Anda di halaman 1dari 33

SOEJOEDI DAN KARYA KARYANYA

Sejarah dan Teori Arsitektur II


ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

B kELOMPOK 5
Annisa Aurindita Amelia 165060507111009
Dhara Adyuta Sasikirana 165060500111020
Victoria Dian Agustin 155060507111024
Nadia Nurarufah Nadhila 155060501111032
Dorongan Estetik

Dorongan Estetik merupakan suatu hasrat seseorang untuk menyempurnakan hubungan


dirinya dengan lingkungan di sekitanya. Dalam hal ini hubungan antara sesorang dengan alam
di sekelilingnya tidak lagi berupa peniruan atau analogi melainkan proyeksi keinginan pribadi.
Dalam hal kesenian, dorongan estetik dari seniman bukan lagi merupakan sebuah tiruan atau
replika namun menjadi media untuk mengekspresikan semua yang diinginkan seniman sebagai
sumbangsih pada lingkungan sekelilingnya. Realisasi terkait yang paling mudah
representasinya dapat terlihat dari sikap atau keterarahannya ketika memilih bentuk, mengolah
wujud, dan tampilan visual dari rancangannya.

Cara beliau, yaitu berkontemplasi dengan tapak yang akan dibangun dan lingkungan alami
sekitar tersebut. Beliau sangat mengagumi persawahan di lereng perbukitan, terutama bagian horisontal
yang meliuk ditiap hamparan yang mengikuti bentang alam.

Namun terkadang saking menikmati keindahan alam seperti persawahan serta tepian pantai
dengan hamparan laut membuatnya lupa diri dan kurang menjaga kesehatan. Kemudian beliau juga
tidak berinteraksi dengan arsitek lainnya karena beliau merasa sudah menemukan pokok permasalahan
dari setiap proyek yang ditanganinya.

Soejodi menekankan pentingnya studi fasad karena tampak fasad merupakan wajah bangunan
tersebut yang langsung berkenaan dengan alam sekitar. Beliau mempertimbangkan fungsi, proporsi,
tinggi, tekukan, kemiringan, teknik penggabungan bahan dan seterusnya.

Pilihan bentuk kubus merupakan ekspresi dari objek yang terangkat dari tanah. Teknik tersebut
menjadi inti pemrograman perancangan arsitektur Soejoedi untuk selanjutnya dikembangkan menjadi
beberapa versi melalui heuristik positif dan negatif. Kubus juga mengisyaratkan himpunan sekaligus
perlindungan yang terilhami dari arsitektur modern Eropa serta potensi baru responsif terhadap iklim
di Indonesia.

Dhara Adyuta Sasikirana


165060500111020

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

1|Soejoedi dan Karya -karyanya


Program perancangan arsitek

Inti pemrograman Soejoedi pada dasarnya


menerapkan ‘Internasional Style’ yaitu, tiga prinsip
volumentrik, keteraturan dan anti ornamen-terapan.
Dalam penerapannya direalisasikan menjadi wujud kubus
berongga yang dibentuk dari 6 bidang dengan keteraturan
dan presisi sehingga wujud objek apapun yang tidak
termasuk dalam bidang tersebut merupakan tambahan.
Namun karena hal tersebut hasil rancangan yang bergenre
Internasional style ini teranacam ketinggalan karena Internasional Style tidak hanya terpatut pada
kubus saja, melainkan juga pada prinsip lipatan, cangkang atau membran. Sehingga disusunlah heutistik
positif pada kubus ini. Salah satunya disebut “5 points towards new architecture” pada program
perancangan arsitektur Internasional Style.

Pertama yaitu the supporting atau elemen yang mendukung kekokohan dan kekuatan wujud
kotak bangunan gedung dan the non-supporting atau elemen yang membungkus unsur pendukung tadi
dan menjadikannya wujud kotak yang free standing.

Kedua adalah upaya memelihara wujud kotak free standing tadi, terutama pada dasar dan atas.
Hal itu bertujuan untuk menjaga kelembaban permukaan lantai.

Ketiga adalah memperlihatkan keunggulan dua langkah terdahulu, yaitu keluasan mengolah
denah ruangan ditiap lantai karena lantai-lantai tersebut berperan sebagai pengikat tiang-tiang jadi balok
horisontal tidak diperlukan.

Keempat yaitu mempertunjukkan keunggulannya yang merupakan keluasan membuat jendela


dengan fungsi optimal. Jendela yang dibuat dari lantai ke lantai tanpa terputus membuka peluang untuk
memperoleh pencahayaan dan pengudaraan alami yang maksimal.

Kelima memperlihatkan keunggulan fasadnya karena lantai lantai dalam sistem sruktur wujud
kotak free standing selalu menjorok melewati posisi tiang, sehingga terjadi konstruksi kantilever.
Sehingga memberi kesempatan menggarap fasad sebebas mungkin.

Lima butir hipotesis tadi terbukti kebenarannya


yaitu bangunan gedung sebagai sebuah konstruksi rangka
yang diselubungi bidang-bidang penutup luar yang ringan
dan transparan. Meskipun jarang diakui, prinsip
Internasional style ini sebenarnya dapat ditarik jauh ke
periode masa silam yaitu Renaissance dan Baroque yang
merupakan terobosan di zaman masing-masing.

2|Soejoedi dan Karya -karyanya


Periode Renaissance dimulai dari perancangan bangunan gedung sebagai sebuah gubahan
volumentrik wujud geometrik mengikuti prinsip perspektif, serta rasionalisasi elemen-elemen sekunder
bangunan gedung seperti jendela dan pintu serta keteraturan dalam peletakkanya.

Sementara pada Baroque ini awalnya pengembangan dari Renaissance terutama pada tampak
luar bangunan gedung sebagai sebuah wajah. Bedanya bidang permukaan datar tempat pengolahan
wajah di Renaissance diperlakukan sebagai medium volumentrik dengan sedikit melengkung atau
menambahkan sedikit bentuk tiga dimensional di bidang permukaan datar tadi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip volumentrik Internasional Style pada
hakikatnya memperilhatkan upaya mengembangkan teknik penggubahan ruang statis ke dinamis.
Sementara pada prinsip leteraturannya memperlihatkan upaya mengembangkan wajah bidang datar
menjadi bentuk tiga dimensional tanpa meningalkan medium utamanya, yaitu bindang. Soejodi
menerapkan perancangan arsitektur Internasional Style. Titik tolaknya adalah sebuah kotak yang
dilubangi secara horisontal kemudian saling digabungkan dengan kotak-kotak berikutnya baik secara
regresif maupun progresif. Beliau yakin bahwa kotak berongga dapat dijadikan suatu naungan
volumentrik seperti pada arsitektur vernakular di Indonesia..

Tindakan heuristik negatif mencegah upaya penyangkalan maupun pemalsuan selubung bidang
tersebut ditampilkan semurni mungkin dengan jalan memisahkan dari wujud dan elemen yang
dinaunginya seperti karya Le corbusier di Chandigarh, India.

3|Soejoedi dan Karya -karyanya


“..what is a good design?” dari pertanyaan tersebut memunculkan keyakinan bahwa fasad
bangunan gedung merupakan tampilan utama untuk mempresentasikan sebuah rancang-bangun yang
baik. Oleh karena itu, karya-karya Soejoedi sebetulnya terletak pada 2 tampilan gubahan massa yaitu
susunan massa pada tiap tapak serta olahan fasad yang memiliki satu kategori yang mengunggulkan
kombinasi bidang masif dengan transparan secara dramatis.

