membuat hukum hanyalah hak Allah SWT).
Seluruh pilar ini merupakan aparat pelaksana bagi Daulah Islamiyah. Pola
seperti ini pun pernah ditegakkan oleh Rasul saw di Madinah. Para Khalifah sesudah
beliau menjalankan pola yang sama berdasarkan petunjuk Rasulullah saw. Sistem
pemerintahan Islam adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang dapat
memberikan jalan keluar atas berbagai permasalahan kehidupan manusia karena

17
ibid

18
manusia hanya diperbolehkan tunduk kepada hukum-hukum Allah SWT yang Maha
Mengetahui ciptaan-Nya.
Dengan sistem pemerintahan Islam, manusia mempunyai kekuasaan untuk
memastikan agar sang pemimpin hanya menerapkan hukum Allah SWT secara
kaffah dan tidak mengedepankan hawa nafsunya. Sistem pemerintahan Islam
menjamin pelayanan administratif dan penyediaan fasilitas bagi seluruh warganya,
baik muslim maupun non muslim, supaya dapat hidup dengan mudah menurut
kerangka Islam.
Dalam sistem pemerintahan Islam, negara akan menjadi sarana yang efektif
untuk menyebarluaskan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia di dunia.
Negara Islam akan memiliki angkatan bersenjata yang kuat untuk mempermudah
tugas ini, serta untuk memelihara pertahanan dan keamanan negara Islam dari
serangan musuh-musuh Islam.
Dengan sistem pemerintahan Islam, seluruh aturan Islam akan diikat menjadi
satu menjadi sebuah kesatuan sistem yang sempurna, seimbang, dan terkoordinasi.
Fungsi masing-masing sistem saling bergantung satu sama lain, dan tidak ada satu
pun yang bisa dilaksanakan secara lengkap tanpa peran serta sistem lainnya. Oleh
karena itu, dapat kita saksikan bagaimana sistem pemerintahan Islam mengikat
seluruh sistem menjadi satu sehingga menghasilkan sebuah pandangan hidup yang
paling unggul dan unik sepanjang sejarah umat manusia.18

18
Op.Cit

19
C. KESIMPULAN

Untuk mencapai tujuan pemerintahan di negara Islam sangat beragam sekali


cara, sistem politik untuk diterapkan diberbagai negara Islam guna mencapai fungsi
manajemen pemerintahan secara optimal. Meskipun cara, sistem politik
pemerintahan di setiap negara-negara Islam berbeda-beda semuanya mempunyai
tujuan yang sama yaitu untuk menegakkan kedaulatan pemerintahan di negara-
negara tersebut.
Pada saat Pasca Ke Khalifahan Sistem Pemerintahan Berbagai Macam Bentuk
yang Berbeda Sesuai dengan Latar Belekang dan Sejarah Dari Setiap Negara Itu
Sendiri. Sistem Pemerintahan Dunia Era baru Berbeda dengan Zaman Ke Khalifahan
Dimana Pada Era Baru Pemimpin Mempunyai Batas Masa Jabatan Dalam Jangka
Beberapa Tahun Sedangkan Pada zam Kekhalifahan pemimpin atau khalifah selama
dia masih menjalan kan syariat-syariat islam dia akan terus memimpin sampai wafat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Misbah. 1999. Pemerintahan di Negara-negara Islam Sekitar. Sumenep: Cahaya


Ilahi.
Suyuthi Pulungan. 2014. Fiqih Siyasah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

21

Anda mungkin juga menyukai