Anda di halaman 1dari 10

Executive Summary Kuliah-11

BUSINESS ETHICS & GOOD GOVERNANCE


Ethical Dilemmas, Sources, and Their Resolutions
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Business Ethics &
Good Governance”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Oleh:

Yudiansyah (55118110217)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2019
Jawaban Forum 11:
Selamat pagi Pak Prof. Hapzi,
Implementasi ethical dilemmas pada perusahaan di Indonesia secara umum masih belum berjalan
secara maksimal dan menemukan kendala, sebagai contoh :
1. Kejadian di rumah sakit seperti dijelaskan oleh seorang perawat bahwa fokus perawatan
adalah pasien-pasien yang berada dalam keadaan gawat dan kritis, sedangkan pasien-pasien
yang menjelang ajal bukanlah pasien prioritas. Hal ini terkadang menyebabkan perawat
merasakan iba pada pasien terlantar yang menjelang ajal karena tidak ada yang mendampingi
sehingga kemudian memunculkan dilema etik. Dilema etik dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema etik sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat
diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus
membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan
keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria.
2. Seorang karyawan di bidang IT yang mendapat tugas dari atasannya yang sedang menyusun
strategi pengembangan perusahaan sehingga menugaskan untuk mendapatkan semua
informasi perusahaan kompetitornya melalui website competitor dengan cara melakukan
“hacking” agar perusahaan dapat bersaing. Hal ini menyebabkan dilema etik bagi seorang
karyawan IT antara hati nurani dan keterpaksaan untuk dapat mempertahankan pekerjaan.

Demikian implementasi dilema etika dan kendalanya yang terjadi di beberapa perusahaan
di Indonesia. Terima kasih.

Jawaban Quiz 11:

1. Dilema Etika (Ethical Dilemmas)

Pengertian Dilema etika adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus
membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Para auditor,
akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka.
Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru
kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan
mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah
pendapat yang tepat untuk diterbitkan (Ali, 2018).

Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai
pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat
menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian
manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya
dengan tidak layak atau melayani para pelanggannya secara tidak jujur merupakan suatu dilema
moral, khususnya jika ia memiliki keluarga yang harus dibiayai serta terdapat persaingan yang
sangat ketat dalam lapangan pekerjaan.
Menurut Arens dan Loebbecke (1995: 74) yang dimaksud dengan dilema etika adalah situasi
yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus dibuat. Ada
beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk menghindari cara
yang merupakan rasionalisasi perilaku pendekatan sederhana memecahkan dilemma etika :

 Memperoleh fakta-fakta yang relevan.


 Mengidentifikasi issue-issue etika dari fakta-fakta yang ada.
 Menentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema.
 Mengidentifikasi alternatif yang tersedia bagi orang yang harus memecahkan dilema.
 Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif.
 Memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan.
.
a. Egoism
Menurut Rachels (2004: 146) artinya teori mengenai bagaimana kita seharusnya
bertindak, tanpa memandang bagaimana kita biasanya bertindak. Menurut teori ini hanya ada
satu prinsip perilaku yang utama, yakni prinsip kepentingan diri, dan prinsip ini merangkum
semua tugas dan kewajiban alami seseorang.

b. Utilitarism
Utilitarisme adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh David Hume. Dalam teori ini
suatu perbuatan atau tindakan dapat dikatakan baik jika dapat menghasilkan manfaat. Akan
tetapi bukan bermanfaat untuk pribadi seseorang saja, tapi untuk sekelompok orang atau
sekelompok masyarakat (Keraf, 1998).

c. Deontology

Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon, yang berarti kewajiban. Etika deontologi
memberikan pedoman moral agar manusia melakukan apa yang menjadi kewajiban sesuai
dengan nilainilai atau norma-norma yang ada. Suatu perilaku akan dinilai baik atau buruk
berdasarkan kewajiban yang mengacu pada nilai-nilai atau norma-norma moral. Tindakan
sedekah kepada orang miskin adalah tindakan yang baik karena perbuatan tersebut merupakan
kewajiban manusia untuk melakukannya. Sebaliknya, tindakan mencuri, penggelapan dan
korupsi adalah perbuatan buruk dan kewajiban manusia untuk menghindarinya. (Keraf, 1998)