Dalam sikap anti-ornamen, Soejoedi menggarap volume sebagai buah dari pengumpulan
bidang-bidang murni semata. beliau membuat solusi untuk itu, contohnya pada Conefo yang menjadi
kompleks MPR/DOR RI. Semua ragam hias yang free standing dikerjakan sebagai elemen pendukung
gubahan volume setempat.

beliau juga terus berusaha meletakkan diri di depan jangkauan inti program Internasional Style
dengan menyempurnakan gubahan massa bangunan gedungnya menjadi tampilan baru yang belum ada
sebelumnya.

Program perancangan Soejoedi dapat dikatakan the perfected dalam kategorinya karena
mempelihatkan pengulangan baik di tampilan massa maupun olah fassadnya sehingga cukup sulit ditiru
oleh arsitek lain. Upaya meniru beliaupun juga meghasilkan karya berkualitas lebih rendah.

Dhara Adyuta Sasikirana


165060500111020

4|Soejoedi dan Karya -karyanya


BIOGRAFI SOEJOEDI

MAHASISWA BERBAKAT
Soejoedi Wirjoatmodjo lahir di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 27 Desember 1928.
Sejak kecil Soejoedi terkenal sangat pediam dan beliau mempunyai hobi menggambar, seperti
diketahui beliau adalah orang yang jarang sekali bergaul dengan teman sebayanya.
Kegemarannya sejak kecil yaitu diajak jalan – jalan oleh kedua orang tuanya, beliau senang
sekali memperhatikan lingkungan sekitar, beliau juga senang melihat gedung dan pesawat
terbang. Ciri khas menggambar soejoedi sejak kecil hingga sekarang adalah halus dan natural.
pada saat berumur 18 tahun Soejoedi bergabung dengan Kesatuan Tentara Pelajar sampai
menjabat menjadi Kepala Staff Tentara Pelajar Brigade 17 Departemen II Rayon V, di Solo.
Sosok dirinya yang pendiam namun keras hati serta kehidupan yang tidak menentu pada saat
semasa perjuangan bersenjata itu membuat kesehatan jasmaninya menurun , dan mulai terasa
ketika Soejoedi melanjutkan studinya di Eropa. Soejoedi menyelesaikan pendidikan menengah
umum lalu mendaftarkan diri di Uniersitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik
Bandung. Beliau memilih jurusan Mesin sebelum pindah ke jurusan Arsitektur pada tahun
1951. Dulu di sekolah tinggi ini Arsitektur merupakan sebuah kursus juru gambar teknik yang
dikembangkan menjadi pendidikan bidang Seni Rupa dan bidang bangunan (bouwkunde
afdeeling), pada tahun 1950 dan beliau menjadi salah satu mahasiswa pertama di sekolah tinggi
tersebut.
Tak lama kemudian bouwkunde afdelling berubah menjadi bagian Arsitektur ketika
Profesor Insinyur Jacob Thijsse digantikan oleh Profesor Insinyur Van Romondt, Materi
kurikulum ketika itu masih berorientasi keberbagai kemampuan mengatasi permasalahan
konstruksi bangunan sementara materi yang berkaitan dengan arsitektur masih terbatas
diseputar keahlian mengolah tampak luar dan mengubah wujud bangunan. Dan disitulah
Profesor Insinyur Van Romondt mengenali bakat Soejoedi dan memberi perhatian besar
kepada Soejoedi.. Akhirnya Soejoedi dipromosikan oleh Profesor Insinyur Van Romondt untuk
memperoleh beasiswa ke Eropa dalam rangka memperoleh wawasan yang lebih luas sebagai
persiapan menggantikannya kelak sebagai Ketua Jurusan Arsitektur.

5|Soejoedi dan Karya -karyanya


MENUJU EROPA

Pada tahun 1954 Soejoedi menerima beasiswa dari Pemerintah Prancis untuk meneruskan
studi di L’Ecole des Beaux-Art, Paris (beridiri tahun 1648). Lembaga pendidikan tersebut
merupakan sebuah lembaga pendidikan seni terapan (fine arts) yang dibagi dalam dua jurusan
yaitu Seni Lukis dan Patung serta Arsitektur. Program pendidikannya sendiri berorientasi ke
seni dan arsitektur klasik, khususnya Yunani dan Romawi.
Pada tahun 1987 munculah karakteristik rancang-bangun yang disebut gaya Beux-Arts
lalu awal abad ke-20 kurikulum jurusan Asitektur mengalami perubahan karena harus bersaing
dengan program pendidikan dan kurikulum lembaga pendidikan lain yang lebih liberal, seperti
L’Ecole Polytechnique dan Bauhaus. Pada tahun 1968 mahasiswa Eropa melakukan
perlawanan terhadap system pendidikan tinggi di Negara masing-masing, termasuk di Perncis.
Hasilnya , jurusan Arsitektur di L’Ecole de Beaux-Arts memisahkan diri dan menjadi Ecole
Superieure des Beaux-Arts berkedudukan di Paris , bersamaan dengan itu terbentuk sejumlah
L’Ecole des Beaux –Arts di kota-kota lain. Dengan demikian Soejoedi harus mengikuti
kurikulum L’Ecole des beauxArts abad ke-20 dan diperilakukan sebagai mahasiswa baru
karena program pendidikan yang telah dilaluinya di Bandung tidak diakui.
Soejoedi mendengar berita mengenai para mahasiswa Indonesia di Belanda dengan jumlah
yang banyak. Bulat tekad beliau pindah ke sana. Namun keinginan beliau tak mudah karena
bagaimanapun Soejoedi datang ke Eropa karena beasiswa. Karena itu Profesor Van Rommondt
membantu mengurusnya sekaligus mengantarkan ke Technishce Hoogeschool di Delft untuk
bertemu dengan guru besar di sana, juga para mahasiswa Indonesia, pada tahun 1955.
Soejoedi beruntung karena hasil karyanya selama mengikuti pendidikan di Bagian
Arsitektur Technische Hoogeschool Bandung yang kemudian berubah menjadi Jursan
Arsitektur Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik Universitas Indonesia, diakui. Saat pendaftaran
di Technische Hoogeshool, Delft, dia diantar oleh Profesor Van Rommondt. Pada tahun 1955,
di Technische Hoogeschool, Delft, terdapat sejumlah mahasiswa asal Indonesia. Mereka
umumnya beradaptasi dengan budaya dan gaya hidup Eropa. Pergaulan antar sesama juga
tergolong erat dan akrab, situasi tersebut yang membuat Soejoedi nyaman belajar ketimbang
di Perancis.
Banyak kerusakan yang terjadi akibat dampak Perang Dunia II pada sebagian besar
Negara di Eropa.. Agar dapat kembali bangkit, Belanda akhirnya melakukan 2 pendekatan.
Yang pertama, yaitu mempelajari kembali semua tradisi membangun gedung di Belanda dan