Etika deontologi tidak membahas apa akibat atau konsekuensi dari suatu perilaku. Suatu
perilaku dibenarkan bukan karena perilaku itu berakibat baik, tetapi perilaku itu memang baik
dan perilaku itu didasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan (Keraf, 1998)

d. Virtue Etics

Virtue Etics atau teori keutamaan dapat didefinisikan sebagai cara pikir seseorang yang
memungkinkan dia untuk bertindak baik secara moral. Teori ini cenderung memandang sikap
atau akhlak seseorang.
Setiap orang melakukannya yaitu Argumentasi bahwa merupakan perilaku yang wajar
bila dapat memalsukan pajak penghasilan, atau menjual produk yang cacat umumnya
berdasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap individu lainnya pun melakukan hal tersebut dan hal
tersebut merupakan perilaku yang wajar. jika merupakan hal yang sah menurut hukum, hal itu
etis.

Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku yang sah menurut hukum adalah
perilaku yang etis sangat bersandarpada kesempurnaan hukum. Dibawah filosofi ini, seseorang
tidak memiliki kewajiban apapun untuk mengembalikan suatu obyek yang hilang kecuali jika
pihak lainnya dapat membuktikan bahwa obyek tersebut miliknya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa, Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh
seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Contoh
sederhananya adalah jika seseorang menemukan cincin berlian, ia harus memutuskan untuk
mencari pemilik cincin atau mengambil cincin tersebut. Sebagai contoh : Para auditor, akuntan,
dan pebisnis lainnya, menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka. Terlibat
dengan klien yang mengancam akan mencari auditor baru jika tidak diberikan opini unqualified
akan menimbulkan dilema etika jika opini unqualified tersebut ternyata tidak tepat untuk
diberikan. Etika adalah cara melayani dan berinteraksi dengan orang lain secara bijak dan
profesional. Etika adalah tentang diri yang cerdas terhubung dengan orang lain. Etika bisnis
berarti melayani berbagai keadaan dan kepentingan stakeholders dengan penuh integritas.

Etika membutuhkan jiwa yang bijaksana untuk bisa meresap dengan empati ke dalam
kompleksitas persoalan. Bila perilaku yang bijak dan penuh empati tidak disiapkan, maka Anda
pasti menghadapi dilema etika setiap hari. Dilema etika muncul karena ada keraguan dan
ketidaktegasan di dalam diri, saat menghadapi realitas yang tidak sepakat dengan normatif etika.

Panduan etika bisnis perusahaan sebagai standar, serta kode etik perilaku sebagai cara
untuk bertindak dan bersikap, tetaplah berada di dalam kekuatan normatif. Padahal, etika bisnis
membutuhkan perilaku etis untuk membuat keputusan dan tindakan etis secara teratur.
Diperlukan kerangka berpikir dan logika yang tepat, untuk mempengaruhi orang-orang agar
mereka secara sukarela menjalankan perilaku etis di setiap situasi dan keadaan bisnis.

Perilaku baik dengan nilai moral yang tinggi pasti menjadi alat untuk mengatasi dilema
etika. Dilema etika dapat diatasi dengan kepatuhan untuk memenuhi standar kerja sesuai
panduan etika bisnis. Perilaku etis selalu melestarikan kejujuran, dan bersikap dengan cerdas
emosional. Walaupun pikiran menjadi sangat liar dan menciptakan berbagai macam emosional,
tetapi etika harus selalu menjadi kekuatan yang terfokus di dalam hati nurani.

Tempat etika bukanlah di pikiran dan emosi, tetapi di dalam hati nurani yang bermoral
tinggi. Bila etika ditempatkan dalam pikiran dan emosi, maka ego kreatif pasti muncul untuk
mencari peluang dari etika, dan tidak akan mau patuh pada normatif etika.
Etika bukanlah sesuatu untuk ditafsirkan, tetapi untuk dipatuhi dengan penuh tanggung
jawab. Hanya orang-orang yang fokus pada kepatuhan yang mampu memiliki perilaku etis,
sedangkan yang fokus pada kemajuan, selalu memiliki perilaku yang disesuaikan dengan
kebutuhan dari kemajuan tersebut. Jadi, mereka yang fokus pada kemajuan suka mengabaikan
etika, dan perilakunya tergantung dengan situasi.