6|Soejoedi dan Karya -karyanya


menilai kecocokannya untuk ditempati sesuai dengan keperluan masyarakat Belanda periode
pasca-Perang Dunia II.
Pelopornya adalah GM Grandpre Moliere yang menolak peran dan dominasi “fungsi”
terhadap unsur arsitektur lain karena cenderung bersifat materialistik dan utiliter sementara
yang diperlukan oleh warga Belanda pascaPerang Dunia II adalah ‘isian’ spiritualnya.
Kelompok ini dikenal dengan julukan Delft Traditionalist School dan kuat pengaruhnya di
Technische Hoogeschool, Delft, saat Soejoedi dan mahasiswa Indonesia lainnya mengikuti
pendidikan disitu.
Yang kedua adalah kelompok yang dipelopori Jacob Bakema. Bagi mereka fungsi justru
harus diperlakukan sebagai factor utama, baik dalam penataan kembali kota-kota di Belanda
maupun dalam perancangan bangunan gedung, apalagi perumahan. Sehingga hasil karya
kelompok ini pada dasarnya merupakan perluasan dari karya-karya arsitektur praPerang Dunia
II. Selain itu ada juga kelompok yang disebut avantgarde seperti De Stijl yang dikenal dengan
komposisi bidangnya.
Soejoedi terlihat menyukai kelompok De Stijl, bahkan pernah diangkat menjadi anggota
De Stijl muda karena kemampuannya dalam mengolah komposisi bidang dalam tugas-tugas
studionya di Technische Hoogeschool, Delft. Pada Tahun 1957, Soejoedi pindah tempat tinggal
di Rotterdam, karena banyak teman- teman yang dari tentara pelajar berada di kota tersebut.
Beliau bekerja sambilan di Biro Arsitek Kraayvanger, Rotterdam. Soejoedi juga suka
berdiskusi dengan para mahasiswa dan guru besar dari Technische Hoogeschool. Para
Mahasiswa dari Indonesia dan Soejoedi juga suka pergi ke Den Haag. Pada saat di Den Haag,
Soejoedi bertemu dengan Hadimah yang kelak akan menjadi Istrinya di Berlin Barat. Selain
itu, Soejoedi dan mahasiswa Indonesia lainnya juga pernah melakukan kunjungan studi ke
Skandinavia. Arsitek yang menarik perhatian Soejoedi adalah Ralph Erskine asal Swedia
karena pengolahan massa bangunan pada karyakarya yang nantinya banyak diterapkan di
karyanya sendiri. Soejoedi mendaftarkan diri di Technische Universität, Berlin Barat pada
tahun 1958.
Soejoedi memilih untuk belajar di Berlin Barat. Pada saat itu, yang dipertentangkan di
Jerman Barat adalah “fungsi” yang menjadi factor yang tidak dapat ditawar lagi. Bauhaus
adalah contoh yang sangat tepat pada saat itu. Dalam periode pasca Perang Dunia II, sebagian
tokoh yang membina Bauhaus bermigrasi ke Amerika Serikat dan sebagai gantinya munculah
angkatan arsitek pemberharu generasi berikutnya darinya banyak tokoh-tokoh yang nantinya
mempengaruhi karya Soehoedi saat merancang di Indonesia. Di Berlin Barat Soejoedi
menempuh pendidikan tahap terakhir.
Di kota itu tradisi pameran rancang bangun yang dirintis Bauhaus di Dessau dilanjutkan
dan dikombinasikan dengan prinsip-prinsip baru penataan kota dalam rangka menciptakan
sebuah kawasan terpadu di dalam kota. Disebut dengan Berlin interbau. soejoedi pasti
mengenali ciri khas perancangan bangunan gedung bertingkat banyak ketika itu, yang
memberikan lantai dasar bagi kegiatan yang bersifat umum sementara kegiatan personal
diletakkan di lantai lantai atasnya. Selain itu Soejoedi juga pasti tertarik pada cara Arne
Jacobsen menyusun fungsi- fungsi dalam bangunan gedungnya secara rasional di komplek
interbau tersebut dan membungkusinya dengan sebuah wujud kotak terbuka dengan bahan
bangunan berteknologi canggih. Itulah wacana arsitektur saat Soejoedi menempuh pendidikan
di Jerman Barat. Kemudian, saat mengikuti kerja praktik di Biro Arsitek Kasper, Freiburg,

7|Soejoedi dan Karya -karyanya


1958, dan bekerja sebagai arsitek di Biro Arsitek Heintrich & Petschnigg tahun 1960-1961,
yang sangat menginspirasi karya-karyanya kelak. Soejoedi juga mengenal baik cara merancang
bangunan gedung bertingkat banyak dengan optimasi lahan dan ruang-luar melalui komposisi
huruf “Y” yang lazim diterapkan baik di Jerman Barat maupun Berlin Barat saat itu. Soejoedi
ke Skandinavia lagi bersama mahasiswa Technische Universitat, Berlin Barat. Kali ini
sasarannya adalah Alvar Aalto dan Arne Jacobsen. Yang diperhatikan Soejoedi pada Alvar
Aalto adalah keterampilan dalam penanganan detail, baik untuk pertemuan berbagai elemen
bangunan gedung maupun ketelitiannya mengatur potongan-potongan bahan bangunan
menjadi sebuah komposisi artistik. Sedangkan yang menginspirasi Soejoedi dari Arne
Jacobsen adalah kiatnya dalam mewadahi kriteria fungsional dengan terkendali dan
merepresentasikannya dalam sebuah wujud bangunan gedung yang utuh dan tak mungkin
ditambahkurangi lagi. Beliau lulus pada tahun 1960 dan meraih gelar Diplom-Ingenieur
Architecture (Dipl.Ing.Arch.) ekuivalen dengan gelar Magister pada zaman sekarang. Beliau
juga lulus dengan Summa Cum Laude. Seusai lulus dari Technische Universität, Berlin Barat.
Beliau menikah dengan Hadimah Notowidigdo di Jerman. Ketika itu kesehatan Soejoedi sudah
menurun dan tidak pernah membaik kembali sesudahnya, sementara obsesinya untuk
mengubah wacana arsitektur di Indonesia ke arah yang lebih modern semakin kuat.

8|Soejoedi dan Karya -karyanya


KEMELUT DI INDONESIA

Pada tahun 1957 Presiden Soekarno memerintahkan nasionalisasi perusahaan asing


yang beroperasi di Indonesia. Pemerintah kerajaan Belanda sebagai pihak yang paling
dirugikan oleh tindakan tersebut melakukan pembalasan dengan menarik semua tenaga ahli
yang diperbantukan ke Pemerintah Republik Indonesia, termasuk para tenaga pengajar di
perguruan tinggi Indonesia. Akibatnya Jurusan Arsitektur di Bandung juga terancam ditutup
karena Profesor Insinyur Van Rommondt dan seluruh staf pengajar lainnya dari Belanda harus
kembali ke tanah air mereka sehingga tidak ada lagi pengajar di sana.
Situasi itu teratasi setelah para mahasiswa menghadap Presiden Soekarno dan
memperoleh persetujuan untuk mempertahankan Profesor Insinyur Van Rommondt, ditambah
tenaga pengajar baru dari Eropa yang diperoleh melalui iklan tawaran kerja yang disebar-
luaskan oleh Institut Teknologi Bandung dan tenaga pengajar dari Amerika Serikat yang
diperoleh melalui bantuan Kentucky Program. Itulah saat ketika para mahasiswa Jurusan
Arsitektur di Bandung berkenelan dengan pandangan serta pemikiran baru dalam wacana
arsitektur internasional pasca-Perang Dunia II, baik di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Latin
maupun Asia. Selain itu mereka juga berkenalan dengan cabang baru dalam disiplin Arsitektur
adalah Tata Kota, International Style, gaya bangunan sekaligus pergerakan baru dalam wacana
Arsitektur modern pasca-Perang Dunia II. Wawasan baru tersebut turut mendukung
keterbukaan para arsitek Indonesia untuk menerima kedatangan kembali Soejoedi dan rekan-
rekannya dari Eropa kelak karena mereka sudah tidak terlalu asing dengan perkembangan
terbaru dlam wawancara arsitektur internasional pesca-Perang Dunia II.
Sebaliknya, Soejoedi dan para mahasiswa Indonesia di Delft merasa tidak pada
tempatnya untuk tetap mengikuti pendidikan di Negara yang tengah berkonfrontasi dengan
Pemerintah Indonesia, meskipun lembaga pendidikan tinggi di Delft tersebut tidak
berkeberatan apabila mereka tetap bersekolah di situ. Akhirnya Soejoedi mendaftarkan diri di
Technische Universitat, Berlin Baret, pada tahun 1958.