Etika bisnis di perusahaan membutuhkan nilai-nilai yang sama untuk semua orang. Setiap
orang wajib menguasai nilai dan prinsip-prinsip, lalu terhubung dengan satu persepsi dan satu
perilaku yang etis. Semua orang yang sudah sama nilai dan prinsip-prinsipnya, termasuk persepsi
dan keyakinannya, maka dapat menjadi energi positif yang menciptakan kolaborasi untuk
mengatasi dilema etika.

Dengan struktur dan sistem yang berkualitas dapat diciptakan lingkungan kerja yang etis.
Bila lingkungan kerja sudah beretika, maka perilaku etis secara otomatis menjadi kekuatan yang
memperkaya proses bisnis. Perilaku etis mampu menyerap nilai-nilai positif, dan menjadikannya
sebagai etos kerja. Perilaku etis mampu mempertimbangkan berbagai keadaan, kepentingan,
situasi, dan stakeholders, supaya dapat melayaninya dengan bijak dan profesional.

Kejujuran hanya mampu melihat satu sisi kebenaran, sedangkan etika mampu
mempertimbangkan berbagai sisi dan keadaan kebenaran. Dilema etika harus menjadi fakta dan
informasi yang dipertimbangkan secara bijak, lalu membuat keputusan yang masuk akal dan
yang tidak menciptakan konflik.

2. Sumber (Sources)

Secara garis besar dimanapun kita berada maka kita akan dihadapkan pada 4 hal yang
dipandang sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas, yaitu :

a. Agama

Bermula dari buku Max Weber The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-5)
menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja,
atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.

Etika sebagai ajaran baik-buruk, slah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya dalam
perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya
banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika
ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat
dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
Prinsip-prinsip nilai-nilai dasar etika yang ada dalam agama yaitu :

• Keadilan : Kejujuran, mempergunakan kekuatan untuk menjaga kebenaran.


• Saling menghormati : Cinta dan perhatian terhadap orang lain
• Pelayanan : Manusia hanya pelayan, pengawa, sumber-sumber alam
• Kejujuran : Kejujuran dan sikap dapat dipercaya dalam semua hubungan manusia, dan
integritas yang kuat.

Etika bisnis menurut ajaran Islamdigali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi. Dalam
ajaran Islam, etika bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan (Unity),
Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab (Responsibility).

Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan,
sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembangan semangat kekeluargaan
(brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan dapat diturunkan jika
perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan
meningkat. Buruh muda yang masing tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah,
sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi disbanding rekan-
rekannya yang muda.

b. Filosofi

Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan
keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari
ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih
dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang
bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembanga dari
tahun ke tahun.

Di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani
kuno pada abd ke 7 diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa manusia ada
untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam
mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai seorang
pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya.
Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada
dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan
yang membebani kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : “Kenalilah dirimu” dia
yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum manusia.

c. Pengalaman Dan Perkembangan Budaya

Setiap transisi budaya antara satu generasi kegenerasi berikutnya mewujudkan nilai-
nilai,aturan baru serta standar-standar yang kemudian akan diterima dalam komunitas
tersebutselangjutnya akkan terwujud dalam perilaku.Artinya orang akan selalu mencoba
mendekatkan dirinya atau beradaptasi dengan perkembangan-perkembangan nilai-nilai yang ada
dalam komunitas tersebut,dimana nilai-nilai itu tidak lain adalah budaya yang hadir karna adanya
budaya pengetahuan manusia dalam upayanya untuk menginterpentasikan lingkunganya
sehingga bisa selalu bertahan hidup.