9|Soejoedi dan Karya -karyanya


KEMBALI KE INDONESIA

Soejoedi kembali ke Indonesia pada tahun 1961 untuk menggantikan Profesor Insinyur
Van Rommondt menjadi Ketua Jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Bandung, karena
Profesor tersebut juga ingin kembali ke Negara asalnya di Belanda. Selama 4 tahun Soejoedi
menjabat sebagai Ketua Jurusan Arsitektur di ITB. Selain itu beliau juga beperan dalam
mengembangkan pendidikan Arsitektur di Indonesia dengan menyebarkan lulusan-lulusan
terbaiknya di beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk menyebarkan pendidikan
Arsitektur. Untuk membagi pengalaman dan wawasan yang diperolehnya saat di Eropa,
Soejoedi mendirikan biro arsitektur Gubahlaras, selain sebagai wadah untuk membentuk
arsitek-arsitek yang profesional. Saat ini Gubahlaras yang telah berdiri selama 36 tahun, tetap
eksis sebagai badan usaha yang mewarisi semangat dan pemikiran-pemikiran Soejoedi melalui
rancangan rancangannya yang tersebar di masyarakat.
Untuk menambah penghasilan sehari-hari Soejoedi bergabung dengan biro arsitek
Estetika dan mengepalai kantor cabang Bandung Kemudian beliau membentuk biro arsiteknya
sendiri bersama dengan rekan-rekan studi di eropa, Prakarsa. Selain jabatan di atas, Soejoedi
juga diangkat menjadi staf ahli bidang Arsitektur Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik
(PUTL).. Disitulah Soejoedi mengerjakan dan memenangkan sayembara proyek sayembara
Conference of the New Emerging Forces (Conefo) yang kemudian mengangkat dirinya sebagai
salah satu eksponen dalam wacana arsitektur Indonesia modern. Demikianlah, Soejoedi di
Bandung akhirnya lebih banyak penangan proyek ketimbang mengurusi program dan
administrasi pendidikan Jurusan Arsitektur ITB. Selain itu Soejoedi juga enggan mengurusi
kepangkatannya sebagai pegawai negeri sehingga karirnya dalam dunia pendidikan
terbengkalai hingga akhir hayatnya

Victoria Dian Agustin


155060507111024

10 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
KARYA – KARYA SOEJOEDI
1. Braga Permai (1923)
2. Rumah di Sangkuriang, Bandung (1967-1968)
3. Gedung MPR/DPR RI (1965)
4. Duta Merlin (1970)
5. Rumah Tinggal di Rawa Mangun (1972)
6. Bank Ekspor Impor, Pematang Sintar (1976-1978)
7. Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta (1975)
8. Balai Sidang Senayan, Jakarta (1960-1965)
9. Kompleks Departemen Pertanian, Jakarta (1980-1984)
10. Menara Departemen Kehutanan (Manggala Wana Bhakti), Jakarta (1977)
11. Kedutaan Besar Republik Indonesia, Kuala Lumpur (1974-1976)
12. Kedutaan Besar Prancis, Jakarta (1971, dibongkar pada tahun 2012)
13. Gedung Pusat Grafika, Jakarta (1971)
14. Kantor Kementerian Perhubungan (1980-1982)
15. Pembangkit Listrik Tenaga Air Sutami (1969)
16. Kedutaan Besar Republik Indonesia, Beograd (1979-1981)
17. KBRI di Kolombo, Sri Langka 1980 (tidak sempat dilaksanakan)
18. Kantor Pabrik Farmasi, Jakarta Timur
19. Bank Ekspor Impor, Balik Papan

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

11 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
STUDI KASUS
BRAGA PERMAI
Karya awal Soejodi adalah Cafe Restoran Braga Permai yang pernah
dinamai Maison Bogerijen. Cafe ini menjadi awal karyanya semasa menjabat
sebagai ketua jurusan Arsitektur di ITB.

Bentuk awalnya mirip vila Eropa yang sering ditandai dengan atap
curam empat sisi yang disebut atap mansaart (dua tekukan dengan kemiringan
yang berbeda, kemiringan atas lebih landai dari bawahnya). Seperti outdoor
cafe pada musim panas Eropa, Gugusan massa simetris bangunan memiliki
ruang kosong terbuka tanpa melewati batas bangunan. Pada ruang terbuka
kosong itu ditempatkan kursi-kursi dan meja dengan payung penaung untuk
menikmati suasana Braga kala itu. Dibangun pada tahun 1923, pada bagian
tengah gugusan massa di buat cembung untuk menambah kesan volumetrik
dan plastis.

Setelah berganti pemilik, Soejodi mengubahnya mirip bangunan di


jerman barat waktu itu. Dan Maison Bogerijen diubah namanya menjadi Braga Permai.

Perubahan yang dilakukan Soejoedi meliputi, posisi masa bangunan dipertahannkan karenan
ruang luar cocok dengan prinsip penataan lingkungan-urban. Fungsi ruang luar juga dipertahannkan
seperti semula, karena cocok dengan fungsinya sebagai outdoor cafe. Akan tetapi masa bangunan
gedung diubah total menjadi sebuah masssa tunggal berwujud empat persegi panjang yang menenmpel
ke salah satu sisi bangunan gedung pengapit dan berjarak terhadap sisi bangunan gedung pengapit
lainnya. Massa tunggal tersebut terbagi menjadi satu bagian masif dan satu bagian transparan berisi
deretan jendela yang sama dan sebangun, dan sebagian diantaranya dapat dibuka dengan teknik geser.
Bagian paling bawah berupa bidang masif yang amat tebal sementara bagian atasnya, yaitu dereta
jendela dan atap datar, dibuat dengan ketebalan yang sama
kemudian dibagi dalam perbandingan 1:3 antara atap datar dan
deretan jendelanya. Perbandinagan bagian bagian tersebut
dengan kontras menjadi pencipta kesenjangan yang menarik
untuk di lihat. Landasan massa tunggal ini dibuat menjadi
tangga memasuki restoran yang terasa seakan mengambang
sementara bidang entrace yang terdiri dari kaca yang diletakan
menjorok ke dalam sehingga seluruh lantai atas tampak seakan
melayang juga. Teknik pengolahan tersebut langsung
mengingatkan pada berbagai gubahan massa hasil garapan para
arsitek pelopor arsitektur modern di eropa ketika Soejodi
menempuh pendidikan di sana.

12 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Bangunan dua lanti ini pada pasa Maison Bogerijen memiliki pola pembagian ruang yang
berbeda beda maksudnya adalah tiap bagian massa mencerminkan fungsi masing masing sebagaimana
dituliskan pada bidang luarnya. Namun pada pembagian lantai dasar braga permai menjadi dua fungsi,
yaitu kafe dan tempat etalase kue serta roti.

Pencahayaan alami dilain pihak, diwujudkan dengan membuat lubang cahaya memanjang
sehingga memungkinkan cahaya masuk ke dalam dengan dramatis. Teknik itu juga dimaksudkan untuk
menampilkan dinding sebagai bidang utuh dan lubang cahaya serta udara sebagai sebuah garis utuh.

Dengan demikian, awal kiprahnya di Indonesia Soejoedi telah memperknalkan sebuah isu baru
yang kelak menjadi wacana penting arsitektur indonesia. Isu isu ersebut adalah ruang luar sebagai
bagian dari konteks urban setempat, gubahan massa kotak murni sebagai objek free-standing dalam
konteks urban tersebut, objek sebagai sebuah volume, prinsip keteraturan yagn melandasi pemasangan
elemen banguna gedung. Garis besarnya, Soejoedi telah menerapkan program perancangan arsitektur
internasional style.

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

13 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Kedutaan Besar Prancis (1969-1973)

Proyek ini dikerjakanpada tahun 19690-


I973 dan berawal dari terpesonanya Duta Besar
Republik Perancis kepada gedung persidangan
kompleks MPR/DPR RI ketika menghadiri acara
kenegaraan di sana. Menurutnya gedung
persidangan tersebut benar-benar mencerminkan
sebuah bangunan modern di negara beriklim tropis.

Proyek ini terletak di jalan MH Thamrin, di


sebelah kiri gedung Sarinah ke arah Tugu Selamat
Datang. Semua bangunan gedung di sepanjang
jalan tersebut menghadapkan sisi terpanjangnya
dalam posisi frontal terhadap matahari pagi dan
sore. Namun dengan Soejoedi meletakkan,
sekaligus dalam posisi frontal terhadap sisi terpendek gedung Sarinah yang jauh
lebih besar seperti itu bangunan gedung Kedutaan Besar Republik Prancis dapat
memperoleh pencahayaan alami sepanjang hari di kedua sisi terpanjangnya.
Namun, bersamaan dengan itu, bangunan gedung tersebut harus berdialog dengan
dinding masif yang ditampilkan oleh sisi terpendek gedung Sarinah.

Menghadapi situasi tersebut, Soejoedi menampilkan teknik yang sudah


diterapkannya di gedung sekretanat proyek, yaitu sebuah gubahan selubung
bidang yang disayat dan digeset sejajar, namun tanpa tekukan. Di Kedutaan Besar
Republik Francis ini selubung bidang tersebut dibiarkan memanjang menghadap
ke Gedung Sarinah sedangkan sisi masifnya menghadap ke jalan MH Thamrin.
yang ditanggapi oleh Soejoedi dengan membuat lengkungan di sisi masif
selubung bidang terdepan. akibatnya, permukaan alas selubung bidang terdepan
Itu pun dilengkungkan sehingga terbentuklah sudut pertemuan bidang Iengkung.
Selubung bidang bagian belakang, di Iain pihak. hanya dilengkungkan di
permukaan atas karena menampakan tampak belakang bangunan gedung Kedutaan Besat Perancis.
Lengkungan masif itu juga mengarahkan kendaraan yang memasuki gedung sehingga terlindung baik
dari pandangan mata di luar bangunan gedungnya maupun kebisingan di sekitarnya. Dengan demikian
keamanan dan keselamatan pengguna dapat terjamin.

Proyek ini merupakan bangunan gedung yang paling awal menetapkan konstruksi beton di
Indonesia. Penerapan tersebut berhasil dilaksanakan dengan mulus bukan saja dalam penampuannya

14 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
yang halus melainkan juga tekukannya yang membentuk garis-garis vertikal untuk mempertegas
lengkungan bidanqnya. Selain itu bangunan gedung Kedutaan Besat Prancis ini juga didirikan dengan
sistem struktur lantai tanpa balok sehingga proporsi ragawinya amat ideal untuk menjadi pendamping
gedung Sarinah.

Pengudaraan buatan di dalam bangunan gedung dilakukan dengan teknik yang kemudian
populer di kalangan para arsitek Indonesia periode tahun 1970 sampai 1980-an, yaitu dengan
menurunkan ketingglan langit-langit di selasar bagian dalam supaya tersedia rongga tempat
penampungan yang akan mengalirkan udara dingin ke ruangan-ruangan di kiri-kanannya.

Sampai sekarang Kedutaan Besar Republik Perancis karya Soejoedi ini masih berdiri di
tempatnya semula dalam kondisi Masih sama seperti ketika selesai dibangun pada tahun 1973.

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

15 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
PUSAT LISTRIK TENAGA AIR SUTAMI

Proyek ini dikerjakan pada tahun 1969 sampai 1973. Bangunan ini berdiri di Bendungan Karang
Kates, Jawa Timur. Soejoedi merancang bangunan ini berdasarkan gubahan dua selubung bidang
paralel dalam formasi simetrik yang masing-masing menaungi fungsi benda (Sukada, 2011:96).
Selubung pertama yaitu selubung yang berukuran besar dan menaungi unit-unit turbin sedangkan
selubung yang kedua berupa sebuah bidang kecil yang terletak di belakang selubung pertama untuk
fungsi perkantoran. Bangunan ini terbuat dari beton exposed dengan sistem struktur gabungan tiang
dan dinding kaku dengan lipatan. Batu exposed pada bangunan ini dikerjakan lebih halus, rata, dan
licin. Bidang lipatan terlihat di dua lokasi, pertama di tempat masuknya air ke dalam turbin. Lipatan ini
berupa tudung segitiga yang segaris dengan posisi bukaan kaca di badan bangunan gedung sehingga
terlihat akurat. Yang kedua, berada pada selubung bidang besar agar bidang tersebut tidak terlihat terlalu
monoton. Teknik pelipatan tersebut menghasilkan garis-garis cahaya linear di sekelilingnya. Soejoedi
juga mengartikan perbedaan fungsi kedua bangunan melalui perbedaan warna sehingga terlihat
menarik. Soejoedi menambahkan sentuhannya pada bangunan tinggi tersebut dengan tangga melayang
yang arahnya mengikuti pergerakan bendanya sehingga terlihat sangat estetik dan dinamis. Hal ini
diinspirasi dari bangunan-bangunan gedung era klasik di Eropa. Namun, Soejoedi menerjemahkannya
secara modern, lebih minimalistik.

Victoria Dian Agustin


155060507111024

16 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
GEDUNG SEKRETARIAT ASEAN, JAKARTA (1975)

A. SEJARAH
Sekretariat ASEAN dibentuk pada tahun
INFORMASI UMUM 1973, pada saat pertemuan para menteri luar
negeri yang diadakan di Pataya, Thailand.
Lokasi Jl. Si Singamaraja No. 70A, Selong, Alasan utama pembentukan sekretariat
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tersebut adalah kegiatan ASEAN yang
DKI Jakarta
makin banyak ragamnya.
B. LOKASI
Mulai 1975
dibangun Lokasi berada di Jl. Si Singamaraja No.
70A, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, DKI Jakarta. Dibangun oleh
Mulai 7 Juni 1976
Berfungsi PT.Gubah Laras, gedung ini diperuntukan
bagi tempat kerja para wakil negara-negara

DESAIN DAN KONSTRUKSI ASEAN.

Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo

C. GUBAHAN MASSA

Terletak di salah satu pojokan perempatan Jl. Sisingamangaraja dan Jl. Kyai Maja-Trunojoyo,
tapak gedung ini berseberangan dengan perumahan dinas Perum Arthayasa, gedung Kejaksaan Tinggi
RI dan kantor PLN Kebayoran Baru. Ketika itu, perempatan tersebut masih ditandai sebuah bundaran
yang disebut “bundaran CSW”. Saat Soejoedi mulai melakukan gubahan massa bangunan gedung,
Soejoedi mempertimbangkan letak serta bentuk bangunan di sekitar tapak, salah satunya dengan

17 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
mempertimbangkan keberadaan Kantor Walikota Jakarta Selatan yang terletak di sisi Timur tapak
proyek Gedung Sekretariat ASEAN. Massa bangunan gedung kantor Walikota Jakarta Selatan tersebut
terdiri dari 2 gubahan, yaitu sebuah massa memanjang yang dipasang sejajar Jl. Trunojoyo dan sebuah
massa lainnya untuk kantor Walikota yang diletakkan di salah satu pojokan di depan massa pertama
tadi.

Yang pertama dilakukan oleh Soejoedi adalah menyikapi Bundaran CSW. Usulan salah satu staf
di PT Gubahlaras yaitu menggubah massa bangunan berwujud huruf L yang menghadap ke bundaran,
demikian pula dengan pemancungan salah satu sisinya secara diagonal untuk merespons kedatangan
pengunjung yang harus memasuki tapak dari arah Jl. Sisingamangaraja, karena sesuai dengan prinsip
yang dianut Arsitektur Modern di Eropa periode pasca Perang Dunia II. Selanjutnya gugusan massa
berwujud huruf L tadi ditambahi satu gugusan massa berwujud 4 persegi panjang yang ditempelkan di
bagian belakang, satu sisi merespons Jl. Sisingamangaraja dan Bundaran CSW sementara sisi lainnya
menghadap ke tapak – tapak di sekitar bangunan ini.
Komposisi gubahan massa ini selanjutnya diperlakukan tumpukan massa dengan tampilan garis
– garis horizontal yang semakin keatas semakin mundur posisinya. Formasi tersebut diilhami teras
persawahan yang banyak ditemukan bukan hanya di Indonesia melainkan di semua Negara yang
tergabung dalam ASEAN.

Salah satu bidang vertikalnya dibuat miring sehingga menghujam ke permukaan tanah dan
keseluruhan massa bangunan gedungnya terasa lentur, yang menghasilkan sudut yang tampak diarahkan
ke titik pusat, yaitu Bundaran CSW. Kemiringan tersebut dimaksudkan sebagai respons terhadap
Gedung Utama Kejaksaan Agung.

18 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
19 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Nadia Nurarifah Nadhila
155060501111032

20 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
GEDUNG MPR/DPR RI

A. SEJARAH
INFORMASI UMUM Gedung MPR/DPR RI didirikan pada 8 Maret 1965.
Saat itu, Presiden Soekarno mencetuskan untuk
Jenis Kubah
menyelenggarakan CONEFO(Conference of the New
Emerging Forces) yang merupakan wadah dari semua
Lokasi Jakarta
Selatan, Jakarta, Indonesia New Emerging Forces.

Conefo dimaksudkan sebagai suatu tandingan


Mulai 8 Maret 1965
dibangun terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Melalui
Keppres No. 48/1965, Soekarno menugaskan kepada
Selesai 1 Februari 1983 Soeprajogi sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan
Tenaga (PUT). Menteri PUT kemudian menerbitkan
Tinggi 100 m Peraturan Menteri PUT No. 6/PRT/1965 tentang
Komando Pembangunan Proyek Conefo.
INFORMASI TEKNIS
Soejoedi pun maju dalam sayembara perancangan
2
Ukuran 80.000 m proyek Conefo, dengan menerapkan pola pemikiran
arsitek Prancis, Le Corbusier. Dia memasukkan fungsi-
DESAIN DAN KONSTRUKSI
fungsi utama sebuah kawasan political venues, yaitu
persidangan, sekretariat, dan kegiatan pendukung.
Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo

Setelah memenangkan sayembara proyek Conefo, Soejoedi diangkat sebagi Ketua Tim Desain
dalam organisasi Koppronef (Komando Operasional Projek Conefo). Setelah diangkat menjadi kepala
proyek Gedung MPR/DPR pada tahun 1967.

Tanggung jawabnya bukan hanya berkisar


di pengembangan desain melainkan juga
mobilisasi para ahli teknik dan arsitek
Indonesia. ITB menjadi pemasok tenaga ahli
tersebut bersama anak-anak perusahaan
Departemen PUTL. Atas permintaan Soejoedi,
Jurusan Arsitektur ITB mengirimkan para
mahasiswa terbaiknya untuk proyek
monumental tersebut. Mereka ditampung di
Wisma Hasta dan bekerja penuh waktu.

21 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Karena melibatkan banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara bersamaan, maka Soejoedi
mentapkan prioritas utama pada Gedung Sidang yang sekarang ini menjadi gedung DPR. Pemancangan
tiang pertama proyek Conefo dilaksanakan tanggal 19 April 1965, dan para tenaga ahli harus
menyelesaikan proyek tersebut sebelum 17 Agustus 1966. Tapi sebelum tahun itu selesai terjadilah
G30S PKI. Karena adanya peristiwa tersebut dan daerah senayan tertutup maka terhentilah proyek
tersebut.

Akhirnya pada tanggal 9 November 1966, proyek


Conefo pun dilanjutkan, tetapi dipakai sebagai tempat kerja
dan persidangan dua lembaga tertinggi Negara yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat RI.
organisasi baru yang disebut Proyek Pembangunan Gedung
MPR/DPR. Soejoedi diangkat menjadi kepala proyek
tersebut namun mengundurkan diri pada tahun 1972 sebelum
proyek itu rampung seluruhnya.

B. PEMBANGUNAN
Bertepatan dengan Perayaan Dasa Warsa Konferensi Asia – Afrika pada 19
April 1965 dipancangkanlah tiang pertama pembangunan proyek political venues di Senayan Jakarta.
Rancangan Soejoedi Wirjoatmodjo ditetapkan dan disahkan presiden pada 22 Februari 1965.

C. GEDUNG

Massa bangunan untuk kegiatan persidangan diletakkan frontal menghadap jalan masuk, dengan
massa bangunan sekretariat di sampingnya. Massa bangunan perjamuan diletakkan linier terhadap
massa bangunan sekretariat, sedangkan massa bangunan auditorium diletakkan tegak lurus
terhadapnya, jadilah kompleks MPR/DPR.

D. LOKASI
Gedung MPR/DPR RI termasuk dalam wilayah Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah
Abang, Jakarta Pusat. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Gelora, sebelah selatan dengan Kompleks
Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kompleks Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan
Komplek Taman Ria Senayan, di sebelah timur berbatasan dengan Jalan Gatot Subroto, dan Kompleks
Kementerian Kehutanan (Gedung Manggala Wanabakti) di sebelah utaranya.

22 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
E. IDE RANCANGAN

Dengan menerapkan pola pemikran arsitek Prancis, Le Corbusier.Soejoedi


memasukkan fungsi-fungsi utama sebuah kawasan political venues, yaitu persidangan,
sekretariat, dan kegiatan pendukung.
Ketika itu terdapat kendala gedung bangunan utama yang belum beratap. sebenarnya
ada beberapa alternatif bentuk atap. Adapun bentuk paling sederhana dan sudah umum dipakai
adalah bentuk dan struktur kubah beton. Tergantung pilihan, apakah ingin berbentuk kubah
murni, setengah bola atau sebagian dari bola (tembereng bola).

Ir Nurpontjo yang ditugaskan membuat maket bangunan, merancang atap bangunan


utama berbentuk kubah murni.

Pada waktu itu pula Soejoedi menghampirinya dan bertanya soal maket tersebut.
Ketika Soejoedi melihat dua potongan maket tersebut di atas meja, beliau mengatakan bahwa
hasil dua potongan maket tadi bagus dan malah mengusulkan sebaiknya seperti itu saja atap
yang digunakan.

Sutami pun menjelaskan, struktur ini bakal menghasilkan prinsip sama dengan
membuat sayap (wing) yang menempel pada badan pesawat terbang, memakai prinsip struktur
kantiver. Sutami menjamin, dengan bentangan 100 meter pun, bentuk dan struktur tersebut
masih bisa dipertanggungjawabkan. Bagian yang akan berfungsi sebagai badan pesawat
terbang (fuselage) adalah dua busur beton yang dibangun berdampingan dan nantinya bertemu
pada satu titik puncak.

Struktur sepasang busur beton dengan satu titik temu tersebut kemudian harus
diteruskan masuk ke dalam bumi, untuk bisa menyalurkan beban. Struktur semacam ini
merupakan satu kesatuan yang sangat kokoh dan stabil, agar nantinya bisa dibebani dengan

23 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
sayap-sayap berukuran dua kali setengah kubah beton. Penambahan tersebut juga bisa ikut
membentuk atap bangunan utama seperti sayap burung Garuda.

Massa bangunan untuk ke-


giatan persidangan diletakkan frontal
menghadap jalan masuk, dengan massa
bangunan sekretariat di sampingnya.
Massa bangunan perjamuan diletakkan
linier terhadap massa bangunan
sekretariat, sedangkan massa bangunan
auditorium diletakkan tegak lurus
terhadapnya, jadilah kompleks
MPR/DPR.

Nadia Nurarifah Nadhila


155060501111032
Annisa Aurindita Amelia
1605060507111009

24 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Jakarta Convention Center

Jakarta Convention Center (JCC), juga dikenal sebagai Balai Sidang Jakarta Convention Center
(sebelumnya dikenal sebagai Jakarta Hilton Convention Center (JHCC)) merupakan pusat konvensi
yang terletak di Kompleks Gelanggang Olahraga Bung Karno, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Jakarta Convention Center memiliki 13 ruangan pertemuan dengan berbagai ukuran, termasuk
diantaranya Plenary Hall yang memiliki 5.000 tempat duduk, dan juga Assembly Hall seluas 3.921 m².

Balai Sidang Jakarta Convention Center

Jakarta Convention Center.JPG

Informasi stadion

Pemilik Pemerintah DKI Jakarta

Operator Yayasan Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS)

Lokasi Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Indonesia

Konstruksi Mulai pembangunan 1960

Dibuka 1974

Kapasitas 15,000

Balai Sidang Jakarta Convention Center dibangun pada tahun 1960 dan selesai pada tahun 1974 untuk
acara pembukaan konferensi tahunan Pacific Asia Travel Association (PATA) ke-23 yang diadakan
pada awal April 1974. Sejak saat itu, JCC menjadi salah satu pusat konvensi terbesar di Indonesia yang
banyak digunakan sebagai tuan rumah berlangsungnya sejumlah acara berkelas nasional dan

25 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
internasional. Balai Sidang Jakarta Convention Center salah satunya digunakan dalam Pertemuan KTT
Gerakan Non-Blok ke-10 pada tahun 1992. Menjelang KTT Non-Blok tersebut, Balai Sidang direnovasi
habis-habisan.

Renovasi besar-besaran Balai Sidang Jakarta Convention Center selesai pada bulan Agustus 1992 dan
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto, pada tanggal 25 Agustus 1992 yang kemudian
diberi nama Jakarta Hilton Convention Center (JHCC). Hal ini dikarenakan kepemilikan dan
pengelolaannya masih dalam satu manajemen dengan Jakarta Hilton International.

Aksesibilitas dan fasilitas

Balai Sidang Jakarta Convention Center memiliki luas sekitar 120,000 m² dan terdiri dari sebuah aula
berbentuk seperti teater bundar (gedung Plenary Hall), dua Aula Pameran (Aula Pameran A & B), Aula
Pertemuan (Assembly Hall), Aula Perjamuan (Cendrawasih Room), sebuah lobi utama yang luas, ruang
VIP dan lounge, serta sepuluh ruang pertemuan tambahan yang dapat dikonfigurasi agar sesuai dengan
persyaratan acara tertentu.

Dhara Adyuta Sasikirana


165060500111020

26 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Pusat Kehutanan Jakarta

Proyek ini dikerjakan pada 1980-1984. Tapaknya terletak dipojok sehingga


dua sisinya menghadap ke jaan yang berbeda. Bangunan bangunan di sepanjang
jalan berada cukup jauh dari tepi jalan, sehingga pemandangan ke dua sisi jalan itu
boleh dibilang luas.

Soejoedi menggabungkan massa selubung bidang yang disayat dan digeser


secara paralel dengan massa bangunan berwujud huruf Y. Massa selubung bidang
diletakan didalam posisi sejajar dengan massa-massa bangunan gedung dikomplek
MPR/DPR RI sementara yang berwujud huruf Y diletakan didepan, menghadap
kesemua arah disekitar tapak. Penggabungan tersebut membentuk sebuah formasi tak
beraturan yang oleh soejoedi diseut amorf untuk menunjukan orientasi massa-massa
yang menghadap ke berbagai arah dan benggabungannnya yang menghasilkan
wujud-wujud geometrik dalam sumbu tegak lurus dan diagonal secara
berkesinambungan. Tampilan terserbut yang membedakan gubahan massa bangunan
in dari proyek-proyek sebelumnya. Proyek ini pengisiannya berupa massa-massa
tunggal berdinding kaca gelap yang tidak menempel ke tepi horizontal maka proyek
ini pengisinya berupa massa-massa tunggal berdinding kaca gelap yang
tidak menempel ke tepi atas selubung bidang sehingga baik massa
pengisi maupun selubung bidang tadi tetapi mempertahankan
keberadaan masing-masing.

Saat harus mengakomodasi kegiatan kesekretariatan pertemuan


pimpinan negara non-blok. dilakukan penambahana massa tunggal
berdinding kaca gelap di sisi timur, agar tidak mengganggu penampilan
awal bangunan gedung dalam komplek pusat kehutanan yang salah
satunya merupakan Museum Manggala Wanabakti.

Denah massa bangunan gedung berwujud Y dibuat dengan


prinsip open plan, hanya diberi lemari setinggi langit langit yang
membatasi ruang-ruang sewa dari selasar penghubungnya, dengan sarana utilitas yang diletakkan di
pertemuan kaki-kaki massa berwujud huruf Y dan tepi-tepi selubung bidang.

Salah satu bangunan yang berada di komplek pusat kehutanan jakarta adalah Museum
Manggala. Museum Manggala Wanabakti Jakarta berada dalam kompleks Kementerian Kehutanan di
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Pusat, tepat di samping Gedung MPR. Pintu masuk ke Museum
Manggala Wanabakti berada jalan ke arah Jl. Gelora VII. Peresmian Museum Manggala Wanabakti
ini dilakukan pada 24 Agustus 1983 oleh Presiden Soeharto.

Dhara Adyuta Sasikirana


165060500111020

27 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
PUSAT GRAFIKA INDONESIA

Proyek ini dikerjakan pada tahun 1971-1976. Tapak ini berada di daerah
perpotongan jalan jenderal Gatot Subroto dengan jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta.
Dalam mendesain bangunan dalam tapak ini Soejoedi mempertimbangkan
seluruh situasi di sekitar perempatan tersebut. Konsep desain yang dilakukan oleh
Soejoedi yaitu menerapkan selubung bidang. Dua selubung bidang berbeda
ukuran di susun sedemikian rupa hingga menghasilkan komposisi yang
memberikan kesan melayang pada bagian bangunan tersebut. Massa-massa ini
merepresentasikan fungsi kegiatan tertentu. Jarak antar massa dimanfaatkan
sebagain lubang sempit transparan yang memasukan berkas cahaya ke dalam
ruangan-ruangan di dalam tiap lantai bangunan gedungnya.

Tahun 1980-an diambil alih oleh pihak swasta, lalu digantikan dengan
bangunan baru di tepi kawasan sungai kampus UI di Depok. Tetapi kuaitasnya
lebih rendah daripada pusat grafika karya soejoedi. Selanjutnya gedung PGI
karya Soejoedi ini dibiarkan bertahun-tahun. Dan kini tampak terbagi menjadi 2
bagian terpisah dengan pemilik dan perawatan yang berbeda pula, sehingga tidak
akan tau bagaimana nasib daripada bangunan Soejoedi ini. Gambar-gambar kerja
sudah tidak ditemukan lagi. Informasi mengenai proses pengubahan massa
selubung bidang di proyek ini berasal dari penjelasan Soejoedi mengenai
selubung bidang berjenjang, yang dikatakannya sebagai pengembangan dari
konsep tritisan datar dengan konstruksi kentilever yang amat lebar dan panjang
seperti biasa dilakukannya di proyek-proyek pembangunan sebelumnya.

Yang membuat bangunan ini unik yaitu permainan gubahan massa yang
menggunakan sistem kantilever yang cukup sulit dikerjakan dilapangan, pada
saat itu Karya Soejoedi inilah yang dianggap berani dalam mengekspresikan
system struktur, dan belum ada arsitek lain yang berani untuk membangun
bangunan dengan system seperti ini.

Dhara Adyuta Sasikirana


165060500111020

28 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Gedung KBRI di Malaysia

Proyek ini dikerjakan tahun 1974-1976. Pada saat awal tercetusnya sebuah
konsep bangunan, soejoedi harus berpedoman bagaimana rancangan bangunan
yang dapat merepresentasikan Indonesia di negri orang, yaitu Malaysia.
Soejoedi melakukan suatu pendekatan yaitu pendekatan arsitektur vernakuler
Indonesia. Faktor yang menyebabkan Soejoedi menggunakan pendekatan
arsitektur vernacular Indonesia yaitu karena desain bangunan kedutaan besar RI
memiliki fungsi yang banyak sedangkan tapaknya terbatas, mau tidak mau
soejoedi mendesain bangunan secara vertical yaitu berlantai banyak. Padahal
prinsip naungan dalam khasanah arsitektur hanya terdapat di bangunan gedung
berlantai 1 atau 2.

Meru, merupakan sebuah tempat suci bagi umat hindu yang berada di Bali.
Bentuknya yang seperti tumpukan atap yang semakin mengerucut keatas,
membuat Soejoedi membuat sebuah inovasi rancangan desain. Menurutnya
bangunan meru merupakan satu-satunya konstruksi bertingkat banyak dalam
khasanah arsitektur vernakular Indonesia pada saat itu.

Konstruksi Meru unik karena atapnya memiliki bentuk yang menggelembung di


setiap sudutnya. Dengan keunikan tersebut Soejoedi menjadikan desain
tumpukan atap dengan kemiringan yang sama tersebut menjadi tumpukan lantai
pada desain Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia. Di dalam bangunan
tersebut, soejoedi mendesain bangunan dengan menyesuaikan terhadap bentuk
bangunannya. Sehingga ada beberapa dari interior bangunan ini yang kurang
baik, terutama dari segi fungsi nya. Beberapa ruang serbaguna juga nampak
informal. Tetapi bangunan ini tetap memiliki nuansa arsitektur vernakuler pada
langit-langit nya yaitu merepresentasikan sebuah naungan.

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

29 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Departemen Pertanian

Proyek ini dikerjakan pada tahun 1980-1884. Tapaknya terletak di salah satu
pojok perpotongan jalan taman Margasatwa dan Harsono R.M. dengan Jalan
Outer Ringroad (JORR). Diproyek ini Soejoedi bahkan menyediakan 3 massa
selubung bidang berwujud huruf Y, yang digabungkan dengan sebuah masa
selubung bidang menjadi formasi yang menghasilkan sebuah ruang luar di
dalam kumpulannya. Formasi tersebut diletakkan diatas podium menerus yang
membuat ruang luar tadi menjadi berwujud segilima. Tiap masa bangunan
gedung kemudian diberi kelengkapan fasilitas parkir sendiri – sendiri sehingga
mengingatkan pada teknik pembukaan tapak kawasan hunian berpola “Kota
Taman”.
Daerah Entrance utama tersebut terletak di bangunan gedung terdepan, akan
tetapi posisinya tidak simetri. Dan bukan merupakan satu – satunya tempat
memasuki komples departemen ini. Tujuannya yaitu membentuk ruang luar
yang mengarahkan pengunjung ke suatu daerah entrance kedua didalam formasi
terkait, bekerja dengan sebuah danau di jalur sepanjang perjalanan menuju
kedaerah entrance kedua tersebut. Dalam rangka memperluas pandangan
perspektif ruang luar sekaligus memperkaya rona landsekap alami setempat.
Seluruh bidang luar di lantai dasar dimundurkan untuk memperoleh tritisan
sebagai perlindungan terhadap terik matahari dan siraman hujan, sekaligus
menghasilkan kesan bangunan gedung yang terangkat dari permukaan tanah.
Sehingga terasa lebih ringan dari seharusnya.

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

30 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
Gusti,…. Dalem Sowan
Mengutip buku: Membuka Selubung Cakrawala Soejodi

Sejak mengikti pendidikan di eropa Soejoedi sudah mengetahui tubuhnya dihinggapi


penyakit hati. Konsultasi dokter dan opname di rumah sakit menjadi bagian dari jadwal
kegiatan dirinya.

“Soejoedi adalah orang yang selalu konsekuen dengan perbuatannya” ujar bude saya,
Hadimah. Lama kelamaan Soejoedi tidak mampu mengatasi penyakit yang berada didalam
tubuhnya sehingga atas usul dan nasehat sejumlah teman dekat serta dokter, istirahat total
akhirnya menjadi pilihan. Pada tanggal 17 Juni 1981, Soejoedi Wirjoatmodjo menghembuskan
nafas terakhir sambil bergumam: “Gusti,….. dalem sowan”. Itulah akhir hayat salah seorang
pelopor arsitektur modern Indonesia, sang Maestro.

Sosok yang demikian dihormati keluarga, kakak dan adiknya serta dikagumi para
arsitek Indonesia itu kemudian dibawa kembali ke Jakarta dan dimakamkan di TPU Tanah
Kusir, Jakarta Selatan.

KESIMPULAN
Berorientasi pada hasil karya Arsitektur Modern Eropa Pilihan bentuk utamanya adalah
kubus karena mengisyaratkan himpunan sekaligus perlindungan, yang menjadi obyek baru
yang responsive terhadap iklim dan cuaca Indonesia.
Dari karya-karyanya, dapat dilihat bahwa kemahiran Soejoedi terletak di
kepekaannya terhadap situasi tapak.
selubung bidang yang kemudian diisi tumpukan lantai dalam ekspresi garis-garis tebal
horizontal.
Memundurkan lantai dasar atau menciptakan ruang bebas dilantai dasar
Sifat yang dimiliki soejoedi
Pendiam, Senang menggambar, Soejoedi dari kecil memang hobi menggambar bahkan
hal itu sudah sangat dikenali oleh keluarganya, Senang memperhatikan lingkungan , The
perfected.

Annisa Aurindita Amelia


1605060507111009

31 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a
DAFTAR PUSTAKA

SUMBER UTAMA
Sukada, Budi A. 2011. Membuka Selubung Cakrawala Arsitek Soejoedi. Bandung :
Gubahlaras Arsitek dan Perencana.
SUMBER PENUNJANG
https://windianselablog.wordpress.com/2013/03/11/42/. Diakses pada : 1 oktober 2017
http://x1patulabsky.blogspot.co.id/2011/09/tugas-ii-soejoedi-sang-maestro.html. Diakses
pada: 1 oktober 2017
https://virtualarsitek.wordpress.com/artikel/arsitek/arsitek-indonesia/soejoedi-wirjoatmodjo/.
Diakses pada: 3 oktober 2017
http://herikyarch11.blogspot.co.id/2012/06/soejoedi-wirjoatmodjo.html. Diakses: 3 oktober
2017
http://x1patulabsky.blogspot.co.id/2011/09/tugas-ii-soejoedi-sang-maestro.html . Diakses: 1
oktober 2017

32 | S o e j o e d i d a n K a r y a - k a r y a n y a

Anda mungkin juga menyukai