Ketika belanda berkuasa pada tahun 1600-1800,penguasaan ekonomi pada saat itu diberi
nama Hindia Belanda dilakukan melalui persatuan pedagang Belanda (VOC) yang menerapkan
pola monopolidalam membeli komuditas perdaganggan nasional seperti lada, pala, cenke,
kopi,dan gula. Setelah VOC bangkrut ( bubar) tahun 1799, dikarenakan pemerintahan belanda
telah diduduki oleh jerman untuk sementara pemeritahan Hindia Belanda diambil alih oleh
Inggris selama 1811-1816.

Kebijakan baru pemerintah Belanda ini memungculkan masalah baru dalam hal
ketimpangan ekonomi. Ketimpangan distribusi pendapatan ini belum ditambahdengan tingkat
pajak yang dibebangkan kepada petani bertanah terutama di Jawadan Madura yang berjumlah
40% dari pendapatan kasarnya setelah diperhitungkan pajak tanah. Ketika itu para tuan-tuan
tanah yang patuh pada pemerintahan akan mendapatkan pasilitas dan kemudahan oleh
pemerintah untuk mengekplorasi.

Ketimpangan dalam dialektik hubungan ekonomi menjadi salah satu pemicu bagi bangsa
Indonesia untuk menuntut revolusi kemerdekaan. Revolusi ini baru merupakan tahapan awal
untuk melakukan proses pembangunan ekonomi nasional dari belenggu model ekonomki
colonial, serta untuk melakukan koreksi total terhadap fundamental social ekonomi.

Demokrasi terpimpin menandai proses pemerintahan yang pertama sesudah


kemerdekaan. Ada tiga komponen pokok yang dijalankan ketika itu, yaitu: (1) diversifikasi
produksi untuk menghilangkan ketergantungan atas ekspor bahan-bahan mentah primer, (2)
perkembangan ekonomi dan kemakmuran yang merata, (3) pengalihan dominasi penguasaan
usaha-usaha ekonomi dari tangan asing dan golongan cina ketangan pribumi Indonesia (John O.
Sutter, 1958; Nan L. Amstutz, 1956). Dalam perjalanannya, beberapa cabinet yang menjalankan
proses restrukturisasi ekonomi tidak berjalan secara efektif dan tidak berkesinambungan.

Hal ini disebabkan, pertama dibeberapa pemimpin politik, keyakinan


terhadap ideology kerakyatan dalam menjalankan restrukturisasi ekonomi sangan lemah, kedua
banyak terjadi kolusi antara beberapa pemimpin politik dan golongan non pribumi, dengan
imbalan materi atau uang, ketiga keterjebakan para pemimpin politik dalam politik praktis, yang
hanya mementingkan golongan atau partainya. Beberapa hal diatas juga ditambah terjadinya
peristiwa GESTAPU tahun 1965.
d. Hukum

Hukum adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-
ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong para
perbaikan-perbaikan masalah-masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas.
Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua tindakan
pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah
pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.

Beberapa prinsip/hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain :

1) Pertama, pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2) Kedua, pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana.
3) Ketiga, islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakanmedia pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4) Keempat, unsur gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik dengan hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5) Kelima, investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Masuknya model syariah memberikan model baru bagi bisnis Indonesia. Model syariah
kemudian tidak hanya dibidang perbankan, kemudian juga merambah pada bidang lain seperti
asuransi, pasar modal bahkan dalam sistem bisnis. Sebagai contoh akan dibuka sebuah
supermarket dengan system syariah dimedan, dimana segala bentuk pengelolaan perusahaan
akan didasarkan dengan ajaran islam.

Memasuki era reformasi, hingga sekarang belum sepenuhnya bias dibilang pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi membaik. Namun dengan adanya semangat untuk membangun
demokrasi, setelah mendorong semua stakeholder dinegara ini untuk lebih bersikap demokratis,
mendengarkan suara-suara rakyat dan memiliki kesempatan yang luas untuk mengeluarkan
pendapat dan berkumpul. Satu sisi budaya yang muncul diera reformasi ini memberikan sedikit
segera dalam hal penegakan hukum, namun itu semua masih jauh dari pengharapan seluruh
elemen bangsa.

Indonesia adalah Negara yang menganut system hukum campuran dengan system hukum
utama hukum Eropa Kontinental, yang dibawa oleh Belanda ketika menjajah selama 3,5 abad
lamanya. Selain system hukum Eropa Kontinental, dengan diberlakukannya otonomi daerah,
didaerah-daerah system hukum setempat yang biasanya terkait dengan hukum adat dan system
hukum agama, khususnya hukum (syariah) islam, seperti yang berlaku diaceh.
Para umumnya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai
cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang suatu
perangkat yang memiliki bentuk hukuman/punishment yang paling jelas dibandingkan sumber-
sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak, seperti
mendapat malu, dosa dan lain-lain. Hal ini sah-sah saja, tetapi ini akan sangat berbahaya bagi
kelangsungan bisnis itu sendiri. Boatright (2003) menyebutkan ada beberapa alasan yang bias
menjelaskan hal ini.

Pertama, hukum tidaklah cukup untuk mengatur semua aspek aktivitas dalam bisnis,
sebab tidak semua yang tak bermoral adalah tidak legal. Beberapa etika dalam bisnis konsen
pada hubungan interpersonal kerja dan hubungan dengan para pesaing, yang sangat sulit diatur
melalui undang-undang. Contohnya adalah kasus persaingan para industri mie instan seperti
yang dijelaskan pada bab sebelumnya.

Kedua, karena hukum selalu dibuat setelah pelanggaran terjadi, sehinga kita bias
menyebut bahwa hukum selalun lambat dikembangkan dibandingkan segala masalah-masalah
etika yang timbul. Sisi lainnya adalah biasanya untuk membuat suatu undang-undang atau aturan
hukum akan membutuhkan waktu panjang juga. Undang-undang tidak bisa dibuat begitu saja
ketika ada pelanggaran yang terjadi, tetapi akan melalui banyak tahap apalagi harus melalui
proses juridis, dan terkadang banyak pertimbangan-pertimbangan ketika pembuatan undang-
undang tersebut. Akhirnya banyak nilai-nilai yang ingin ditegakkan dalam pembuatan undang-
undang tersebut bisa melenceng dari tujuan utamanya. Sebagai contoh adalah undang-undang
tentang hak cipta terjadi diindonesia. Sudah berpuluh tahun lamanya pelanggaran hak cipta
terjadi diindonesia, tetapi undang-undangnya baru berbentuk pada tahun 2002 kemarin. Begitu
juga dengan kasus ponografi terjadi diindonesia, hingga saat ini pun belum juga ditemui
kesepakatan bagaimana bentuk undang-undang ponografi itu sebenarnya diindonesia.

Ketiga, terkadang hukum atau undang-undang itu sendiri selalu menerapkan konsep-
konsep moral yang tidak mudah untuk didefinisikan sehingga menjadi sangat sulit pada suatu
ketika untuk memahami undang-undang tanpa mempertimbangkan masalah-masalah moral.

Keempat, hukum sering tidak pasti. Walaupun suatu kejadian atau aktivitas dianggap
legal, serta hukum/undang-undang haruslah diputuskan melalui pengadilan, dan dalam membuat
keputusan, pengadilan selalu mengacu pada pertimbangan-pertimbangan moral. Banyak orang
juga berfikir bahwa selama tindakannya tidak melanggar hukum adalah suatu yang benar
walaupun apa yang dilakukannya bisa dianggap tiadak bermoral.

Kelima, hukum kadang tidak bisa diandalkan, apalagi jika bisnis itu berada pada suatu
wilayah atau dari daerah yang tingkat penegakan hukumnya sangat rendah. Contohnya, pada
masa orde baru, pembentukan peraturan dan undang-undang cenderung bergantung pada
penguasa, sehingga undang-undang atau aturan saat itu cenderung untuk menguntungkan pihak-
pihak tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat denagn pemerintah pada saat itu orang-
orang yang menjadi kroni-kroni penguasa bisa menjadi orang yang kebal hukum dan tidak bisa
dijerat dan dijatuhi hukuman.

Daftar Pustaka
Ali, Hapzi. 2018. Business Ethics and Good Governance: Ethical Dilemmas, Sources, and their
resolutions. Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Keraf, Sony. 1998. Etika Bisnis : Tuntunan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai